Jonas Abellard disapa keheningan di depan katedral St. Paulus. Pria tampan itu menghentikan langkah di ambang pintu, lalu tertawa kaku. “Ayolah kawan-kawan, tidak mungkin separah itu,” godanya. “Ini bukan acara pemakaman yang mngharuskan kalian mengenakan pakaian hitam atau pengikat lengan. Ini perkawinanku." Kalimat yang ia ucapkan saat menatap Grant Huge dan Davisioso Palm, rekan kerjanya di kepolisian New York City. Atasannya Gerry Burke juga turut bergabung dengan kedua kawannya itu. Mereka mengenakan mantel jubah biru dongker, cravat yang disimpul sempurna dan celana panjang biru muda.Kalimat Jonash itu bisa memunculkan senyum masam, tapi kedua kawannya itu hanya mengerjapkan mata dengan tatapan nanar.Apapun masalah mereka saat ini, tidak akan merusak kesempatan kedua yang Tuhan berikan kepadanya.Jonash menghampiri mereka yang berdiri di depan meja besar yang bagian atasnya terbuat dari marmer. Suara langkah kakinya teredam lantai berkarpet. Jonash tidak suka kalau ada suara se
Selama hidup Yanti, inilah saat dimana ketakutan luar biasa menghinggapi seluruh inci tubuhnya. Dia berharap apa yang terjadi saat ini hanyalah impian, dia akan segera terbangun dan mendapati semua baik-baik saja. Yanti sudah menghadapi kehidupan yang nestapa, dimulai saat ayahnya mengalami kecelakaan tabrak lari. Yanti harus menyelematkan nyawa ayahnya dengan menyanggupi biaya tidak sedikit dari rumah sakit, agar ayahnya yang penjual bakso keliling dapat segera dioperasi. Dia nekat menjual dirinya, pada kesempatan pertama ia menawarkan diri, ia bertemu dengan Tuan Wicaksan. Lelaki itu menginginkan seorang putra dari rahim wanita lain, atas permintaan istrinya.Yanti bersedia menjadi ibu surrogate, meminjamkan rahimnya untuk pasangan suami istri itu. Kemudian ayahnya bisa pulih dari sakit dan dapat memiliki sebuah kedai warung makan pengganti gerobak baksonya. Sebuah rumah yang terbilang lumayan juga Yanti dapatkan sebagai kompensasinya. Kedua adiknyapun bisa melanjutkan sekolah dar
1 Maret 2024Audrey menaiki bus menuju bandara. Dia hanya berbekal sebuah tas ransel yang berada di punggungnya. Tumbler, sepasang baju ganti, alat pemantik apa, senter serta sebuah pisau lipat kecil yang ia sembunyikan di saku celana jeansnya. Beberapa lembar uang ia sertakan di dompet.“Aku tidak akan lama Nathan. Mereka tidak ingin aku memberitahumu, ini demi keselamatan putriku dan juga Yanti, yang sudah aku anggap seperti adikku sendiri," gumam Audrey pilu. Ponsel telah ia lempar ke dalam sungai setelah simcardnya dia letakkan di lipatan dompet kecil kulit di saku tasnya.Mobilnya juga ia tinggalkan di parkir kedai minum yang ia singgahi tadi.Bus telah sampai di bandara. Lamunan Audrey buyar. Saatnya dia harus turun.“Mama datang, Nak,” gumam Audrey pilu.Wanita itu menunggu lama untuk mempersiapkan keberangkatannya. Dengan banyaknya waktu untuk merenung, Audrey didera luka yang tak dapat dihibur dengan pemandangan lalu lalang orang-orang disekitarnya.Sudah selama seminggu waktu
3 Maret 2024Mansion Turner, Palo Alto, California“Alicia, apa benar itu kau?!” jerit seorang wanita yang penampakannnya identik dengan Alicia. Dia berlari menghambur menuruni tangga dan langsung memeluk Alicia. Frederick Dylan, kawan Alicia telah mengatakan kalau dia mendapatkan informasi dari seseorang yang terpercaya, kalau saudari kembarnya ini sakit. Dan ternyata Frederick telah salah. Britney Turner terlihat bugar. Setelah nyaris tiga tahun Alicia pergi dari rumahnya.“Oh, Shia. Shia. Kau sudah pulang.” Alicia tersedak isakan karena mendengar nama panggilannya. Mereka berpelukan di bawah tangga, bergelayut satu sama lain dalam banjir air mata. Suka cita, kelegaan dan duka karena sudah lama berpisah membuat tubuh Alicia bergetar. Mereka berpelukan lama.“Oh, Tuhan. Kukira kau...” Alicia terdian ketika Britney menoleh kepadanya.“Kau kira aku kenapa?” tanya Britney yang tersedak tangis.“Kukira kau tidak dirumah,” jawab Alicia mengarang ucapannya.Napas Britney dengan isakannya.
Wanita itu pulang ke rumahnya.Jonash berjalan menuju mobilnya terparkir. Setelah setahun dia bertahan tanpa minuman keras, dia ingin---atau lebih tepatnya, dia butuh---minum alkohol. Dia membutuhkan itu dalam jumlah yang cukup banyak untuk menyingkirkan sosok jelita Alicia dari benaknya. Dan di rumahnya sudah tidak ada setetespun alkohol. Tapi, bisa saja ia menemukan minuman keras itu jika tekadnya goyah. Dengan tegas Jonash menepis keinginan itu. Dia sudah berhasil sejauh ini, dengan usaha yang begitu kerasTapi kenapa ia bertemu Alicia? Apakah ia sudah menikah?Jonash mendengus kesal.Alicia luar biasa cantik.Meski diluar kehendaknya, penilaian itu sama sekali bukan pujian terhadap Alicia, dia sedang berbicara fakta.Oh, Tuhan. Betapa dirinya berharap selama waktu tiga tahun ini, dia bisa mengendalikan diri dan tidak memberikan hatinya lagi pada wanita itu.Ditepisnya sekali lagi pikiran itu, kepalanya menggeleng kuat, agar wajah Alicia pergi dari kepalanya. Tugas beratnya di kep
Jonash sekarang berbeda dengan pria lembut yang dikenal Alicia dahulu.“Benar, mirip ayahnya. Sayangnya sang ayah sudah tidak lagi bersama kami.”Itu dia. Alicia sudah mengatakan kebohongan pertama, benih dari rentetan kebohongan lainnya.Jonash masih menatapnya mata tanpe emosi dan ekspresi datar. “Jadi kau sudah menikah?” Seberkas perubahan dalam nada bicara Jonash menandakan bahwa kalimat itu adalah pertanyaan. Dan sama sekali tidak terasa pertanda bahwa pertanyaan tersebut membuat hati Jonash merasakan kepedihan yang sama seperti yang ia rasakan. Pria itu terdengar bertanya dengan sopan, tanpa terlihat penasaran.Tapi untuk mengucapkan kebohongan satu ini dengan keras kepada Jonash ternyata lebih sulit daripada yang ditanggung hati dan nurani Alicia. Kebohongan yang tanpa batas.Alicia mengangguk, tanpa berani menatap mata Jonash.Tapi jika dia berpikir Jonash akan menentangnya; dengan cara membongkar kebohongannya dari klue kecil yang nyata dari tatapan mata Alicia yang berpaling
"Kau tidak memahami Benni. Kiamat itu akan terjadi seandainya Jonash menikah dengan seorang wanita dari hubungan tidak syah. Ini akan menjadi skandal di korpsnya yang elit, melebihi kabar buruk tentang kehadiran mereka ke dunia ini yang berasal dari seorang ibu yang bahkan tidak diketahui keberadaannya. Profesi Jonash akan ternoda. Semua akan menderita karenanya. Ditambah lagi keberadaan Peter,” tutur Alicia tentu saja dalam hati. Pandangan matanya berpaling menatap taman dari jendela ruang itu.Kemudian diraihnya jemari saudarinya itu. “Benni, sayang,” Alicia memohon. “Untuk sementara jangan bertanya-tanya tentang itu. Aku mohon.”“Maafkan aku. Kupikir aku ini saudarimu, kembaranmu. Kau akan lebih terbuka kepadaku.”“Nanti aku akan menjelaskan semuanya.” Jemari Benni diremas lembut kembali. “Tapi kumohon, jangan paksa aku sekarang.”Rasa tidak sabar dan kekesalan terlihat di wajah Britney, pertanda wanita ini pasti akan terus mendesaknya.“Lalu, apa kau pulang untuk selamanya?”Desah
Akibat kepedihan dan rasa bersalah yang membuncah di hati Alicia, wanita itu tidak dapat melihat keindahan taman yang dipenuhi dengan kuncup dan mekarnya aster, mawar serta violet yang terbentang di jendela dimana matanya mengalihkan tatapan saudarinya. Tapi sungguh sebuah keajaiban--Jonash belum menikah.“Jadi begitu.” Alicia terdiam beberapa waktu. “Ya, aku mendoakan kebahagiaannya."Alicia betul-betul mendoakan kebahagiaan Jonash.Akan sangat egois jika ia tidak mengizinkan Jonash hidup bahagia. Dan dia bukanlah orang yang egois. Kepergiannya dari Jonash membuktikan hal itu. Justru pernikahan mereka akan menghancurkan karier hebat Jonash di kepolisian. Alicia mengetahui masa lalu yang pria itu pernah ceritakan kepadanya. Betapa ingin ia mencari tahu keberadaan kakak yng sangat ia cintai, sekaligus membalas sakit hati lelaki itu kepada musuh besarnya yang memiliki kekuasaaan serta harta yang berlimpah, yang membuat aksi kejahatannya tidak dapat dengan mudah diberantas. Membuat musuh