“Gimana Na, sudah isi apa belum?” ujar Ayu dengan tatapan tajamnya pada menantu perempuannya.
Ia seringkali menanyakan pertanyaan itu dan berharap mendapat jawaban yang memuaskan ambisinya, memperolah cucu laki-laki dari anak lelaki kesayangannya. “Belum bu, doakanlah kami, lagipula saya masih ingin fokus mengasuh Arini dan Aruna, mereka sebentar lagi masuk Sekolan Dasar dan pasti semakin banyak keperluannya,” jawab Anna dengan helaan nafas panjang. Sebenarnya pertanyaan itu cukup mengganggunya, ia sudah berusaha semaksimal mungkin namun jika takdir tak berpihak padanya, dia bisa apa? Ibu Mertua mengernyitkan dahinya yang sudah penuh dengan goresan-goresan kehidupan dan berucap dengan penuh penekanan, “Apa? kamu gimana sih Na? Justru karena anakmu sudah besar, sudah saatnya mereka punya adik, dan adiknya harus laki-laki! Kasian Arka tidak punya anak laki-laki, apa kata orang nanti? Aura saja sudah punya anak laki-laki dan perempuan. Kamu jangan mau kalah sama dia!” “Bu, kami pasti akan berusaha lagi, ibu tidak perlu khawatir, aku dan mas Arka pasti akan berusaha semaksimal mungkin.” balas Anna dengan lembut meski hatinya terasa seperti diiris-iris, perih. Mendenger suara ibunya yang mulai meninggi, Arka yang sedang bermain dengan anak-anaknya mulai beranjak menuju ruang tamu untuk menenangkan ibunya yang mulai mengintimidasi Anna. “Ibu sudah bu, jangan tanya itu lagi pada Anna, kasihan dia sudah lelah mengurus aku dan si kembar,” terdengar suara Arka dengan penuh penekanan pada ibunya. Dia nampak menahan emosi saat ibunya terus memberondong Anna dengan pertanyaan kapan punya anak laki-laki. “Arka, Ibu tidak ingin kamu menjadi bahan gosip tetangga, kamu sudah lama nikah, apa susahnya punya anak laki-laki? Mending kamu cari istri lagi!” Ketus ibu mertua dengan sorot mata tajamnya pada Anna, seolah-olah Anna penyebab semua kegagalan itu. “Ibu, kami akan berusaha lagi dan ibu jangan pikir aku akan menikah lagi, itu tidak akan terjadi karena aku sangat mencintai Anna!” Balas Arka dengan tegas. “Anna, ayo kita pulang, sudah cukup kita berkunjung kerumah ibu.” Ajak Arka kepada istrinya dengan meraih tangannya menuju kamar untuk segera beberes, daripada berdebat tanpa ujung, lebih baik pulang saja, itu yang dipikirkannya. Hari itu cuaca sedikit mendung, tak mengurungkan niatnya untuk segera pulang, apalagi mobil sewaan mereka telah bertengger dihalaman sejak pagi. sebelum pulang tak lupa mereka mencium tangan Ayu dengan takzim, kemudian Anna memberikan sebuah amplop berisi nominal yang mungkin tidak seberapa bagi mertuanya. “Punya duit kamu? Gaji guru honorer berapa sih,” ketus Ayu Sang Ibu Mertua. “Ada bu, meski tidak banyak, semoga bisa sedikit meringankan ibu.” Ucap Anna lembut dengan senyum dibibir merahnya. Di sepanjang perjalanan, semua diam membisu seperti terhanyut dalam pikiran masing-masing. Sepasang suami istri itu nampak memperhatikan lalu lalang kendaraan yang melaju dengan kecepatan sedang, belum ada yang memulai perbincangan sampai akhirnya Aruna mulai mengeluhkan keluh kesahnya pada bunda yang teramat disayanginya. “Bunda, aku tidak suka dirumah nenek, tadi Runa dengar nenek marahin ibu, kenapa sih nenek kok jahat?” celotehnya pada Anna. Anna yang sedang melamun segera tersadarkan, dipandanginya anak kesayangannya itu dengan penuh kasih sayang, sambil tersenyum ia menjawab, “Nenek tidak jahat nak, dia hanya mengingatkan bunda untuk lebih berusaha lagi, Runa tidak boleh menuduh nenek jahat ya, nenek tidak jahat kok.” Mendengar jawaban itu, Runa mulai memejamkan matanya mencoba mencernanya meski seperti tidak sesuai dengan apa yang dilihatnya. Melihat sikap Runa yang seolah abai, Anna hanya tersenyum lalu menoleh ke sebelah kirinya, terlihat Rini menarik tangan bundanya seolah-olah ingin mengajaknya mengobrol, “Bund, tadi Kak Vina ngejek Rini, katanya Rini tidak punya adik laki-laki, tidak seperti kak Vina yang punya adik, padahal Rini tidak mau punya adik, Rini sudah senang punya Runa.” Celotehnya sambil cemberut, menunjukkan kekesalannya pada sikap Vina, anak dari Aura sang kakak ipar Anna. Anna hanya tersenyum dan memeluk Rini dengan harapan agar Rini lebih tenang. Setelah si kembar terlelap, Anna mulai terdiam dalam lamunannya, tiba-tiba dia teringat pada kenangan yang membuatnya akhirnya setuju untuk dinikahi Arka. Kenangan yang membuatnya begitu mencintai Arka yang hanya seorang kurir pengantar bunga. Perihal perjuangan mereka untuk mendapat restu dari orang tua Anna yang seorang PNS yang tentunya tidak mudah karena cinta mereka ibarat cinta beda strata sosial. Orang tua Anna berharap anaknya bersuamikan lelaki yang mapan bukan lelaki yang tidak jelas masa depannya seperti Arka. “Na, sudah hampir sampai, tolong bangunin si kembar.” Ucapan Arka menyadarkan Anna dari lamunannya. Anna bergegas membangunkan si kembar dengan perlahan. Ia tersenyum melihat suaminya yang cekatan menurunkan barang-barang mereka, kemudian menggandeng Runa. Terlintas dipikirannya alasan masih mempertahankan pernikahannya meski sang mertua selalu membuatnya sedih. Arka adalah lelaki yang bertanggung jawab, setia dan begitu menyayangi keluarganya. Meski tak semapan mantannya dulu, itu bukanlah masalah penting baginya karena uang bisa dicari, pikir Anna. Tak terasa waktu telah menunjukkan Pukul 21.00 WIB. Terlihat si kembar sedang bermain di ruang TV sambil diawasi Anna, sedangkan Arka di ruang tamu memainkan ponselnya. “Aruna, Arini, ayo tidur sudah malam, mainnya besok lagi.” Titahnya pada si kembar, meski terlihat ogah-ogahan, mereka tetap mulai mengemasi mainannya dan bergegas menuju kamarnya. “Mas, ayo istirahat, kamu belum mengantuk?” sapa Anna pada suaminya yang sedang asyik bermain ponsel. “Kamu tidur terlebih dahulu saja, aku masih main game.” Balas Arka tanpa menoleh sedikitpun pada istrinya. Anna hanya terdiam dan langsung menuju ke kamarnya. Ia mulai memikirkan perkataan mertuanya, sambil berbaring diatas ranjangnya dan mengharap suaminya segera menemaninya beristirahat namun lelaki itu tak kunjung datang. Ia mulai memejamkan matanya namun ketakutan itu muncul lagi di pikirannya, bagaimana jika mereka tidak punya anak laki-laki? bagaimana jika Arka menikah lagi demi punya anak laki-laki? “Belum tidur kamu, masih kepikiran omongan ibu?” tanya Arka seolah mampu menerobos apa yang dilamunkan istrinya sejak tadi. “Iya mas, aku takut kamu mulai terpengaruh dengan omongan ibu, apalagi ibu keras kepala, dia pasti akan terus memaksa kita untuk memiliki anak laki-laki,” ungkap Anna dengan nada sedih, seolah-olah hal yang telah terpikirkan akan segera terjadi. “Sudahlah Na, kamu tahu kalau aku begitu mencintaimu apa adanya, nanti aku akan bicarakan lagi pada ibu, agar dia tidak terus menerus mendesakmu,” ujar lelaki itu sambil memeluk mesra istrinya agar lebih tenang. “Mas, kamu jangan meremehkan ibu, ibu pasti tidak gampang dibujuk, sebaiknya kita mulai program seperti dulu tapi bedanya kita akan program bayi laki-laki. Aku akan mulai ambil pekerjaan sampingan untuk menambah pemasukan kita,” ujar Anna semangat dan mulai membalas pelukan suaminya itu. Mendengar jawaban istrinya, Arka seolah abai, dia mulai memejamkan matanya, pikirannya melayang-layang, batinnya berbicara, bagaimana mungkin mereka harus mulai punya anak lagi. Pasti nanti kebutuhan semakin banyak, kehadiran si kembar saja sudah cukup membebani hidup mereka, lama kelamaan Anna pasti akan mendesaknya untuk dapat pekerjaan yang lebih layak, hal inilah yang dikhawatirkan Arka. Awalnya ia mengira dengan menikahi Anna, hidupnya akan mapan karena orang tua Anna yang seorang PNS, ternyata hingga kini orang tua Anna tidak setuju. Orang Tua Anna hanya mau menerima si kembar dan Anna saat berkunjung, sedangkan Arka seolah-olah dianggap orang asing. Tanpa Anna ketahui, Arka sebenarnya menyesal menikahi Anna karena tidak mendapat fasilitas dari orang tuanya seperti perkiraannya namun Anna tidak pernah tahu perasaan Arka yang sebenarnya. Beberapa hari kemudian … Arka terlihat berjalan dengan perlahan menuju rumahnya sambil menundukkan kepala. Tatapannya terlihat kosong. Melihat suaminya pulang dengan tidak memiliki semangat, Anna segera menyiapkan kopi kesukaan suaminya. Waktu itu sore hari, cuaca nampak sedikit mendung, alam seolah memberi petanda pada Anna bahwa sebentar lagi hujan. Bukan sekedar hujan biasa tapi hujan yang berakibat pada goyahnya perekonomian mereka. Dengan perlahan namun pasti akhirnya Arka berucap, “aku dipecat Na, toko bunga bangkrut karena bos terlibat investasi bodong,” Dengan senyum yang dipaksakan Anna menjawab, ”sudahlah mas, rejeki bisa dicari, mas tidak perlu khawatir, aku bakal cari tambahan sambil menunggu mas dapat kerja lagi.” Anna mencoba membesarkan hati suaminya, ia sendiri sebenarnya sangat terkejut dengan ucapan suaminya. Bagaimana dengan biaya sekolah si kembar? Bagaimana pula dengan rencana mereka memiliki anak laki-laki? Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di hati dan pikirannya. Ia tidak mengetahui bahwa ujian besar menghampirinya, tidak hanya persoalan ekonomi atau mertuanya, namun kesetiaan suaminya juga dipertaruhkan. .Hari itu langit tampak cerah, jalanan masih tampak basah karena semalam hujan mengguyur kota metropolitan itu. Terlihat orang-orang mulai berbondong-bondong untuk memulai aktivitasnya. Tidak terkecuali Arka. Ia menuju tempat kerjanya mengendarai motor butut warisan orang tuanya. Hari itu jalanan nampak padat merayap, terlihat kendaraan mulai perlahan berjalan pasca lampu merah di pertigaan itu. Jarak tempuh dari kontrakan menuju toko florist tidaklah jauh, sekitar 15 menit saja.Sesampainya di toko, Arka memarkirkan motornya. Hari itu sama sekali tak ada firasat buruk dalam benaknya, dengan langkah penuh semangat, ia berjalan menuju tokonya tanpa melihat tulisan dipintu tertera “close”. Toko terlihat sepi padahal sudah pkl 08.00 wib, biasanya sudah mulai ada aktivitas namun tidak di hari itu. Terlihat bos toko dengan wajah sayu tanpa semangat bahkan ia tak menyadari kalau Arka telah tiba.“Pagi bos, tumben pagi-pagi sudah di toko, biasanya siang baru nongol,” tanya Arka dengan senyum
Pagi itu cuaca cerah, matahari menyinari bumi memberikan kehangatan bagi siapapun yang sedang berjuang di bumi manusia, tidak terkecuali Anna. Ia telah menyempatkan waktunya untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan saran dari temannya. Sebenarnya jauh sebelum pilihannya tertuju pada promil ala dokter, ia telah mencoba cara-cara lain seperti berdiet, sering berolahraga seperti jogging, senam dan renang. Ia juga menambahkan konsumsi jamu tradisional dan vitamin seperti asam folat dan vitamin D. Namun seperti takdir tak berpihak padanya karena usahanya belum juga membuahkan hasil.“Bund, kenapa ayah sering di rumah ya, apa ayah tidak bekerja?” Celoteh Runa, meski ia baru berusia 7 tahun dan akan segera masuk SD, ia termasuk anak yang aktif karena seringkali bertanya perihal yang mengganggu pikirannya.“Iya nak, ayah libur, nanti kalau sudah masuk pasti akan bekerja lagi.” Jawab Anna dengan senyum. Dielus-elus rambut putri kesayangannya itu. Tak mengherankan jika Runa bertanya-tanya k
Setelah beberapa jam mengendarai motor sambil kerapkali berhenti karena Runa merasa kelelahan, akhirnya ia sampai di rumah Ayu, Sang Ibu. Cuaca hari itu panas dan mereka tiba ketika siang hari. Terlihat pintu rumah Ayu masih tertutup, dan halamannya nampak kotor, seperti tidak dibersihkan selama berhari-hari.“Assalamualaikum bu, ini Arka,” ucap Arka sambil mengetok pintu dengan keras-keras berharap ibunya mendengar teriakannya.“Iya… sebentar,” Ayu berteriak sambil berjalan, kemudian memutar kunci untuk membuka pintu.“Masuk nak, kenapa kamu bawa anak ini juga?” Tanya Ayu yang terlihat seperti tidak suka melihat kehadiran Aruna.“Iya bu, anakku sepertinya bosan di rumah terus jadi dia ingin ikut,” jawabnya dengan lemas, lelah karena perjalanan itu cukup menguras tenaganya. Arka menyuruh anaknya untuk segera ke kamar mandi untuk mandi dan berganti pakaian. Mendengar titah ayahnya, anak itu segera beranjak. Sambil memandangi neneknya dengan tatapan tidak suka. Hatinya tidak bisa diboh
Hari itu Arka berpamitan pada ibunya terkait kepulangannya ke kota. Ia tidak mungkin berlama-lama di kota kelahirannya itu. Hal ini dikarenakan 3 hari lagi sikembar akan masuk sekolah. Selain itu, ia juga mendapat kabar bahwa ada toko bunga yang baru buka di lokasi kerja dia yang dulu, ia mendapat kabar dari teman setongkrongan di warkop tempat ia biasa bermain game. Besar harapannya untuk dapat bekerja di bidang yang menurutnya sesuai dengan kemampuannya tersebut.Perjalanan tidak memakan waktu lama karena ia berangkat setelah shubuh. Perjalanan di tempuh tanpa hambatan, mesti ia nampak ogah-ogahan karena perasaannya pada Anna mulai berubah. Ia merasa Anna akhir-akhir ini terlalu mengaturnya, apalagi untuk program hamil anak laki-laki. Ia malas harus bertemu dokter yang pasti memintanya untuk gaya hidup sehat dan tidak boleh begadang, hal itu cukup menyiksa baginya yang kecanduan game online dan perokok aktif. Sepanjang jalan ia terus diberondong dengan pikiran-pikiran melelahkan ter
Semalaman Anna tak bisa tidur nyenyak. Ia kerapkali terbangun dirundung kegelisahan. Siapakah Clara? Mengapa dia chat malam-malam? Sejak kapan gawai suaminya di kunci? Pertanyaan itu terus menerus menghantuinya hingga pagi menjelang. Mulai terdengar suara adzan shubuh tanda panggilan sholat telah tiba. Anna menghentikan lamunannya, ia bergegas menuju kamar mandi untuk berwudhu kemudian mendirikan sholat. Dalam sholatpun, dia nampak tak khusyuk karena kegelisahan terus menghantam pikiran dan hatinya. Seusai sholat, Anna bergegas ke dapur menyiapkan sarapan untuk anak dan suami tercintanya. Ia mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk memasak dan mencoba untuk mengabaikan segala pikiran yang membuatnya semakin curiga, siapakah Clara? Apakah Mas Arka selingkuh? Tak terasa waktunya membangunkan anak-anak untuk bersiap ke sekolah. Anna dengan cekatan dan lembut mulai membangunkan si kembar yang terlihat masih mengantuk. Sesekali mereka menguap dan kesulitan membuka matanya. Anna hanya bi
Semalaman Anna tak bisa tidur nyenyak. Ia kerapkali terbangun dirundung kegelisahan. Siapakah Clara? Mengapa dia chat malam-malam? Sejak kapan gawai suaminya di kunci? Pertanyaan itu terus menerus menghantuinya hingga pagi menjelang. Mulai terdengar suara adzan shubuh tanda panggilan sholat telah tiba. Anna menghentikan lamunannya, ia bergegas menuju kamar mandi untuk berwudhu kemudian mendirikan sholat. Dalam sholatpun, dia nampak tak khusyuk karena kegelisahan terus menghantam pikiran dan hatinya. Seusai sholat, Anna bergegas ke dapur menyiapkan sarapan untuk anak dan suami tercintanya. Ia mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk memasak dan mencoba untuk mengabaikan segala pikiran yang membuatnya semakin curiga, siapakah Clara? Apakah Mas Arka selingkuh? Tak terasa waktunya membangunkan anak-anak untuk bersiap ke sekolah. Anna dengan cekatan dan lembut mulai membangunkan si kembar yang terlihat masih mengantuk. Sesekali mereka menguap dan kesulitan membuka matanya. Anna hanya bi
Hari itu Arka berpamitan pada ibunya terkait kepulangannya ke kota. Ia tidak mungkin berlama-lama di kota kelahirannya itu. Hal ini dikarenakan 3 hari lagi sikembar akan masuk sekolah. Selain itu, ia juga mendapat kabar bahwa ada toko bunga yang baru buka di lokasi kerja dia yang dulu, ia mendapat kabar dari teman setongkrongan di warkop tempat ia biasa bermain game. Besar harapannya untuk dapat bekerja di bidang yang menurutnya sesuai dengan kemampuannya tersebut.Perjalanan tidak memakan waktu lama karena ia berangkat setelah shubuh. Perjalanan di tempuh tanpa hambatan, mesti ia nampak ogah-ogahan karena perasaannya pada Anna mulai berubah. Ia merasa Anna akhir-akhir ini terlalu mengaturnya, apalagi untuk program hamil anak laki-laki. Ia malas harus bertemu dokter yang pasti memintanya untuk gaya hidup sehat dan tidak boleh begadang, hal itu cukup menyiksa baginya yang kecanduan game online dan perokok aktif. Sepanjang jalan ia terus diberondong dengan pikiran-pikiran melelahkan ter
Setelah beberapa jam mengendarai motor sambil kerapkali berhenti karena Runa merasa kelelahan, akhirnya ia sampai di rumah Ayu, Sang Ibu. Cuaca hari itu panas dan mereka tiba ketika siang hari. Terlihat pintu rumah Ayu masih tertutup, dan halamannya nampak kotor, seperti tidak dibersihkan selama berhari-hari.“Assalamualaikum bu, ini Arka,” ucap Arka sambil mengetok pintu dengan keras-keras berharap ibunya mendengar teriakannya.“Iya… sebentar,” Ayu berteriak sambil berjalan, kemudian memutar kunci untuk membuka pintu.“Masuk nak, kenapa kamu bawa anak ini juga?” Tanya Ayu yang terlihat seperti tidak suka melihat kehadiran Aruna.“Iya bu, anakku sepertinya bosan di rumah terus jadi dia ingin ikut,” jawabnya dengan lemas, lelah karena perjalanan itu cukup menguras tenaganya. Arka menyuruh anaknya untuk segera ke kamar mandi untuk mandi dan berganti pakaian. Mendengar titah ayahnya, anak itu segera beranjak. Sambil memandangi neneknya dengan tatapan tidak suka. Hatinya tidak bisa diboh
Pagi itu cuaca cerah, matahari menyinari bumi memberikan kehangatan bagi siapapun yang sedang berjuang di bumi manusia, tidak terkecuali Anna. Ia telah menyempatkan waktunya untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan saran dari temannya. Sebenarnya jauh sebelum pilihannya tertuju pada promil ala dokter, ia telah mencoba cara-cara lain seperti berdiet, sering berolahraga seperti jogging, senam dan renang. Ia juga menambahkan konsumsi jamu tradisional dan vitamin seperti asam folat dan vitamin D. Namun seperti takdir tak berpihak padanya karena usahanya belum juga membuahkan hasil.“Bund, kenapa ayah sering di rumah ya, apa ayah tidak bekerja?” Celoteh Runa, meski ia baru berusia 7 tahun dan akan segera masuk SD, ia termasuk anak yang aktif karena seringkali bertanya perihal yang mengganggu pikirannya.“Iya nak, ayah libur, nanti kalau sudah masuk pasti akan bekerja lagi.” Jawab Anna dengan senyum. Dielus-elus rambut putri kesayangannya itu. Tak mengherankan jika Runa bertanya-tanya k
Hari itu langit tampak cerah, jalanan masih tampak basah karena semalam hujan mengguyur kota metropolitan itu. Terlihat orang-orang mulai berbondong-bondong untuk memulai aktivitasnya. Tidak terkecuali Arka. Ia menuju tempat kerjanya mengendarai motor butut warisan orang tuanya. Hari itu jalanan nampak padat merayap, terlihat kendaraan mulai perlahan berjalan pasca lampu merah di pertigaan itu. Jarak tempuh dari kontrakan menuju toko florist tidaklah jauh, sekitar 15 menit saja.Sesampainya di toko, Arka memarkirkan motornya. Hari itu sama sekali tak ada firasat buruk dalam benaknya, dengan langkah penuh semangat, ia berjalan menuju tokonya tanpa melihat tulisan dipintu tertera “close”. Toko terlihat sepi padahal sudah pkl 08.00 wib, biasanya sudah mulai ada aktivitas namun tidak di hari itu. Terlihat bos toko dengan wajah sayu tanpa semangat bahkan ia tak menyadari kalau Arka telah tiba.“Pagi bos, tumben pagi-pagi sudah di toko, biasanya siang baru nongol,” tanya Arka dengan senyum
“Gimana Na, sudah isi apa belum?” ujar Ayu dengan tatapan tajamnya pada menantu perempuannya.Ia seringkali menanyakan pertanyaan itu dan berharap mendapat jawaban yang memuaskan ambisinya, memperolah cucu laki-laki dari anak lelaki kesayangannya.“Belum bu, doakanlah kami, lagipula saya masih ingin fokus mengasuh Arini dan Aruna, mereka sebentar lagi masuk Sekolan Dasar dan pasti semakin banyak keperluannya,” jawab Anna dengan helaan nafas panjang.Sebenarnya pertanyaan itu cukup mengganggunya, ia sudah berusaha semaksimal mungkin namun jika takdir tak berpihak padanya, dia bisa apa?Ibu Mertua mengernyitkan dahinya yang sudah penuh dengan goresan-goresan kehidupan dan berucap dengan penuh penekanan, “Apa? kamu gimana sih Na? Justru karena anakmu sudah besar, sudah saatnya mereka punya adik, dan adiknya harus laki-laki! Kasian Arka tidak punya anak laki-laki, apa kata orang nanti? Aura saja sudah punya anak laki-laki dan perempuan. Kamu jangan mau kalah sama dia!”“Bu, kami pasti aka