Sinta lantas menolehkan kepalanya kepada Sagara. Kemudian menghampiri menantunya itu yang masih menutup matanya. Ia menghela napasnya dengan pelan.“Semoga cepat sembuh, Sagara. Terima kasih karena sudah menyelamatkan Hanna. Kamu memang luar biasa, Sagara. Mama sangat beruntung memiliki menantu sebaik dan sehebat kamu. Tegar dan kuat dalam kondisi apa pun.” Sinta mengusapi tangan Sagara yang begitu hangat.“Tante?” panggil Andra kemudian.Sinta menoleh. “Heum? Kenapa, Andra?” tanyanya kemudian.“Nggak ada yang ikutin Tante, kan? Suami Tante, misalnya.”Sinta menghela napasnya dengan pelan kemudian menggelengkan kepalanya. “Krisna pergi entah ke mana. Saat melihat berita Sagara tertembak oleh Damar, dia pergi dari rumah. Hingga sekarang, belum kembali ke rumah. Entah pergi ke mana, Tante juga tidak tau.”Andra menelengkan kepalanya. Ia pun menyimpan kecurigaan kepada Krisna yang menghilang setelah mendengar berita Sagara yang tertembak.“Kenapa harus pergi? Bukannya dia sempat mau mint
Setibanya di kamar Mayang, Dokter Firman terkejut dengan apa yang dia lihat. Rambut panjang yang selalu terurai itu kini sudah dicepol dan penampilan Mayang jauh lebih rapi. Suster Indah melongoh melihat penampilan perempuan itu kemudian menghampirinya.“Bu? Ibu sudah sembuh? Sudah ingat dengan anak Ibu?” tanya Suster Indah kemudian.Mata penuh air mata di dalamnya itu menatap dengan lekat wajah Dokter Firman. “Kenapa saya ada di sini? Ada apa dengan kondisi saya?” tanyanya masih sedikit bingung lantaran ada di sana.Dokter Firman menghampiri Mayang dan memintanya untuk duduk di atas kasur miliknya. “Anda … benar-benar sudah ingat, siapa Anda?”Mayang mengerutkan keningnya. “Saya Mayang, suami saya … suami saya sudah meninggal. Di mana Sagara? Anak saya. Di mana dia?”Dokter Firman menghela napasnya. “Bu Mayang sempat mengalami gangguan jiwa karena kehilangan suami Anda. Sudah hampir enam bulan, Anda di sini.”Mayang terdiam. Ia masih belum sembuh betul ingatan tentang membunuh Satya
Perempuan itu sedikit terkejut kemudian segera mengambil ponsel yang berada di atas nakas itu.“Halo, Jonas.”“Hanna. Are you okay? Keadaan suami kamu, gimana? Udah ada perubahan? Aku mengikuti beritanya tapi kabar terbaru Sagara belum ada. Makanya aku hubungi kamu,” kata Jonas di seberang sana.Hanna menghela napasnya dengan pelan kemudian bangun dari duduknya. Berdiri di depan jendela kamar itu, memandang pemandangan dari lantai lima.“Sagara masih belum sadarkan diri. Kondisinya masih kritis. Operasinya berjalan dengan lancar sih. Tapi, karena saat proses operasi dua hari yang lalu, Sagara sempat mengalami pendarahan dan akhirnya mengakibatkan kekurangan darah. Mungkin Sagara masih lemas walau hanya untuk membuka matanya.”Hanna bersuara sambil menahan tangisnya. Bibirnya bergetar hingga akhirnya air mata itu kembali turun.“Kamu harus kuat melewati ini semua, Hanna. Sagara need you. Semoga nggak
Mata itu menatap dengan lekat hanya pada satu orang saja. Karena memang di sana hanya ada Hanna. Ia fokus menatap sang istri agar janjinya untuk merubah hidupnya jadi lebih baik, bisa dipercaya oleh perempuan itu.Hanna menggenggam tangan Sagara. Ia menatap mata itu dengan lekat. "Aku percaya, Sagara. Kamu selalu memegang janji kamu. Jangan ulangi kesalahan yang udah bikin aku melupakan semua kebaikan yang udah kamu berikan ke aku."Ingin rasanya Sagara memeluk sang istri. Namun, kondisinya yang baru siuman, masih lemas, dan tangannya yang dikenakan ortopedi membuatnya tidak bisa banyak gerak. Hanya bisa menatap istrinya dengan sangat dekat."Jangan tinggalkan aku lagi, ya. Aku hanya punya kamu. Orang yang paling berharga dalam hidup aku setelah Mama."Hanna langsung teringat kondisi Mayang kala mendengar ucapan Sagara saat menyebut sang mama."Sagara. Ada kabar menggembirakan untuk kamu. Mama, Sagara. Kejiwaan Mama sudah kembali pulih. Walau belum
“Karena Ibu sudah tau, kalau Damar ingin mengambil perusahaan itu? Makanya Ibu meminta Pak Satya untuk menyimpan dokumen itu di Jepang?” kata Suster Indah bertanya dengan pelan.Mayang mengangguk. “Jika dokumen asli itu masih ada di rumah atau di kantor, Damar pasti akan mengubah semuanya. Setelah dokumen asli itu sudah disimpan oleh Satya di sana, saya sangat merasa lega. Karena asset penting itu tidak berada di tangan Damar.”Mayang mulai bercerita tentang semua yang dia tahu saat masih waras. Ia kembali menitikan air matanya lantaran setelah Satya menyimpan dokumen itu di Jepang, satu minggu setelahnya, Satya meninggal dunia.“Maafkan aku, Satya. Maafkan aku. Aku menyayangi anak kita. Dan kita harus berkorban untuk dia. Aku sudah menanggung semuanya karena tiba-tiba kewarasanku diambil begitu saja. Tidak ingat apa pun, hanya dihantui oleh rasa bersalah karena sudah menghilangkan nyawa kamu,” lirih Mayang kemudian mengusap a
Sagara menyunggingkan senyum. “Dari informan. Aku nggak akan membiarkan kamu dekat sama dia. Tapi, aku harus professional. Tidak bisa memecatnya hanya karena dia mantan pacar kamu. Pekerjaan yaa pekerjaan, masalah pribadi yaa masalah pribadi. Tapi, sekali aku melihat kamu ngobrol apalagi sampai ketawa ketiwi sampai lupa tempat, aku akan menyelesaikannya setelah jam kerja di resto selesai!”Sesuai permintaan sang suami, Hanna tidur di samping Sagara—dalam satu tempat tidur. Beruntung, ruangan yang disewa Sagara adalah ruangan VIP dengan tipe tempat tidur luxury bed. Tempat tidur yang cukup luas dan juga kokoh tentunya.Hanna menggeliat kemudian membuka matanya. Perempuan itu seketika terkejut kala melihat Sagara yang tengah menatapnya sembari menerbitkan senyumnya.“Sagara! Kaget tau, nggak!” Hanna mengusapi dadanya kemudian mengatur napasnya.Sementara Sagara malah terkekeh melihat istrinya terkejut karena ulahnya. “Mor
“Kalau kita di luar terus, si Sagara bisa perkosa Hanna, Pak,” bisik Andra kepada Ardi.Lantas Ardi terkekeh mendengar ucapan Andra. “Bisa saja kamu, Andra. Mereka kan, sudah menikah. Wajar saja jika ingin melakukannya di mana pun dan kapan pun.”Andra mendehem dengan pelan. “Sama aja. Ngomong sama tukang jajan di luar, mana nyambung.” Andra lantas menghampiri Hanna dan memberikan buburnya kepada perempuan itu.“Pak! Apa kabar?” sapa Sagara kepada Ardi.Pria itu menepuk bahu Sagara. “Baik, Sagara. Senang, akhirnya bisa bertemu dengan kamu lagi. Kita ngobrol setelah kamu selesai sarapan. Jangan dulu sibuk dengan istrinya, yaa. Banyak hal yang harus kita bahas soalnya.”Uhuk! Uhuk!Hanna terbatuk setelah mendengar ucapan Ardi. Ia melirik pria itu yang tengah terkekeh karena sudah membuat Hanna salah tingkah. Sementara Sagara terlihat seperti biasa saja, bahkan ekpresinya pun tidak men
Ardi menganggukkan kepalanya sembari menepuk-nepuk bahu Sagara. “Saya paham. Saya sendiri yang akan mengambil dokumen asli itu ke Jepang. Damar masih diberi pasal karena sudah menembak kamu dan juga mengambil pistol milik aparat kepolisian. Dia bisa terkena pasal berlapis lagi karena sudah memalsukan dokumen Anumerta.”Sagara menghela napas pelan. “Beri hukuman setimpal pada Damar, Pak. Hukum harus ditegakkan. Karena dia, nyawa Papa menghilang, Mama jadi gila dan saya jadi sengsara. Beri hukuman yang sudah sepantasnya dia dapatkan.”“Kamu tenang saja. Kami akan melakukan apa pun untuk membalas semua kesakitan yang kamu rasakan selama empat bulan ini.”Sagara menerbitkan senyumnya kepada Ardi. Ia beruntung, bisa berteman baik dengan para pengusaha kelas kakap.“Pak. Punya uang tiga setengah milyar, nggak?” kata Sagara kemudian.Ardi mengerutkan keningnya. “Ada. Untuk apa, Sagara?”&l