“Kenapa nomornya nggak aktif, ya?”Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi, Evan begitu gelisah di perusahaannya, memikirkan wanitanya yang sejak pagi tak bisa dihubungi.Walaupun Evan tahu kalau Zaya saat ini sedang bersenang-senang di salon dan pasti tidak memedulikan ponselnya sama sekali, tapi tetap saja Evan berharap Zaya menerima panggilannya sehingga ia bisa mendengar suara wanitanya tersebut selama beberapa menit agar ia bisa lega.Rasa cintanya pada Zaya semakin hari semakin membuncah. Keposesifannya, serta rasa ingin selalu dekat dengannya, tak bisa dibendung oleh Evan dan itu membuatnya gelisah. Sejak tadi ia membolak-balik dokumen yang harus di-review terkait proyek-proyek masuk, tapi tetap tidak tetap tidak bisa menyelesaikannya dengan tuntas. Itu karena pikiran, hati, dan jiwanya terus fokus pada Zaya sehingga tidak bisa lagi membuatnya berkonsentrasi pada pekerjaannya.“Aku susul saja dia ke mall Indah, ah! Bukankah salon yang mahal cuman ada satu di sana? Aku sungguh
Arga tak menduga kalau rencananya akan ketahuan oleh Evan. Pria itu berusaha bangkit, berniat membalas pukulan adiknya. Namun, belum sempat melakukan itu, Evan sudah kembali mengayunkan pukulannya ke perut, ke wajah serta tak ragu menendang kakak tirinya membabi buta.“Kamu benar-benar kurang ajar. Kenapa kamu tega memisahkan aku dari Zaya? Kenapa kamu berniat menodainya?” geram Evan emosi.Arga menyeka bibirnya yang berdarah akibat pukulan keras dari sang adik tiri, kemudian berusaha berdiri tegak lalu menatap tajam pada Evan.“Apa maksud kamu?”“Tidak usah mengelak!” hardik Evan garang. “Kamu bersekongkol dengan Mira untuk memisahkanku dari Zaya. Aku sudah tahu semuanya.” Kembali, Evan mengayunkan tangannya. Kali ini, Arga tidak tinggal diam. Pria itu pun ikut menangkis semua serangan dari sang adik tiri, kemudian berusaha membalas. Alhasil, Evan mendapatkan sebuah pukulan telak di pipi dan bibirnya yang langsung mengeluarkan darah.“Seharusnya aku yang marah padamu. Kamu merebut
Zaya mulai meraih kesadarannya kembali di mana ia mulai mengerjapkan matanya. Sebelum matanya terbuka, tiba-tiba kilasan di mana dirinya berada bersama Arga terputar dan itu membuatnya takut.Yang ia pikirkan adalah saat ini ia berada di ruangan dengan Arga. Hatinya dirundung kecemasan. Zaya langsung membuka matanya lalu memeriksa tubuhnya sendiri. Hatinya begitu lega ketika melihat pakaiannya masih utuh. Namun, debaran di jantungnya belum bisa berhenti karena ia yakin saat ini ia berada di sebuah hotel.Wanita berparas cantik itu lalu mengedarkan pandangannya dan pandangannya terhenti ketika ia melihat di sofa yang ada di kamar itu ada beberapa orang yang sedang duduk berbincang-bincang. Sontak, itu membuatnya berteriak.“Siapa kalian?” Jeritan suara Zaya langsung membuat Evan yang berada di antara dua orang petugas pencatat pernikahan langsung menghambur ke arah Zaya, setelah sebelumnya menoleh pada dua petugas tersebut, meminta mereka untuk menunggu.“Mohon tunggu sebentar, saya ak
“Lepaskan aku, Ma! Aku mau menemui Zaya. Aku harus menjadikannya milikku.”Arga terus berontak, minta dilepaskan karena saat ini pria itu sedang dikurung oleh Nadia, sang mama di sebuah ruangan dengan sebuah jendela kaca untuk memantau Arga dari luar.Nadia pilu melihat putra tirinya yang sejak tadi menjerit histeris di dalam sana. Air matanya tanpa bisa ditahan meluncur deras di pipi.“Gimana ini, Tante? Apa tak sebaiknya kita bawa ke kantor polisi saja? Biar bagaimana pun, Arga telah melakukan perbuatan kriminal. Dia harus diberi efek jera, Tan.”Dimas membujuk Nadia untuk menyerahkan Arga ke pihak berwajib karena yang dilakukan pria itu benar-benar keji. Tega-teganya Arga membuat dua orang menderita, berpisah lalu2Nadia menyeka air matanya sambil terus menatap putra tirinya yang tengah meraung, menangis, dan meratap di dalam sana. Bagaimana mungkin ia tega menjebloskan putra suaminya yang telah ia anggap sebagai anak sendiri. Meski memang mungkin perhatian dan kasih sayangnya sedi
Evan menatap Zaya penuh cinta saat wanita cantik itu selesai menandatangani berkas-berkas pernikahan dengannya. Rasanya tak percaya, bisa mendapatkan wanita cantik ini kembali.Setelah semua urusan selesai, petugas yang menikahkan Evan dan Zaya pun pamit, meninggalkan pasangan pengantin yang terus saling bertukar pandang.“Aku tak pernah menyangka pernikahan kita akan dilangsungkan secepat ini walaupun aku sebenarnya masih benar-benar geram dan kesal pada Arga. Aku tidak bisa membayangkan kalau dia sampai berhasil menyentuh kamu tadi, Sayang.”Zaya menghela napas panjang, kemudian seketika merinding ketika membayangkan dirinya disentuh oleh Arga. Hingga detik ini, ia belum percaya kalau laki-laki yang ia percayai bisa melakukan hal keji seperti itu padanya. Namun, setelah ia pikir lagi, Arga melakukan itu pasti karena terlalu cinta padanya. Lelaki itu marah karena ia lebih memilih Evan kembali dibanding dirinya yang sepertinya sudah berusaha sekuat tenaga sejak awal perceraian hingga
“Kalian, kok, aneh?”Suara Gea menyapa pendengaran Zaya ketika ia dan suaminya tiba di kediaman sahabat cantiknya tersebut. Wanita berambut pendek itu pasti sangat kebingungan melihat betapa mesranya dirinya dan sang suami yang saat ini bergandengan pinggang masuk ke dalam rumah dan itu membuat Zaya terkikik geli.“Emangnya kami kenapa?” ucap Zaya balik bertanya.Gea menatap Zaya dan Evan secara bergantian dengan sorot curiga. “Aura kalian berbeda. Gimana, ya, bilangnya ...? Entahlah.” Gadis cantik itu terlihat bingung mendeskripsikan apa yang ia lihat. “Ngomong-ngomong, kamu jadi ke salon, jadi jalan-jalan? Ini masih pagi, tapi kok kalian sudah ada di sini?”Gea kemudian menoleh pada Evan. “Kamu kok udah sama-sama Zaya pagi ini? Kamu enggak kerja?”Zaya menoleh pada sang suami, kemudian bertukar senyum dan itu membuat Gea keki.“Kenapa malah senyum-senyum kayak gitu? Jawab dong pertanyaanku!”Zaya tergelak renyah, merasa geli melihat sewotnya sang sahabat. “Ya, makanya suruh kami ma
Zaya tersenyum pada Gea lalu menjelaskan keinginannya.“Kayaknya nggak perlu resepsi, deh. Evan juga belum mengumumkan kalau dia sudah bercerai dariku. Yang tahu hanya Mira.”“Ah, gitu! Apa Dimas sudah membekuk Mira?” tanya Gea penasaran. “Apa bisa menjebloskannya ke penjara dengan kasus yang sekarang sedang menimpa Arga? Tapi 'kan, tidak ada korbannya?”Evan segera menengahi. “Itu urusan Dimas. Dia pasti sudah menemukan bukti-bukti lain atas kejahatan Mira. Wanita itu bukan hanya jahat padaku saja, tapi juga sudah mencelakai orang-orang lain yang akan menjadi korbannya. Tidak usah membahas itu dulu karena sekarang kami ingin bicara sesuatu pada kamu.”Zaya langsung menyambung kalimat suaminya. “Makasih banyak, ya, sudah membiarkan aku tinggal di sini, Gea. Aku sungguh bersyukur mendapat sahabat yang baik sepertimu sehingga aku tidak luntang-lantung di jalan saat aku kabur dari rumah Evan. Hari ini, aku akan ikut suamiku.”Gadis berambut pendek itu mengernyitkan kedua alisnya. “Maksud
“Wah, rumahnya bagus, Sayang!” Zaya berdecak takjub saat ia digandeng suaminya memasuki rumah baru mereka yang luar biasa megah seusai mengemasi barang-barangnya dari rumah Gea. Rumah bergaya Eropa yang lokasinya sangat dekat dengan perusahaan itu akan sangat memudahkan Zaya dan Evan pergi bekerja agak siang karena mereka berdua tak akan pernah terlambat pergi ke perusahaan.“Kamu suka rumahnya, Sayang?” tanya Evan, mengajak sang istri masuk lalu menemaninya berkeliling dan menunjukkan detail interior yang menawan.Zaya menganggukkan kepalanya, terus mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan tak hentinya merasa takjub. Bagaimana tidak, rumah yang akan menjadi huniannya yang baru dengan Evan jauh lebih besar dibandingkan rumah lama. Interior, eksterior, serta model rumahnya juga begitu elegan, persis rumah-rumah sultan di mana ada dua pilar besar di teras depan yang terhubung dengan sebuah balkon utama yang mengarah ke arah halaman depan dan ketika masuk, Zaya pun disambut sebuah ta