Andra mengendikan bahunya. “Sagara bakal bikin Lestari maju lagi setelah puas menyakiti Krisna. Dia udah punya strategi yang nggak akan elo tau sampai semuanya dia lakukan. Banyak hal yang dia rencanakan termasuk bikin Lestari akan kembali maju lagi. Kita cukup jadi penonton aja.
“Sekarang, Sagara belum bisa gerak karena kepergiaan Hanna. Dia nggak akan bisa kerja kalau Hanna belum ditemukan. Sebenarnya, sumber kekuatan Sagara ada di Hanna. Tapi, dia sendiri yang udah bikin Hanna sakit.”
Citra menghela napasnya dengan pelan. “Papa emang keterlaluan. Kalau Sagara butuh gue agar dimaafin sama Hanna, gue siap. Karena, kalau Papa nggak kasih tau semuanya, Sagara pasti nggak akan sampai bersikap dingin dan bingung sampai cuekin Hanna.”
Andra menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Sagara bisa mengatasi masalahnya sendirian, kalau masalah hubungannya.”
“Oh, gitu.”
Andra mengangguk lagi. Setelahnya, ia
Pagi hari. Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi. Sagara yang baru selesai mandi kemudian sarapan dan minum obat. Ia terus memantau ponselnya, berharap pesan yang ia kirim pada ponsel terkirim.Namun, hingga lima belas menit lamanya Hanna masih belum mau mengaktifkan ponselnya. Lantas pria itu putus asa. Tak ingin menunggu lagi lantaran Hanna tidak akan pernah mau mengaktifkan ponselnya sampai kapan pun.Sagara memilih untuk pergi ke rumah sakit jiwa untuk menemui sang mama. Sudah terlalu lama ia membiarkan Mayang sendiri di sana. Sudah waktunya ia menjenguk dan melihat keadaannya yang semakin parah itu.“Sagara. Kondisi elo udah sehat bener? Muka elo masih pucat kayak gitu,” kata Andra mengejar Sagara yang sudah berada di garasi mobil.Sagara mengangguk dengan pelan. “Gue udah mendingan, Andra. Gue mau jenguk Mama.”“Yaa gue ikut, Sagara. Biar gue aja yang nyetir. Muka elo masih pucat, elo juga pasti nggak punya ten
Sagara lantas memijat keningnya. Sementara Suster Indah hanya mendengarkan saja. Ia pun tak bisa merespon apa pun karena tidak pernah melihat sosok hantu berbentuk Satya di ruangan itu.Namun, ia teringat sesuatu saat ia menginap di sana dan menemani tidur Mayang di ruangan tersebut. Ia pun menolehkan kepalanya dengan cepat kepada Sagara.“Mas. Saya teringat sesuatu saat saya tidur di sini,” kata Suster Indah kepada Sagara.Sagara menoleh pelan kepada Suster Indah. “Ingat apa, Sus? Suster lihat papa saya, nyamperin Mama?”Suster Indah menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Bukan, Mas. Saya nggak bisa lihat hal begituan. Tepatnya saya melihat Bu Mayang bicara sendiri di tengah malam jam dua pagi.”Sagara mengerutkan keningnya. “Ngomong sendiri? Bukannya, yang nggak waras emang suka ngomong sendiri. Selain ngomongnya ngelantur. Nggak bisa dipercaya kalau orang gila ngomong.”Suster Indah terkekeh
Sagara menganggukkan kepalanya kemudian mengecup kening sang mama. "Aku pulang dulu ya, Ma. Semoga Mama segera sembuh dan sehat seperti semula. Juga, kejiwaan Mama juga kembali normal. Aku sayang Mama." Sagara mengusapi rambut mamanya itu.Setelahnya, ia pun keluar dari ruangan itu diikuti oleh Andra dan juga Suster Indah. Setibanya di luar, Andra menatap Suster Indah dengan lekat sembari mendengarkan obrolan Sagara dengan perempuan itu."Tolong beri tahu saya secepatnya, apa pun itu. Karena saya tidak ingin melewati info sedikit pun dari Mama. Mohon kerja samanya ya, Suster Indah. Saya butuh info dari Anda," kata Sagara memohon kepada Suster Indah.Perempuan itu mengangguk sembari mengulas senyumnya. "Iya, Mas Sagara. Anda tenang saja. Saya pasti akan memberikan informasi kepada Anda mengenai Bu Mayang."Sagara menerbitkan senyumnya. Kemudian menoleh kepada Andra yang berdiam diri di sampingnya. Tengah menatap Suster Indah seolah tak akan pernah menatapn
Belum Dita menjawab, perempuan itu keluar dari kamarnya dan menghentikan langkahnya dengan cepat kala melihat sang suami berdiri menatap Dita. Lalu, Sagara menolehkan kepalanya kepada sang istri sembari menghela napasnya dengan lega.Ia pun menghampiri perempuan itu dan menatapnya dengan sayu. "Aku tau, kesalahan aku sangat fatal, Hanna. Aku minta maaf dan aku mohon sama kamu, pulang. Jangan tinggalkan aku kayak gini. Sudah hampir seminggu kamu menghilang tanpa ada kabar. Buat aku stress, Hanna. Aku gak nggak berniat buat cuekin kamu, apalagi marahin kamu." Sagara berucap dengan suara bergetar.Tak mampu lagi menahan air matanya, lantas pria itu menitikan air mata tersebut. Namun, Hanna membuang muka sembari menelan salivanya dengan pelan."Cukup sakit dan kamu tau itu, Sagara. Dan aku tidak akan luluh begitu saja hanya karena lihat kamu menangis. Aku punya hati, punya perasaan. Bisa sakit saat mendengar penuturan kamu yang nusuk banget di relung hati aku. Menga
"Kamu masih perhatian. Tapi hanya perhatian dari ucapan aja. Sedangkan hati kamu masih gedek bahkan gak mau lihat muka aku. Baiklah. Aku tidak akan mengganggu kamu lagi. Agar kita sama-sama saling merindu dan ingin bertemu dengan sungguh-sungguh. Bukan karena terpaksa."Sagara menghela napasnya dengan pelan. Kemudian masuk ke dalam kamarnya karena rasa kantuk sudah menyerangnya. Sementara Andra masih betah di sana dan tidak sadar jika Sagara sudah masuk ke dalam. Lantaran terlalu asyik berkirim pesan dengan Suster Indah."Sagara?" Andra bangun dari duduknya setelah melihat sekeliling jika Sagara tidak ada di sana. "Si kampret, ternyata udah masuk ke dalam. Sialan bener itu anak." Andra pun ikut masuk ke dalam rumah dan menghampiri Sagara di dalam kamarnya.Terlihat pria itu tengah duduk di tepi tempat tidur sembari memandang jendela. Tatapan itu kosong. Seperti hatinya. Tengah kosong dan hampa. Ada Hanna pun di dalam sana, jika raganya tidak ada di sampingnya, s
“Sagara. Sebaiknya kamu jangan ke sini. Nanti saja. Aku minta maaf karena aku gak tau kalau Damar lagi nyari kamu. Dia … dia, sekarang ada di depan boutique. Aku mohon sama kamu, jangan ke sini. Aku akan baik-baik saja. Aku janji.”Sagara menitikan air matanya lagi. Mana mungkin ia bisa tenang sementara Damar sedang berada di depan boutique Hanna. Ada Hanna di dalam sana, membuat Sagara semakin tak karuan.“Aku gak bisa diem aja, Hanna. Kalau Damar masuk ke dalam, terus lihat kamu … apa yang akan dia lakukan? Aku nggak mau itu terjadi. Aku harus ke sana. Ini semua salah aku. Yang berurusan dengan dia adalah aku, bukan kamu.”“Sagara! Dia nggak tau kalau aku ada di sini. Kamu jangan sok jadi pahlawan. Biar Damar pergi dulu dari sini. Aku pasti akan memberi tahu kamu. Dia berdiam diri di depan boutique karena menunggu aku datang. Dan mungkin dia pikirnya aku masih sering ke sana.“Aku yakin, sebentar lagi Damar akan pergi. Dia pasti akan pergi karena baik aku atau kamu, tidak ada yang d
Polisi sudah berada di boutique Hanna. Sepuluh menit setelah Hanna dibawa oleh Damar. Kondisi boutique sudah berantakan dengan ketiga karyawannya tengah menangis. Dita segera bangun dari duduknya dan menghampiri pihak kepolisian.“Saya baru saja menghubungi polisi, lima menit yang lalu. Tapi, Mbak Hanna sudah dibawa oleh si penculik itu, Pak. Tolong selamatkan Mbak Hanna, Pak. Saya mohon. Beliau sedang hamil.” Dita memohon dengan air mata terus berurai.“Kami dihubungi oleh Pak Sagara untuk segera ke sini karena ada pria yang hendak menculik Bu Hanna. Maafkan kami karena terlambat datang. Kami berjanji, akan mencari keberadaan Bu Hanna dengan selamat.”Tony—sebagai ketua tim penyelidik lantas menghubungi Sagara kembali. Tak lama setelahnya, Andra segera menerima panggilan itu.“Bagaimana, Pak? Hanna sudah aman?” tanya Andra di seberang sana.“Mohon maaf, Pak. Kami terlambat kemari karena Bu Hanna sudah berhasil dibawa oleh si penculik.”“APA!” Andra berteriak hingga membuat Sagara mer
Sagara kembali menatap wajah Hanna yang sedari tadi diam saja. Kemudian menatap Damar kembali dengan tajam.“Gue yang punya urusan sama elo. Kalau mau sekap, sekap gue. Jangan Hanna. Dia nggak punya salah apa pun. Jangan pernah sentuh dia dan jauhkan pistol itu dari kepala Hanna, sialan!” pekik Sagara kemudian.“Kalian berdua sama. Karena Hanna adalah istri kamu. Jika saya membawa Hanna, itu sam artinya dengan membawa kamu. Dan memang benar, kan? Kamu datang karena untuk menyelamatkan Hanna.” Damar kembali tersenyum miring.Sagara menelan salivanya.“Terus ulur waktu, Sagara. Sepuluh menit lagi polisi sampai. Gue udah kirim lokasinya ke mereka. Elo dan Hanna akan aman. Bolak balik aja ucapan elo, kalau udah kehabisan kata,” kata Andra berbisik kepada Sagara.“Bicara apa kamu?” tanya Damar kemudian.Andra menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Mau Om apa sih? Kenapa culik Hanna, dan maksud dari pesan yang dikirim Om itu apa?”“Tanyakan saja pada Sagara. Dia harus bertanggung jawab atas