Saat keadaan di luar sedang kacau. Pada saat ini, keadaan di dalam ruangan inspektur polisi malah sangat tenang."Pak Tomy, bagaimana? Apa bocah itu sudah sepakat?" Willy yang baru saja duduk, sudah tidak sabar untuk bertanya."Tidak penting apakah dia sepakat atau tidak. Lagi pula, tahanan yang jatuh ke tanganku, pada akhirnya akan menyerah." Tomy mengisap cerutunya dengan ekspresi santai."Ada Pak Tomy yang turun tangan, tentu saja tidak ada masalah. Tapi, daripada menunggu, lebih baik Anda segera bertindak," kata Willy."Kenapa? Apa perlu kamu yang mengajariku?" Tomy menatap dengan tatapan yang dingin."Tidak berani. Yang paling penting adalah ada yang mendukung bocah itu. Kalau tidak segera dibereskan, aku takut akan bermasalah," kata Willy dengan buru-buru sambil tersenyum."Tidak mungkin ada masalah apa-apa, aku hanya menjalani tugasku. Selain itu, siapa yang berani menyinggungku di wilayahku?" kata Tomy dengan tenang."Tentu saja. Pak Tomy, Anda adalah menantu Wali Kota, siapa y
Di dalam sel yang gelap, Luther dan Ariana saling berdampingan, merasakan suhu tubuh masing-masing. Dari awal pernikahan hingga perceraian mereka, kedua orang jarang memiliki momen yang begitu tenang. Seketika, keduanya tidak tahu harus bagaimana membuka pembicaraan."Menurutmu, apakah kita akan mati di sini hari ini?" Akhirnya, Ariana bersuara untuk memecahkan keheningan.Lingkungan sekitar yang gelap dan dingin memberinya perasaan tertekan. Ditambah lagi dengan kehadiran Tomy yang menakutkan, membuat Ariana merasakan perasaan aneh di hatinya."Jangan pikirkan hal-hal negatif, kita pasti bisa keluar dengan selamat," hibur Luther."Seandainya kita nggak bisa keluar, apa kamu punya keinginan terakhir?" Ariana bertanya dengan nada lembut."Nggak akan ada kemungkinan seperti itu. Kalau ada masalah, kita bisa membicarakannya setelah keluar nanti," jawab Luther."Orang yang kita lawan adalah Tuan Wirawan, dengan koneksi dan kemampuan yang dimilikinya, sangat mudah baginya untuk menghadapi k
Luther mengangkat kakinya dan melayangkan sebuah tendangan. Seorang pria kekar yang tergeletak di lantai langsung terlempar dan menabrak tubuh Tomy dengan keras. Tomy meraung kesakitan dan langsung terjatuh ke lantai."Sudah kuperingatkan, jangan sentuh dia." Luther mendekat perlahan-lahan, dengan sorot mata yang dingin dan tak acuh."Sialan! Tempat ini adalah penjara, sebaiknya kamu jangan berbuat onar!" ancam Tomy sambil bergerak mundur."Memangnya kenapa kalau aku berbuat onar?" Luther tertawa sinis, lalu menginjak tangan Tomy hingga patah."Argh!" Tomy kembali meraung kesakitan. Rasa sakit yang hebat itu membuat ekspresinya tampak sangat buruk."Luther! Berhenti sekarang juga!" teriak Ariana ketakutan dan wajahnya telah memucat. Meskipun mereka mungkin tidak bersalah, tetap saja mereka tidak akan bisa memulihkan nama baik jika mereka yang memulai perkelahian!"Sialan! Apa kamu tahu apa yang telah kamu lakukan? Kalau kamu menyerah sekarang, mungkin masih ada harapan. Kalau tidak, ka
"Berhenti!" Diikuti dengan sebuah teriakan, sekumpulan pria berjas masuk ke ruangan sambil memegang tongkat besi di tangan mereka."Siapa kalian? Berani-beraninya kalian menerobos ke kantor polisi! Apa kalian mau memberontak?" teriak Tomy.Saat ini, dia sedang marah besar dan ingin menghancurkan Luther hingga berkeping-keping. Siapa pun yang menghalanginya, akan dianggap sebagai musuh!"Pak Tomy hebat sekali ya!" Sekumpulan pria itu menyingkir ke dua sisi, lalu muncullah seorang wanita cantik dari belakang mereka dengan karisma yang sangat kuat."Bianca?" Begitu melihat wanita itu, ekspresi Tomy langsung mereda. Sorot matanya juga menjadi sangat serius."Luther, nasibmu beruntung karena pacarmu datang menyelamatkanmu." Melihat kehadiran Bianca yang begitu berwibawa, ekspresi Ariana tampak sangat rumit.Dia merasa senang, tetapi pada saat bersamaan, juga merasa penolakan terhadap wanita ini. Sebagai sesama wanita, Ariana merasa enggan menerima bantuan dari Bianca. Namun, masalahnya adal
Ketika hitungan mundurnya mencapai angka "satu", Eril langsung menarik pelatuknya tanpa ragu-ragu.Dor! Terdengar suara pistol yang ditembakkan. Peluru melesat dan melubangi telinga Tomy."Argh!" Tomy berteriak kesakitan. Sambil memegang telinganya yang berlumuran darah, dia terus-menerus berteriak, "Kamu sudah gila! Berani-beraninya kamu menembakku?"Awalnya, Tomy mengira Eril hanya menakut-nakutinya. Tak disangka, Eril benar-benar serius dengan perkataannya."Tembakan selanjutnya bukan lagi di telingamu." Eril mengubah arah laras pistolnya dan berkata dengan nada dingin, "Aku tanya untuk terakhir kalinya, kamu mau melepaskannya atau tidak?""Kamu ...!" Saat ini, sekujur tubuh Tomy telah gemetaran. Dia benar-benar takut bahwa Eril akan membunuhnya.Di saat dia masih merasa ragu-ragu, tiba-tiba terdengar sebuah suara gaduh dari luar pintu. Selanjutnya, muncul seorang pria tua yang beruban, diikuti oleh sekelompok pengawal di belakangnya."Pak Wali Kota?"Begitu melihat pria itu, seisi
"Habislah sudah ...." Ketika melihat Tomy ditangkap, wajah Willy langsung memucat.Sejak kehadiran Danu hingga ditangkapnya Tomy, semua ini terjadi begitu cepat, membuat Willy bahkan tidak sempat bereaksi. Satu-satunya hal yang bisa dipastikan adalah, melihat Danu bahkan menangkap menantunya sendiri, pria itu sudah pasti tidak akan melepaskan Willy juga.Seketika, penyelamat mereka satu-satunya malah menjadi orang yang akan menghakimi mereka. Dunia ini benar-benar ajaib!Tiba-tiba, Willy melihat ke arah Luther. Selama semua kejadian ini berlangsung, ekspresi Luther tetap terlihat tenang, seakan-akan telah meramalkan semua ini akan terjadi. Siapa sebenarnya orang ini? Kenapa dia bisa membuat Pak Danu begitu takut terhadapnya?Pak Darwo, orang seperti apa yang telah kamu singgung sebenarnya!"Bawa pergi juga semua orang ini!" Begitu Danu menurunkan perintah, para bawahannya langsung menangkap Willy dan anak buahnya.Willy dan Tomy melihat satu sama lain dengan ekspresi menyedihkan. Merek
Saat ini, di dalam sebuah vila di perkebunan. Darwo sedang berbicara dengan seorang pria muda yang berpakaian mewah. Di belakang pria itu, ada dua pengawal perempuan yang mengenakan pakaian zirah. Pengawal tersebut membawa pedang di pinggang mereka dan berdiri tegap dengan raut wajah yang sangat tidak bersahabat."Darwo, apakah Pil Emas Hitam yang kamu sebutkan benar-benar sehebat itu?" tanya pria muda itu sambil memegang segelas kopi."Tuan Michael, ini adalah pengalaman pribadi saya. Saya bisa menjamin kebenarannya!" Darwo berkata dengan yakin, "Beberapa waktu lalu, saya mengalami luka parah dan hampir saja kehilangan nyawa. Pil Emas Hitam inilah yang menyelamatkan hidup saya. Sama sekali tidak berlebihan kalau menyebut pil ini sebagai pil sakti!""Jangan hanya bicara saja tanpa bukti, di mana barangnya? Biar aku lihat terlebih dahulu." Pria tersebut perlahan-lahan mengulurkan tangannya."Berhubung Pil Emas Hitam ini sangat berharga, saat ini saya belum memiliki persediaan di tangan
"Darwo! Keluarlah dan bersiap-siap untuk mati!"Sebuah teriakan menggema di seluruh tanah perkebunan. Darwo yang baru saja keluar dari pintu, langsung naik pitam mendengar teriakan tersebut."Orang gila dari mana yang berani mengacau di tempatku?"Darwo melangkah keluar dengan aura yang sangat kuat. Namun, ketika melihat sosok Luther yang berdiri tidak jauh darinya, Darwo langsung memicingkan matanya dengan wajah terkejut."Ternyata kamu .... Bukankah kamu sudah ditangkap? Kenapa kamu bisa keluar?"Padahal Darwo sudah menyogok Tomy untuk mengurung orang ini di sel tahanan. Secara logika, kalaupun dia dilindungi oleh Bianca, Luther tetap saja tidak akan bisa keluar dari penjara."Apa kamu yang menjebakku?" tanya Luther dengan nada dingin."Kamu sudah datang ke sini, berarti kamu juga sudah punya jawabannya sendiri, bukan?" Darwo berkata sambil tersenyum tipis, "Tebakanmu benar, memang aku yang melakukan hal itu! Salahkan dirimu sendiri karena terlalu tidak tahu diri. Aku sudah memberimu