Setelah beberapa jam mengendarai motor sambil kerapkali berhenti karena Runa merasa kelelahan, akhirnya ia sampai di rumah Ayu, Sang Ibu. Cuaca hari itu panas dan mereka tiba ketika siang hari. Terlihat pintu rumah Ayu masih tertutup, dan halamannya nampak kotor, seperti tidak dibersihkan selama berhari-hari.
“Assalamualaikum bu, ini Arka,” ucap Arka sambil mengetok pintu dengan keras-keras berharap ibunya mendengar teriakannya. “Iya… sebentar,” Ayu berteriak sambil berjalan, kemudian memutar kunci untuk membuka pintu. “Masuk nak, kenapa kamu bawa anak ini juga?” Tanya Ayu yang terlihat seperti tidak suka melihat kehadiran Aruna. “Iya bu, anakku sepertinya bosan di rumah terus jadi dia ingin ikut,” jawabnya dengan lemas, lelah karena perjalanan itu cukup menguras tenaganya. Arka menyuruh anaknya untuk segera ke kamar mandi untuk mandi dan berganti pakaian. Mendengar titah ayahnya, anak itu segera beranjak. Sambil memandangi neneknya dengan tatapan tidak suka. Hatinya tidak bisa dibohongi bahwa ia tahu jika sang nenek tak pernah menyukai dia dan ibunya. Di ruang tamu, Arka mulai perbincangan dengan ibunya. Ia nampak lelah setelah perjalanan dengan motor bututnya itu. Namun rasa lelah itu nampaknya tidak mengurungkan niatnya untuk bercerita peristiwa yang dialaminya beberapa hari yang lalu. Dengan ekspresi kecewa, ia mulai memulai obrolan itu. “Aku sudah dipecat dari pekerjaanku, bahkan sudah seminggu aku tidak bekerja, sementara ini mengandalkan pesangon yang tidak seberapa,” ucap arka dengan nada lemas seolah dialah makhluk paling menderita sedunia. Padahal pasca dipecat, dia belum mencoba melamar kemana-mana karena sibuk dengan kegalauannya selama ini. “Seharusnya kamu nggak usah nikah sama Anna, kalian itu nggak cocok. Meski mertuamu itu kaya tapi mereka sombong,” tegas Ayu penuh penekanan, ia seolah melihat umpan untuk menjatuhkan Anna. Dalam hatinya ia kasihan dengan nasib buruk yang menimpa anaknya, tapi ia justru menyalahkan menantunya atas kesialan itu. “Entahlah bu, sampai sekarang orang tua Anna sama sekali nggak peduli sama aku, masih aja acuh seolah-olah aku ini bukan siapa-siapa,” curhat Arka pada ibunya dengan wajah penuh kekesalan. Ia merasa, andai saja mertunya mau membantunya mungkin ia tidak perlu mendapatkan kesulitan hidup saat ini. “Sudahlah nak, tidak perlu membahas si perempuan bawa sial itu, nanti sore ibu akan mengenalkan kamu dengan keluarga juragan material di desa ini, dia punya sawah yang lebih luas daripada sawah ibu, lebih baik kamu berkenalan dengan dia, siapa tahu jodoh,” ucap Ayu dengan semangat berapi-api, seperti sedang mendapat undian berhadiah, dia nampak senang bercerita tentang perempuan yang akan dikenalkan pada Arka. Percakapan kedua orang tua itu ternyata sedari tadi didengar oleh Aruna. Batinnya tergoncang saat ia mendengar neneknya malah ingin menjodohkan ayahnya dengan perempuan lain. ia sebenarnya bukan anak biasa, sekilas dia terlihat seperti anak kecil yang akan masuk Sekolah Dasar, padahal dia sangat cerdas bahkan hasil kecerdasannya bisa setara dengan Anak SMP namun karena ia pendiam atau tak terlau menonjol, tak ada yang menyadari kelebihan Aruna termasuk ibunya sendiri, Anna. Aruna sebenarnya mulai menyadari gelagat buruk ayahnya saat ia tak sengaja mendengar pertengkaran orang tuanya hari itu. Ia mulai menyadari bahwa ayahnya mulai tidak tulus atau mengabaikan bundanya. Dia juga memiliki firasat buruk ketika ayahnya memilih untuk mudik. Berbekal rengekannya ia berhasil mempengaruhi ayah dan bundanya untuk mengijikannya ikut demi membuktikan firasat itu yang ternyata benar. Sore itu nampak, seorang laki-laki dan perempuan muda sudah duduk di ruang tamu milik Ayu. Disana juga terdapat sepasang ibu dan anak yang terlihat sumringah menyambut kedua tamu istimewa itu. “Ohh… jadi ini anak bungsu ibu Ayu yang dari kota itu,” tanya lelaki tua bernama Warsa itu. Warsa terkenal sebagai juragan material terkaya di desanya. Namun ia memiliki anak perempuan yang belum juga menikah. Si anak selama ini hidup dan bekerja di kota. Lelah dan khawatir dengan kondisi anaknya yang tak kunjung mendapatkan jodoh, ia memutuskan untuk mencarikan jodoh untuk anaknya. “Iya pak, ini anak saya yang paling kecil, dia sudah dipecat dari pekerjaanya dan istrinya juga galak, pokoknya perempuan nggak baik, kasihan dia sampai kurus begini gara-gara disuruh kerja terus,” ucap Ayu dengan terus mendramatisir, ia juga membuat anaknya seperti korban kesialan rumah tangganya. “Mas, kamu masih ingat aku? Aku Ningsih, adik kelas kamu saat SMP, dulu kamu sering banget godain aku karena aku cantik, apa benar mas Arka sedang proses cerai?” tanya perempuan muda berkulit sawo matang bernama Ningsih itu. Mendengar pertanyaan itu Arka mengernyitkan dahinya sambil melirik pada ibunya seolah-olah minta penjelasan, dia masih berusaha mencerna keadaan ini. Ia tidak menyangka bahwa ibunya telah mengarang cerita terkait proses cerainya dengan Anna. “Iya Ningsih, aku masih ingat kamu, dulu kamu sangat cantik, kita bahkan sempat dekat saat ibumu meninggal, kamu selalu cerita sambil nangis-nangis ke aku tapi kita semakin jauh saat kita lulus dann kamu bersekolah di kota tapi kalau tentang proses cerai-” Arka mulai menjelaskan perihal status pernikahannya, tiba-tiba ibunya memotong perkataannya. “Nak Ningsih, Arka ini baru tadi siang sampai disini, dia pasti kelelahan jadi nanti saja ngobrol berdua agar lebih akrab sambil nostalgia,” jawab Ayu penuh dengan senyum kepalsuan, ia mencoba mengambil alih obrolan agar Arka tidak merusak rencananya. “Jadi gimana pak? kita sepakat dengan harga kemarin ya, beri diskon lagilah, apalagi kita sebentar lagi jadi besan,” titah Ayu dengan wajah yang ia buat seramah mungkin guna mempengaruhi Warsa. Hubungan Ayu dan Warsa cukup dekat sebab lelaki itu adalah sahabat Ayah Arka. Mereka bahkan sempat menjodohkan Arka dan Ningsih, namun batal karena Arka lebih memilih Anna yang dikira merupakan putri orang kaya karena berasal dari kota. Runa yang bersembunyi dibalik tirai pembatas antara ruang tamu itu mulai geram dengan kelakuan neneknya. Ia tidak menyangka bahwa neneknya akan bertindak sejauh itu, hanya karena sang ibu tak kunjung memiliki anak laki-laki, ia tega menjodohkan anaknya dengan perempuan lain. “aku nggak akan biarkan Ayah bercerai dengan Bunda” gumam ia perlahan. Disisi lain, Anna dan Arini mulai bersiap untuk berangkat ke dokter kandungan. Berbekal info dari teman sesama gurunya, ia mulai memantapkan diri untuk berangkat meski tanpa Arka. Dengan mengendarai motor matic, ia mulai berjalan menuju klinik itu dan berhenti beberapa kali untuk mengisi bensin atau membelikan Rini jajan agar tidak mengantuk. Ia menggunakan gamis bewarna merah dan tak lupa menggunakan masker. Jalanan di kota itu sudah mulai kering karena sudah tiga hari tak turun hujan, cuaca panas tak mengurungkan niatnya untuk bertemu dokter itu. 30 menit kemudian mereka sampai di klinik itu, terlihat antrian masih sepi, Anna memang memilih antrian pagi, sesampainya di klinik, ia melihat nama di papan itu dr. Adrian M, SpOG. Adrian? Batin Anna, ia merasa tidak asing dengan nama itu, nama itu terus tergiang-ngiang bahkan ketika ia mulai dipanggil oleh suster yang berjaga. “Nyonya Anna Khairunnisa, silahkan masuk.” Ucap suster tersebut dengan ramah. Anna berjalan perlahan sambil menggandeng Rini yang tengah sibuk melahap permen lollipop kesukaannya. “Nyonya Anna,” ucap lelaki itu dengan ragu-ragu. Ia nampak terkejut melihat Anna, sudah lama mereka tidak bertemu, mungkin sekitar 20 tahun yang lalu saat mereka masih anak-anak. “iya pak dokter,” jawab Anna dengan ragu-ragu sambil menatap mata dokter itu, pikirannya mulai berkecamuk, ia seperti tidak merasa asing dengan lelaki di hadapannya. “Apakah kamu Anna putri dari Ibu Alya dan Bapak Iwan?” tanya lelaki itu. Lelaki itu nampak memperhatikannya dengan seksama, ekspresinya seolah-olah ragu dengan apa yang diucapkan. “Iya pak, bagaimana bapak mengenal orang tua saya?” Anna bertanya sambil terheran-heran, ia tidak merasa punya teman seorang dokter. Namun batinnya bergetar, ia merasa tidak asing dengan lelaki dihadapannya, apalagi ia menyebut nama orang tuanya. “Ini aku Adrian, Ann, teman masa kecil kamu, dulu kamu sering mengikutiku saat bermain, bahkan teman-teman sering mengejekmu karena kamu tidak punya teman. Setelah lulus Sekolah Dasar, aku pindah rumah karena orang tuaku pindah dinas kerja di rumah sakit yang terletak di kota lain, akhirnya kita terpisah dan lost contact,” papar Adrian dengan senyum ramahnya, matanya berkaca-kaca seolah dia menyimpan rasa haru yang dalam. “Subhanallah, ini mas Adrian, putra dari dokter Aura dan Andrew yang dulu buka praktek di rumah?” tanya Anna dengan hati-hati seolah-olah ia khawatir pikirannya keliru. Dalam hati kecilnya, Anna sangat bahagia. Bagaimana tidak? Lelaki ini sudah seperti kakak baginya, selalu bersamanya saat kecil bahkan melindungi dia dari pembullyan, saat kecil Anna sangat pemalu, temannya tidak banyak dan dia sering dirundung teman-temannya. Setelah dirasa cukup bernostalgia, akhirnya mereka mulai membahas tujuan utama Anna menuju klinik dokter Adrian tersebut. Anna mulai bercerita terkait keinginannya untuk program hamil anak laki-laki, apa saja yang telah ia lakukan, kemudian mengapa suaminya tak turut serta membersamainya. Mendengar ceritanya, Adrian hanya menganggukkan kepala dan mulai memutuskan untuk melakukan usg transv dengan tujuan melihat kualitas sel telur dan meminta Anna untuk melakukan tes-tes yang mendukung promilnya. Anna memperhatikan dengan seksama dan antusias atas seluruh saran dari dokter yang ternyata teman masa kecilnya itu.Hari itu Arka berpamitan pada ibunya terkait kepulangannya ke kota. Ia tidak mungkin berlama-lama di kota kelahirannya itu. Hal ini dikarenakan 3 hari lagi sikembar akan masuk sekolah. Selain itu, ia juga mendapat kabar bahwa ada toko bunga yang baru buka di lokasi kerja dia yang dulu, ia mendapat kabar dari teman setongkrongan di warkop tempat ia biasa bermain game. Besar harapannya untuk dapat bekerja di bidang yang menurutnya sesuai dengan kemampuannya tersebut.Perjalanan tidak memakan waktu lama karena ia berangkat setelah shubuh. Perjalanan di tempuh tanpa hambatan, mesti ia nampak ogah-ogahan karena perasaannya pada Anna mulai berubah. Ia merasa Anna akhir-akhir ini terlalu mengaturnya, apalagi untuk program hamil anak laki-laki. Ia malas harus bertemu dokter yang pasti memintanya untuk gaya hidup sehat dan tidak boleh begadang, hal itu cukup menyiksa baginya yang kecanduan game online dan perokok aktif. Sepanjang jalan ia terus diberondong dengan pikiran-pikiran melelahkan ter
Semalaman Anna tak bisa tidur nyenyak. Ia kerapkali terbangun dirundung kegelisahan. Siapakah Clara? Mengapa dia chat malam-malam? Sejak kapan gawai suaminya di kunci? Pertanyaan itu terus menerus menghantuinya hingga pagi menjelang. Mulai terdengar suara adzan shubuh tanda panggilan sholat telah tiba. Anna menghentikan lamunannya, ia bergegas menuju kamar mandi untuk berwudhu kemudian mendirikan sholat. Dalam sholatpun, dia nampak tak khusyuk karena kegelisahan terus menghantam pikiran dan hatinya. Seusai sholat, Anna bergegas ke dapur menyiapkan sarapan untuk anak dan suami tercintanya. Ia mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk memasak dan mencoba untuk mengabaikan segala pikiran yang membuatnya semakin curiga, siapakah Clara? Apakah Mas Arka selingkuh? Tak terasa waktunya membangunkan anak-anak untuk bersiap ke sekolah. Anna dengan cekatan dan lembut mulai membangunkan si kembar yang terlihat masih mengantuk. Sesekali mereka menguap dan kesulitan membuka matanya. Anna hanya bi
Arka dan Clara terhenti di ambang pintu. Mereka terpaku, langkah kaki seolah tertahan sebab melihat si kembar yang berjalan beriringan selepas pulang sekolah. Langkah kecil keduanya juga tertahan saat melihat sang ayah tengah bersama wanita asing di depan rumah mereka. Siapa wanita itu? "Ayah, Siapakah tante ini?" Tanya Runa penuh selidik, tatapan tajam diarahkan pada wanita asing dihadapannya. Arka tak mampu menjawab, ia terlihat kebingungan dihadapan putri kecilnya. Keadaan seolah membungkamnya untuk berbicara. Tak ada kata yang keluar kecuali gerakan tubuh yang penuh kegelisahan. "Halo sayang, namaku Clara, tante adalah bos di tempat kerja ayah kalian. Tante ada permen coklat nih," balas Clara dengan senyum ramahnya sambil mengambil permen yang ada ditas mahalnya. Wanita itu memberikan dua permen coklat yang sangat menggoda siapapun yang melihatnya terlebih anak kecil. Rini yang begitu polos langsung mengambil permen itu lalu mengucapkan terima kasih. Tak lupa ia mencium ta
Terdengar suara khas dengkuran Arka membuat Anna terbangun dari tidurnya. Wanita itu membuka matanya dan bergegas mencari gawai sang suami. Gawai itu tergeletak di ranjang dengan posisi masih tergenggam sang pemilik. Perlahan Anna mengambilnya dan menggunakan sidik jari sang suami untuk membukanya. "Yes... berhasil terbuka." Ujarnya pelan. Ia mulai membuka pesan seorang perempuan cantik dan seksi bernama Clara. Jantung Anna mulai berdetak cepat, keringat dingin mulai membasahi wajahnya. Ia nampak tak siap membaca pesan yang mungkin akan sangat menyakitinya namun ia tak ada pilihan, sesekali nampak usahanya untuk menguatkan hati meski rasanya telah remuk redam. "Astaghfirullah, apa ini ya Allah," Gumam Anna pelan khawatir sang suami terbangun. Ia menemukan banyak foto mesum antara sang suami dengan perempuan bernama Clara. Selain itu, terdapat video adegan intim di ranjang yang kini sedang mereka tiduri. Terlihat Clara begitu bahagia, ia nampak tertawa dan mendesah seolah menik
"Ibu... Maafkan aku..." ucap Anna dengan lirih, air matanya terus mengalir seolah tak mampu ia bendung. Anna berjalan perlahan mendekati sang ibu, ditatapnya wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Ia memeluk wanita itu dengan erat seolah tak mau terpisah lagi. Runa yang melihat adegan mengharukan itu hanya bisa terdiam, membisu. Terdengar langkah kaki saudarinya berjalan mendekati kedua wanita yang menangis dalam pelukan. Runa segera menarik tangan Rini seolah enggan mengganggu pertemuan mengharu biru antara ibu dan anak. "Rin, ayo masuk ke dalam, kakek pasti senang melihat kita datang," Ajaknya sambil terus menarik tangan saudarinya, menjauh dari bunda dan nenek yang masih bernostalgia. Rini mengangguk sambil menuruti ajakan Runa, ia adalah saudari yang selalu menuruti keinginan kakak kembarnya. Mereka memasuki rumah kemudian menuju ruang makan, terlihat sang kakek tengah asyik membaca koran dengan ditemani segelas kopi yang harumnya semerbak. "Kakek..." Teriak si kembar
Anna nampak berpakaian rapi, ia sedang bersiap-siap untuk mengantar si kembar ke sekolah. Sebulan pasca ia pergi meninggalkan sang suami, tidak ada sama sekali itikad baik dari ayah si kembar untuk sekedar menanyakan kabar anak-anaknya. Lelaki itu seolah lupa dengan tanggung jawabnya. Si kembar pun tak ada yang menanyakan perihal keberadaan ayah mereka, seolah semua nampak baik-baik saja. Anna kini telah bekerja di sekolah yang sama dengan si kembar menuntut ilmu. Semua itu tidak terlepas dari peranan sang ibu yang masih punya pengaruh di lingkungan kerja dalam dunia pendidikan. Ia mencarikan sekolah terbaik untuk anaknya bekerja yang dapat sekaligus menjaga cucu kesayangannya. Melihat berbagai usaha yang dilakukan orang tuanya membuat Anna semakin merasa bersalah. Ia menyesal mengapa memilih jalan yang tak dikehendaki orang tuanya. Andai waktu dapat berputar, ia akan memilih jalan yang dipilihkan sang ortu, batinnya. Hari-hari dilalui dengan sangat baik, Anna cepat beradaptasi de
Asih terkejut mendengar penawaran sang majikan, ia ingin menolak tapi melihat niat baiknya maka sepatutnya ia menerima terlebih sudah malam dan jalanan semakin sepi, ia sendiri sebenarnya takut akan hal buruk terjadi. Asih hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, ia sangat malu sebab baru kali ini diajak naik mobil oleh majikannya. Sebelumnya ia pernah bekerja sebagai ART tapi majikannya tak sebaik Arka yang memberi penawaran untuk mengantar pulang. "Kamu tinggal dimana, apa masih jauh?" Tanya Arka dengan lembut yang berhasil membuat jantung Asih berdegup. Ia adalah anak yatim yang tak pernah mendapat kasih sayang seorang ayah, perhatian sepele seperti inipun sukses membuatnya salah tingkah. "Tidak pak, nanti setelah lampu merah, bapak belok kiri lalu lurus belok kanan, disitulah kos-kosan saya," Balas Asih sambil terus menundukkan kepala. Ia sama sekali tak berani menatap sang majikan. "Asih kenapa menunduk terus? apa wajahku terlihat menakutkan?" Tanya Arka seolah menggoda
Pertemuan tanpa sengaja antara Anna dan Arka di lapangan saat pelantikan kepsek seolah memberikan luka baru baginya. Ia melihat tak ada penyesalan di wajah Arka atas kehancuran rumah tangga akibat ulah sang suami. Belum lagi omong kosong yang diucapkannya di depan rekan sejawatnya, Bu Wulan. Pastinya ia takkan tinggal diam apalagi ia sudah dikenal sebagai orang yang suka bergosip, membicarakan permasalahan teman-temannya. Mulai terdengar bisikan antar guru saat Anna lewat, ia hanya melempar senyum saat melihat mereka tengah asyik bergosip. Ternyata gosip itu tidak hanya berdampak pada kehidupannya tapi kehidupan si kembar, mereka mulai diasingkan oleh teman-temannya. "Rini, ayahmu kemana? kenapa setiap kali ada pertemuan wali murid nggak pernah datang?" tanya seorang anak berambut keriting, ia adalah Maria, anak yang terkenal suka mengejek teman yang dianggap jauh di bawah levelnya. Rini hanya terdiam, ia tak mampu menjawab. Hal yang ia tahu adalah ayahnya bekerja dan berubah ka
Arka mulai curiga, hampir tiap hari sang istri selalu pulang terlambat. Asih kerapkali beralasan mencari uang tambahan untuk menghidupi keluarga sebab penghasilan Arka tak pernah bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Suatu ketika perasaan Arka tidak nyaman, ia memutuskan untuk membuntuti ke mana sang istri pergi. Jantungnya berdegup kencang seolah tak mampu menahan keresahan hati. Ia melajukan motor bututnya secara perlahan sambil mengawasi sang istri yang menaiki taksi. Taksi itu berhenti di sebuah kos-kosan elit, Asih yang memakai baju seksi seperti biasanya hanya melambaikan tangan pada penjaga kos, seolah mereka sudah saling kenal. Arka berpikir keras agar bisa masuk ke kosan itu tanpa menimbulkan kecurigaan. "Permisi Pak, apakah benar tempat ini adalah kos-kosan dan masih ada kamar kosong nggak?" tanya Arka yang terlihat seperti orang yang mencari kosan. Penjaga kos melihat Arka dari atas hingga bawah, menyadari diremehkan, ia segera berkilah agar ucapannya dapat di percaya.
POV AnnaAku menyadari telah melakukan kesalahan besar. Membentak Arini sama saja dengan menghendakinya jadi anak yang semakin susah diatur. Mungkin semua ini adalah salahku karena aku terlalu memanjakannya, Aku hanya tak ingin dia kecewa, pikirku.Anak yang lucu menggemaskan sejak tadi hanya duduk dengan muka cemberut. Aku paham jika anakku sangat menyayangi Adrian seperti ayahnya tapi hal yang tidak anakku sadari adalah, dokter itu sudah berubah, hatinya tidak selembut saat pertama dia nyatakan cinta.Wajah perempuan itu masih terbayang dibenakku. Betapa mereka terlihat bahagia satu sama lain. Mengapa sebegitu mudahnya kamu melepaskanku, Mas? Bukankah kamu sudah berjanji akan membangun istana kita berdua di mana aku adalah ratumu? sungguh hatiku sakit dipaksa menerima kenyataan ini.Kegelisahanku sepertinya dibaca oleh ibuku, ia sudah seperti belahan jiwa yang selalu memahami apa yang menjadi beban pikiranku. Dengan mata berkaca-kaca, aku menceritakan kisahku yang kandas bersama Adr
"Arini, ayo kita nonton," ajak Anna sambil membawa makanan yang sudah dibelinya, popcorn dan segelas es teh. "Bunda, aku masih kangen sama Om ...." rengek Arini seolah enggan melepas tangan sang dokter. "Arini!" bentak Anna membuat seluruh pengunjung melihat mereka. Arini yang ketakutan hanya bisa cemberut sambil melirik ke arah Dokter Adrian, tangan kecilnya perlahan melepas tangan pria yang sudah dianggap seperti ayahnya sendiri. Anna segera menarik tangan kecil Arini dan menggiringnya menuju ke ruang bioskop yang akan segera menayangkan film yang sudah mereka beli tiketnya. "Apakah kamu mengenal mereka?" tanya dokter Alda yang merasa penasaran."Iya, mereka adalah orang yang pernah mengisi hidupku tapi karena suatu hal, aku nggak bisa mempertahankan mereka," sahut Adrian dengan wajah sedih.Dalam perjalanan pulang tak ada percakapan antara Alda dan Adrian, mereka seolah tenggelam dalam pikiran masing-masing. Akhirnya Alda mencoba membuka pembicaraan."Apakah aku hadir di wa
POV Anna Aku merasa hubunganku dengan Mas Adrian sedang di ujung tanduk. Tidak ada lagi pesan atau telepon mesra yang biasanya ku terima di setiap hari. Semua berawal sejak rahasia keluarganya terbongkar di depanku.Peristiwa naas itu terjadi saat kami memutuskan untuk membicarakan rencana pertunangan kami di depan dua keluarga besar. Hatinya yang deg-degan sebab dilanda kecemasan seketika itu bergemuruh jiwa sebab kedatangan mantan mertuaku, Ayu.Awalnya ia hendak mendesakku kembali untuk mempertemukannya dengan Arka, anak lelaki semata wayang yang sangat ia cintai. Ia tidak sendiri sebab membawa perempuan kampung yang ternyata adalah mantan pacar dari Arka yang tengah hamil besar.Seketika itu hatiku rasanya sakit, sakit bukan karena cemburu tapi kasihan pada wanita bodoh yang mau dihamili tanpa ikatan pernikahan. Aku hanya bersedih atas nama sesama wanita. Namun, bukan hanya itu kekacauan yang dibuat mantan ibu mertuaku. Ia juga bersikeras meminta pengakuan Pak Andrew, Papa Adrian
POV Adrian perasaanku kacau, bingung harus bagaimana menghadapinya. Papa yang selama ini aku hormati dan banggakan ternyata tega berselingkuh bahkan hingga memiliki anak. Mama dan aku merasakan hal yang sama. Hancur, tak tersisa. Ribuan kekecewaan terasa menusuk di dadaku. Apalagi anak hasil perselingkuhan Papa ternyata adalah mantan suami calon istriku, Anna. Lelaki yang begitu aku benci karena telah menyakitiku ternyata adalah saudaraku sendiri. Aku tak sanggup lagi menghadapi semua ini, terlebih hasil tes DNA menunjukkan bahwa Arka adalah anak biologis papaku. Hasil itu tidak ku berikan pada mama sebab kondisi kejiwaannya mulai terganggu sejak perselingkuhan papa. Kini aku mulai semakin berjarak dengan Anna, bukannya rasa cintaku memudar tapi aku merasa tidak pantas untuknya. Arka yang telah menyakitinya ternyata adalah adikku sehingga aku juga takut kelak akan menyakitinya. Kini hidupku hanya seputar aku dan mamaku yang semakin menunjukkan tanda-tanda depresi."Mas Adrian, ken
Andrew akhirnya memutuskan kembali ke desa di mana ia bertemu dengan Ayu. Hatinya berharap semoga perempuan itu mau menerimanya kembali meski mungkin akan sulit. Langkahnya terlihat ragu-ragu seolah ada beban berat di pundaknya. Pintu rumah Ayu terbuka lebar, mereka memang baru saja tiba, Ningsih masih terlihat kelelahan, wajar saja hari kelahirannya sudah dekat. Keringat dingin terus mengalir di keningnya, nafasnya terengah-engah. "Assalamualaikum, Ayu!" teriak Andrew berharap sang pemilik rumah segera menyambutnya, namun nihil, hanya Ningsih yang sedang duduk sendirian di sofa ruang tamu. "Waalaikumsalam, duduk saja pak dokter, mungkin ibu masih mandi, dia terlihat gerah," sahutnya sambil tersenyum. Andrew memutuskan untuk duduk di sofa yang masih kosong. Ia melempar pandangannya di sekeliling rumah yang tampak tidak berubah. Tiba-tiba teringat kilatan kenangan bersama Ayu di kala ia masih sangat muda. Saat itu ia baru saja menikah dengan Aura dan Anak-anaknya juga masih kec
"Mas Andrew!" teriak Ayu yang mengurungkan niatnya untuk naik taksi. Ia justru berlari ke arah berlawanan, mendekati mantan pacarnya yang terlihat gelisah. "Sudah puas kamu menghancurkan rumah tanggaku? Apa kau tahu! Gara-gara kau, aku akan kehilangan segalanya!" bentak Andrew yang muak melihat wajah perempuan yang telah merusak rumah tangga yang telah dibangun puluhan tahun. "Mas, kamu boleh membenciku saat ini tapi ingat Mas! Arka juga anakmu, dia berhak mendapat apa yang seharusnya didapat dari seorang ayah! Apa kamu tahu hancurnya hatiku saat tahu kamu pergi tanpa memberi secuilpun kabar? Seminggu setelah kepergianmu, suamiku meninggal. lalu aku menyadari kehamilanku setelah telat haid, aku yakin bahwa Arka adalah anakmu!" sahut Ayu dengan nada tinggi, ia terlihat berjuang agar bisa bersama selingkuhannya di masa lalu. "Apa buktinya jika Arka adalah anakku? Siapa yang tahu jika kamu melakukannya dengan orang lain!" sanggah Andrew yang tak dapat menerima kenyataan ia terus be
"Ibu, kenapa menyuruhku datang kemari? Ningsih sedang apa kamu di sini?" tanya Arka yang kebingungan, dia melihat Adrian di sana, pikirannya semakin bingung. "Arka, ibu ingin mengatakan kebenaran yang selama ini dipendam. Ayahmu sudah tiada bahkan kamu belum sempat melihatnya, sebenarnya dia bukanlah ayah kandungmu karena ayah kandungmu adalah pria yang sekarang ada di hadapanmu," ujar Ayu sambil meneteskan air mata, berat rasanya mengakuinya tapi tidak mungkin ia terus merahasiakannya seumur hidup. "Ibu! Jangan bercanda! Aku nggak kenal siapa dia!" teriak Arka mencoba menolak kebenaran, ia menatap tajam laki-laki yang dituduh ayah kandung yang selama ini telah disembunyikan ibunya. "Papa! Tolong jangan diam saja! Katakan yang sebenarnya sebelum aku dan Mama akan pergi meninggalkanmu!" ancam Adrian yang mulai merasa muak dengan apa yang terjadi di depan matanya. "Maafkan Papa, aku khilaf saat sedang bertugas di puskesmas. Kami memang dekat dan awalnya hanya saling curhat saja
Anna mengundang kedua orang tua Adrian untuk makan malam di rumahnya, hal ini tentu disambut baik olehnya sebab pertemuan ini bertujuan untuk menyatukan dua keluarga yang akan segera menjadi besan. Namun, hal tak terduga terjadi begitu saja, Ibu Arka ternyata belum juga pulang ke kampung. Ia bahkan sengaja menginap di rumah saudaranya yang bertujuan untuk mencari Arka. Sang ibu merasa pusing karena merasa sudah ditipu oleh anaknya sendiri. Pertemuan dua keluarga yang seharusnya menjadi momen yang berharga untuk keberlangsungan dua keluarga malah menjadi kacau balau. "Oh jadi ini mantan ibu mertuamu? Ternyata seleramu kampungan ya?" sindir Ibu Aura atau Ibu Adrian, dia seorang dokter spresialis yang sosialita kerapkali senang menyindir orang-orang yang terlihat kurang mapan. Tatapan Ayu terpaku pada lelaki yang berada di samping Aura, jantungnya berdegup kencang. Perasaan yang dulu sempat padam, kini kembali bergejolak. Ia tak menyangka, cinta masa lalu yang ia coba kubur kini be