Sagara tersenyum lirih. “Ada sedikit masalah dengan lambung gue, Andra. Gue punya asam lambung akut. Bisa kambuh kalau nggak makan dalam empat puluh delapan jam.”Andra memijat keningnya kala mendengar penuturan Sagara. "Dan gue baru tau kalau anak punya penyakit asam lambung akut. Itu namanya elo mengantarkan nyawa, Sagara! Sengaja nggak makan padahal tau bakal begini akhirnya." Andra geleng-geleng kepala."Gak nafsu makan, Andra. Dan ternyata bikin gue drop. Kasihan Hanna. Pasti khawatir banget pas liat gue muntah darah tadi.""Masih aja mikirin kondisi Hanna. Kondisi elo jauh lebih ngenes, Sagara."Pria itu menolehkan kepalanya dengan pelan pada Andra. "Elo nggak liat, muka Hanna masih pucat? Hanya karena ingin ketemu sama gue, dia rela pulang dan menunggu gue jemput dia. Sedangkan kondisi gue masih sangat lemah. Besok, kalau kondisi gue masih kayak gini, elo yang jemput, yaa. Bawa ke rumah elo. Jangan dibawa ke sini."Andra mengangguk pelan. "Gampang. Bisa diatur. Asalkan elo semb
Waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam. Hanna tengah duduk di kamarnya. Di rumah lama bersama orang tuanya. Duduk di depan jendela, memandang bintang di langit yang di malam itu cukup banyak bertaburan di atas langit.“Kamu udah sembuh belum, Sagara? Nggak sabar, pengen cepet besok. Pengen cepet ketemu sama kamu,” gumamnya sambil mengusapi perut buncitnya yang sudah berusia lima bulan.“Kamu juga pasti kangen ya, sama Papa? Kangen dielus-elus kalau Mama lagi manja. Sebelum tidur, Papa pasti elus perut Mama dulu. Kamu pasti merindukan Papa.” Bahu Hanna bergetar. Menangisi kerinduan yang melanda dalam dirinya.Mengkhawatirkan kondisi sang suami yang kini sedang dirawat di rumah sakit. Yang seharusnya ia berada di sisinya, mengharuskan mereka berpisah dan tidak bisa menemani di saat Sagara membutuhkannya.Tok tok tok!Hanna mengusap air matanya. Khawatir sang papa yang sudah mengetuk pintu kamarnya. Setelahnya, Hanna membuka pintu kamar tersebut.“Mama!” ucapnya dengan pelan.“Boleh …
Sinta manggut-manggut. “Hebat banget suami kamu itu. Baguslah. Biar Krisna sadar, kalau dia bodoh dan tidak berhati-hati. Biar saja. Toh … perusahaan itu sudah atas nama Krisna. Mama akan pulang ke keluarga Mama lagi jika Krisna mengusir Mama.”Hanna menghela napas lega. “Aku pikir, Mama akan marah. Ternyata Mama mendukungnya.”Sinta mengulas senyumnya. “Mama sangat paham perasaan Sagara seperti apa, Sayang. Dia berhak melakukan apa yang ingin dia lakukan. Melakukan tindakan seperti itu hanya orang-orang yang memiliki otak cerdas. Bahkan, Sagara masih mengingat desain yang sudah dia buat untuk pengusaha di Eropa. Itu prestasi yang patut diacungi jempol, Hanna.“Suami kamu akan menjadi pria yang cekatan, rajin dan tentunya bertanggung jawab. Mama juga kalau ada di posisi Sagara, apa pun akan Mama lakukan asalkan bisa mencapai apa yang Mama inginkan. Terlebih, perusahaan itu adalah miliknya. Juga Krisna yang sudah semena-mena k
Sementara di kediaman Krisna. Hanna tengah duduk di balkon kamarnya. Tersenyum bahagia, tak sabar malam hari segera tiba.“Semuanya sudah disiapkan dengan baik. Mama sudah memberi tahu penjaga rumah, dan aku bisa keluar dengan sangat hati-hati nanti malam.”Hanna menghela napasnya dengan pelan. “Sagara. Sebentar lagi kita akan bertemu.”“Hanna?”Perempuan itu terperanjat kaget setelah setelah mendengar sang mama memanggilnya. “Mama! Kaget, tauu.”Sinta tersenyum kemudian menepuk lengan Hanna. “Ada Raffael di bawah. Lagi ngobrol sama papa kamu. Lagi bahas pernikahan kalian.”Hanna tersenyum campah mendengarnya. “Pernikahan? Bahkan, dia bisa digorok habis-habisan oleh Citra kalau ketahuan. Ke mana sebenarnya Citra? Kenapa dia menghilang saat kondisi seperti ini.”“Karena, kalau Citra ada di sini, mana mungkin Raffael bisa melakukan hal gila itu, Hanna. Bisa jadi mereka suda
Hingga tiba di depan gerbang. Mobil Hanna yang dipakai oleh Andra sudah berada di depan. Pria itu lantas keluar dari mobil setelah melihat Hanna dan Sinta keluar.“Jangan lepas jaketnya ya, Nak. Mama akan menghapus riwayat panggilan dan—“Hanna memeluk sang mama. “Mama jangan khawatir aku akan ketahuan. Aku dan Sagara akan pergi sejauh mungkin dari sini. Kita akan bertemu kembali setelah situasinya mendukung. Jaga kesehatan Mama. Kalau sudah tidak perlu ada yang dipertahankan, cerai aja.”Sinta melepaskan pelukan itu kemudian mengecup kening Hanna. “Iya, Sayang. Kamu juga. Jaga kesehatan, jaga diri dan jangan lupa kabarin Mama kalau sudah melahirkan.”“Pasti. Aku pasti akan mengabari Mama.”“Udahan yaa, cipika cipiki-nya. Kita harus segera pulang. Katanya Hanna alergi dingin. Kalau pingsan di sini, berabe. Besok pagi, Sagara udah bisa pulang. Nanti aku jemput Sagara di rumah sakit.”
“HANNAAA!!”Sebuah teriakan dari mulut Krisna keluar dengan lantang setelah melihat kondisi kamar anaknya itu kosong.“Ada apa sih, teriak-teriak?” Sinta menghampiri Krisna sembari membawa sutil lantaran perempuan itu sedang memasak.“Hanna, Sinta. Hanna tidak ada di kamarnya. Ke mana dia?” tanya Krisna sembari berteriak.Sinta mengerutkan keningnya. Kemudian masuk ke dalam kamar anaknya itu, memanggil sang anak seolah ia tak tahu jika Hanna sudah pergi.“Hanna!” Kemudian masuk ke dalam kamar mandi.“Sudah aku cari di sana dan tidak ada, Sinta! Hanna kabur. Melarikan diri!” pekik Krisna lagi sembari berkacak pinggang.“APA!! Kabur? Kabur ke mana? Kapan? Kenapa bisa kabur?”Akting yang cukup bagus untuk mengelabui Krisna jika bukan ia pelakunya yang sudah membawa Hanna kabur dari rumah itu. Berpura-pura terkejut sambil melepaskan sutil yang ia pegang.Krisna memijat keningnya. Memikirkan di mana keberadaan Hanna saat ini. Sementara Sinta duduk dengan lemas di tepi tempat tidurnya semba
Hanna bangun dari duduknya kemudian menghampiri Sagara. Memeluk suaminya dengan erat. Kepalanya ia tumpukkan di bahu suaminya itu kemudian menghidu aroma tubuh suaminya yang masih sama seperti dulu.“I miss you, Sagara. Aku … aku masih nggak nyangka bakal ketemu lagi sama kamu,” lirih Hanna dengan tangan masih memeluk Sagara erat.Sagara menyesap sisian wajah Hanna kemudian mengangguk dengan pelan. “Me too. Aku jauh lebih kangen sama kamu, Hanna.”Iman mengusapi punggung Sagara sembari mengulas senyumnya. “Selamat bertemu kembali. Kalian memang luar biasa. Saling menguatkan dan mau berjuang. Akhirnya, kalian bisa dipersatukan lagi.”Sagara melepaskan pelukan itu dengan pelan. Mengusap air mata di pipi perempuan itu kemudian mengulas senyumnya.“Are you okay? Kondisi kamu, udah baik? Kandungan kamu juga. Baik-baik aja, kan?” Banyak pertanyaan yang diberikan oleh Sagara kepada Hanna.Perempuan itu mengangguk pelan. “Aku dan anakku baik-baik aja, Sagara. Udah semakin baik karena akhirnya
Rima mengangguk paham. “Iya, Nak. Tante bisa pergi bersama Bibi jika ingin belanja. Kamu, cukup di sini saja dan berdiam diri. Menikmati waktu sampai tiba saatnya kalian bisa keluar dengan bebas lagi. Untuk saat ini, harap bersabar dulu.”Hanna mengulas senyumnya kemudian menganggukkan kepalanya. “Iya, Tante. Sekali lagi terima kasih karena sudah mau menampung aku dan Sagara di sini.”“Jangan bilang kayak gitu.” Rima mengusapi rambut Hanna. “Rumah ini menjadi ramai karena ada kamu dan Sagara, Hanna. Apalagi, kalau nanti sudah melahirkan. Aahh! Sepertinya kamu sudah berada di rumah baru kalian.”“Kalau misinya berhasil dan perusahaannya udah dipegang Sagara, Ma,” kata Andra menyela obrolan Hanna.“Iya juga sih. Tapi, kita doakan yang terbaik saja. Andai kata masih ada jalan untuk mengambil perusahaan itu lagi, semoga tidak ada yang harus dikorbankan apalagi sampai meregang nyawa lagi. Hati-hati ya, Sagara.”Rima memberi nasihat kepada Sagara yang akan menjalankan misi untuk mengambil p