Hari ini adalah hari pertama Eddriz menjadi orang biasa. Menjadi orang seperti masyarakat pada umumnya. Padahal seumur hidup tidak penah melakukan itu sama sekali.Sebelum berangkat Raline menubah pemampilan Eddriz. Yang awalnya selalu memakai jas kebesaran, kini hanya memakai kaos disro warna biru navi dan celana pendek selutut. Memakai topi dan kaca mata hitam untuk penyamaran.Raline memakai gaun berwana pink pendek di bawah lutut. Topi bulat warna senada dengan gaun yang gerly. Ditampah kaca mata hitam yang terlihat sangat cantik dan terlihat ceria."Di mana belinya rujak itu, Sayang?" tanya Eddriz saat mulai melajukan mobilnya."Di sana taman kota, rujaknya sangat enak, Bang!"Mobil meluncur menuju taman kota yang diinginkan Raline. Yang tidak berubah hanya pengawalan ketat Bang Jack saja dalam petulangan Raline dan Eddriz kali ini. Hanya bedanya, pengawalan dilakukan dari kejauhan sesuai permintaan Raline."Abang perkir di pinggir taman yang kosong sebelah sana itu, ya!" perinta
Eddriz terpaksa memesan dan mengantri lagi untuk membeli rujak buah. Pasalnya Raline cemberut dan marah gara-gara rujak buahnya dihabiskan suami. Semakin sore rujak buah itu semangin antri membuat Eddriz kesal sendiri, tetapi tetap diredam emosinya."Ada lagi yang diinginkan selain rujak, Sayang?""Tidak, Ra maunya rujak buah saja," jawab Raline masih merajuk."Itu jualan apa, Sayang?" Eddriz mengalihkan perhatian agar tidak marah dengan menujuk pedagang yang terlihat ramai. pembelinya sebagin besar anak-anak dan remaja."Itu Abang cilok namanya.""Abang mau beli boleh, 'kan?""Terserah." Raline masih merasa kesal.Yang awalnya Eddriz melarang membeli makanan yang di pinggir jalan. Sekarang laki-laki suami Raline itu mencoba semua jajanan setelah merasakan nikmatnya cilok yang dibelinya.Eddriz membeli jajanan hampir satu deretan pedagang di taman. Sedangkan Raline hanya setia makan rujak buah dan minum es kelapa saja. Raline duduk menunggu Edrriz selesai berbelanja."Ayo pulang, Bang
Ayah Wisnu spontan memundurkan badannya. Padahal awalnya berdiri memegangi jeruji besi yang membatasi antara diri sendiri dan Ngadimin. Suara teriakan teman lama itu terdengar menciutkan nyali.Ngadimin berusaha duduk dan melihat Ayah Wisnu yang berdiri menjauh, "Kemari kamu, Wisnu!" teriaknya."Apa salahku?" tanya Ayah Wisnu pura-pura bingung."Kamu yang meyakinkan aku untuk menagih hutangmu pada Ra!"Ayah Wisnu tersenyum merasa menang karena mendengar teriakan Ngadimin. Pasalnya laki-laki yang terlihat babak belur itu menagih terlebih dahulu. Padahal perjanjian awal akan menunggu dan akan menemui berdua."Itu salah kamu sendiri, aku sudah katakan tunggu aku. Mengapa kamu mengingkari janji?" tanya Ayah Wisnu membela diri.Bang Jack tersenyum simpul mendengar dua laki-laki itu berdebat saling menyalahkan. Keduanya salah tempat jika mengusik istri kedua Eddriz. Untung ayah tiri itu tidak ada saat Ngadimin dihajar Eddriz, mungkin jika ada sudah akan menjadi bergedel seperti Ngadimin."S
Tangan Eddriz terasa kebas karena memberikan bogem mentah pada Ayah Wisnu berkali-kali. Hati terasa lega bisa melampiaskan kekesalan dan kemrahan hari ini. Tidak hanya tangan yang beraksi, kaki pun ikut unjuk gigi menendang perut sampai kaki. "Lempar dia ke luar dari sini!" Eddriz langsung meninggalkan Ayah Wisnu dan pos security begitu saja.Bang Jack memerintahkan security untuk segera mengusir Ayah Wisnu ke luar dari gerbang utama perusahaan. Laki-laki yang sudah babak belur itu berusaha berdiri dan mengangkat tangan, "Bang Jack ...?" Ayah Wisnu tidak melanjutkan ucapannya karena pandangan mata tajam Bang Jack seolah seperti pedang yang menghunus jantung."Maaf, Pak. Saya tidak bisa membantu Anda, Ini salah Anda sendiri bukankah kemarin sudah saya katakan untuk pulang ke Bandung!"Ayah Wisnu terduduk tanpa kata. Niatnya ke perusahaan agar tidak bertemu dengan pengawal pribadi itu. Kemarin sudah berjanji akan langsung pulanng ke Bandung.Bang Jack berlari untuk mengantar tuannya y
Bang Jack bertolak pinggang melihat Ayah Wisnu yang bingung. Ada rasa kesal bercampur marah pada laki-laki tua itu. Kemarin minta diantar ke stasiun berjanji akan pulang ke Bandung, tetapi sekarang masih ada di Jakarta.Semua usaha Ayah Wisnu kini gagal sudah tanpa ada celah lain lagi untuk bisa menemui Raline. Tinggal satu yang belum diusahakan, tetapi setelah bertemu dengan Shafea harapan itu pasti gagal karena Hanna pasti akan melapor juga pada bodyguard yang ada didepannya."Fea!" teriak Bang Jack."Ya, Bang!" Shafea berlari mendekati Bang Jack sambil merlirik Ayah Wisnu."Siap-saiplah, Abang antar ke kampus!""Iya, Bang."Shafea berlari kembali masuk rumah. Mengambil tas dan bergegas mengunci pintu rumah. Ayah Wisnu masih berdiri terpaku di halaman rumah Shafea."Sudah, Bang. Ayo berangkat!"Bang Jack berjanan menuju mobil sambil menggandeng Shafea. Melihat tajam pada Ayah Wisnu yang masih terbengong. Sengaja membiarkan laki-laki tua yang tidak tahu diri itu menerima akibat yang
"Habiskan saja, Abang ikhlas." Bang Jack berkata sambil memutar kemudi setir."Eee, jangan dong. Fea bukan cewek matre. Tidak mau ngabisin uang Abang yang kerja mati-matian setiap hari.""Abang kerja untuk calon istri, kita menikah saja, yok!"Shafea hanya nyengir kuda saja diajak menikah. Pasalnya baru kemarin saat jadian sudah berpesan untuk menunggu sampai kuliah selesai. Namun, sekarang sudah mengajak menikah serasa aneh dan terlalu terburu-buru."Sabar dulu, setidaknya Fea magang atau KKN. lagian Abang belum kenal Fea lama dan jangan buru-buru. Setidaknya kita harus saling mengenal pribadi masing-masing.""Abang sudah langsung yakin kok sama Fea, atau Fea hanya berniat main-main?""Eee, kagak. Fea serius dua rius malah."Abang sepuluh rius, makanya mengajak Fea menikah, biaya kuliah nanti Abang yang menangung.""Fea mendapat bea siswa, Bang. Dulu kami bertiga mendapat bia siswa yang sama dan Ra yang paing baik nilainya di antara kami."Pembicaraan sejoli itu terputus saat mobil s
Eddriz langsung memberikan kecupan hangat di dahi Raline. Berpindah ke pipi dan berakhir di bibir dengan bergerilya dengan penuh penghayatan. Cinta selalu ditunjukkan walau istri tercinta jarang memberikan nafkah batin dengan alasan hamil muda."Tidak perlu cemburu, Abang akan mengikuti semua apa yang dilarang Ra. Abang tidak berniat menghadiri undangan itu."Raline menunjukkan senyum terindah setelah Eddriz meyakinkan hati. Tiba-tiba hati merasa hangat dan tenang kembali. Tidak pernah merasakan seperti ini dulu sebelum hamil."Ra mau jalan-jalan, bosan di resort terus," katanya dengan suara manja. "Mau jalan ke mana?""Apakah boleh Ra lihat salju?""Keinginan Ra sudah terkabul, bersiaplah!""Berangkat sekarang?""Belum, tunggu Wibi dan Jack mempersiapkan terlebih dahulu."Awalnya bayangan Raline ingin melihat salju di Trans Studio. Namun Eddriz langsung membuat rencana untuk pergi ke Autralia. Kebetulan di nagara itu sedang musim dingin sekarang.Yang ingin menikmati salju hanya sat
Petugas sedang memberishkan jalan raya yang tertutup longsor salju dari atap rumah penduduk yang ada di pinggir jalan. Hal ini sering terjadi jika salju terus turun. Untungnya petugas sangat sigap menjalankan tugasnya. Terpaksa rombongan berhenti menunggu petugas bekerja. Tidak ada seorang pun diperbolehkan ke luar dari mobil saat petugas sedang bekerja. Hanya boleh melihat dari dalam mobil agar tidak terjadi kecelakaan kerja."Bang, Ra mau memegang salju itu!" pinta Raline dengan antusias."Jangan ke luar, Tuan. Saya ambilkan dari sini saja!" Bang Jack menengadah mengeluarkan tangannya menampung salju yang jatuh dari atas setlah membuka jendela kaca mobil. "Ini silakan, Nyonya. Semoga bisa mengobati rasa penasaran Anda!" Bang Jack memberikan seganggam salju dari luar jendela mobil setelah ditampung beberapa saat."Waaah, terima kasih. Cepat ambil, Bang. Ra mau memegangnya!"Raline memegang salju dengan mata berbinar. Rasa kagum dan penasaran terobati kini. dulu sama sekali tidak bi