Hati Evan benar-benar gembira. Ia sungguh tidak menyangka kalau wanita yang akan ia peristri kembali memutuskan untuk berhenti saat itu juga dari hotel kakak tirinya. Mendapat pesan dari Zaya, begitu membuatnya bahagia. Bagaimana tidak, nomornya yang sudah lama diblokir oleh mantan istrinya tersebut kini dihubungi Zaya kembali. Evan berlonjak gembira. Padahal, ia baru saja akan masuk ke dalam kantornya saat tiba-tiba mendapatkan pesan dari Zaya untuk meminta dijemput karena wanitanya itu mendadak berhenti dari hotel. Pasti terjadi sesuatu antara kakak tirinya dan Zaya. Kemungkinan mereka bertengkar hebat atau mungkin lebih parah dari itu. Bisa Evan tebak, tampaknya Arga marah akan keputusan Zaya yang ingin kembali rujuk dengannya.Tanpa membuang waktu, Evan segera mengemudikan mobilnya kembali ke hotel kakak tirinya dan benar saja, ia mendapati wanitanya tengah berdiri di parkiran hotel. Lelaki tampan itu buru-buru turun lalu mendekati Zaya.“Kamu enggak apa-apa, kan, Sayang?”Zaya m
Tak ada yang bisa Evan lakukan ketika mendengar perkataan Zaya yang begitu menggebu-gebu barusan. Luka di hati Zaya begitu besar dan semua itu karena dirinya. Sudah sewajarnya, ia menuruti semua kata-kata istrinya agar istrinya bisa bahagia.Evan tidak ingin berdebat lagi dengan wanita yang sangat ia cintai. Ia buru-buru tersenyum sambil memegang tangan wanita yang akan ia peristri kembali lalu mengutarakan semua persetujuannya.“Baiklah, kamu jangan marah-marah gitu lagi, ya! Jangan buat aku takut! Aku akan melakukan semua yang kamu katakan. Aku akan memendam semua keinginanku dan semua kegilaanku untuk selalu berduaan denganmu, jika itu yang terbaik untukmu. Yang paling penting adalah kamu mau kembali padaku. Aku tidak akan pernah memaksakan kehendakku lagi, Sayang. Maafin aku, ya!”Zaya kembali menghela napas panjang. Ia tahu kalau ia sangat berlebihan. Namun, Zaya tidak bisa melakukan apa-apa. Luka yang ditorehkan oleh Evan memang begitu membekas. Antisipasinya agar kejadian yang
Senyuman yang begitu indah seketika terbit di wajah Nadia kala melihat putranya membawa Zaya, putri yang sangat ia cintai ke rumah. Awalnya, Nadia heran putranya pulang, padahal hari masih begitu pagi. Kenapa sang putra tidak bekerja?Namun, ketika ia melihat Evan menggandeng Zaya turun dari mobil, seketika hatinya gembira. Ia buru-buru keluar menyambut putra dan mantan menantu yang sudah ia anggap putri sendiri dengan senyuman indahnya.“Mimpi apa Mama semalam hingga kamu bisa datang ke sini pagi-pagi begini, Za!” seru Nadia langsung memeluk Zaya, mengabaikan Evan yang saat ini tersenyum bahagia, terlihat begitu senang dan gembira karena bisa membuat sang mama tersenyum kembali.“Ma, lupa sama anak sendiri, ya?” sindir Evan.Nadia mengurai pelukannya, kemudian menoleh pada sang putra.“Untuk apa Mama pedulikan kamu? Kan, kamu juga tinggal di sini dan Mama juga sering ketemu kamu? Kalau sama Zaya Mama jarang ketemu. Mama bener-bener kangen sama putri Mama.”Evan tersenyum riang pada s
“Kurang ajar! Ini tidak bisa dibiarkan. Mereka berdua benar-benar akan rujuk. Bagaimana ini? Sia-sia saja semua perjuanganku selama ini kalau begini caranya.”Tangan Arga mengepal geram di dalam mobilnya sambil menatap ke arah rumah sang mama di mana sang adik tiri baru saja keluar mengantar wanita yang sangat ia cintai masuk ke dalam rumah. Itu artinya Evan benar-benar serius akan kembali rujuk dengan Zaya sehingga tak ragu mengajaknya menemui sang mama.Pasti Zaya sedang berbincang-bincang dengan mamanya terkait pesta pernikahan yang kembali akan digelar. Hati Arga benar-benar sakit. Haruskah ia dua kali kehilangan wanita yang sama oleh laki-laki yang sama, yaitu adik tirinya sendiri? Sampai mati pun ia tidak rela. Cukup satu kali, ia kehilangan kesempatan untuk mendapatkan Zaya yang masih suci dan murni.Cintanya pada Zaya, membuatnya tidak mempermasalahkan masa lalu wanita itu meskipun hatinya sakit saat membayangkan wanita yang ia cintai menghabiskan malam-malam panasnya bersama
“Za, kamu dari mana aja? Aku cemas, tahu nggak?”Suara Gea menggema di ruang tamu sesaat Zaya membuka pintu, sepulangnya dari rumah wanita yang akan kembali menjadi mama mertuanya. Wanita itu tersenyum geli saat melihat raut cemas sahabatnya yang langsung menanyakan apa yang terjadi padanya.Pasti Gea bingung saat melihat mobilnya diantar pagi-pagi buta, sedang dirinya tak ikut pulang. Kemungkinan Gea mengira terjadi hal buruk padanya. Zaya baru saja akan menjawab pertanyaan sang sahabat, tapi tak sempat karena Evan yang baru menyusulnya masuk ke dalam rumah telah lebih dahulu menjawab pertanyaan wanita berambut pendek itu.“Dia bersamaku, Gea. Aku mengajaknya ke rumah mama dan aku juga yang meminta mobilnya dibawa ke sini karena ke depannya aku yang akan mengantar dan menjemput Zaya ke mana-mana.” Evan langsung mendekati Zaya lalu tersenyum padanya. “Aku sudah membantumu menjawab pertanyaan sahabatmu, Sayang.”Zaya balas tersenyum lalu melirik pada Gea yang terlihat kaget melihat keb
“Sayang, aku nggak bisa tidur kalau nggak ada kamu.”Zaya yang saat ini tengah berbaring di tempat tidur sambil memegangi ponselnya saat Evan menghubunginya via video call, sontak tertawa geli mendengar rengekan lelaki yang akan kembali jadi suaminya itu.“Jangan membual! Selama kita berpisah beberapa bulan, kamu bisa tidur nyenyak, tuh.”“Siapa bilang? Aku beneran nggak nyenyak tidur, Sayang. Aku selalu memikirkan kamu. Aku juga terkadang mabuk-mabukan di rumah.”Zaya sontak cemberut. “Isshh, kebiasaan, ya! Kalau punya masalah selalu larinya ke minuman.”“Aku bahkan berniat mabuk sampai mati, apalagi kalau kamu sampai tidak mau balikan sama aku.”“Dasar!” omel Zaya kesal, sementara d layar ponsel, Evan terlihat menahan tawa.“Tapi aku bersyukur kamu mau menerimaku kembali. Setidaknya aku tidak keburu mati karena minuman keras.”Zaya tak suka mendengar Evan bicara seolah kematian adalah hal biasa. “Jangan ulangi lagi! Ada atau tidak adanya aku, kamu tetap harus menjaga kesehatan kamu s
“Jam berapa kamu mau berangkat, Za?”Gea yang sudah tampil cantik dengan balutan blazer coklat muda, berdiri di depan pintu kamar Zaya, bertanya soal rencana sang sahabat yang akan bersenang-senang pagi ini.“Sekitar jam 08.00 nanti. Salon ‘kan belum buka kalau kepagian, Gea?” sahut Zaya beranjak dari meja rias di kamarnya.Wanita cantik itu pun sudah berdandan cantik, bersiap akan berangkat ke salon dan mall pagi hingga menjelang siang nanti.“Aku iri,” ucap Gea cemberut. “Coba aku off hari ini, pasti aku akan ikut kamu, Za. Kita udah lama nggak hang out berdua.”Zaya menggandeng tangan sang sahabat lalu mengajaknya ke meja makan. “Nanti pas kamu off, kita jalan-jalan. Jangan sedih gitu, dong!”Gea tersenyum lalu membantu Zaya duduk di meja makan. “Janji, ya!”“Iya,” sahut Zaya. Wanita itu heran melihat sang sahabat yang tidak duduk sarapan bersamanya. “Kamu nggak sarapan?”Gea menggelengkan kepalanya. “Aku udah makan tadi saat kamu mandi. Kamu aja yang sarapan, Za. Aku mau pergi seka
Zaya dan Arga saat ini sudah berada di sebuah restoran di pinggir pantai. Pemandangannya sungguh begitu indah dipandang mata. Angin sepoi-sepoi berhembus meniup rambut serta kulit tubuh Zaya dan itu memberikan perasaan yang begitu menyenangkan. Semuanya terasa damai. Tak salah kalau hotel ini menjadi terkenal di kotanya karena pemandangan yang disuguhkan begitu indah.Tak hanya para tamu yang menginap di hotel tersebut yang bisa menikmati pemandangan pantai indah ini, tapi semua customer yang makan di restoran pun bisa menikmatinya. Zaya sesungguhnya mengambil resiko yang cukup besar menerima ajakan Arga tanpa sepengetahuan Evan. Bukan tanpa alasan Zaya menyembunyikan semua ini dari Evan. Itu karena ia tidak mau laki-laki yang akan kembali menjadi suaminya itu akan bertengkar kembali dengan saudara tirinya, yaitu Arga.Zaya hanya ingin kedamaian dan ingin ketenangan. Apalagi Arga sudah mengatakan ini adalah kali terakhirnya mereka bertemu sebagai seorang sahabat plus mantan kekasih.
Pernikahan Evan dan Zaya berjalan cukup baik. Dengan ditempatkannya Zaya di bawah kepemimpinan manajer Ardi, rasa cemburu dan takut kehilangan yang dirasakan oleh Evan terus saja menggebu-gebu. Hingga tak terasa satu bulan perjalanan pernikahan mereka pasca rujuk kembali pun terlewati dengan baik. Evan dan Zaya memutuskan untuk pergi ke psikolog untuk melakukan aneka terapi untuk menyembuhkan Zaya dari trauma yang dialaminya pasca pengkhianatan yang Evan lakukan dan semuanya berjalan dengan mulus. Pelan-pelan, Evan dan Zaya mulai bisa mengarungi bahtera rumah tangga mereka berdua di mana saat ini adalah hari pertama mereka kembali menyatu sebagai pasangan suami istri. Evan awalnya dengan sangat terpaksa memangkas pemanasan saat melakukan kegiatan nakalnya dengan Zaya karena itulah yang menyebabkan istrinya teringat-ingat akan perbuatannya dengan Mira dulu. Sampai akhirnya sang istri mulai terlena, baru ia bisa melakukan yang ia inginkan, yaitu mencium sang istri di tengah-tengah p
“Kenalkan Zaya, ini manajer Ardi. Dia akan menjadi atasanmu mulai hari ini.”Zaya segera mengulurkan tangannya di depan sang suami yang baru saja memperkenalkannya pada calon atasannya.“Perkenalkan, saya Mazaya– sekretaris baru Anda, Pak Ardi.”Ardi menyambut tangan Zaya, kemudian tersenyum padanya. “Aduh saya jadi tidak enak, nih! Masa bawahan saya, istri atasan saya sendiri?”Zaya membalas senyuman sang atasan. “Tidak usah merasa tak enak, Pak Ardi. Perlakukan saya sama seperti sekretaris pada umumnya saja! Saya wanita yang suka bekerja secara profesional. Saat saya menjadi sekretaris Anda, jangan pernah anggap saya seorang istri dari CEO. Kalau saya melakukan kesalahan, tegur bahkan marahi saya. Saya lebih suka seperti itu, Pak.”“Duh, saya benar-benar tidak enak, Bu Zaya!” Ardi benar-benar terlihat canggung di depan Zaya dan Evan.“Perlakukan saja saya seperti bawahan Anda, Pak. Saya tidak akan mengadu kok pada suami saya,” ucap Zaya tersenyum lebar dan itu sukses membuat Evan ke
“Kenapa denganku? Bukankah aku menikah kembali karena aku tidak bisa hidup tanpanya dan menderita membayangkan berpisah selama-lamanya dari dirinya? Bukankah aku bersedih ketika melihat video kenangan kami saat kami bersama sehingga memutuskan kembali rujuk dengannya? Tapi kenapa aku tidak bisa disentuh olehnya?” Zaya hanya bisa menggumam di dalam hati tatkala ia membuka matanya tengah malam itu. Posisinya sekarang berada di kamar di rumah barunya dengan sang suami di mana Evan menghiba padanya, meminta agar dirinya bisa bertahan melewati rintangan yang terjadi pasca resminya pernikahan mereka yang kedua kali.Suaminya itu memeluknya erat, terlihat takut kehilangan. Dipandanginya wajah Evan, membuat rasa iba menyeruak di hati Zaya. Evan begitu kukuh mempertahankannya menjadi seorang istri, sementara dirinya ragu karena bisa dibayangkan ke depannya nanti, setiap kali sang suami ingin menciumnya, ia kemungkinan akan teringat sang suami mencium Mira. Ini gawat. Ini benar-benar gawat. “
Rasa kecewa sungguh menyelimuti hati Evan ketika ia berusaha ingin mencium sang istri, tapi istrinya malah berpaling. Yang lebih membuatnya syok adalah ketika sang istri mengatakan ia belum siap.Kenapa ini? Apa yang terjadi pada Zaya? Kenapa sang istri tidak mau dicium olehnya? Evan berusaha menepis semua kemungkinan terburuk yang ia pikirkan lalu ia memegangi bahu Zaya, membawanya menghadapnya.“Kenapa, Sayang? Ada apa denganmu?” tanya Evan penasaran.Zaya memejamkan matanya, berusaha menepis kenangan-kenangan buruk yang terpintas sesaat sebelum sang suami berniat mendaratkan bibirnya di bibirnya tadi. Bagaimana tidak, tanpa ia niatkan bayangan ketika Evan memagut mesra bibir Mira, kemudian bergumul panas di atas sofa di dalam kantor di mana ia menyaksikan sendiri betapa buasnya Evan mencumbu bibir sekretarisnya itu, terbayang jelas di pelupuk mata.Itu sukses memberikan rasa sakit luar biasa di hatinya. Zaya berusaha membuang semua pikiran itu, tapi tidak bisa. Ia juga tidak menger
“Wah, rumahnya bagus, Sayang!” Zaya berdecak takjub saat ia digandeng suaminya memasuki rumah baru mereka yang luar biasa megah seusai mengemasi barang-barangnya dari rumah Gea. Rumah bergaya Eropa yang lokasinya sangat dekat dengan perusahaan itu akan sangat memudahkan Zaya dan Evan pergi bekerja agak siang karena mereka berdua tak akan pernah terlambat pergi ke perusahaan.“Kamu suka rumahnya, Sayang?” tanya Evan, mengajak sang istri masuk lalu menemaninya berkeliling dan menunjukkan detail interior yang menawan.Zaya menganggukkan kepalanya, terus mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan tak hentinya merasa takjub. Bagaimana tidak, rumah yang akan menjadi huniannya yang baru dengan Evan jauh lebih besar dibandingkan rumah lama. Interior, eksterior, serta model rumahnya juga begitu elegan, persis rumah-rumah sultan di mana ada dua pilar besar di teras depan yang terhubung dengan sebuah balkon utama yang mengarah ke arah halaman depan dan ketika masuk, Zaya pun disambut sebuah ta
Zaya tersenyum pada Gea lalu menjelaskan keinginannya.“Kayaknya nggak perlu resepsi, deh. Evan juga belum mengumumkan kalau dia sudah bercerai dariku. Yang tahu hanya Mira.”“Ah, gitu! Apa Dimas sudah membekuk Mira?” tanya Gea penasaran. “Apa bisa menjebloskannya ke penjara dengan kasus yang sekarang sedang menimpa Arga? Tapi 'kan, tidak ada korbannya?”Evan segera menengahi. “Itu urusan Dimas. Dia pasti sudah menemukan bukti-bukti lain atas kejahatan Mira. Wanita itu bukan hanya jahat padaku saja, tapi juga sudah mencelakai orang-orang lain yang akan menjadi korbannya. Tidak usah membahas itu dulu karena sekarang kami ingin bicara sesuatu pada kamu.”Zaya langsung menyambung kalimat suaminya. “Makasih banyak, ya, sudah membiarkan aku tinggal di sini, Gea. Aku sungguh bersyukur mendapat sahabat yang baik sepertimu sehingga aku tidak luntang-lantung di jalan saat aku kabur dari rumah Evan. Hari ini, aku akan ikut suamiku.”Gadis berambut pendek itu mengernyitkan kedua alisnya. “Maksud
“Kalian, kok, aneh?”Suara Gea menyapa pendengaran Zaya ketika ia dan suaminya tiba di kediaman sahabat cantiknya tersebut. Wanita berambut pendek itu pasti sangat kebingungan melihat betapa mesranya dirinya dan sang suami yang saat ini bergandengan pinggang masuk ke dalam rumah dan itu membuat Zaya terkikik geli.“Emangnya kami kenapa?” ucap Zaya balik bertanya.Gea menatap Zaya dan Evan secara bergantian dengan sorot curiga. “Aura kalian berbeda. Gimana, ya, bilangnya ...? Entahlah.” Gadis cantik itu terlihat bingung mendeskripsikan apa yang ia lihat. “Ngomong-ngomong, kamu jadi ke salon, jadi jalan-jalan? Ini masih pagi, tapi kok kalian sudah ada di sini?”Gea kemudian menoleh pada Evan. “Kamu kok udah sama-sama Zaya pagi ini? Kamu enggak kerja?”Zaya menoleh pada sang suami, kemudian bertukar senyum dan itu membuat Gea keki.“Kenapa malah senyum-senyum kayak gitu? Jawab dong pertanyaanku!”Zaya tergelak renyah, merasa geli melihat sewotnya sang sahabat. “Ya, makanya suruh kami ma
Evan menatap Zaya penuh cinta saat wanita cantik itu selesai menandatangani berkas-berkas pernikahan dengannya. Rasanya tak percaya, bisa mendapatkan wanita cantik ini kembali.Setelah semua urusan selesai, petugas yang menikahkan Evan dan Zaya pun pamit, meninggalkan pasangan pengantin yang terus saling bertukar pandang.“Aku tak pernah menyangka pernikahan kita akan dilangsungkan secepat ini walaupun aku sebenarnya masih benar-benar geram dan kesal pada Arga. Aku tidak bisa membayangkan kalau dia sampai berhasil menyentuh kamu tadi, Sayang.”Zaya menghela napas panjang, kemudian seketika merinding ketika membayangkan dirinya disentuh oleh Arga. Hingga detik ini, ia belum percaya kalau laki-laki yang ia percayai bisa melakukan hal keji seperti itu padanya. Namun, setelah ia pikir lagi, Arga melakukan itu pasti karena terlalu cinta padanya. Lelaki itu marah karena ia lebih memilih Evan kembali dibanding dirinya yang sepertinya sudah berusaha sekuat tenaga sejak awal perceraian hingga
“Lepaskan aku, Ma! Aku mau menemui Zaya. Aku harus menjadikannya milikku.”Arga terus berontak, minta dilepaskan karena saat ini pria itu sedang dikurung oleh Nadia, sang mama di sebuah ruangan dengan sebuah jendela kaca untuk memantau Arga dari luar.Nadia pilu melihat putra tirinya yang sejak tadi menjerit histeris di dalam sana. Air matanya tanpa bisa ditahan meluncur deras di pipi.“Gimana ini, Tante? Apa tak sebaiknya kita bawa ke kantor polisi saja? Biar bagaimana pun, Arga telah melakukan perbuatan kriminal. Dia harus diberi efek jera, Tan.”Dimas membujuk Nadia untuk menyerahkan Arga ke pihak berwajib karena yang dilakukan pria itu benar-benar keji. Tega-teganya Arga membuat dua orang menderita, berpisah lalu2Nadia menyeka air matanya sambil terus menatap putra tirinya yang tengah meraung, menangis, dan meratap di dalam sana. Bagaimana mungkin ia tega menjebloskan putra suaminya yang telah ia anggap sebagai anak sendiri. Meski memang mungkin perhatian dan kasih sayangnya sedi