Arga tak bisa menutupi rasa kecewanya. Sorot kesedihan juga terpancar jelas di matanya. Tak pernah ia duga, perjuangannya selama ini untuk memikat Zaya berujung sia-sia.Ia sampai menahan diri untuk tidak agresif, semata-mata untuk membuat Zaya kagum padanya agar wanita yang ia gilai itu bisa pelan-pelan menumbuhkan cinta di hatinya untuknya seperti dulu.“Apa kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan, Za? Adik tiriku itu telah mengkhianatimu. Apa kamu tak berpikir dia akan kembali melakukan hal yang sama?”Zaya tahu Arga pasti tak akan mudah menerima kenyataan ini. Terlihat jelas, atasannya itu berniat menghasutnya. Namun, Zaya tak ambil pusing karena ia tahu, lelaki itu hanya sedang terluka karena keputusannya. Ia tahu, Arga adalah lelaki yang sangat baik. Karena itu, ia tak mau semakin lama menyakiti Arga.Sepertinya ia harus mengambil keputusan cepat. Zaya tiba-tiba bertekad akan berhenti dari hotel sekarang juga. Selain tak ingin menyakiti mantan kekasihnya, Zaya juga khawatir Arga
Hati Evan benar-benar gembira. Ia sungguh tidak menyangka kalau wanita yang akan ia peristri kembali memutuskan untuk berhenti saat itu juga dari hotel kakak tirinya. Mendapat pesan dari Zaya, begitu membuatnya bahagia. Bagaimana tidak, nomornya yang sudah lama diblokir oleh mantan istrinya tersebut kini dihubungi Zaya kembali. Evan berlonjak gembira. Padahal, ia baru saja akan masuk ke dalam kantornya saat tiba-tiba mendapatkan pesan dari Zaya untuk meminta dijemput karena wanitanya itu mendadak berhenti dari hotel. Pasti terjadi sesuatu antara kakak tirinya dan Zaya. Kemungkinan mereka bertengkar hebat atau mungkin lebih parah dari itu. Bisa Evan tebak, tampaknya Arga marah akan keputusan Zaya yang ingin kembali rujuk dengannya.Tanpa membuang waktu, Evan segera mengemudikan mobilnya kembali ke hotel kakak tirinya dan benar saja, ia mendapati wanitanya tengah berdiri di parkiran hotel. Lelaki tampan itu buru-buru turun lalu mendekati Zaya.“Kamu enggak apa-apa, kan, Sayang?”Zaya m
Tak ada yang bisa Evan lakukan ketika mendengar perkataan Zaya yang begitu menggebu-gebu barusan. Luka di hati Zaya begitu besar dan semua itu karena dirinya. Sudah sewajarnya, ia menuruti semua kata-kata istrinya agar istrinya bisa bahagia.Evan tidak ingin berdebat lagi dengan wanita yang sangat ia cintai. Ia buru-buru tersenyum sambil memegang tangan wanita yang akan ia peristri kembali lalu mengutarakan semua persetujuannya.“Baiklah, kamu jangan marah-marah gitu lagi, ya! Jangan buat aku takut! Aku akan melakukan semua yang kamu katakan. Aku akan memendam semua keinginanku dan semua kegilaanku untuk selalu berduaan denganmu, jika itu yang terbaik untukmu. Yang paling penting adalah kamu mau kembali padaku. Aku tidak akan pernah memaksakan kehendakku lagi, Sayang. Maafin aku, ya!”Zaya kembali menghela napas panjang. Ia tahu kalau ia sangat berlebihan. Namun, Zaya tidak bisa melakukan apa-apa. Luka yang ditorehkan oleh Evan memang begitu membekas. Antisipasinya agar kejadian yang
Senyuman yang begitu indah seketika terbit di wajah Nadia kala melihat putranya membawa Zaya, putri yang sangat ia cintai ke rumah. Awalnya, Nadia heran putranya pulang, padahal hari masih begitu pagi. Kenapa sang putra tidak bekerja?Namun, ketika ia melihat Evan menggandeng Zaya turun dari mobil, seketika hatinya gembira. Ia buru-buru keluar menyambut putra dan mantan menantu yang sudah ia anggap putri sendiri dengan senyuman indahnya.“Mimpi apa Mama semalam hingga kamu bisa datang ke sini pagi-pagi begini, Za!” seru Nadia langsung memeluk Zaya, mengabaikan Evan yang saat ini tersenyum bahagia, terlihat begitu senang dan gembira karena bisa membuat sang mama tersenyum kembali.“Ma, lupa sama anak sendiri, ya?” sindir Evan.Nadia mengurai pelukannya, kemudian menoleh pada sang putra.“Untuk apa Mama pedulikan kamu? Kan, kamu juga tinggal di sini dan Mama juga sering ketemu kamu? Kalau sama Zaya Mama jarang ketemu. Mama bener-bener kangen sama putri Mama.”Evan tersenyum riang pada s
“Kurang ajar! Ini tidak bisa dibiarkan. Mereka berdua benar-benar akan rujuk. Bagaimana ini? Sia-sia saja semua perjuanganku selama ini kalau begini caranya.”Tangan Arga mengepal geram di dalam mobilnya sambil menatap ke arah rumah sang mama di mana sang adik tiri baru saja keluar mengantar wanita yang sangat ia cintai masuk ke dalam rumah. Itu artinya Evan benar-benar serius akan kembali rujuk dengan Zaya sehingga tak ragu mengajaknya menemui sang mama.Pasti Zaya sedang berbincang-bincang dengan mamanya terkait pesta pernikahan yang kembali akan digelar. Hati Arga benar-benar sakit. Haruskah ia dua kali kehilangan wanita yang sama oleh laki-laki yang sama, yaitu adik tirinya sendiri? Sampai mati pun ia tidak rela. Cukup satu kali, ia kehilangan kesempatan untuk mendapatkan Zaya yang masih suci dan murni.Cintanya pada Zaya, membuatnya tidak mempermasalahkan masa lalu wanita itu meskipun hatinya sakit saat membayangkan wanita yang ia cintai menghabiskan malam-malam panasnya bersama
“Za, kamu dari mana aja? Aku cemas, tahu nggak?”Suara Gea menggema di ruang tamu sesaat Zaya membuka pintu, sepulangnya dari rumah wanita yang akan kembali menjadi mama mertuanya. Wanita itu tersenyum geli saat melihat raut cemas sahabatnya yang langsung menanyakan apa yang terjadi padanya.Pasti Gea bingung saat melihat mobilnya diantar pagi-pagi buta, sedang dirinya tak ikut pulang. Kemungkinan Gea mengira terjadi hal buruk padanya. Zaya baru saja akan menjawab pertanyaan sang sahabat, tapi tak sempat karena Evan yang baru menyusulnya masuk ke dalam rumah telah lebih dahulu menjawab pertanyaan wanita berambut pendek itu.“Dia bersamaku, Gea. Aku mengajaknya ke rumah mama dan aku juga yang meminta mobilnya dibawa ke sini karena ke depannya aku yang akan mengantar dan menjemput Zaya ke mana-mana.” Evan langsung mendekati Zaya lalu tersenyum padanya. “Aku sudah membantumu menjawab pertanyaan sahabatmu, Sayang.”Zaya balas tersenyum lalu melirik pada Gea yang terlihat kaget melihat keb
“Sayang, aku nggak bisa tidur kalau nggak ada kamu.”Zaya yang saat ini tengah berbaring di tempat tidur sambil memegangi ponselnya saat Evan menghubunginya via video call, sontak tertawa geli mendengar rengekan lelaki yang akan kembali jadi suaminya itu.“Jangan membual! Selama kita berpisah beberapa bulan, kamu bisa tidur nyenyak, tuh.”“Siapa bilang? Aku beneran nggak nyenyak tidur, Sayang. Aku selalu memikirkan kamu. Aku juga terkadang mabuk-mabukan di rumah.”Zaya sontak cemberut. “Isshh, kebiasaan, ya! Kalau punya masalah selalu larinya ke minuman.”“Aku bahkan berniat mabuk sampai mati, apalagi kalau kamu sampai tidak mau balikan sama aku.”“Dasar!” omel Zaya kesal, sementara d layar ponsel, Evan terlihat menahan tawa.“Tapi aku bersyukur kamu mau menerimaku kembali. Setidaknya aku tidak keburu mati karena minuman keras.”Zaya tak suka mendengar Evan bicara seolah kematian adalah hal biasa. “Jangan ulangi lagi! Ada atau tidak adanya aku, kamu tetap harus menjaga kesehatan kamu s
“Jam berapa kamu mau berangkat, Za?”Gea yang sudah tampil cantik dengan balutan blazer coklat muda, berdiri di depan pintu kamar Zaya, bertanya soal rencana sang sahabat yang akan bersenang-senang pagi ini.“Sekitar jam 08.00 nanti. Salon ‘kan belum buka kalau kepagian, Gea?” sahut Zaya beranjak dari meja rias di kamarnya.Wanita cantik itu pun sudah berdandan cantik, bersiap akan berangkat ke salon dan mall pagi hingga menjelang siang nanti.“Aku iri,” ucap Gea cemberut. “Coba aku off hari ini, pasti aku akan ikut kamu, Za. Kita udah lama nggak hang out berdua.”Zaya menggandeng tangan sang sahabat lalu mengajaknya ke meja makan. “Nanti pas kamu off, kita jalan-jalan. Jangan sedih gitu, dong!”Gea tersenyum lalu membantu Zaya duduk di meja makan. “Janji, ya!”“Iya,” sahut Zaya. Wanita itu heran melihat sang sahabat yang tidak duduk sarapan bersamanya. “Kamu nggak sarapan?”Gea menggelengkan kepalanya. “Aku udah makan tadi saat kamu mandi. Kamu aja yang sarapan, Za. Aku mau pergi seka