Keadaan Salsa masih sama seperti seminggu yang lalu. Walaupun sudah pulang, ia masih belum merespon apapun orang di sampingnya. Matanya tetap kosong seperti tak ada gairah hidup. Hanya ketika Naura mengajak bicaralah mata Salsa sedikit bergerak. Itupun hanya sekilas, dengan mulut yang tetap tertutup rapat."Ayah, Bunda kenapa jadi pendiam sih? Kenapa gak mau peluk Naura lagi?" tanya Naura sedih. Pasalnya, sejak bundanya pulang dari rumah sakit, Naura belum pernah lagi mendengar suara bundanya.Keadaan Zein sebenarnya tidak kalah menyedihkan. Namun, demi sang anak dia berusaha menutupi semuanya. Zein juga harus menjaga kesehatan untuk bisa merawat Salsa."Kan Bunda masih sakit, Sayang. Badan Bunda masih lemes, makanya belum bisa peluk Naura. Sekarang dipeluk Ayah dulu ya," ujar Zein seraya memeluk putri semata wayangnya penuh kasih.Setelah Salsa kehilangan rahimnya, Zein berkali-kali lipat menyayangi Naura, sebab dialah satu-satunya anak yang terlahir dari rahim wanita yang dicintai Z
[Temui saya di tempat tadi kita bertemu!]Mata Misyka mengerjap tak percaya begitu membaca pesan yang dikirim oleh Zein. Sedetik kemudian seringai tipis terbit dari bibirnya. "Sudah kuduga! Kau pasti akan menghubungiku, bapak Zein tercinta," monolognya.Buru-buru jari-jemarinya bergerak lincah di layar ponsel hendak membalas pesan lelaki yang didambakannya.[Baik, Pak].Gegas wanita itu bersiap diri agar terlihat menarik di depan Zein. Jika biasanya ia memakai pakaian seksi untuk menjerat mangsanya, berbeda dengan kali ini. Misyka memilih fashion sederhana agar terlihat meyakinkan bahwa dirinya kini sudah berubah.Pukul 18.45, Misyka sudah sampai di restoran yang dimaksud oleh Zein. Ia memilih meja kosong yang berada di pojokan. 'Pasti ada hal penting yang akan dia bicarakan padaku,' batinnya.Namun, sudah menunggu lebih dari 15 menit, tanda-tanda kemunculan Zein belum juga nampak. Berkali-kali wanita yang memakai dress motif bunga itu mengecek handphone miliknya, berharap ada pesan
Klunthing!Satu pesan masuk di ponsel Zein yang tergeletak di atas nakas. Laki-laki yang baru saja selesai memakaikan istrinya baju, sesaat setelah memandikannya itu bergeming. Ia masih asik mendandani sang istri. Menyisir rambut panjang Salsa, hingga membubuhkan hand body lotion pada kedua tangan dan kakinya.Sesekali pria itu juga mengajak Salsa ngobrol, dan memuji kecantikan sang istri yang baginya tak pernah pudar."Dokter bilang, kamu sudah banyak kemajuan. Kamu harus semangat, ya. Nanti kita jalan-jalan ke Bali. Atau ... Kamu mau ke luar negeri? Hem?""Kamu boleh belanja sesukamu. Boleh bermain-main sepuasnya. Boleh apa aja deh.""Hmm ... Kulitmu selalu halus dan wangi, Sayang. Mas suka."Lelaki yang masih memakai baju tidur itu juga beberapa kali mendaratkan ciuman di kepala atau pipi Salsa. Meskipun tidak mendapat respon apapun, tetapi Zein tak pernah menyerah, apalagi berkecil hati.Saat sedang memberi pewarna pada bibir pucat sang istri, pintu kamar terdengar diketuk tiga k
"Hari ini saya akan datang terlambat. Kamu handle dulu sem---.""Jangan lupa hari ini Anda ada jadwal bertemu klien pukul 11.00 dan semua sudah dipersiapkan. Saya harap Anda bisa menepati janji!" tegas Daniel memotong perkataan Zein.Tak peduli orang yang sedang menelponnya itu CEO ataupun karyawan biasa, jika sudah menyangkut urusan penting perusahaan, maka pemuda itu akan bertindak tegas.Zein memandang arloji yang melingkar pada pergelangan tangannya. Masih pukul 07.58. Artinya dia mempunyai waktu sekitar tiga jam lagi sebelum bertemu kliennya."Baiklah. Saya akan usahakan tiba di kantor sebelum klien kita datang," ucap Zein kemudian.Laki-laki itu terpaksa mengurungkan niatnya untuk segera ke kantor, karena harus menyelesaikan misinya bersama wanita yang pastinya sedang ngambek oleh ulahnya itu.Bukan mengutamakan wanita itu, akan tetapi Zein harus segera menyelesaikan masalahnya. Setidaknya sampai wanita itu merasakan apa yang dirasakan oleh istrinya."Baik, Pak," ujar Daniel."H
"Coba deh Mas cium." Misyka menyodorkan styrofoam berisi bubur itu pada Zein."Sebentar, ya. Aku menepi dulu." Zein pun kemudian mencari jalan agak sepi untuk menepi sejenak."Coba, sini buburnya," ucap Zein.Lalu Misyka memberikan bungkusan di tangannya.Zein mendekatkan makanan yang dibelinya itu pada indra penciumannya. "Enggak, kok. Menurutku baunya wajar. Bau kuah bubur," ujarnya kemudian."Gitu, ya? Sepertinya aku harus mengecek hidungku setelah ini, he he," sahut Misyka canggung, lalu menerima bungkus itu kembali.'Mungkin efek kehamilan yang membuat hidungku lebih sensitif,' ucap Misyka dalam hati."Ya sudah. Kalau memang gak suka, jangan dimakan. Nanti kita cari tempat makan yang lain," usul Zein pura-pura. Padahal dirinya sudah ketar ketir andai Misyka membuang makanan itu."Eh, enggak! Gak usah, Mas. Aku suka kok. Mungkin hidung aku yang lagi gak jelas." Misyka buru-buru menimpali ucapan Zein.Tergesa wanita itu membuka kembali bungkusan bubur dan memakannya. "Aku habiskan,
Semakin hari hubungan Zein dan Misyka semakin dekat. Bukan hanya sering jalan berdua, lebih dari itu Zein juga beberapa kali menemani wanita itu memeriksakan kandungannya. Menuruti banyak permintaan dengan dalih nyidam.Kemarin, ketika Misyka terbangun dari tidurnya saat di pusat perbelanjaan merasa diperlakukan seperti ratu. Bagaimana tidak. Dua orang yang disuruh oleh Zein berhasil memberikan pelayanan terbaik untuk Misyka. Mereka juga mengatakan bahwa semua atas perintah Zein yang membuat wanita itu melambung tinggi.Entah terjebak dengan permainan sendiri atau itu hanya strategi, nyatanya ayah dari Naura itu kini mengutamakan wanita yang telah membuat istrinya kehilangan janin beserta rahimnya. Perhatian terhadap keluarganya perlahan mengendur.Tok!Tok!Pintu kamar terdengar diketuk dari luar. Zein yang tengah berkutat dengan laptop menghentikan kegiatannya."Masuk," ucapnya.Tak lama, pintu pun bergeser.Mama Rita terlihat memasuki ruang kerja sang anak."Sudah malam, Zein. Apa
Baku hantam tak terelakan lagi. Kedua pria berpawakan tinggi itu saling serang dengan sengitnya.Melempar tinju, tendang, dan pukulan lainnya.Sepasang mata yang bersembunyi di balik salah satu rumah warga menyaksikan adegan itu sembari tersenyum senang. Dirinya semakin yakin bahwa hati dan raga Zein sepenuhnya telah ia kuasai.Tinggal menunggu janinnya lahir, maka ia akan memiliki Zein seutuhnya. "Aku harus mendesak Mas Zein untuk segera melamarku. Agar semakin mudah masuk dalam keluarganya dan melenyapkan istri tak bergunanya sebelum aku resmi menjadi istrinya." Misyka bermonolog sembari terus memandang dua pria yang masih saling tinju.Hanya beberapa menit, lalu perempuan hamil itu kembali ke kontrakan.Perkelahian itu berakhir seimbang. Keduanya sama-sama mencicipi kepalan tinju yang melayang pada wajah satu sama lain."Sepertinya kau terlalu menghayati peranmu, Santos!" ucap Zein."Ini belum seberapa. Anda bisa menerima lebih dari Ini jika Anda benar-benar berkhianat," sahut San
POV Salsa.Bagai mendapat hantaman godam yang tepat mengenai seluruh ragaku. Hancur, remuk, luluh lantak bersamaan dengan rahim yang diangkat dari perutku.Apa yang salah dengan diriku? Dosa apa yang sudah aku perbuat? Atau, sekuat itukah diriku sehingga Tuhan memberiku ujian seberat ini?Impian mempunyai banyak anak bersama Mas Zein musnah sudah. Bahkan, aku tak bisa memastikan apakah Mas Zein masih menerimaku yang sudah tak sempurna ini atau tidak.Saat Dokter mengatakan bayiku telah pergi membawa serta rahimku, aku seperti hampir gila. Aku ingin marah. Teriak sekuat yang bisa untuk melampiaskan semua kesedihan, tapi lidahku kelu. Kaku. Tak bisa aku gerakkan.Akhirnya aku hanya bisa pasrah dengan hidupku. Kalaupun Mas Zein akan meninggalkanku, aku harus siap. Andai pun Tuhan ingin mencabut nyawaku, aku sudah tidak peduli saat itu.Masih begitu jelas diingatan ketika untuk pertama kalinya pita suaraku kembali mengeluarkan suara.Naura-lah yang berhasil mengembalikan semangat hidupku.