Polisi sudah berada di boutique Hanna. Sepuluh menit setelah Hanna dibawa oleh Damar. Kondisi boutique sudah berantakan dengan ketiga karyawannya tengah menangis. Dita segera bangun dari duduknya dan menghampiri pihak kepolisian.“Saya baru saja menghubungi polisi, lima menit yang lalu. Tapi, Mbak Hanna sudah dibawa oleh si penculik itu, Pak. Tolong selamatkan Mbak Hanna, Pak. Saya mohon. Beliau sedang hamil.” Dita memohon dengan air mata terus berurai.“Kami dihubungi oleh Pak Sagara untuk segera ke sini karena ada pria yang hendak menculik Bu Hanna. Maafkan kami karena terlambat datang. Kami berjanji, akan mencari keberadaan Bu Hanna dengan selamat.”Tony—sebagai ketua tim penyelidik lantas menghubungi Sagara kembali. Tak lama setelahnya, Andra segera menerima panggilan itu.“Bagaimana, Pak? Hanna sudah aman?” tanya Andra di seberang sana.“Mohon maaf, Pak. Kami terlambat kemari karena Bu Hanna sudah berhasil dibawa oleh si penculik.”“APA!” Andra berteriak hingga membuat Sagara mer
Sagara kembali menatap wajah Hanna yang sedari tadi diam saja. Kemudian menatap Damar kembali dengan tajam.“Gue yang punya urusan sama elo. Kalau mau sekap, sekap gue. Jangan Hanna. Dia nggak punya salah apa pun. Jangan pernah sentuh dia dan jauhkan pistol itu dari kepala Hanna, sialan!” pekik Sagara kemudian.“Kalian berdua sama. Karena Hanna adalah istri kamu. Jika saya membawa Hanna, itu sam artinya dengan membawa kamu. Dan memang benar, kan? Kamu datang karena untuk menyelamatkan Hanna.” Damar kembali tersenyum miring.Sagara menelan salivanya.“Terus ulur waktu, Sagara. Sepuluh menit lagi polisi sampai. Gue udah kirim lokasinya ke mereka. Elo dan Hanna akan aman. Bolak balik aja ucapan elo, kalau udah kehabisan kata,” kata Andra berbisik kepada Sagara.“Bicara apa kamu?” tanya Damar kemudian.Andra menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Mau Om apa sih? Kenapa culik Hanna, dan maksud dari pesan yang dikirim Om itu apa?”“Tanyakan saja pada Sagara. Dia harus bertanggung jawab atas
“Seharusnya aku ikut pulang saat kamu jemput aku. Seandainya aku nggak egois, kejadian seperti ini pasti tidak akan pernah terjadi,” ucapnya penuh sesal.Sampai akhirnya Hanna menyalahkan dirinya lantaran tidak ikut pulang saat Sagara menjemputnya bahkan pria itu sudah memohon kepadanya agar mau ikut dengannya.Namun, itu semua hanya sebuah penyelasan yang tiada ujungnya. Sagara sudah terkapar tak sadarkan diri karena menolongnya dari sanderaaan Damar.Tiba di rumah sakit. Dokter Handoko serta beberapa perawat segera mengambil tindakan dan membawa Sagara ke dalam ruang operasi. Karena info dari kepolisian jika Sagara tertembak oleh ayah tirinya sendiri.“Tolong selamatkan suami saya, Dok,” lirih Hanna memohon kepada Dokter Handoko.“Anda tenang saja, Bu. Kami akan melakukan yang terbaik untuk suami Anda.” Dokter Handoko menepuk lengan Hanna kemudian masuk ke dalam ruang operasi.Memulai melakukan pengambilan peluru di dalam tubuh Sagara. Memerlukan waktu tiga jam lamanya untuk proses
Hanna terdiam. Sementara Andra sudah diajak oleh perawat untuk melakukan pengecekan golongan darah. Berharap pria itu memiliki golongan yang sama dengan Sagara.Hanna mengusapi perutnya. Pikirannya sudah kalut. Ia pun memejamkan matanya sembari meremas perutnya itu.‘Kita pernah berjuang sama-sama. Kamu masih ada di sini karena Sagara. Tapi, dia bukan papa kandung kamu. Mama jahat nggak sih, kalau harus mengobarkan kamu demi menyelamatkan Sagara.’ Hanna dalam kebingungan.‘Tapi, Sagara pasti marah besar kalau tau aku nekad mendonorkan darahku. Jika terjadi sesuatu pada anakku, Sagara pasti akan merasa bersalah. Aku tau betul sifat dia seperti apa.’ Hanna kembali berucap dalam hati.Sementara Dokter Handoko sudah kembali ke ruang operasi untuk segera menyalurkan darah itu ke dalam tubuh Sagara yang terlihat begitu pucat.“Apa yang harus aku lakukan? Mana mungkin aku bisa tenang seperti ini, sementara Sagara kekurangan darah dan itu akan menyebabkan efek yang serius pada kondisi Sagara.
Dokter Handoko tercengang mendengar penuturan dari Hanna. Ia pun hanya menganggukkan kepalanya kemudian pamit keluar. Ingin segera membuka berita tentang pasien yang baru saja dia operasi itu. Sampai masuk berita, dan dia tidak tahu menahu soal itu.Lantas pria itu menganga kala melihat berita yang sudah tersebar dengan cepat dalam hitungan menit.“Caraka Sagara? Putera tunggal Satya, pemilik Anumerta Coorporation? Astaga!” Dokter Handoko benar-benar terkejut dengan fakta yang mengejutkan dalam berita yang baru saja dia ketahui.“Pantas saja, media meliputnya. Karena memang anak ini dicari banyak orang dan masih mempertanyakan tentang kematiannya kala itu. Semuanya ditutupi oleh Damar, si licik yang sudah mengambil alih perusahaan itu. Semoga kamu mendapat ganjaran yang setimpal, Damar.”Dokter Handoko tampaknya terbawa emosi kala melihat berita tentang Sagara. Yang kini diketahui oleh publik, jika pria itu masih hidup dan kini sedang menanti anak pertamany. Yang mereka sangka jika an
Andra mengerutkan keningnya setelah mendengar penuturan Ardi yang cukup membingungkan dirinya. “Ma-maksud Pak Ardi? Bukannya kakeknya Sagara udah meninggal?”Ardi menggelengkan kepalanya dengan pelan sembari mengulas senyumnya. “Anda salah besar. Kakek Sagara masih hidup dan terus memantau perkembangan cucunya di sini setelah mendengar berita kematian anaknya. Beliau merasa terpukul atas berita itu. Tapi, beliau tidak berbuat apa-apa kala itu. Tapi, setelah Damar diusir, sejak saat itu pula kami kehilangan info lagi tentang Sagara.“Tuan Ruki mengalami stroke dan tidak bisa berbicara. Dan memang benar. Keluarganya menganggap jika beliau sudah meninggal. Tapi, sebenarnya beliau masih hidup hingga kini. Kami semua sudah tau kebusukan yang dilakukan oleh Damar. Tapi, kami tidak bisa menemukan Sagara saat itu.“Tuan Ruki sudah diberi tahu jika cucunya masih hidup. Tapi, beliau juga bersedih karena insiden ini. Sagara memang masih hidup, tapi ditemukan dalam keadaan tertembak. Seluruh ceri
Sinta lantas menolehkan kepalanya kepada Sagara. Kemudian menghampiri menantunya itu yang masih menutup matanya. Ia menghela napasnya dengan pelan.“Semoga cepat sembuh, Sagara. Terima kasih karena sudah menyelamatkan Hanna. Kamu memang luar biasa, Sagara. Mama sangat beruntung memiliki menantu sebaik dan sehebat kamu. Tegar dan kuat dalam kondisi apa pun.” Sinta mengusapi tangan Sagara yang begitu hangat.“Tante?” panggil Andra kemudian.Sinta menoleh. “Heum? Kenapa, Andra?” tanyanya kemudian.“Nggak ada yang ikutin Tante, kan? Suami Tante, misalnya.”Sinta menghela napasnya dengan pelan kemudian menggelengkan kepalanya. “Krisna pergi entah ke mana. Saat melihat berita Sagara tertembak oleh Damar, dia pergi dari rumah. Hingga sekarang, belum kembali ke rumah. Entah pergi ke mana, Tante juga tidak tau.”Andra menelengkan kepalanya. Ia pun menyimpan kecurigaan kepada Krisna yang menghilang setelah mendengar berita Sagara yang tertembak.“Kenapa harus pergi? Bukannya dia sempat mau mint
Setibanya di kamar Mayang, Dokter Firman terkejut dengan apa yang dia lihat. Rambut panjang yang selalu terurai itu kini sudah dicepol dan penampilan Mayang jauh lebih rapi. Suster Indah melongoh melihat penampilan perempuan itu kemudian menghampirinya.“Bu? Ibu sudah sembuh? Sudah ingat dengan anak Ibu?” tanya Suster Indah kemudian.Mata penuh air mata di dalamnya itu menatap dengan lekat wajah Dokter Firman. “Kenapa saya ada di sini? Ada apa dengan kondisi saya?” tanyanya masih sedikit bingung lantaran ada di sana.Dokter Firman menghampiri Mayang dan memintanya untuk duduk di atas kasur miliknya. “Anda … benar-benar sudah ingat, siapa Anda?”Mayang mengerutkan keningnya. “Saya Mayang, suami saya … suami saya sudah meninggal. Di mana Sagara? Anak saya. Di mana dia?”Dokter Firman menghela napasnya. “Bu Mayang sempat mengalami gangguan jiwa karena kehilangan suami Anda. Sudah hampir enam bulan, Anda di sini.”Mayang terdiam. Ia masih belum sembuh betul ingatan tentang membunuh Satya