Tangan Eddriz terasa kebas karena memberikan bogem mentah pada Ayah Wisnu berkali-kali. Hati terasa lega bisa melampiaskan kekesalan dan kemrahan hari ini. Tidak hanya tangan yang beraksi, kaki pun ikut unjuk gigi menendang perut sampai kaki. "Lempar dia ke luar dari sini!" Eddriz langsung meninggalkan Ayah Wisnu dan pos security begitu saja.Bang Jack memerintahkan security untuk segera mengusir Ayah Wisnu ke luar dari gerbang utama perusahaan. Laki-laki yang sudah babak belur itu berusaha berdiri dan mengangkat tangan, "Bang Jack ...?" Ayah Wisnu tidak melanjutkan ucapannya karena pandangan mata tajam Bang Jack seolah seperti pedang yang menghunus jantung."Maaf, Pak. Saya tidak bisa membantu Anda, Ini salah Anda sendiri bukankah kemarin sudah saya katakan untuk pulang ke Bandung!"Ayah Wisnu terduduk tanpa kata. Niatnya ke perusahaan agar tidak bertemu dengan pengawal pribadi itu. Kemarin sudah berjanji akan langsung pulanng ke Bandung.Bang Jack berlari untuk mengantar tuannya y
Bang Jack bertolak pinggang melihat Ayah Wisnu yang bingung. Ada rasa kesal bercampur marah pada laki-laki tua itu. Kemarin minta diantar ke stasiun berjanji akan pulang ke Bandung, tetapi sekarang masih ada di Jakarta.Semua usaha Ayah Wisnu kini gagal sudah tanpa ada celah lain lagi untuk bisa menemui Raline. Tinggal satu yang belum diusahakan, tetapi setelah bertemu dengan Shafea harapan itu pasti gagal karena Hanna pasti akan melapor juga pada bodyguard yang ada didepannya."Fea!" teriak Bang Jack."Ya, Bang!" Shafea berlari mendekati Bang Jack sambil merlirik Ayah Wisnu."Siap-saiplah, Abang antar ke kampus!""Iya, Bang."Shafea berlari kembali masuk rumah. Mengambil tas dan bergegas mengunci pintu rumah. Ayah Wisnu masih berdiri terpaku di halaman rumah Shafea."Sudah, Bang. Ayo berangkat!"Bang Jack berjanan menuju mobil sambil menggandeng Shafea. Melihat tajam pada Ayah Wisnu yang masih terbengong. Sengaja membiarkan laki-laki tua yang tidak tahu diri itu menerima akibat yang
"Habiskan saja, Abang ikhlas." Bang Jack berkata sambil memutar kemudi setir."Eee, jangan dong. Fea bukan cewek matre. Tidak mau ngabisin uang Abang yang kerja mati-matian setiap hari.""Abang kerja untuk calon istri, kita menikah saja, yok!"Shafea hanya nyengir kuda saja diajak menikah. Pasalnya baru kemarin saat jadian sudah berpesan untuk menunggu sampai kuliah selesai. Namun, sekarang sudah mengajak menikah serasa aneh dan terlalu terburu-buru."Sabar dulu, setidaknya Fea magang atau KKN. lagian Abang belum kenal Fea lama dan jangan buru-buru. Setidaknya kita harus saling mengenal pribadi masing-masing.""Abang sudah langsung yakin kok sama Fea, atau Fea hanya berniat main-main?""Eee, kagak. Fea serius dua rius malah."Abang sepuluh rius, makanya mengajak Fea menikah, biaya kuliah nanti Abang yang menangung.""Fea mendapat bea siswa, Bang. Dulu kami bertiga mendapat bia siswa yang sama dan Ra yang paing baik nilainya di antara kami."Pembicaraan sejoli itu terputus saat mobil s
Eddriz langsung memberikan kecupan hangat di dahi Raline. Berpindah ke pipi dan berakhir di bibir dengan bergerilya dengan penuh penghayatan. Cinta selalu ditunjukkan walau istri tercinta jarang memberikan nafkah batin dengan alasan hamil muda."Tidak perlu cemburu, Abang akan mengikuti semua apa yang dilarang Ra. Abang tidak berniat menghadiri undangan itu."Raline menunjukkan senyum terindah setelah Eddriz meyakinkan hati. Tiba-tiba hati merasa hangat dan tenang kembali. Tidak pernah merasakan seperti ini dulu sebelum hamil."Ra mau jalan-jalan, bosan di resort terus," katanya dengan suara manja. "Mau jalan ke mana?""Apakah boleh Ra lihat salju?""Keinginan Ra sudah terkabul, bersiaplah!""Berangkat sekarang?""Belum, tunggu Wibi dan Jack mempersiapkan terlebih dahulu."Awalnya bayangan Raline ingin melihat salju di Trans Studio. Namun Eddriz langsung membuat rencana untuk pergi ke Autralia. Kebetulan di nagara itu sedang musim dingin sekarang.Yang ingin menikmati salju hanya sat
Petugas sedang memberishkan jalan raya yang tertutup longsor salju dari atap rumah penduduk yang ada di pinggir jalan. Hal ini sering terjadi jika salju terus turun. Untungnya petugas sangat sigap menjalankan tugasnya. Terpaksa rombongan berhenti menunggu petugas bekerja. Tidak ada seorang pun diperbolehkan ke luar dari mobil saat petugas sedang bekerja. Hanya boleh melihat dari dalam mobil agar tidak terjadi kecelakaan kerja."Bang, Ra mau memegang salju itu!" pinta Raline dengan antusias."Jangan ke luar, Tuan. Saya ambilkan dari sini saja!" Bang Jack menengadah mengeluarkan tangannya menampung salju yang jatuh dari atas setlah membuka jendela kaca mobil. "Ini silakan, Nyonya. Semoga bisa mengobati rasa penasaran Anda!" Bang Jack memberikan seganggam salju dari luar jendela mobil setelah ditampung beberapa saat."Waaah, terima kasih. Cepat ambil, Bang. Ra mau memegangnya!"Raline memegang salju dengan mata berbinar. Rasa kagum dan penasaran terobati kini. dulu sama sekali tidak bi
Sampai pagi hari, Ralien enggan lepas dari pelukan Eddriz. Ibu hamil muda itu masih polos tanpa benang memejamkan mata dan kepala menempel di dada. Ada rasa nyaman yang tidak bisa dilukiskan yang dirasakan hati saat ini.Mulai dari kecil selalu mendamba kasih sayang ayah. Berada dalam pelukan Eddriz mendapatkan rasa itu. Sehingga tidak mempermasalahkan suami yang terpaut jauh umurnya saat ini."Sayang, ayo bangun dan mandi, sudah siang ini!" ajak Eddriz setelah satu jam yang lalu mengajak Raline bangun, tetapi Raline masih enggan beranjak keluar dari pelukan."Sudah jam berapa, Bang?" tanya Raline dengan suara serak khas baru bangun tidur."Jam sembilan."Raline memilih kembali mengeratkan pelukannya, "Dingin, Bang. Ra malas bangun.""Laah, kalau Ra terus memeluk Abang masih polos begini nanti keris tumpul Abang bangun lagi lho!""Eee, jangan. Kasihan putra Abang nanti terlalu capek.""Maka itu, ayo bangun. Semua rombongan sudah berkumpul di restoran, hanya menunggu Ra untuk sarapan!"
Untung sesaat sebelum Raline mendekat, pesan WA beralih pada tugas yang dikirim Asisten Wibi setelah undangan. Bukan takut atau tidak ingin bercerita tentang undangan yang kedua. Namun, tidak ingin Raline berpikir negatif dan cemburu yang tidak beralasan.Nama Arum sudah lama terkubur dan hilang di hati. Apalagi sekarang ini akan memiliki keturunan. Tidak ingin merusak kebahagiaan perjalanan menuju tempat permainan salju seperti yang diinginkan istri tercinta."Ra mau baca pekerjaan Abang, Ini lihatlah!""Enggak, Ra mau dipeluk sama Abang. Jangan pikir pekerjaan terus!""Baiklah, kemari!" Eddriz memeluk Raline dengan erat sambil mengecup keningnya berkal-kali.Asisten Wibi menyewa satu pondok untuk dijadikan bascamp selama di Australian Alps. Ada fasilitas lengkap di pondok itu untuk semua anggota. Mulai penghangat ruangan, makanan, MCK dan tempat istirahat yang cukup untuk satu rombongan dan pemancar telekomunikasi."Bang, Ra mau bermain salju. Apakah Abang mau ikut?" tanya Ralinecse
Asisten Wibi bukan emosi membaca pesan WA dari mantan nyonya atasan. Lebih menganggap seperti mendapat hiburan disaat penat dan padatnya pekerjaan. Sampai sekarang wanita mantan istri Eddriz itu belum bisa menerima jika mantan suami sudah menjadi milik orang lain."Biarkan saja, sampai mana dia akan melampiaskan kekesalannya tentang Tuan Ed yang sedang berlibur di sini," monolog Asisten Wibi hanya membaca dan tidak menjawab pesan yang dikirim oleh Arum.Asisten Wibi juga sengaja tidak memberikan kabar tentang pesan itu saat melihat Eddriz yang terlihat bahagia bercengkerama dengan istri tercinta. Yang awalnya berfoto selfi dengan manusia salju, kini Eddriz dan Raline sedang bercanda bermain salju sambil membuat bola salju .Seolah tanpa jarak antara tuan, pegawai dan sahabat saat mereka berlomba melempar bola salju. Siapa yang paling jauh melempar salju dialah pemenangnya. Raline akan bertepuk tangan dan memeluk Eddriz karena sebagian besar suaminya-lah yang memenangkan pertandingan.