"Kau mau ke mana Raf?" Paramita menahan lengan sang putra yang ingin masuk ke dalam mobil."Aku mau jalan-jalan dulu, Ma. Titip kantor sebentar. Aku mau healing," balas Rafael menatap dalam manik sang mama.Paramita tahu sang putra menderita akhir-akhir ini. Sebagai seorang ibu, dia tidak tega melihatnya. Paramita bahkan pernah menyarankan Rafael untuk melepaskan Nadine. Namun yang terjadi setelahnya, lelaki itu mengamuk tidak terkendali. Hingga Reva pun menyarankan untuk membiarkan keadaan Rafael seperti itu. Yang penting lelaki itu masih mau makan, pulang ke rumah tepat waktu dan tidak melakukan hal aneh di luar sana."Mau ke mana?" Paramita bertanya pelan."Untuk menyempurnakan sandiwara kita. Agar dikiranya aku sedang menyusul Nadine yang sedang liburan."Paramita mengurai tangis ketika mobil yang dikendarai sang putra melaju meninggalkan Blue Paradise. "Sampai kapan? Sampai kapan dia akan terus membohongi dirinya. Bagaimana jika Nadine tidak kembali? Bagaimana jika dia sebenarn
"Bagaimana?""Dia bilang tidak tahu. Padahal dia seharusnya mengetahui, kecelakaan itu terjadi di wilayah tugasnya."Pria paruh baya itu terdiam untuk beberapa lama. "Perempuan itu harus kita temukan lebih dulu, atau Rafael akan punya celah untuk menyerang. Dia kelemahan Rafael," ujarnya menatap keluar jendela."Ikuti dia. Dia pulang ke mana, kita pasti tahu cepat atau lambat andai dia menyembunyikannya," titah si pria.Sang asisten mengangguk paham, lantas undur diri. "Dia sudah menggagalkan rencanaku menjadikan Eva nyonya muda De Angelo. Kali ini tidak akan kubiarkan dia mengacaukan usahaku untuk merebut harta mendiang ayah. Tidak peduli surat wasiat sudah dibuat. Aku bisa memanipulasinya. Harta itu tidak boleh jatuh ke tangan Megantari."Kembali ke tempat Bram, pria itu terlihat menghubungi Sinta. Bertanya kabar mengenai Meera."Dia sehat-sehat saja hari ini. Dia sudah balik ngajar, berangkat jalan kaki sambil jemput Ayu. Ada apa to, Bram? Kedengarannya panik gitu," tanya Sinta.
"Kenapa kamu bertanya soal itu padanya?"Sinta mengerutkan dahi saat melihat Bram duduk di depannya. Ini kesekian kalinya, Sinta dibuat curiga oleh tingkah Bram."Yang kutanyakan wajar kan? Kamu tidak ada kabarin kita, tiba-tiba kamu pulang bawa istri. Aku juga tidak tahu dia sebelumnya," Sinta berujar santai."Tapi yang kamu lakukan buat dia sakit kepala lagi." Ketiganya sudah pulang ke rumah, Bram muncul di saat yang tepat untuk menjawab pertanyaan Sinta yang membuat sakit kepala Meera kambuh. Saat ini perempuan tersebut sudah tidur setelah minum obat."Maaf," lirih Sinta.Bram menghela napas, dia tadi melihat motor Sinta yang terparkir di depan kafe, pria itu lantas mampir."Lain kali ajak bicara Meera hal biasa saja. Sesuaikan dengan bahan obrolan yang dia berikan."Sinta mengangguk paham. Saat Bram masuk ke kamar untuk menyusul Nadine, sebuah panggilan masuk ke ponsel Sinta yang langsung membuat perempuan itu melompat kegirangan. Sang suami pasti sudah kembali dari lokasi antah
"Info begitu kau bilang penting? Aku juga tahu kalau dia punya hubungan sama Sharif. Syarif itu salah satu asistenku!" Meta menjauhkan ponsel dari kupingnya. Baru kali ini, Rafael bisa berteriak meluapkan kemarahan. Gara-gara telepon tidak penting dari Meta dia gagal mengikuti perempuan bernama Meera. "Sudahlah, berhenti kau ikuti dia. Dia maniak seks. Sama kayak Eva!" "Lah kamu tahu?" "Emangnya kenapa? Jangan bilang kamu sudah kena sama dia?" cecar Rafael. Kebisuan Meta langsung membuat pria itu tahu kalau dugaannya benar. "Meta! Kamu sudah tidur sama dia?" Meta mengangguk seolah Rafael ada di depannya. "Astaga! Apa yang sudah kulakukan. Ini aku yang salah apa kamu yang bego sih. Bisa-bisanya kamu kasih tubuh kamu ke laki-laki yang hobinya celup sana sini." "Iya, aku memang bego! Puas kamu!" Telepon diakhiri dengan mata Meta langsung berembun. Tidak, dia tidak sedih tapi terharu. Dari nadanya dia tahu Rafael memakinya bukan karena marah tapi karena dia peduli. Se
"Nadine Ameera De Angelo, istri Rafael Maxim De Angelo. Apa yang sudah kau lakukan Bram?" jerit Sinta dalam hati.Wanita itu seketika mencari Meera, detik setelahnya wanita itu limbung, nyaris oleng andai dia tidak segera sadar untuk menyeimbangkan tubuhnya. Rafael Maxim De Angelo sudah berada di depan Meera atau siapapun itu, Sinta bingung saat ini."Mampus, ini bener mereka suami istri atau cuma hoax."Perempuan itu lekas search di internet, sementara di depan sana, ada Meera yang mengerutkan dahi melihat seorang pria yang berdiri di depannya, menatapnya dengan pandangan ... rindu dan penuh cinta."Anda siapa?" Pertanyaan Meera membuat Rafael bak dihantam batu besar kepalanya. Meski Reva pernah memperingatkan kemungkinan terburuk dari cidera kepala Nadine adalah hilang ingatan. Namun ketika dia dihadapkan sendiri pada kenyataan itu, hatinya jelas terasa perih.Nadine melupakannya. Itu yang paling menyakiti hatinya."Aku Rafael, suamimu," ujar Rafael memelas."Anda jangan sembaranga
"Kau harus bicara dulu dengan perempuan bernama Laras. Dia yang melaporkanmu atas kematian suaminya tiga tahun lalu."Dada Rafael seperti sesak. Laras melaporkannya ke polisi? Bagaimana bisa? Bukankah kemarin hubungan mereka baik-baik. Untungnya Rafael mengikuti saran bapak Lyli untuk menyewa supir saat kembali ke ibu kota. Mengingat kondisi sudah malam dengan Rafael sudah pasti tidak hafal kondisi jalanan saat hari gelap. Beda dengan saat mengemudi waktu siang. Si supir mengendalikan laju kendaraannya sementara Rafael terus terhubung dengan Rion dan Sandy.Sandy lekas memberitahu kalau dia tidak bisa menghandle video yang sudah terlanjur menyebar. Jagat media tentu akan segera dihebohkan dengan berita seorang Rafael menabrak pengemudi mobil hingga tewas.Ingat kejadian Lio yang meninggal karena ditabrak adik Pram, kali ini berbalik, Rafael yang berada di posisi adik Pram. Pria itu seketika punya pemikiran tersendiri mengenai peristiwa tiga tahun lalu. Dugaan yang dia pikir sangat ma
"Saya tidak tahu, Tuan. Sungguh."Syarif kekeuh dengan pendiriannya yang tidak tahu menahu soal video yang beredar juga surat tuntutan yang ditujukan pada Rafael."Lalu kenapa kalian pindah?" Rafael lanjut bertanya setelah dia hanya mengangguk paham atas keteguhan hati Syarif."Saya tidak enak hati pada Tuan. Semua sudah Tuan sediakan, jadi saya ingin berperan sedikit untuk keluarga saya."Rafael melebarkan senyum. "Tidak masalah, hanya saja bisakah aku bertemu Delia.""Tentu saja, dia sudah mulai PAUD sekarang."Suami Nadine mengangguk. Dia membiarkan Syarif begitu saja, membuat Rion dan Sandy yang berada di ruang sebelah mengerutkan dahi. Apa itu artinya Rafael akan memenuhi panggilan polisi.Reputasi mereka dipertaruhkan, juga dengan harga saham. Rafael adalah image DA Grup. Segala tindak tanduknya bakal disorot apalagi ini berita yang berdampak negatif. Media akan membesar-besarkannya, netijrong pun bakal ikut berkomentar.Melempar kritik pedas agar keadaan semakin memanas. Separa
Meera sedang memandang langit malam bertabur bintang ketika ponselnya berdering. Bram menghubunginya, tidak lama. Bicara beberapa patah kata dengan Meera hanya menjawab iya.Wanita itu menghela napas, mencoba tidak memikirkan pria yang tadi dia temui di pasar malam. Dia ingin abai, tapi kepala dan otaknya tidak bisa. Hatinya berkata ia mengenalnya, sedang otaknya sedang mencari acak dalam kumpulan memori yang sejauh ini sama sekali tidak bisa dia ingat."Rafael Maxim De Angelo. Itu namanya ya," gumam Meera. Wanita itu merasa dekat dengan Rafael, padahal seingatnya mereka baru bertemu hari ini."Memangnya kami pernah bertemu, tapi di mana? Aku tidak ingat. Kenapa banyak hal yang hilang dari ingatanku. Kenapa ada sesuatu yang mengganjal hatiku. Kenapa aku tiba-tiba merasa tidak seharusnya ada di sini."Meera mulai meracau tidak jelas. Pikirannya oleng ke mana-mana. Sampai Sinta mengejutkannya dari belakang."Bram ada tugas lagi. Belum tahu kapan pulang," kata perempuan itu turut duduk d
"Sah?" "Sah!" Ucapan syukur terdengar melaung di ruang luas kediaman Rafael yang kini disulap jadi sebuah tempat berhias penuh bunga. Area di mana Rionald akhirnya bisa menikahi Dewi kembali. Pria itu tak bisa menahan haru kala melihat Dewi muncul diantar Paramita. "Ingat, Bang. Jangan sia-siakan kesempatan kedua yang sudah diberikan. Jangan sampai kamu sakiti dia lagi. Malu sama cucu yang sudah seabrek dan masih mau nambah lagi." Paramita memperingatkan Rionald yang langsung mengangguk. Diraihnya tangan Dewi, dipandanginya paras perempuan yang kini kembali jadi istrinya. Dalam pandangan Rionald, wajah Dewi masih sama cantiknya seperti tiga puluh tahun lalu. "Ingatkan aku jika aku berbuat salah, pukul kalau perlu." Rionald sungguh ingin memperbaiki semua. Dia hanya ingin menghabiskan sisa hidup bersama Dewi sambil merawat cucu kandung mereka yang lima bulan lagi akan lahir. Dewi mengangguk, dia sangat terharu juga tersentuh, setelah melihat kesungguhan Rionald yang ingin ber
"Cedric Laurent De Angelo dan Celine Laura De Angelo. Intinya mereka adalah sumber kebahagiaan, bukankah surga itu tempat di mana semua orang merasa bahagia. Nama mereka juga bermakna pemenang. Walau perjalanan mereka sejujurnya baru saja dimulai." Nadine tak bisa berhenti tersenyum, menatap dua buah hatinya yang sedang tidur pulas, setelah tadi menjerit karena lapar. Seperti kata Rafael, ASI Nadine memang keluar lebih awal, hingga perempuan itu tak kesusahan pasal ASI. Anugerah lain yang tidak semua perempuan dapatkan. Sita contohnya, ASI-nya baru keluar di hari keempat, dan mulai lancar setelah satu minggu. Nadine sendiri langsung bisa duduk dan berjalan ke kamar mandi, persalinan normal memang lebih cepat pulih. Terlebih perempuan itu melahirkan tanpa jahitan sama sekali. Yang Nadine rasakan tinggal rasa perut yang masih tidak nyaman dan kesulitan jika akan ke kamar mandi. Langkahnya juga masih pelan, belum secepat keadaan normal. Karenanya dia masih memakai kursi roda jika
"Bayinya tidak menangis," gumam seorang staf tanpa sadar. Dirinya baru menyadari kesalahannya saat sang rekan menyenggol lengannya, dan reflek menutup mulutnya.Sementara Reva serta sang dokter langsung memeriksa, dan wajah keduanya seketika berubah pucat berbalut panik. Leher bayi laki-laki Nadine terlilit tali pusat. Bagaimana bisa, padahal USG terakhir tidak menunjukkan hal tersebut.Pertolongan lekas dilakukan . Tali pusat dipotong dengan oksigen segera diberikan. Namun bayi mungil itu tak jua memberi respon, sedangkan saudarinya terus menjerit melengking.Suaranya terdengar sampai ke ruang tunggu di mana hampir semua anggota keluarga De Angelo plus Hermawan dan Heni ada di sana."Pak, kenapa cuma satu yang menangis?" Heni bertanya dengan kecemasan level tinggi pada sang suami. "Berdoa ya, Bu. Semua mohon doanya. Semoga Nadine dan bayinya diberi keselamatan."Semua orang lantas menundukkan, berdoa dalam hati masing-masing. Bahkan David, orang yang tak kenal kata doa ikut trenyuh
"La? Malah sudah pecah. Bukaan baru empat.""Kita masih bisa tunggu, Dok." Reva mengangguk paham, sebagai dokter dia tahu kalau mereka punya waktu dua puluh empat jam setelah ketuban pecah untuk melahirkan bayi, tanpa ada efek samping yang membahayakan bayinya.Meski kehamilan Nadine lemah di awal tapi semakin ke sini, kandungan Nadine menunjukkan kekuatannya. Hingga tidak ada masalah jika mereka harus menunggu lagi, tanpa perlu tindakan sesar."Sabar ya, aku tahu rasanya sakit. Tapi percaya deh, yang sedang kamu perjuangkan melalui rasa sakit ini adalah hal yang tak ternilai harganya."Nadine mengangguk mendengar ucapan Reva. Selang oksigen dan infus sudah terpasang, sebab tadi Nadine mengeluh sesak. Saat itulah ponsel Reva berdering. Perempuan itu melihat siapa penelponnya. Hingga dia menjawabnya di situ, tanpa berpindah tempat."Kenapa, Re?" Tanya Rafael dari ujung sana."Abang cepet ke rumah dah, anakmu tidak sabar ingin segera melihat dunia," balas Reva bersamaan dengan Nadine
"Kok makin kenceng, Re. Aduh sorry." Sita melotot melihat tangannya diremas reflek oleh sang kakak. Suasana mobil berubah panik. Reva yang menyetir bak orang gila turut menambah atmosfer Too Fast Too Furious di dalamnya."Re, slow, Re! Banyak nyawa di dalam sini." Paramita memperingatkan. Perempuan itu mendekap erat dua cucunya. Takut kalau Reva membuat kesalahan fatal."Tenang Ma, Reva punya lisensi balapan F1," Reva menjawab asal. Sebuah wireless blue tooth terpasang di telinganya. Perempuan itu tengah berkoordinasi dengan dokter di rumah sakit."Jangan ngaco kamu. F1 cuma buat kamu doang penumpangnya, ini se-erte penumpangnya." Paramita masih bisa berteriak di sela desis kesakitan Nadine. Perempuan itu dengan cepat kehilangan rona merah di parasnya."Santai Ma. Santai Nad. Jangan jejeritan. Nanti tenaganya habis. Kalau betul kontraksi mungkin itu baru satu atau dua. Aku bisa periksa tapi gak mungkin kan aku lakukan di sini, depan anak-anak pula. Jadi tahan ya, kita cus ke rumah s
Meski bahasanya masih belepotan, belum jelas pengucapannya, tapi Maira yang tadinya ditindih Laiv sampai menjerit melengking, bisa paham apa yang Nadine perintahkan. Bocah yang masih memakai baju tidur itu lekas berlari ke arah dapur, di mana Paramita tadi berada. Tak berapa lama perempuan itu datang dengam seorang ART mengikuti. "Bukan kontraksi kan?" Tanya Paramita. Dia dan sang ART memapah Nadine untuk duduk di sofa."Kayaknya bukan, Nadine cuma kaget, Maira di-smack down Laiv."Paramita melotot pada sang cucu sementara yang dimarah malah pasang muka innocent, tidak bersalah. Laiv kadang bisa kalem, kadang bisa ikutan tantrum macam Maira yang memang hobi ngereog."Maira, bisa tolong panggilkan Tante Reva di kamar. Bilang Tante Nadine perutnya sakit. Laiv tunggu di sini.""Peyut atit," kutip Maira sambil melangkah pergi seraya melompat kegirangan.Sepeninggal Maira, giliran Laiv yang ditatar Paramita. "Laiv, Sayang. Lain kali gak boleh kayak gitu lagi. Maira nanti bisa terluka. Bi
Seminggu sejak kasus Dewi masuk ke ranah pengadilan, persoalan itu justru merembet ke pihak berwajib. Ternyata si Jojo ini spesialias menikahi wanita untuk dikuras hartanya.Modusnya sama, pria itu akan menjerat janda yang dia nilai kaya, lalu istrinya akan menuntut si perempuan karena sudah mengganggu rumah tangganya. Jelas-jelas di sini Jonathan adalah seorang penipu, tapi para korbannya tidak mau melaporkan kejadian ini pada aparat keamanan. Dengan alasan malu. Mereka lebih suka menyerahkan harta bendanya, menanggung rugi dari pada aibnya tersebar luas.Sepertinya petualangan Jonathan bakal berakhir ketika dia berusaha menjerat Dewi. Bukannya untung, dia malah buntung. Jangan sangka jika Rafael akan diam saja, melihat tantenya ditipu mentah-mentah oleh lelaki yang tampang saja tak lebih baik dari satpam dirumahnya."Aku heran deh, dia pakai pelet apa waktu menipu, Tante."Itu komen Rafael yang masih tak habis pikir. Bagaimana bisa Dewi terjerat lelaki macam Jonathan."Tante pikir
"Siapa Jonathan?""Rivalnya Om," timpal Rafael cepat atas pertanyaan sang paman.Rionald lekas berdiri untuk mengintip sosok pria yang disebut Rafael sebagai saingannya. Tampak seorang lelaki mengenakan pakaian yang lumayan mahal, melongok dari luar gerbang. Terlihat kepo sekali dengan kediaman Rafael."B aja. Ganas siapa antara aku sama dia?" Selidik Rionald yang seketika membuat Dewi merona. Kenapa juga mantan suaminya malah menyinggung urusan ranjang. Dewi akui, Jonathan tak selihai Rionald, maklumlah, Rionald mantan player, pengalamannya menyenangkan wanita jangan ditanya lagi. Namun ketika membahasnya langsung dihadapan banyak orang, tentu saja Dewi malu setengah mati."Om, itu kan privasi. Tanyanya waktu di kamarlah, jangan di forum terbuka begini. Bikin malu aja," tandas Rafael seolah tahu apa yang Dewi pikirkan."Oke deh, nanti aku tanya kalau kita sudah sekamar lagi. Jadi, apa ni rencana kita?""Kita samperinlah, kita cari tahu apa maunya si Jojo ini."Tak berapa lama, Rafae
Ha? Suami baru? Kapan Dewi menikah lagi? Mereka tidak ada yang tahu. Dan kini mendadak wanita ayu yang masih diuber Rionald ini muncul di pintu kediaman Rafael. Minta bantuan untuk disembunyikan dari suami barunya. Kenapa?"Emang Tante kapan nikahnya?" Ceplos Nadine sambil menyuapi Rafael."Emm, dua bulan lalu," balas Dewi malu-malu."Terus kenapa kamu lari ke sini? Maaf, bukannya kami tidak menerimamu. Tapi akan jadi runyam urusannya kalau kamu sudah punya suami." Atma berujar pelan, penuh kehati-hatian agar tidak menyinggung perasaan perempuan yang bagaimanapun adalah ibu dari cucunya. Bahkan Rionald masih tergila-gila pada Dewi sampai detik ini. Rionald tidak mau menerima perempuan lain selain mama David."Maaf, Yah. Tapi aku sudah bingung harus cari perlindungan ke mana." Dewi mulai menangis dengan Paramita lekas mendekat untuk menenangkan."Jangan menangis, cerita dulu. Nanti kita lihat kami bisa bantu atau tidak."Paramita membimbing Dewi duduk di sebuah sofa, Arya mengulurkan