“Sayang, aku nggak bisa tidur kalau nggak ada kamu.”Zaya yang saat ini tengah berbaring di tempat tidur sambil memegangi ponselnya saat Evan menghubunginya via video call, sontak tertawa geli mendengar rengekan lelaki yang akan kembali jadi suaminya itu.“Jangan membual! Selama kita berpisah beberapa bulan, kamu bisa tidur nyenyak, tuh.”“Siapa bilang? Aku beneran nggak nyenyak tidur, Sayang. Aku selalu memikirkan kamu. Aku juga terkadang mabuk-mabukan di rumah.”Zaya sontak cemberut. “Isshh, kebiasaan, ya! Kalau punya masalah selalu larinya ke minuman.”“Aku bahkan berniat mabuk sampai mati, apalagi kalau kamu sampai tidak mau balikan sama aku.”“Dasar!” omel Zaya kesal, sementara d layar ponsel, Evan terlihat menahan tawa.“Tapi aku bersyukur kamu mau menerimaku kembali. Setidaknya aku tidak keburu mati karena minuman keras.”Zaya tak suka mendengar Evan bicara seolah kematian adalah hal biasa. “Jangan ulangi lagi! Ada atau tidak adanya aku, kamu tetap harus menjaga kesehatan kamu s
“Jam berapa kamu mau berangkat, Za?”Gea yang sudah tampil cantik dengan balutan blazer coklat muda, berdiri di depan pintu kamar Zaya, bertanya soal rencana sang sahabat yang akan bersenang-senang pagi ini.“Sekitar jam 08.00 nanti. Salon ‘kan belum buka kalau kepagian, Gea?” sahut Zaya beranjak dari meja rias di kamarnya.Wanita cantik itu pun sudah berdandan cantik, bersiap akan berangkat ke salon dan mall pagi hingga menjelang siang nanti.“Aku iri,” ucap Gea cemberut. “Coba aku off hari ini, pasti aku akan ikut kamu, Za. Kita udah lama nggak hang out berdua.”Zaya menggandeng tangan sang sahabat lalu mengajaknya ke meja makan. “Nanti pas kamu off, kita jalan-jalan. Jangan sedih gitu, dong!”Gea tersenyum lalu membantu Zaya duduk di meja makan. “Janji, ya!”“Iya,” sahut Zaya. Wanita itu heran melihat sang sahabat yang tidak duduk sarapan bersamanya. “Kamu nggak sarapan?”Gea menggelengkan kepalanya. “Aku udah makan tadi saat kamu mandi. Kamu aja yang sarapan, Za. Aku mau pergi seka
Zaya dan Arga saat ini sudah berada di sebuah restoran di pinggir pantai. Pemandangannya sungguh begitu indah dipandang mata. Angin sepoi-sepoi berhembus meniup rambut serta kulit tubuh Zaya dan itu memberikan perasaan yang begitu menyenangkan. Semuanya terasa damai. Tak salah kalau hotel ini menjadi terkenal di kotanya karena pemandangan yang disuguhkan begitu indah.Tak hanya para tamu yang menginap di hotel tersebut yang bisa menikmati pemandangan pantai indah ini, tapi semua customer yang makan di restoran pun bisa menikmatinya. Zaya sesungguhnya mengambil resiko yang cukup besar menerima ajakan Arga tanpa sepengetahuan Evan. Bukan tanpa alasan Zaya menyembunyikan semua ini dari Evan. Itu karena ia tidak mau laki-laki yang akan kembali menjadi suaminya itu akan bertengkar kembali dengan saudara tirinya, yaitu Arga.Zaya hanya ingin kedamaian dan ingin ketenangan. Apalagi Arga sudah mengatakan ini adalah kali terakhirnya mereka bertemu sebagai seorang sahabat plus mantan kekasih.
“Kenapa nomornya nggak aktif, ya?”Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi, Evan begitu gelisah di perusahaannya, memikirkan wanitanya yang sejak pagi tak bisa dihubungi.Walaupun Evan tahu kalau Zaya saat ini sedang bersenang-senang di salon dan pasti tidak memedulikan ponselnya sama sekali, tapi tetap saja Evan berharap Zaya menerima panggilannya sehingga ia bisa mendengar suara wanitanya tersebut selama beberapa menit agar ia bisa lega.Rasa cintanya pada Zaya semakin hari semakin membuncah. Keposesifannya, serta rasa ingin selalu dekat dengannya, tak bisa dibendung oleh Evan dan itu membuatnya gelisah. Sejak tadi ia membolak-balik dokumen yang harus di-review terkait proyek-proyek masuk, tapi tetap tidak tetap tidak bisa menyelesaikannya dengan tuntas. Itu karena pikiran, hati, dan jiwanya terus fokus pada Zaya sehingga tidak bisa lagi membuatnya berkonsentrasi pada pekerjaannya.“Aku susul saja dia ke mall Indah, ah! Bukankah salon yang mahal cuman ada satu di sana? Aku sungguh
Arga tak menduga kalau rencananya akan ketahuan oleh Evan. Pria itu berusaha bangkit, berniat membalas pukulan adiknya. Namun, belum sempat melakukan itu, Evan sudah kembali mengayunkan pukulannya ke perut, ke wajah serta tak ragu menendang kakak tirinya membabi buta.“Kamu benar-benar kurang ajar. Kenapa kamu tega memisahkan aku dari Zaya? Kenapa kamu berniat menodainya?” geram Evan emosi.Arga menyeka bibirnya yang berdarah akibat pukulan keras dari sang adik tiri, kemudian berusaha berdiri tegak lalu menatap tajam pada Evan.“Apa maksud kamu?”“Tidak usah mengelak!” hardik Evan garang. “Kamu bersekongkol dengan Mira untuk memisahkanku dari Zaya. Aku sudah tahu semuanya.” Kembali, Evan mengayunkan tangannya. Kali ini, Arga tidak tinggal diam. Pria itu pun ikut menangkis semua serangan dari sang adik tiri, kemudian berusaha membalas. Alhasil, Evan mendapatkan sebuah pukulan telak di pipi dan bibirnya yang langsung mengeluarkan darah.“Seharusnya aku yang marah padamu. Kamu merebut
Zaya mulai meraih kesadarannya kembali di mana ia mulai mengerjapkan matanya. Sebelum matanya terbuka, tiba-tiba kilasan di mana dirinya berada bersama Arga terputar dan itu membuatnya takut.Yang ia pikirkan adalah saat ini ia berada di ruangan dengan Arga. Hatinya dirundung kecemasan. Zaya langsung membuka matanya lalu memeriksa tubuhnya sendiri. Hatinya begitu lega ketika melihat pakaiannya masih utuh. Namun, debaran di jantungnya belum bisa berhenti karena ia yakin saat ini ia berada di sebuah hotel.Wanita berparas cantik itu lalu mengedarkan pandangannya dan pandangannya terhenti ketika ia melihat di sofa yang ada di kamar itu ada beberapa orang yang sedang duduk berbincang-bincang. Sontak, itu membuatnya berteriak.“Siapa kalian?” Jeritan suara Zaya langsung membuat Evan yang berada di antara dua orang petugas pencatat pernikahan langsung menghambur ke arah Zaya, setelah sebelumnya menoleh pada dua petugas tersebut, meminta mereka untuk menunggu.“Mohon tunggu sebentar, saya ak
“Lepaskan aku, Ma! Aku mau menemui Zaya. Aku harus menjadikannya milikku.”Arga terus berontak, minta dilepaskan karena saat ini pria itu sedang dikurung oleh Nadia, sang mama di sebuah ruangan dengan sebuah jendela kaca untuk memantau Arga dari luar.Nadia pilu melihat putra tirinya yang sejak tadi menjerit histeris di dalam sana. Air matanya tanpa bisa ditahan meluncur deras di pipi.“Gimana ini, Tante? Apa tak sebaiknya kita bawa ke kantor polisi saja? Biar bagaimana pun, Arga telah melakukan perbuatan kriminal. Dia harus diberi efek jera, Tan.”Dimas membujuk Nadia untuk menyerahkan Arga ke pihak berwajib karena yang dilakukan pria itu benar-benar keji. Tega-teganya Arga membuat dua orang menderita, berpisah lalu2Nadia menyeka air matanya sambil terus menatap putra tirinya yang tengah meraung, menangis, dan meratap di dalam sana. Bagaimana mungkin ia tega menjebloskan putra suaminya yang telah ia anggap sebagai anak sendiri. Meski memang mungkin perhatian dan kasih sayangnya sedi
Evan menatap Zaya penuh cinta saat wanita cantik itu selesai menandatangani berkas-berkas pernikahan dengannya. Rasanya tak percaya, bisa mendapatkan wanita cantik ini kembali.Setelah semua urusan selesai, petugas yang menikahkan Evan dan Zaya pun pamit, meninggalkan pasangan pengantin yang terus saling bertukar pandang.“Aku tak pernah menyangka pernikahan kita akan dilangsungkan secepat ini walaupun aku sebenarnya masih benar-benar geram dan kesal pada Arga. Aku tidak bisa membayangkan kalau dia sampai berhasil menyentuh kamu tadi, Sayang.”Zaya menghela napas panjang, kemudian seketika merinding ketika membayangkan dirinya disentuh oleh Arga. Hingga detik ini, ia belum percaya kalau laki-laki yang ia percayai bisa melakukan hal keji seperti itu padanya. Namun, setelah ia pikir lagi, Arga melakukan itu pasti karena terlalu cinta padanya. Lelaki itu marah karena ia lebih memilih Evan kembali dibanding dirinya yang sepertinya sudah berusaha sekuat tenaga sejak awal perceraian hingga