Pagi itu cuaca cerah, matahari menyinari bumi memberikan kehangatan bagi siapapun yang sedang berjuang di bumi manusia, tidak terkecuali Anna. Ia telah menyempatkan waktunya untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan saran dari temannya. Sebenarnya jauh sebelum pilihannya tertuju pada promil ala dokter, ia telah mencoba cara-cara lain seperti berdiet, sering berolahraga seperti jogging, senam dan renang. Ia juga menambahkan konsumsi jamu tradisional dan vitamin seperti asam folat dan vitamin D. Namun seperti takdir tak berpihak padanya karena usahanya belum juga membuahkan hasil.
“Bund, kenapa ayah sering di rumah ya, apa ayah tidak bekerja?” Celoteh Runa, meski ia baru berusia 7 tahun dan akan segera masuk SD, ia termasuk anak yang aktif karena seringkali bertanya perihal yang mengganggu pikirannya. “Iya nak, ayah libur, nanti kalau sudah masuk pasti akan bekerja lagi.” Jawab Anna dengan senyum. Dielus-elus rambut putri kesayangannya itu. Tak mengherankan jika Runa bertanya-tanya karena telah seminggu sudah Arka dipecat. Ia lebih sering dirumah kecuali ada temannya yang mengajak nongkrong di warkop. “Runa main lagi sama Rini ya, Bunda mau ngobrol sama ayah,” ucap Anna dengan senyuman. Mendengar titah bundanya Runa hanya mengangguk sambil melanjutkan main dengan saudaranya. “Mas, aku pengen ngomong soal promil ke dokter,” ucap Anna dengan mantap. “kenapa lagi?” Tanya Arka dengan ogah-ogahan. Ia sedang asyik main game di ponsel pintarnya. Sejak ia menganggur, ia lebih sering menghabiskan waktu untuk bermain game mengatasi kebosanannya. Dengan alibi ingin beristirahat, ia nampak tidak terburu-buru untuk mencari pekerjaan lagi, terlebih ia diminta ibunya untuk segera mudik, membantu mengawasi tukang-tukang yang akan merenovasi rumahnya. “Mas, aku sudah janjian sama dokter spesialis obgyn, besok pagi jam 8 bisa kan temenin aku?” Pinta Anna terdengar memohon, ia berharap suaminya mau mengkuti kehendaknya sebab usaha ini dilakukan demi memenuhi tuntutan ibu mertuanya. “Aku sudah bilang kita tidak perlu ke dokter, lagipula aku juga belum kerja, kenapa kamu tidak paham dengan yang aku pikirkan?” ujarnya dengan penuh penekanan. Ia mulai jengah dengan sikap istrinya itu. “Mas, kalau masalah uang, aku ada tabungan, selama ini aku masih aktif cari sampingan seperti les privat dan jadi penulis lepas, mas tidak perlu khawatir, niscaya rejeki kita pasti akan dimudahkan,” jawabnya dengan lemah lembut dan meyakinkan suaminya seperti biasanya. “Aku tahu semangatmu tapi mau sampai kapan? aku juga belum tahu sampai kapan menganggur, kecuali orang tuamu mau bantu kita, sejak kita nikah sampai sekarang, mereka tidak menganggapku menantunya bikin aku kesel aja,” bantah Arka dengan penuh penekanan. Ia mulai kesal dan menganggap masalah yang ia hadapi karena kesombongan keluarga istrinya yang enggan membantunya untuk merubah nasib. “Mas, kenapa jadi menyalahkan orang tuaku? Mas tahu sendiri kan? Mama kadang masih diam-diam bantu biaya si kembar, bahkan dari sejak si kembar lahir sampai mereka akan bersekolah dasar, mama juga yang bantuin biaya, justru ibu kamu itu mas, bisanya cuman nyinyir tidak jelas, tidak pernah memberi uang sepersenpun sama si kembar, tapi kalau urusan Kak Aura dan anaknya, ibumu selalu tanggap,” Anna mulai terpancing emosinya, ia akan mulai meledak jika Arka mulai menyinggung restu orang tuanya. “Udahlah aku capek, besok aku mau pulang ke rumah ibu, ibu mau renovasi rumah karena udah banyak yang bocor dan hasil panen kemarin lumayan bagus,” cecar Arka tanpa menoleh pada Anna. Anna hanya terdiam mulai memikirkan kembali omongan Arka, terlihat suaminya tidak ingin pergi ke dokter, tapi Anna seolah-olah tidak punya pilihan lain, kecuali terus berusaha karena ia sendiri sudah lelah dengan desakan mertuanya. Malam itu mungkin akan menjadi malam terakhir bagi sepasang suami istri itu tidur seranjang, karena keesokan harinya Arka akan pulang kampung. Waktu menunjukkan Pkl 23.00 tapi kedua insan itu belum juga terlelap, Anna mulai ragu-ragu dengan pilihannya untuk program ke dokter karena suaminya seperti tidak mendukungnya. Arka mulai memejamkan matanya meski susah untuk terlelap karena pikirannya terus berputar-putar, ia merutuki nasibnya yang tidak sesuai harapannya. Berharap menikahi perempuan kaya sehingga ia tanpa perlu susah payah, nyatanya Anna cuman guru honorer yang dibuang orang tuanya. Pagi hari yang sedikit mendung, Arka mulai bersiap-siap untuk berangkat mudik. Ia mulai memasukkan beberapa helai pakaiannya. Setelah semua selesai, ia mulai melangkahkan kakinya keluar kamar. “Aku pergi dulu ya,” ucap Arka dengan mimik wajah santainya. “Sarapan dulu mas, ini aku sudah masak nasi goreng dan telur dadar kesukaanmu,” jawab Anna dengan senyum seperti biasanya. “Ayah mau kemana, kok bawa tas seperti mau pergi?” Tanya Runa dengan wajah polosnya. Ia heran mengapa ayahnya berpamitan dengan membawa tas besar, seolah akan pergi jauh. “Iya nak, ayah mau ke rumah nenek, ayah mau bantu-bantu nenek yang lagi renovasi rumah,” Jawab Arka dengan penuh kesabaran, ia bisa begitu berbeda jika berhadapan dengan anak-anaknya seolah dia adalah dua orang yang berbeda. “Kalau begitu Runa ikut ya yah, sekolah masih kurang 2 minggu lagi, masih ada waktu buat Runa untuk liburan,” rengek Aruna dengan manjanya, jarang-jarang anak ini manja pada ayahnya, dia nampak lebih dewasa dibanding anak seusianya atau Arini, kembarannya. anak kecil itu berencana mengikuti ayahnya, ia memiliki semacam firasat buruk tentang kepergiannya itu. ia merasa ayahnya menyimpan sesuatu yang tidak boleh diketahui siapapun. mungkin ini yang dinamakan ikatan ayah dan anak. Runa memang lebih sering bermain dengan ayahnya daripada Rini, saudara kembarnya. “Kalau bunda ngijinin maka ayah tidak masalah, ayah senang aja ada anak ayah yang menemani,” senyum Arka pada anaknya sambil menoleh pada Anna. Melihat Runa yang memelas Anna tak tega lalu menganggukkan kepala. Anna berpikir jika ada Runa, Arka pasti tidak akan berlama-lama karena Runa akan segera masuk sekolah. Dengan sigap Anna mulai mengemasi barang keperluan Runa selama di rumah neneknya, ia juga menyelipkan beberapa lembar uang untuk jajan anak kesayangannya itu karena ia tahu, ibu mertuanya amat pelit pada cucu-cucunya. “Rini, aku pergi dulu ya, kamu sama bunda di rumah aja, aku mau pergi sama ayah,” pamitnya pada saudara kembarnya. Rini terlihat sedih dan seolah ingin ikut tapi ia urungkan saat bundanya menggelengkan kepala yang artinya tidak mengijinkan. Terlihat Arka mulai mengendarai motornya secara perlahan, di sepanjang jalan pikirannya melayang kemana-mana. Tentang Anna yang terus mendesakknya untuk promil dan ibunya yang menginginkannya untuk menikah lagi. Ia sendiri masih bingung dengan pilihan yang harus diambilnya dalam kondisi ini. Namun hatinya cenderung mengikuti keinginan ibunya karena ia merasa sulit untuk bertahan dengan Anna karena istrinyapun tak bisa menuruti keinginan ibunya untuk punya anak laki-laki, selain itu sikap dari orang tua Anna juga menjadikannya ragu untuk bertahan. Ia merasa kurang dihargai sebagai menantu.Setelah beberapa jam mengendarai motor sambil kerapkali berhenti karena Runa merasa kelelahan, akhirnya ia sampai di rumah Ayu, Sang Ibu. Cuaca hari itu panas dan mereka tiba ketika siang hari. Terlihat pintu rumah Ayu masih tertutup, dan halamannya nampak kotor, seperti tidak dibersihkan selama berhari-hari. “Assalamualaikum bu, ini Arka,” ucap Arka sambil mengetok pintu dengan keras-keras berharap ibunya mendengar teriakannya. “Iya… sebentar,” Ayu berteriak sambil berjalan, kemudian memutar kunci untuk membuka pintu. “Masuk nak, kenapa kamu bawa anak ini juga?” Tanya Ayu yang terlihat seperti tidak suka melihat kehadiran Aruna. “Iya bu, anakku sepertinya bosan di rumah terus jadi dia ingin ikut,” jawabnya dengan lemas, lelah karena perjalanan itu cukup menguras tenaganya. Arka menyuruh anaknya untuk segera ke kamar mandi untuk mandi dan berganti pakaian. Mendengar titah ayahnya, anak itu segera beranjak. Sambil memandangi neneknya dengan tatapan tidak suka. Hatinya tidak bi
Hari itu Arka berpamitan pada ibunya terkait kepulangannya ke kota. Ia tidak mungkin berlama-lama di kota kelahirannya itu. Hal ini dikarenakan 3 hari lagi sikembar akan masuk sekolah. Selain itu, ia juga mendapat kabar bahwa ada toko bunga yang baru buka di lokasi kerja dia yang dulu, ia mendapat kabar dari teman setongkrongan di warkop tempat ia biasa bermain game. Besar harapannya untuk dapat bekerja di bidang yang menurutnya sesuai dengan kemampuannya tersebut.Perjalanan tidak memakan waktu lama karena ia berangkat setelah shubuh. Perjalanan di tempuh tanpa hambatan, mesti ia nampak ogah-ogahan karena perasaannya pada Anna mulai berubah. Ia merasa Anna akhir-akhir ini terlalu mengaturnya, apalagi untuk program hamil anak laki-laki. Ia malas harus bertemu dokter yang pasti memintanya untuk gaya hidup sehat dan tidak boleh begadang, hal itu cukup menyiksa baginya yang kecanduan game online dan perokok aktif. Sepanjang jalan ia terus diberondong dengan pikiran-pikiran melelahkan ter
Semalaman Anna tak bisa tidur nyenyak. Ia kerapkali terbangun dirundung kegelisahan. Siapakah Clara? Mengapa dia chat malam-malam? Sejak kapan gawai suaminya di kunci? Pertanyaan itu terus menerus menghantuinya hingga pagi menjelang. Mulai terdengar suara adzan shubuh tanda panggilan sholat telah tiba. Anna menghentikan lamunannya, ia bergegas menuju kamar mandi untuk berwudhu kemudian mendirikan sholat. Dalam sholatpun, dia nampak tak khusyuk karena kegelisahan terus menghantam pikiran dan hatinya. Seusai sholat, Anna bergegas ke dapur menyiapkan sarapan untuk anak dan suami tercintanya. Ia mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk memasak dan mencoba untuk mengabaikan segala pikiran yang membuatnya semakin curiga, siapakah Clara? Apakah Mas Arka selingkuh? Tak terasa waktunya membangunkan anak-anak untuk bersiap ke sekolah. Anna dengan cekatan dan lembut mulai membangunkan si kembar yang terlihat masih mengantuk. Sesekali mereka menguap dan kesulitan membuka matanya. Anna hanya bi
Arka dan Clara terhenti di ambang pintu. Mereka terpaku, langkah kaki seolah tertahan sebab melihat si kembar yang berjalan beriringan selepas pulang sekolah. Langkah kecil keduanya juga tertahan saat melihat sang ayah tengah bersama wanita asing di depan rumah mereka. Siapa wanita itu? "Ayah, Siapakah tante ini?" Tanya Runa penuh selidik, tatapan tajam diarahkan pada wanita asing dihadapannya. Arka tak mampu menjawab, ia terlihat kebingungan dihadapan putri kecilnya. Keadaan seolah membungkamnya untuk berbicara. Tak ada kata yang keluar kecuali gerakan tubuh yang penuh kegelisahan. "Halo sayang, namaku Clara, tante adalah bos di tempat kerja ayah kalian. Tante ada permen coklat nih," balas Clara dengan senyum ramahnya sambil mengambil permen yang ada ditas mahalnya. Wanita itu memberikan dua permen coklat yang sangat menggoda siapapun yang melihatnya terlebih anak kecil. Rini yang begitu polos langsung mengambil permen itu lalu mengucapkan terima kasih. Tak lupa ia mencium ta
Terdengar suara khas dengkuran Arka membuat Anna terbangun dari tidurnya. Wanita itu membuka matanya dan bergegas mencari gawai sang suami. Gawai itu tergeletak di ranjang dengan posisi masih tergenggam sang pemilik. Perlahan Anna mengambilnya dan menggunakan sidik jari sang suami untuk membukanya. "Yes... berhasil terbuka." Ujarnya pelan. Ia mulai membuka pesan seorang perempuan cantik dan seksi bernama Clara. Jantung Anna mulai berdetak cepat, keringat dingin mulai membasahi wajahnya. Ia nampak tak siap membaca pesan yang mungkin akan sangat menyakitinya namun ia tak ada pilihan, sesekali nampak usahanya untuk menguatkan hati meski rasanya telah remuk redam. "Astaghfirullah, apa ini ya Allah," Gumam Anna pelan khawatir sang suami terbangun. Ia menemukan banyak foto mesum antara sang suami dengan perempuan bernama Clara. Selain itu, terdapat video adegan intim di ranjang yang kini sedang mereka tiduri. Terlihat Clara begitu bahagia, ia nampak tertawa dan mendesah seolah menik
"Ibu... Maafkan aku..." ucap Anna dengan lirih, air matanya terus mengalir seolah tak mampu ia bendung. Anna berjalan perlahan mendekati sang ibu, ditatapnya wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Ia memeluk wanita itu dengan erat seolah tak mau terpisah lagi. Runa yang melihat adegan mengharukan itu hanya bisa terdiam, membisu. Terdengar langkah kaki saudarinya berjalan mendekati kedua wanita yang menangis dalam pelukan. Runa segera menarik tangan Rini seolah enggan mengganggu pertemuan mengharu biru antara ibu dan anak. "Rin, ayo masuk ke dalam, kakek pasti senang melihat kita datang," Ajaknya sambil terus menarik tangan saudarinya, menjauh dari bunda dan nenek yang masih bernostalgia. Rini mengangguk sambil menuruti ajakan Runa, ia adalah saudari yang selalu menuruti keinginan kakak kembarnya. Mereka memasuki rumah kemudian menuju ruang makan, terlihat sang kakek tengah asyik membaca koran dengan ditemani segelas kopi yang harumnya semerbak. "Kakek..." Teriak si kembar
Anna nampak berpakaian rapi, ia sedang bersiap-siap untuk mengantar si kembar ke sekolah. Sebulan pasca ia pergi meninggalkan sang suami, tidak ada sama sekali itikad baik dari ayah si kembar untuk sekedar menanyakan kabar anak-anaknya. Lelaki itu seolah lupa dengan tanggung jawabnya. Si kembar pun tak ada yang menanyakan perihal keberadaan ayah mereka, seolah semua nampak baik-baik saja. Anna kini telah bekerja di sekolah yang sama dengan si kembar menuntut ilmu. Semua itu tidak terlepas dari peranan sang ibu yang masih punya pengaruh di lingkungan kerja dalam dunia pendidikan. Ia mencarikan sekolah terbaik untuk anaknya bekerja yang dapat sekaligus menjaga cucu kesayangannya. Melihat berbagai usaha yang dilakukan orang tuanya membuat Anna semakin merasa bersalah. Ia menyesal mengapa memilih jalan yang tak dikehendaki orang tuanya. Andai waktu dapat berputar, ia akan memilih jalan yang dipilihkan sang ortu, batinnya. Hari-hari dilalui dengan sangat baik, Anna cepat beradaptasi de
Asih terkejut mendengar penawaran sang majikan, ia ingin menolak tapi melihat niat baiknya maka sepatutnya ia menerima terlebih sudah malam dan jalanan semakin sepi, ia sendiri sebenarnya takut akan hal buruk terjadi. Asih hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, ia sangat malu sebab baru kali ini diajak naik mobil oleh majikannya. Sebelumnya ia pernah bekerja sebagai ART tapi majikannya tak sebaik Arka yang memberi penawaran untuk mengantar pulang. "Kamu tinggal dimana, apa masih jauh?" Tanya Arka dengan lembut yang berhasil membuat jantung Asih berdegup. Ia adalah anak yatim yang tak pernah mendapat kasih sayang seorang ayah, perhatian sepele seperti inipun sukses membuatnya salah tingkah. "Tidak pak, nanti setelah lampu merah, bapak belok kiri lalu lurus belok kanan, disitulah kos-kosan saya," Balas Asih sambil terus menundukkan kepala. Ia sama sekali tak berani menatap sang majikan. "Asih kenapa menunduk terus? apa wajahku terlihat menakutkan?" Tanya Arka seolah menggoda
Arka mulai curiga, hampir tiap hari sang istri selalu pulang terlambat. Asih kerapkali beralasan mencari uang tambahan untuk menghidupi keluarga sebab penghasilan Arka tak pernah bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Suatu ketika perasaan Arka tidak nyaman, ia memutuskan untuk membuntuti ke mana sang istri pergi. Jantungnya berdegup kencang seolah tak mampu menahan keresahan hati. Ia melajukan motor bututnya secara perlahan sambil mengawasi sang istri yang menaiki taksi. Taksi itu berhenti di sebuah kos-kosan elit, Asih yang memakai baju seksi seperti biasanya hanya melambaikan tangan pada penjaga kos, seolah mereka sudah saling kenal. Arka berpikir keras agar bisa masuk ke kosan itu tanpa menimbulkan kecurigaan. "Permisi Pak, apakah benar tempat ini adalah kos-kosan dan masih ada kamar kosong nggak?" tanya Arka yang terlihat seperti orang yang mencari kosan. Penjaga kos melihat Arka dari atas hingga bawah, menyadari diremehkan, ia segera berkilah agar ucapannya dapat di percaya.
POV AnnaAku menyadari telah melakukan kesalahan besar. Membentak Arini sama saja dengan menghendakinya jadi anak yang semakin susah diatur. Mungkin semua ini adalah salahku karena aku terlalu memanjakannya, Aku hanya tak ingin dia kecewa, pikirku.Anak yang lucu menggemaskan sejak tadi hanya duduk dengan muka cemberut. Aku paham jika anakku sangat menyayangi Adrian seperti ayahnya tapi hal yang tidak anakku sadari adalah, dokter itu sudah berubah, hatinya tidak selembut saat pertama dia nyatakan cinta.Wajah perempuan itu masih terbayang dibenakku. Betapa mereka terlihat bahagia satu sama lain. Mengapa sebegitu mudahnya kamu melepaskanku, Mas? Bukankah kamu sudah berjanji akan membangun istana kita berdua di mana aku adalah ratumu? sungguh hatiku sakit dipaksa menerima kenyataan ini.Kegelisahanku sepertinya dibaca oleh ibuku, ia sudah seperti belahan jiwa yang selalu memahami apa yang menjadi beban pikiranku. Dengan mata berkaca-kaca, aku menceritakan kisahku yang kandas bersama Adr
"Arini, ayo kita nonton," ajak Anna sambil membawa makanan yang sudah dibelinya, popcorn dan segelas es teh. "Bunda, aku masih kangen sama Om ...." rengek Arini seolah enggan melepas tangan sang dokter. "Arini!" bentak Anna membuat seluruh pengunjung melihat mereka. Arini yang ketakutan hanya bisa cemberut sambil melirik ke arah Dokter Adrian, tangan kecilnya perlahan melepas tangan pria yang sudah dianggap seperti ayahnya sendiri. Anna segera menarik tangan kecil Arini dan menggiringnya menuju ke ruang bioskop yang akan segera menayangkan film yang sudah mereka beli tiketnya. "Apakah kamu mengenal mereka?" tanya dokter Alda yang merasa penasaran."Iya, mereka adalah orang yang pernah mengisi hidupku tapi karena suatu hal, aku nggak bisa mempertahankan mereka," sahut Adrian dengan wajah sedih.Dalam perjalanan pulang tak ada percakapan antara Alda dan Adrian, mereka seolah tenggelam dalam pikiran masing-masing. Akhirnya Alda mencoba membuka pembicaraan."Apakah aku hadir di wa
POV Anna Aku merasa hubunganku dengan Mas Adrian sedang di ujung tanduk. Tidak ada lagi pesan atau telepon mesra yang biasanya ku terima di setiap hari. Semua berawal sejak rahasia keluarganya terbongkar di depanku.Peristiwa naas itu terjadi saat kami memutuskan untuk membicarakan rencana pertunangan kami di depan dua keluarga besar. Hatinya yang deg-degan sebab dilanda kecemasan seketika itu bergemuruh jiwa sebab kedatangan mantan mertuaku, Ayu.Awalnya ia hendak mendesakku kembali untuk mempertemukannya dengan Arka, anak lelaki semata wayang yang sangat ia cintai. Ia tidak sendiri sebab membawa perempuan kampung yang ternyata adalah mantan pacar dari Arka yang tengah hamil besar.Seketika itu hatiku rasanya sakit, sakit bukan karena cemburu tapi kasihan pada wanita bodoh yang mau dihamili tanpa ikatan pernikahan. Aku hanya bersedih atas nama sesama wanita. Namun, bukan hanya itu kekacauan yang dibuat mantan ibu mertuaku. Ia juga bersikeras meminta pengakuan Pak Andrew, Papa Adrian
POV Adrian perasaanku kacau, bingung harus bagaimana menghadapinya. Papa yang selama ini aku hormati dan banggakan ternyata tega berselingkuh bahkan hingga memiliki anak. Mama dan aku merasakan hal yang sama. Hancur, tak tersisa. Ribuan kekecewaan terasa menusuk di dadaku. Apalagi anak hasil perselingkuhan Papa ternyata adalah mantan suami calon istriku, Anna. Lelaki yang begitu aku benci karena telah menyakitiku ternyata adalah saudaraku sendiri. Aku tak sanggup lagi menghadapi semua ini, terlebih hasil tes DNA menunjukkan bahwa Arka adalah anak biologis papaku. Hasil itu tidak ku berikan pada mama sebab kondisi kejiwaannya mulai terganggu sejak perselingkuhan papa. Kini aku mulai semakin berjarak dengan Anna, bukannya rasa cintaku memudar tapi aku merasa tidak pantas untuknya. Arka yang telah menyakitinya ternyata adalah adikku sehingga aku juga takut kelak akan menyakitinya. Kini hidupku hanya seputar aku dan mamaku yang semakin menunjukkan tanda-tanda depresi."Mas Adrian, ken
Andrew akhirnya memutuskan kembali ke desa di mana ia bertemu dengan Ayu. Hatinya berharap semoga perempuan itu mau menerimanya kembali meski mungkin akan sulit. Langkahnya terlihat ragu-ragu seolah ada beban berat di pundaknya. Pintu rumah Ayu terbuka lebar, mereka memang baru saja tiba, Ningsih masih terlihat kelelahan, wajar saja hari kelahirannya sudah dekat. Keringat dingin terus mengalir di keningnya, nafasnya terengah-engah. "Assalamualaikum, Ayu!" teriak Andrew berharap sang pemilik rumah segera menyambutnya, namun nihil, hanya Ningsih yang sedang duduk sendirian di sofa ruang tamu. "Waalaikumsalam, duduk saja pak dokter, mungkin ibu masih mandi, dia terlihat gerah," sahutnya sambil tersenyum. Andrew memutuskan untuk duduk di sofa yang masih kosong. Ia melempar pandangannya di sekeliling rumah yang tampak tidak berubah. Tiba-tiba teringat kilatan kenangan bersama Ayu di kala ia masih sangat muda. Saat itu ia baru saja menikah dengan Aura dan Anak-anaknya juga masih kec
"Mas Andrew!" teriak Ayu yang mengurungkan niatnya untuk naik taksi. Ia justru berlari ke arah berlawanan, mendekati mantan pacarnya yang terlihat gelisah. "Sudah puas kamu menghancurkan rumah tanggaku? Apa kau tahu! Gara-gara kau, aku akan kehilangan segalanya!" bentak Andrew yang muak melihat wajah perempuan yang telah merusak rumah tangga yang telah dibangun puluhan tahun. "Mas, kamu boleh membenciku saat ini tapi ingat Mas! Arka juga anakmu, dia berhak mendapat apa yang seharusnya didapat dari seorang ayah! Apa kamu tahu hancurnya hatiku saat tahu kamu pergi tanpa memberi secuilpun kabar? Seminggu setelah kepergianmu, suamiku meninggal. lalu aku menyadari kehamilanku setelah telat haid, aku yakin bahwa Arka adalah anakmu!" sahut Ayu dengan nada tinggi, ia terlihat berjuang agar bisa bersama selingkuhannya di masa lalu. "Apa buktinya jika Arka adalah anakku? Siapa yang tahu jika kamu melakukannya dengan orang lain!" sanggah Andrew yang tak dapat menerima kenyataan ia terus be
"Ibu, kenapa menyuruhku datang kemari? Ningsih sedang apa kamu di sini?" tanya Arka yang kebingungan, dia melihat Adrian di sana, pikirannya semakin bingung. "Arka, ibu ingin mengatakan kebenaran yang selama ini dipendam. Ayahmu sudah tiada bahkan kamu belum sempat melihatnya, sebenarnya dia bukanlah ayah kandungmu karena ayah kandungmu adalah pria yang sekarang ada di hadapanmu," ujar Ayu sambil meneteskan air mata, berat rasanya mengakuinya tapi tidak mungkin ia terus merahasiakannya seumur hidup. "Ibu! Jangan bercanda! Aku nggak kenal siapa dia!" teriak Arka mencoba menolak kebenaran, ia menatap tajam laki-laki yang dituduh ayah kandung yang selama ini telah disembunyikan ibunya. "Papa! Tolong jangan diam saja! Katakan yang sebenarnya sebelum aku dan Mama akan pergi meninggalkanmu!" ancam Adrian yang mulai merasa muak dengan apa yang terjadi di depan matanya. "Maafkan Papa, aku khilaf saat sedang bertugas di puskesmas. Kami memang dekat dan awalnya hanya saling curhat saja
Anna mengundang kedua orang tua Adrian untuk makan malam di rumahnya, hal ini tentu disambut baik olehnya sebab pertemuan ini bertujuan untuk menyatukan dua keluarga yang akan segera menjadi besan. Namun, hal tak terduga terjadi begitu saja, Ibu Arka ternyata belum juga pulang ke kampung. Ia bahkan sengaja menginap di rumah saudaranya yang bertujuan untuk mencari Arka. Sang ibu merasa pusing karena merasa sudah ditipu oleh anaknya sendiri. Pertemuan dua keluarga yang seharusnya menjadi momen yang berharga untuk keberlangsungan dua keluarga malah menjadi kacau balau. "Oh jadi ini mantan ibu mertuamu? Ternyata seleramu kampungan ya?" sindir Ibu Aura atau Ibu Adrian, dia seorang dokter spresialis yang sosialita kerapkali senang menyindir orang-orang yang terlihat kurang mapan. Tatapan Ayu terpaku pada lelaki yang berada di samping Aura, jantungnya berdegup kencang. Perasaan yang dulu sempat padam, kini kembali bergejolak. Ia tak menyangka, cinta masa lalu yang ia coba kubur kini be