Tak ada yang bisa Evan lakukan ketika mendengar perkataan Zaya yang begitu menggebu-gebu barusan. Luka di hati Zaya begitu besar dan semua itu karena dirinya. Sudah sewajarnya, ia menuruti semua kata-kata istrinya agar istrinya bisa bahagia.Evan tidak ingin berdebat lagi dengan wanita yang sangat ia cintai. Ia buru-buru tersenyum sambil memegang tangan wanita yang akan ia peristri kembali lalu mengutarakan semua persetujuannya.“Baiklah, kamu jangan marah-marah gitu lagi, ya! Jangan buat aku takut! Aku akan melakukan semua yang kamu katakan. Aku akan memendam semua keinginanku dan semua kegilaanku untuk selalu berduaan denganmu, jika itu yang terbaik untukmu. Yang paling penting adalah kamu mau kembali padaku. Aku tidak akan pernah memaksakan kehendakku lagi, Sayang. Maafin aku, ya!”Zaya kembali menghela napas panjang. Ia tahu kalau ia sangat berlebihan. Namun, Zaya tidak bisa melakukan apa-apa. Luka yang ditorehkan oleh Evan memang begitu membekas. Antisipasinya agar kejadian yang
Senyuman yang begitu indah seketika terbit di wajah Nadia kala melihat putranya membawa Zaya, putri yang sangat ia cintai ke rumah. Awalnya, Nadia heran putranya pulang, padahal hari masih begitu pagi. Kenapa sang putra tidak bekerja?Namun, ketika ia melihat Evan menggandeng Zaya turun dari mobil, seketika hatinya gembira. Ia buru-buru keluar menyambut putra dan mantan menantu yang sudah ia anggap putri sendiri dengan senyuman indahnya.“Mimpi apa Mama semalam hingga kamu bisa datang ke sini pagi-pagi begini, Za!” seru Nadia langsung memeluk Zaya, mengabaikan Evan yang saat ini tersenyum bahagia, terlihat begitu senang dan gembira karena bisa membuat sang mama tersenyum kembali.“Ma, lupa sama anak sendiri, ya?” sindir Evan.Nadia mengurai pelukannya, kemudian menoleh pada sang putra.“Untuk apa Mama pedulikan kamu? Kan, kamu juga tinggal di sini dan Mama juga sering ketemu kamu? Kalau sama Zaya Mama jarang ketemu. Mama bener-bener kangen sama putri Mama.”Evan tersenyum riang pada s
“Kurang ajar! Ini tidak bisa dibiarkan. Mereka berdua benar-benar akan rujuk. Bagaimana ini? Sia-sia saja semua perjuanganku selama ini kalau begini caranya.”Tangan Arga mengepal geram di dalam mobilnya sambil menatap ke arah rumah sang mama di mana sang adik tiri baru saja keluar mengantar wanita yang sangat ia cintai masuk ke dalam rumah. Itu artinya Evan benar-benar serius akan kembali rujuk dengan Zaya sehingga tak ragu mengajaknya menemui sang mama.Pasti Zaya sedang berbincang-bincang dengan mamanya terkait pesta pernikahan yang kembali akan digelar. Hati Arga benar-benar sakit. Haruskah ia dua kali kehilangan wanita yang sama oleh laki-laki yang sama, yaitu adik tirinya sendiri? Sampai mati pun ia tidak rela. Cukup satu kali, ia kehilangan kesempatan untuk mendapatkan Zaya yang masih suci dan murni.Cintanya pada Zaya, membuatnya tidak mempermasalahkan masa lalu wanita itu meskipun hatinya sakit saat membayangkan wanita yang ia cintai menghabiskan malam-malam panasnya bersama
“Za, kamu dari mana aja? Aku cemas, tahu nggak?”Suara Gea menggema di ruang tamu sesaat Zaya membuka pintu, sepulangnya dari rumah wanita yang akan kembali menjadi mama mertuanya. Wanita itu tersenyum geli saat melihat raut cemas sahabatnya yang langsung menanyakan apa yang terjadi padanya.Pasti Gea bingung saat melihat mobilnya diantar pagi-pagi buta, sedang dirinya tak ikut pulang. Kemungkinan Gea mengira terjadi hal buruk padanya. Zaya baru saja akan menjawab pertanyaan sang sahabat, tapi tak sempat karena Evan yang baru menyusulnya masuk ke dalam rumah telah lebih dahulu menjawab pertanyaan wanita berambut pendek itu.“Dia bersamaku, Gea. Aku mengajaknya ke rumah mama dan aku juga yang meminta mobilnya dibawa ke sini karena ke depannya aku yang akan mengantar dan menjemput Zaya ke mana-mana.” Evan langsung mendekati Zaya lalu tersenyum padanya. “Aku sudah membantumu menjawab pertanyaan sahabatmu, Sayang.”Zaya balas tersenyum lalu melirik pada Gea yang terlihat kaget melihat keb
“Sayang, aku nggak bisa tidur kalau nggak ada kamu.”Zaya yang saat ini tengah berbaring di tempat tidur sambil memegangi ponselnya saat Evan menghubunginya via video call, sontak tertawa geli mendengar rengekan lelaki yang akan kembali jadi suaminya itu.“Jangan membual! Selama kita berpisah beberapa bulan, kamu bisa tidur nyenyak, tuh.”“Siapa bilang? Aku beneran nggak nyenyak tidur, Sayang. Aku selalu memikirkan kamu. Aku juga terkadang mabuk-mabukan di rumah.”Zaya sontak cemberut. “Isshh, kebiasaan, ya! Kalau punya masalah selalu larinya ke minuman.”“Aku bahkan berniat mabuk sampai mati, apalagi kalau kamu sampai tidak mau balikan sama aku.”“Dasar!” omel Zaya kesal, sementara d layar ponsel, Evan terlihat menahan tawa.“Tapi aku bersyukur kamu mau menerimaku kembali. Setidaknya aku tidak keburu mati karena minuman keras.”Zaya tak suka mendengar Evan bicara seolah kematian adalah hal biasa. “Jangan ulangi lagi! Ada atau tidak adanya aku, kamu tetap harus menjaga kesehatan kamu s
“Jam berapa kamu mau berangkat, Za?”Gea yang sudah tampil cantik dengan balutan blazer coklat muda, berdiri di depan pintu kamar Zaya, bertanya soal rencana sang sahabat yang akan bersenang-senang pagi ini.“Sekitar jam 08.00 nanti. Salon ‘kan belum buka kalau kepagian, Gea?” sahut Zaya beranjak dari meja rias di kamarnya.Wanita cantik itu pun sudah berdandan cantik, bersiap akan berangkat ke salon dan mall pagi hingga menjelang siang nanti.“Aku iri,” ucap Gea cemberut. “Coba aku off hari ini, pasti aku akan ikut kamu, Za. Kita udah lama nggak hang out berdua.”Zaya menggandeng tangan sang sahabat lalu mengajaknya ke meja makan. “Nanti pas kamu off, kita jalan-jalan. Jangan sedih gitu, dong!”Gea tersenyum lalu membantu Zaya duduk di meja makan. “Janji, ya!”“Iya,” sahut Zaya. Wanita itu heran melihat sang sahabat yang tidak duduk sarapan bersamanya. “Kamu nggak sarapan?”Gea menggelengkan kepalanya. “Aku udah makan tadi saat kamu mandi. Kamu aja yang sarapan, Za. Aku mau pergi seka
Zaya dan Arga saat ini sudah berada di sebuah restoran di pinggir pantai. Pemandangannya sungguh begitu indah dipandang mata. Angin sepoi-sepoi berhembus meniup rambut serta kulit tubuh Zaya dan itu memberikan perasaan yang begitu menyenangkan. Semuanya terasa damai. Tak salah kalau hotel ini menjadi terkenal di kotanya karena pemandangan yang disuguhkan begitu indah.Tak hanya para tamu yang menginap di hotel tersebut yang bisa menikmati pemandangan pantai indah ini, tapi semua customer yang makan di restoran pun bisa menikmatinya. Zaya sesungguhnya mengambil resiko yang cukup besar menerima ajakan Arga tanpa sepengetahuan Evan. Bukan tanpa alasan Zaya menyembunyikan semua ini dari Evan. Itu karena ia tidak mau laki-laki yang akan kembali menjadi suaminya itu akan bertengkar kembali dengan saudara tirinya, yaitu Arga.Zaya hanya ingin kedamaian dan ingin ketenangan. Apalagi Arga sudah mengatakan ini adalah kali terakhirnya mereka bertemu sebagai seorang sahabat plus mantan kekasih.
“Kenapa nomornya nggak aktif, ya?”Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi, Evan begitu gelisah di perusahaannya, memikirkan wanitanya yang sejak pagi tak bisa dihubungi.Walaupun Evan tahu kalau Zaya saat ini sedang bersenang-senang di salon dan pasti tidak memedulikan ponselnya sama sekali, tapi tetap saja Evan berharap Zaya menerima panggilannya sehingga ia bisa mendengar suara wanitanya tersebut selama beberapa menit agar ia bisa lega.Rasa cintanya pada Zaya semakin hari semakin membuncah. Keposesifannya, serta rasa ingin selalu dekat dengannya, tak bisa dibendung oleh Evan dan itu membuatnya gelisah. Sejak tadi ia membolak-balik dokumen yang harus di-review terkait proyek-proyek masuk, tapi tetap tidak tetap tidak bisa menyelesaikannya dengan tuntas. Itu karena pikiran, hati, dan jiwanya terus fokus pada Zaya sehingga tidak bisa lagi membuatnya berkonsentrasi pada pekerjaannya.“Aku susul saja dia ke mall Indah, ah! Bukankah salon yang mahal cuman ada satu di sana? Aku sungguh