Share

Bab 3

Kaedyn berdiri bersama mantan pacarnya, wanita itu memeluk lengannya.

Dia hanya melihat Elena diganggu oleh pria lain.

Ada yang bilang kalau seorang pria benar-benar mencintaimu, dia akan posesif terhadapmu.

Di bawah cahaya kuning yang hangat, Elena merasa hatinya seperti terkoyak.

Nicholas mengira Elena berbohong padanya, jadi dia pun melontarkan ejekannya. "Pak Kaedyn sedang menemani wanita cantik itu. Jangan mencoba berbohong padaku. Sekretaris Elena, bagaimana kalau kita mengobrol di tempat lain?"

Elena memandang Kaedyn lalu dia bertanya dengan nada tenang, "Pak Kaedyn, Tuan Nicholas bertanya apakah Bapak sudah bosan dengan saya?

Elena menatap Kaedyn dengan tenang.

Dia menunggu jawaban pria itu.

Kaedyn menggandeng tangan Doreen, kemudian berjalan melewati Elena.

Pada saat itu, Elena mengerti bahwa jawaban Kaedyn tidak lagi penting.

Doreen berbalik lalu menjelaskan dengan senyum cerah, "Kak Nicholas, hubungan antara Kae dan Sekretaris Elena hanyalah atasan dan bawahan. Jangan bicara sembarangan atau aku akan marah besar."

Nicholas mengangguk sambil tersenyum dan berkata, "Oke, oke, aku nggak bicara sembarangan."

Melihat Kaedyn telah pergi bersama Doreen, Nicholas pun mendorong Elena ke dalam mobil, kemudian dia mencium wajah Elena.

"Nicholas, kamu percaya atau nggak, aku akan melapor polisi?!"

Elena mendorong Nicholas dengan jijik.

Sayangnya tenaga Elena terlalu kecil, tidak bisa dibandingkan dengan tenaga pria.

Nicholas memeluk pinggang ramping Elena sambil tertawa. "Sekretaris Elena, kamu boleh menjerit lebih kencang. Aku nggak takut. Lagi pula, nggak ada gunanya juga kamu lapor polisi. Aku hanya menyentuh dan menciummu, nggak menggaulimu."

Elena sangat marah. Dasar nggak tahu malu!

Usai berbicara, Nicholas ingin mencium Elena lagi.

Mata indah Elena memelotot, dia menendang ke atas.

"Ah!"

Nicholas melengkungkan tubuhnya sambil menyentuh bagian bawah tubuhnya.

Tengah malam, Elena keluar dari kantor polisi dengan ekspresi dingin bersama Martin Girard.

Martin dan Elena sama-sama sekretaris Kaedyn.

"Pak Martin, tolong antar saya ke Hotel Wenda. Terima kasih untuk malam ini."

Martin melihat Elena sekilas. "Pak Kaedyn yang meminta saya untuk menjemputmu."

Elena menarik sudut bibirnya, kemudian dia hanya bergumam.

Di mana Kaedyn saat Elena dilecehkan oleh Nicholas? Sekarang Elena sama sekali tidak terharu.

Martin tampak ingin mengatakan sesuatu, akhirnya dia menjelaskan juga. "Sekretaris Elena, tadinya Pak Kaedyn sendiri yang akan datang menjemputmu."

Elena mengangkat sebelah alisnya. "Oh, kalau begitu di mana dia? Kenapa dia nggak datang?"

Martin terdiam canggung, tidak menjawab.

Elena melihat ponselnya. Glenna lagi-lagi mengirimkan foto status Doreen kepada Elena.

Akhirnya Elena pun tahu kenapa Kaedyn tidak bisa datang menjemputnya di kantor polisi.

Karena Kaedyn menemani mantan pacarnya ke rumah sakit lagi.

Elena terkekeh.

Dia mengirim pesan untuk Glenna, meminta Glenna membuat janji temu dengan Doreen besok.

Mobil tiba di hotel, Elena menolak diantar Martin ke dalam.

Elena keluar dari mobil dengan sedikit lelah, lalu dia berjalan ke dalam hotel.

Saat ini, lobi hotel sepi.

Ketika Elena sedang menunggu lift, kebetulan ada seorang pria jangkung sedang bertelepon.

Pintu lift terbuka, pria itu masuk terlebih dahulu.

Elena berjalan di belakang. Begitu dia masuk ke dalam lift, sepatu hak tingginya tiba-tiba tergelincir. Dia tanpa sadar menarik pria di depannya itu.

Pria itu memapah Elena.

Telapak tangannya terasa panas.

"Maaf, maaf."

Elena yang masih syok merasakan dadanya naik turun. Setelah berdiri tegak, dia meminta maaf kepada pria itu.

Pria itu mengenakan masker, Elena hanya bisa melihat bahwa manik mata pria itu sangat gelap.

Agak mirip dengan pria yang berada di dalam taksi waktu itu.

Ponsel yang pria itu pegang jatuh ke lantai karena dia memapah Elena. Selain itu, tangan kirinya memegang secangkir kopi, kopi itu tumpah ke kemeja putihnya.

Hal yang membuat Elena merasa makin canggung adalah penutup puting sebelah kirinya bergeser ke atas.

Salah satu tangan Elena menutupi payudara kirinya, telinganya terasa panas.

Malam ini sungguh sial.

"Tuan, apakah kamu terluka?"

Elena khawatir kopi yang ada di tangannya itu adalah kopi panas.

Pria itu melihat Elena sekilas sambil mengernyit. Dia membungkuk untuk memungut ponselnya, mengatakan "sampai sini dulu" kepada orang yang ada di ujung telepon, kemudian memutuskan panggilan teleponnya.

Elena berkata dengan nada tulus, "Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf. Aku akan memberimu kompensasi."

Nathan Ransford menatap Elena lagi. Dia mengenakan gaun pesta. Pinggangnya ramping, pinggulnya lebar. Nathan tidak mengatakan apa-apa, dia hanya mengatakan, "Nggak perlu."

Suara pria itu terdengar rendah.

Nathan memiringkan tubuhnya, mengulurkan tangan untuk menekan tombol lift, kemudian dia melangkah mundur dengan malas.

Elena dan Nathan menjauhkan diri.

Elena berpura-pura tenang sembari menekan tombol lift.

Dia tinggal di lantai sepuluh, sedangkan pria itu tinggal di lantai dua belas.

Nathan menunduk sambil berpikir.

Saat dia melihat wanita ini di dalam mobil kemarin malam, dia merasa sedikit familiar.

Elena agak mirip dengan wanita yang naik ke atas ranjang Nathan dan terus meminta Nathan menggaulinya dua bulan lalu.

"Mari kita bahas soal kompensasi."

Ketika Elena mendengar kalimat itu, dia mengurungkan niatnya untuk keluar dari lift.

Di koridor lantai dua belas.

Pria itu telah membuka pakaiannya yang terkena noda kopi, perutnya bugar. Dia mengernyit tidak nyaman.

Jika tidak ada Elena, dia mungkin akan melepas pakaiannya.

Elena tidak berani melihat dada pria itu yang sedikit terbuka, jadi dia hanya bisa menatap wajah pria itu.

"Tuan, berapa biaya kompensasi yang diperlukan. Aku akan transfer kepadamu."

"Nggak jadi."

Nathan menghentikan Elena hanya untuk memastikan rasa familier yang dia rasakan.

Elena dengan bingung melihat pria itu menggesek kartunya, lalu masuk ke dalam kamar. Setelah itu, Elena pun meninggalkan lantai dua belas.

...

Kafe Holen memutarkan musik ringan yang menenangkan.

Doreen duduk di seberang Elena.

Doreen adalah seorang artis terkenal. Dia memakai topi dan masker untuk menyembunyikan wajahnya.

Dia tersenyum sembari bertanya, "Sekretaris Elena, ada apa kamu mencariku?"

Elena mengangguk sambil tersenyum tipis. "Ada sesuatu."

Kali ini Elena bersikap elegan dan menatap Doreen dengan tatapan istri sah yang sedang menatap pelakor.

Elena mengerti. Jika dia mau Kaedyn mengambil inisiatif untuk mengajukan perceraian, maka dia harus merangsang Doreen.

"Nona Doreen, aku nggak mau kamu mengganggu kehidupanku dengan Kae. Kamu sudah memilih untuk meninggalkannya, maka kamu seharusnya nggak mencarinya lagi begitu pulang negeri."

Semua orang di dalam lingkaran pergaulan mereka tahu bahwa Kaedyn pernah memiliki mantan pacar yang dia cintai.

Namun, neneknya Kaedyn tidak menyukai Doreen sehingga Doreen tidak bisa menjadi istri Kaedyn.

Doreen tidak ingin melepaskan karir menyanyinya saat itu, jadi dia memilih putus dengan Kaedyn, lalu pergi ke luar negeri untuk belajar musik.

"Nona Doreen, kamu sudah melepaskan hubunganmu dengan Kae, maka tolong lepaskan sepenuhnya, oke?"

Elena lanjut berkata dengan nada lembut.

Doreen membelalakkan matanya dengan tak percaya. "Kamu dan Kae ... kalian ...."

Elena mengangguk. "Aku dan Kae sudah menikah selama dua tahun."

Setelah Elena mengatakan hal itu, Doreen terkejut dan matanya langsung memerah. "Kamu dan Kae sudah menikah?"

Elena merasa seperti wanita jahat yang memisahkan dua insan yang saling mencintai. Dia berkata dengan nada dingin, "Ya, kami sudah menikah."

Saat ini, Kaedyn yang duduk di meja sebelah mendengar Elena mengungkit pernikahan mereka kepada Doreen.

Wajah tampannya langsung menjadi muram, bibir tipisnya terkatup erat, tatapannya menjadi tajam.

Desain kafe ini sangat bagus.

Setiap meja memiliki partisi untuk membuat kompartemen tersembunyi.

Kaedyn sudah memberi tahu Elena untuk tidak mengekspos pernikahan mereka kepada orang lain.

Elena ini sangat serakah.

Pernikahan mereka jelas-jelas hanya sebuah perjanjian.

Doreen mengerutkan kening. Dia masih tidak ingin memercayainya. "Sekretaris Elena, kamu membohongiku, 'kan?"

Elena, "Aku nggak berbohong padamu. Aku bisa menunjukkan akta nikah kami kepadamu."

Elena yang melakukan persiapan penuh pun mengeluarkan akta nikah dari tasnya, membukanya, kemudian menunjukkannya kepada Doreen.

Doreen melepas maskernya, memperlihatkan seluruh wajah cantiknya.

Doreen memiliki wajah yang polos dan cantik. Dia benar-benar definisi cinta pertama yang tak terlupakan.

Sedangkan paras Elena adalah jenis kecantikan yang dewasa.

"Sekretaris Elena, saat kami bersama tadi malam, Kae nggak beri tahu aku kalau kalian sudah menikah. Aku jelas-jelas merasakan kalau dia masih mencintaiku."

Doreen menyebutkan tadi malam dengan ekspresi sedih.

Dia menyiratkan bahwa mereka bercinta tadi malam.

Elena mempertahankan senyumnya sambil berkata dengan santai, "Semua pria sama saja ketika berada di atas ranjang. Ketika dia menggauliku, dia juga bilang kalau dia mencintaiku."

"..."

Ketika Kaedyn yang berada di meja sebelah mendengar kalimat itu, dia menguarkan aura dingin sambil menahan kekesalannya.

Dia sudah berniat mencekik Elena sampai mati.

Apa pun berani wanita itu katakan.

Ketika Doreen mendengarnya, dia menutupi bibir merahnya dan menitikkan air mata.

Elena merasa bahwa rangsangannya masih belum cukup. Dia benar-benar berusaha keras agar Kaedyn mengajukan gugatan cerai terlebih dahulu. "Nona Doreen, kalau kamu ingin menjadi simpanan, aku nggak akan menghentikanmu."

"Cukup!"

Suara laki-laki tiba-tiba terdengar.

Elena menoleh, lalu dia melihat Kaedyn yang beraura dingin.

Pria itu sedang berusaha menekan amarahnya.

Ekspresi Elena tampak kaku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status