Kaki Sagara berhenti melangkah satu meter dari ruang rawat Hanna. Masih ada dua ajudan Krisna berdiri di depan pintu masuk.
Kemudian menarik napasnya dengan pelan. “Semoga nggak ada siapa-siapa di dalam ruangan Hanna. Supaya gue bisa berlama-lama di sana,” gumam Sagara kemudian melangkahkan kakinya kembali.“Permisi!” ucap Sagara dengan suara ia bedakan. Dua ajudan itu masa bodoh setelah melihat nametag yang dikenakan oleh Sagara. Membiarkan Sagara masuk yang mereka anggap seorang office boy sungguhan untuk membersihkan ruangan Hanna.Hanna tengah menangis sembari memegang tangan Sinta. “Sebenarnya Sagara ke mana sih, Ma? HP aku juga mana? Aku mau nelepon Sagara, Ma,” lirih Hanna sembari terisak.“Sabar ya, Sayang. Sagara nggak bisa masuk ke sini. Di depan ada pengawal Papa. Kurang kerjaan emang si Krisna itu. Memerintahkan mereka untuk menjaga pintu agar Sagara tidak bisa masuk ke sini.""Ma. Biarkan aku pulang. PapSagara menganggukkan kepalanya kemudian menatap Andra dengan mata penuh air mata yang megendap di sudut matanya.“Antar gue ke rumah, Ndra.”“Mau ngapain?” tanya Andra ingin tahu.Sagara menghela napasnya dengan pelan. “Bawa semua barang-barang gue di sana. Termasuk mobil gue.”"Haaah? Tapi, kenapa dibawa semua? Lo udah nyerah? Lo nggak kasihan sama Hanna? Raffael nggak bisa ambil Hanna gitu aja dari elo, Gar. Lo nggak inget sama lima belas tahun elo?" Andra menyadarkan Sagara agar mengurungkan niatnya untuk pergi dari rumah Hanna.Sagara menghela napasnya dengan pelan. "Gue mau pergi dari rumah itu, Ndra. Nggak mau tinggal di sana lagi. Dan ... gue mau jual mobil gue."“Lo yakin, Sagara? Katanya sayang.” Andra terus bertanya padahal mereka sudah berada di jalan menuju rumah Hanna.Sagara menganggukkan kepalanya dengan pelan sembari menghela napasnya. “Yakin, Ndra. Hanna jauh lebih berharga dari
Sagara menggelengkan kepalanya. “Mau dijual aja. Tapi, kasih waktu kurang lebih satu tahun. Jangan dijual ke orang lain. Nanti saya ambil lagi. Tapi, kalau dalam kurun satu tahun saya nggak balik lagi, silakan dijual. Gimana? Mau kan, bantu saya?”Lyra sedikit bingung dengan ucapan Sagara. Tapi, karena mobil mahal itu jarang ada yang mau beli, lantas perempuan itu menganggukkan kepalanya. Menyetujui permintaan Sagara.“Baiklah. Harga pasaran mobil kamu lagi naik. Walau bekas, tetap masih di harga tinggi.”“Empat milyar ya, Bu?” tawar Sagara kemudian.“Eumm! Empat milyar tidak masuk, Mas. Tiga koma lima. Bagaimana? Saya kasih parkir gratis sampai satu tahun ke depan. Dan hanya akan dipajang untuk memikat para pelanggan agar mau membeli mobil seperti yang kamu punya.”Sagara menghela napas pelan. “Ya udahlah. Mau gimana lagi. Daripada nggak dapat sama sekali. Uangnya sekarang, bisa?”
“Temen saya kenapa, Dok?” tanya Andra setelah melihat Dokter Azmi selesai memeriksa kondisi Sagara.Pria itu dibawa ke rumah sakit di mana Hanna juga dirawat di sana. Sengaja. Agar bisa memberi tahu Hanna jika ada kesempatan untuk memberi tahu.“Pasien mengalami asam lambung, Mas Andra. Asam lambungnya naik dan menyebabkan kondisinya lemah kemudian jatuh pingsan. Harus diinfus agar tenaganya kembali pulih. Setelah siuman, beri makan agar lambungnya tidak kosong.”Andra menghela napas dengan pelan. “Asam lambung rupanya.”“Betul, Mas Andra. Kurang lebih setengah sampai satu jam akan siuman.”“Baik, Dok. Terima kasih.”Dokter Azmi lantas pamit keluar setelah memeriksa kondisi Sagara yang ternyata mengalami asam lambung lantaran tidak makan dalam satu hari ini. Terlalu memikirkan kondisi Hanna, sampai lupa pada kesehatannya.“Dok!”“Ada apa, Mas? Ada yang bisa saya bantu?”Andra menggigit bibir bawahnya kemudian menatap Dokter Azmi. “Dokter kenal nggak, sama Dokter Aris? Yang praktik di d
“Dokter. Segera beri tahu suami saya agar kondisinya kembali pulih. Saya yakin, dia sakit karena saya. Apa yang saya ucapkan tadi, saya akan sembuh setelah bertemu dengan Sagara. Pun dengan Sagara. Pasti akan segera sembuh setelah mendengar kabar ini.” Hanna meminta kepada Dokter Aris agar memberi tahu Sagara dengan segera. “Baik, Bu Hanna. Kalau begitu, saya permisi ke ruang IGD di lantai satu dulu.” Hanna menganggukkan kepalanya dengan cepat. “Terima kasih, Dokter!” Dokter Aris mengulas senyumnya kemudian keluar dari ruangan tersebut. Pergi ke ruang IGD untuk menemui Sagara. Berharap pria itu sudah siuman dan akan memberi tahu semua rencana brilian Sinta. Setibanya di ruang rawat Sagara. Pria itu sudah membuka matanya dan tengah berbincang dengan Andra. “Dokter Aris? Istri saya masih dirawat di sini? Bagaimana kondisinya?” tanya Sagara dengan suara pelan. “Istri Anda baik-baik saja. Saya punya kabar baik untuk Anda, Pak Sagara.” “Kabar baik? Kabar apa itu, Dok? Istri saya sud
Melihat sahabatnya tersiksa seperti itu cukup membuat Andra sedih. Ia sangat tahu bagaimana perjuangan Sagara demi kembali pada Hanna. Baru dua hari dipisahkan saja sudah membuat Sagara tersiksa seperti ini. Bagaimana nasibnya jika mereka benar-benar berpisah.“Radang di kerongkongan Mas Sagara-lah yang menyebabkan muntah darah. Kondisi asam lambung Anda sudah parah, Mas Sagara. Saya akan memberikan obat pereda nyeri. Setelah rasa nyeri itu sudah agak hilang, isi perut Anda dengan nasi. Walau hanya sedikit, yang penting terisi dulu. Guna mencegah kondisi Anda agar tidak semakin parah.”Dokter Azmi memberi tahu kondisi Sagara setelah selesai memeriksa pria itu.Sagara memejamkan matanya kemudian menghela napas dengan pelan. Tak bisa berkata-kata. Hanya bisa pasrah dan menuruti perintah dari dokter yang menanganinya. Agar segera sembuh dan bertemu dengan Hanna.Satu jam berlalu.Hanna sudah diperbolehkan pulang. Bersama sang mama dan dua ajudan yang akan mengantar mereka ke rumah. Sinta
Sagara tersenyum lirih. “Ada sedikit masalah dengan lambung gue, Andra. Gue punya asam lambung akut. Bisa kambuh kalau nggak makan dalam empat puluh delapan jam.”Andra memijat keningnya kala mendengar penuturan Sagara. "Dan gue baru tau kalau anak punya penyakit asam lambung akut. Itu namanya elo mengantarkan nyawa, Sagara! Sengaja nggak makan padahal tau bakal begini akhirnya." Andra geleng-geleng kepala."Gak nafsu makan, Andra. Dan ternyata bikin gue drop. Kasihan Hanna. Pasti khawatir banget pas liat gue muntah darah tadi.""Masih aja mikirin kondisi Hanna. Kondisi elo jauh lebih ngenes, Sagara."Pria itu menolehkan kepalanya dengan pelan pada Andra. "Elo nggak liat, muka Hanna masih pucat? Hanya karena ingin ketemu sama gue, dia rela pulang dan menunggu gue jemput dia. Sedangkan kondisi gue masih sangat lemah. Besok, kalau kondisi gue masih kayak gini, elo yang jemput, yaa. Bawa ke rumah elo. Jangan dibawa ke sini."Andra mengangguk pelan. "Gampang. Bisa diatur. Asalkan elo semb
Waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam. Hanna tengah duduk di kamarnya. Di rumah lama bersama orang tuanya. Duduk di depan jendela, memandang bintang di langit yang di malam itu cukup banyak bertaburan di atas langit.“Kamu udah sembuh belum, Sagara? Nggak sabar, pengen cepet besok. Pengen cepet ketemu sama kamu,” gumamnya sambil mengusapi perut buncitnya yang sudah berusia lima bulan.“Kamu juga pasti kangen ya, sama Papa? Kangen dielus-elus kalau Mama lagi manja. Sebelum tidur, Papa pasti elus perut Mama dulu. Kamu pasti merindukan Papa.” Bahu Hanna bergetar. Menangisi kerinduan yang melanda dalam dirinya.Mengkhawatirkan kondisi sang suami yang kini sedang dirawat di rumah sakit. Yang seharusnya ia berada di sisinya, mengharuskan mereka berpisah dan tidak bisa menemani di saat Sagara membutuhkannya.Tok tok tok!Hanna mengusap air matanya. Khawatir sang papa yang sudah mengetuk pintu kamarnya. Setelahnya, Hanna membuka pintu kamar tersebut.“Mama!” ucapnya dengan pelan.“Boleh …
Sinta manggut-manggut. “Hebat banget suami kamu itu. Baguslah. Biar Krisna sadar, kalau dia bodoh dan tidak berhati-hati. Biar saja. Toh … perusahaan itu sudah atas nama Krisna. Mama akan pulang ke keluarga Mama lagi jika Krisna mengusir Mama.”Hanna menghela napas lega. “Aku pikir, Mama akan marah. Ternyata Mama mendukungnya.”Sinta mengulas senyumnya. “Mama sangat paham perasaan Sagara seperti apa, Sayang. Dia berhak melakukan apa yang ingin dia lakukan. Melakukan tindakan seperti itu hanya orang-orang yang memiliki otak cerdas. Bahkan, Sagara masih mengingat desain yang sudah dia buat untuk pengusaha di Eropa. Itu prestasi yang patut diacungi jempol, Hanna.“Suami kamu akan menjadi pria yang cekatan, rajin dan tentunya bertanggung jawab. Mama juga kalau ada di posisi Sagara, apa pun akan Mama lakukan asalkan bisa mencapai apa yang Mama inginkan. Terlebih, perusahaan itu adalah miliknya. Juga Krisna yang sudah semena-mena k