Tak ingin rencananya kembali gagal hanya karena menyepelekan keadaan sekitarnya, kali ini Qiyana tidak lagi keluar menggunakan pintu depan. Berbulan-bulan tinggal di rumah ini membuatnya cukup familiar dengan area tertentu yang benar-benar jarang sekali dilewati orang lain. Sama seperti saat berusaha menerobos masuk ke ruang kerja Kenzo tadi, Qiyana memilih melalui kawasan yang tidak terpantau kamera pengawas. Untung saja ia sudah membawa barang-barang pentingnya sebelum masuk ke ruang kerja Kenzo. Jadi, sekarang dirinya bisa langsung pergi tanpa perlu kembali ke kamar. Qiyana menyeka air mata yang masih saja membanjiri wajahnya. Ia memang berhasil menahan isakan, namun tidak dengan tangis. Kenyataan yang baru saja dirinya dapatkan benar-benar menghancurkan hatinya. “Maafkan aku, Yah,” lirih Qiyana dalam hati. Seandainya Qiyana mengetahui semuanya sejak awal, ia tidak mungkin sudi bekerja sama apalagi sampai menikah dengan lelaki yang sudah mencelakai ayahnya sampai meninggal dunia
Suara ketukan itu membuat Qiyana menegang selama beberapa saat. Wanita itu berusaha tenang dan menepis pikiran negatif dari kepalanya. Tidak mungkin juga anak buah Kenzo bisa menemukan dirinya secepat ini. Tadinya Qiyana tidak akan membuka pintu dan membiarkan siapa pun pengetuk itu sampai pergi sendiri. Tetapi, ia malah semakin tidak bisa tenang karena mungkin saja orang itu memiliki urusan yang penting dengannya. Setelah merapikan penampilannya, Qiyana memutuskan langsung melangkah menuju pintu dan menemui orang itu. Sebelum membuka pintu, ia menyempatkan mengintip dari lubang kecil yang berada di tengah-tengah pintu. Helaan napas lega lolos dari bibirnya saat mengetahui kalau yang mengetuk pintu kamarnya adalah petugas hotel ini. “Maaf mengganggu pagi-pagi begini, Mbak. Saya hanya ingin mengantarkan name tag ini. Apa name tag ini milik, Mbak? Saya menemukannya di lobi depan semalam. Setelah saya menanyakan pada teman saya di resepsionis, identitasnya sama seperti milik Mbak,”
Qiyana ingin menutup pintu kamar kosnya lagi, namun Kenzo dapat dengan mudah menahannya. Wanita itu pun akhirnya melangkah mundur dengan tatapan yang masih terbelalak. Manik matanya bergulir mencari celah untuk melarikan diri, sayangnya kemungkinan tersebut pasti sulit dirinya dapatkan. Qiyana yakin sudah pergi cukup jauh dan pastinya memilih tempat yang aman. Namun, ternyata ia masih saja menyepelekan koneksi yang suaminya miliki. Belum genap seminggu setelah pelariannya dan sekarang Kenzo sudah kembali menemukannya. Tatapan penuh amarah yang terlihat dari manik mata Kenzo membuat Qiyana menelan salivanya susah payah. Seharusnya ia yang marah karena lelaki itu kembali mengganggunya, tetapi nyalinya malah menciut seperti ini. Qiyana menghentikan langkahnya di tengah-tengah ruangan setelah berhasil mengumpulkan sisa-sisa keberaniannya. “Untuk apa kamu datang kemari? Tolong jangan ganggu aku lagi, urusan kita sudah selesai!” tegasnya menyiratkan pengusiran. Qiyana tahu jika Kenz
Qiyana yang tadinya ingin bangkit dari posisinya langsung meringis. Ketika menoleh ke samping, ia baru menyadari kalau tangannya dipasangi infus. Kerutan di keningnya semakin dalam, ia tidak mengerti mengapa tangannya sampai dipasangi infus. Padahal jelas-jelas sekarang dirinya tidak berada di rumah sakit. Qiyana tersentak saat pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka. Seorang wanita paruh baya dengan snelli putih dan stetoskop yang menggantung di leher lah yang membuka pintu tersebut. Di belakang dokter itu, terdapat seorang pelayan yang membawakan sebuah nampan besar penuh makanan. “Nyonya, sudah bangun? Bagaimana keadaan Anda sekarang? Ada yang sakit?” tanya dokter itu sembari melangkah menghampiri Qiyana. “Saya periksa dulu ya. Kalau Nyonya merasakan sesuatu, katakan saja.”Qiyana membiarkan dokter itu memeriksa keadaannya juga memeriksa bagian perutnya. Dokter ini berbeda dari dokter pribadi Kenzo yang pernha menanganinya. Sepertinya dokter ini merupakan dokter kandungan.Bertep
“Sebenarnya siapa yang meracuni pikiranmu?! Feli lagi? Tolonglah, Qiyana, kamu tidak bisa asal mempercayai sesuatu tanpa bukti yang jelas! Kapan kamu bertemu Feli atau dia menghubungimu? Aku akan memberi ponsel baru untukmu supaya dia tidak mengganggumu lagi,” sahut Kenzo sembari berusaha menggapai tangan Qiyana. Sementara Qiyana terus menghindar dengan melangkah mundur. Decih sinis lolos dari bibirnya, wanita itu tidak akan mempercayai pembelaan apa pun yang Kenzo lakukan. Apalagi dirinya sudah memiliki bukti yang sangat akurat. Qiyana pikir Kenzo akan langsung mengaku, ternyata ia salah besar. Lelaki itu kembali mengelak, seolah-olah Feli hanya memfitnah saja. Topeng yang Kenzo gunakan benar-benar mampu menutupi tabiat asli lelaki itu tanpa celah. Namun, ia tidak akan semudah itu tertipu. “Tidak perlu mengelak dan berpura-pura tidak tahu! Aku sudah tahu semua tabiat busukmu! Kenapa kamu sejahat itu pada keluargaku?! Apa salah ayahku sampai kamu tega menghabisi nyawanya tanpa belas
Qiyana menyadari kalau atensi semua orang kini beralih ke arahnya. Alih-alih merasa malu, wanita itu malah mengangkat dagunya tinggi-tinggi dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Tentu saja tak ada niatan sedikitpun untuk meralat permintaan yang baru saja meluncur dari bibirnya. Sebelah alis Qiyana terangkat dengan tatapan tertuju pada Kenzo yang terlihat terkejut mendengar permintaannya. “Kenapa? Kalau kamu tidak mau juga tidak masalah, aku tidak pernah memintamu mengikuti keinginanku.”Sorot mata wanita itu beralih ke arah perutnya yang masih datar dan belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Dielusnya permukaan perut yang masih tertutup blouse itu seraya berkata, “Aku bisa meminta tolong pada orang lain untuk mengambilkan buah itu.”Kedua tangan Kenzo yang berada di sisi tubuh perlahan-lahan mulai mengepal. Seolah-olah lelaki itu mengetahui siapa ‘orang lain' yang Qiyana maksud dalam kalimat barusan. Padahal sebenarnya wanita itu hanya asal bicara saja. Qiyana tidak memi
Tanpa bisa dicegah, Qiyana mulai gemetar ketakutan. Pikirannya menebak-nebak apa yang akan Kenzo lakukan padanya setelah ini. Matanya terpejam erat, tak berani mengintip sedikitpun. Dirinya benar-benar sudah salah bicara. Selama beberapa saat, Qiyana membeku di tempat dengan kedua tangan mencengkeram sprei di samping tubuhnya. Seolah-olah sedang bersikap siaga dan menunggu serangan yang akan Kenzo lakukan padanya. Anehnya, ia malah tidak merasakan apa pun. Pada akhirnya, Qiyana memberanikan diri untuk membuka mata. Manik matanya langsung terkunci dengan tatapan Kenzo yang masih menyorot tajam ke arahnya. Wanita itu semakin gugup, namun tidak mampu mengalihkan pandangan. “Untung saja kamu sedang mengandung anakku,” ucap Kenzo seraya kembali menutupi dada Qiyana yang terbuka karena ulahnya. “Lain kali, jaga ucapanmu. Belum tentu kesempatan yang sama bisa terulang lagi.” Setelah mengatakan itu, Kenzo langsung bangkit dan pergi begitu saja meninggalkan kamar Qiyana. Yang tentu saja lan
Qiyana mengerjapkan matanya beberapa kali sembari menatap Kenzo dan benda yang baru saja diberikan padanya secara bergantian. Wanita itu mendadak malu sendiri karena terlalu banyak berpikiran yang tidak-tidak. Untung saja ia belum sempat mengatakan apa pun. “Maaf sudah merobek pakaianmu, sekarang kamu ganti baju ya? Sekalian rapikan penampilanmu, setelah itu ikut aku,” tutur Kenzo sembari menggaruk leher belakangnya diiringi dengan senyum canggung yang tersungging di bibirnya. Dalam sekejap, raut marah yang semula terlihat di wajah Kenzo langsung menghilang begitu saja. Berganti dengan ekspresi tak enak sembari mencuri-curi pandang ke arah dada Qiyana yang sedikit terbuka. Qiyana yang sebenarnya masih linglung, sontak menggelengkan kepala, menghalau pikiran aneh yang masih bersarang di kepalanya. Jejak perbuatan Kenzo barusan masih membekas dan membuatnya tidak biasa mencerna yang terjadi dengan cepat. Qiyana langsung mengambil pakaiannya yang Kenzo ambilkan dari lemari seraya bert