Hingga tiba di depan gerbang. Mobil Hanna yang dipakai oleh Andra sudah berada di depan. Pria itu lantas keluar dari mobil setelah melihat Hanna dan Sinta keluar.
“Jangan lepas jaketnya ya, Nak. Mama akan menghapus riwayat panggilan dan—“
Hanna memeluk sang mama. “Mama jangan khawatir aku akan ketahuan. Aku dan Sagara akan pergi sejauh mungkin dari sini. Kita akan bertemu kembali setelah situasinya mendukung. Jaga kesehatan Mama. Kalau sudah tidak perlu ada yang dipertahankan, cerai aja.”
Sinta melepaskan pelukan itu kemudian mengecup kening Hanna. “Iya, Sayang. Kamu juga. Jaga kesehatan, jaga diri dan jangan lupa kabarin Mama kalau sudah melahirkan.”
“Pasti. Aku pasti akan mengabari Mama.”
“Udahan yaa, cipika cipiki-nya. Kita harus segera pulang. Katanya Hanna alergi dingin. Kalau pingsan di sini, berabe. Besok pagi, Sagara udah bisa pulang. Nanti aku jemput Sagara di rumah sakit.”<
“HANNAAA!!”Sebuah teriakan dari mulut Krisna keluar dengan lantang setelah melihat kondisi kamar anaknya itu kosong.“Ada apa sih, teriak-teriak?” Sinta menghampiri Krisna sembari membawa sutil lantaran perempuan itu sedang memasak.“Hanna, Sinta. Hanna tidak ada di kamarnya. Ke mana dia?” tanya Krisna sembari berteriak.Sinta mengerutkan keningnya. Kemudian masuk ke dalam kamar anaknya itu, memanggil sang anak seolah ia tak tahu jika Hanna sudah pergi.“Hanna!” Kemudian masuk ke dalam kamar mandi.“Sudah aku cari di sana dan tidak ada, Sinta! Hanna kabur. Melarikan diri!” pekik Krisna lagi sembari berkacak pinggang.“APA!! Kabur? Kabur ke mana? Kapan? Kenapa bisa kabur?”Akting yang cukup bagus untuk mengelabui Krisna jika bukan ia pelakunya yang sudah membawa Hanna kabur dari rumah itu. Berpura-pura terkejut sambil melepaskan sutil yang ia pegang.Krisna memijat keningnya. Memikirkan di mana keberadaan Hanna saat ini. Sementara Sinta duduk dengan lemas di tepi tempat tidurnya semba
Hanna bangun dari duduknya kemudian menghampiri Sagara. Memeluk suaminya dengan erat. Kepalanya ia tumpukkan di bahu suaminya itu kemudian menghidu aroma tubuh suaminya yang masih sama seperti dulu.“I miss you, Sagara. Aku … aku masih nggak nyangka bakal ketemu lagi sama kamu,” lirih Hanna dengan tangan masih memeluk Sagara erat.Sagara menyesap sisian wajah Hanna kemudian mengangguk dengan pelan. “Me too. Aku jauh lebih kangen sama kamu, Hanna.”Iman mengusapi punggung Sagara sembari mengulas senyumnya. “Selamat bertemu kembali. Kalian memang luar biasa. Saling menguatkan dan mau berjuang. Akhirnya, kalian bisa dipersatukan lagi.”Sagara melepaskan pelukan itu dengan pelan. Mengusap air mata di pipi perempuan itu kemudian mengulas senyumnya.“Are you okay? Kondisi kamu, udah baik? Kandungan kamu juga. Baik-baik aja, kan?” Banyak pertanyaan yang diberikan oleh Sagara kepada Hanna.Perempuan itu mengangguk pelan. “Aku dan anakku baik-baik aja, Sagara. Udah semakin baik karena akhirnya
Rima mengangguk paham. “Iya, Nak. Tante bisa pergi bersama Bibi jika ingin belanja. Kamu, cukup di sini saja dan berdiam diri. Menikmati waktu sampai tiba saatnya kalian bisa keluar dengan bebas lagi. Untuk saat ini, harap bersabar dulu.”Hanna mengulas senyumnya kemudian menganggukkan kepalanya. “Iya, Tante. Sekali lagi terima kasih karena sudah mau menampung aku dan Sagara di sini.”“Jangan bilang kayak gitu.” Rima mengusapi rambut Hanna. “Rumah ini menjadi ramai karena ada kamu dan Sagara, Hanna. Apalagi, kalau nanti sudah melahirkan. Aahh! Sepertinya kamu sudah berada di rumah baru kalian.”“Kalau misinya berhasil dan perusahaannya udah dipegang Sagara, Ma,” kata Andra menyela obrolan Hanna.“Iya juga sih. Tapi, kita doakan yang terbaik saja. Andai kata masih ada jalan untuk mengambil perusahaan itu lagi, semoga tidak ada yang harus dikorbankan apalagi sampai meregang nyawa lagi. Hati-hati ya, Sagara.”Rima memberi nasihat kepada Sagara yang akan menjalankan misi untuk mengambil p
“Gue akan pulang, dan melihat semua kebenaran yang elo ucapkan, Sagara. Kalau elo berani bohongi gue, jangan harap hidup elo akan baik-baik saja.” Citra mengancam Sagara.Pria itu lantas tersenyum miring. “Gue nggak pernah berani ngomong, kalau nggak ada bukti. Silakan lihat sendiri dan gue akan membuktikan jika semua ucapan gue benar,”Citra menutup panggilan itu. Seperti tak ingin mendengar penuturan Sagara lagi, perempuan itu memutus panggilan secara sepihak.“Mencurigakan! Passport si Citra hilang dan dia baru sadar kalau passport-nya hilang. Udah berapa lama, si Citra ada di Belanda?” Andra bertanya kepada Sagara.Pria itu mengendikan bahunya. “Nggak tau. Yang penting, kita udah tau di mana Citra sekarang. Dan akan pulang di minggu depan. Masih ada waktu dan sidang pun belum dimulai. Semoga nggak lewat dari satu minggu.”Sagara mengatup keningnya dengan kedua tangannya. Menundukkan wajahnya ke bawah sembari memejamkan matanya.Lalu, Hanna mengusapi bahu suaminya itu. “Walaupun Ci
Pria itu lantas mengadahkan wajahnya dengan pelan kepada Hanna. Dengan mulut menganga, pria itu terlihat sangat terkejut kala mendengar ucapan istrinya itu.“Ya—yang bener, Hanna? Kok bisa?” tanya Sagara kemudian.Hanna mengendikan bahunya. “Aku juga baru tau dari Mama, Sagara. Dia bilang, kalau aku bukan anak kandung dia. Mama nggak bisa hamil setelah keguguran. Karena rahimnya ikut diangkat. Ibuku meninggal setelah melahirkanku. Entah, ada di mana keluarga kandungku sekarang. Bahkan, aku nggak tau soal papa kandungku. Apakah dia masih hidup atau sudah meninggal juga.“Mungkin sudah menikah lagi. Tapi, kenapa dia memberikan aku pada Mama. Kenapa dia nggak mau urus aku? Itu yang selama ini jadi pertanyaan aku setelah tau jika aku bukan anak kandung Mama dan Papa. Banyak hal yang kita lewati saat berpisah kemarin, Sagara.”Pria itu mengulas senyum tipis kemudian menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur.“Kita akan cari tau di mana papa kandungmu setelah semua urusanku selesai,
“Itulah, Tante. Aku juga nggak nyangka akan menikah dengan Sagara. Teman masa kecil walau hanya bertemu satu kali. Cukup ajaib kalau dijelaskan. Tapi, mungkin sudah takdirnya dipertemukan lagi. Walau harus mengecewakan Sagara karena kondisiku lagi hamil.”Rima mengusapi lengan perempuan itu. “Sagara tidak pernah kecewa. Itu kesalahan kamu, dan Sagara tidak berhak ikut campur. Tugasnya cukup bertanggung jawab karena sudah mau menikahi kamu. Hanya itu saja. Tidak ada lagi selain itu.”Ucapan Rima benar-benar membuat Hanna tertegun. Namun, penyesalan tingggalah penyesalan. Nasi sudah menjadi bubur. Hanya tinggal nikmati saja, hasil yang sudah dia dapatkan.Meski begitu, ia tidak boleh terus menerus hanyut dalam penyesalan yang sudah dia lakukan. Bahkan, Sagara saja tidak pernah memabahas hal itu karena memang tidak penting menurutnya.Tangan itu terulur di perut buncit Hanna hingga membuat perempuan itu terkejut.“Sagara! Kaget tau, nggak!” Hanna memukul tangan Sagara yang melingkar di p
Sagara tersenyum malu. "Kayaknya, wajar aja sih, ketagihan sama istri sendiri. Ya udah. Aku berangkat sekarang, yaa. Kamu mau nitip apa? Biar nanti pulang, aku belikan.""Eum ... belum kepikiran pengen apa, Sagara. Nanti aja. Nanti aku chat kamu, kalau pengen sesuatu.""Ya udah kalau begitu. Aku berangkat sekarang." Kemudian, pria itu mengecup kening sang istri dan mengusap perut buncit perempuan itu. "Papa berangkat dulu ya, Sayang. Jangan nakal. Jangan bikin Mama sakit lagi. Nanti Papa cubit hidungnya, kalau udah lahir," ucap Sagara seolah tengah berbicara kepada anak yang ada di dalam perut Hanna.Sementara Hanna hanya mengulas senyumnya. Tidak banyak berkomentar kemudian melambaikan tangannya kepada Sagara setelah pria itu keluar dari kamarnya.Andra dan Sagara sudah berada di garasi. Ia pun memilih mobil milik orang tuanya untuk dibawa keluar."Buat jaga-jaga. Khawatirnya, si Raffael atau Krisna, hafal sama jenis mobil gue," kata Andra sembari memasuki mobil orang tuanya."Iya. T
Clara menghela napas kasar. “Citra. Udah nggak bisa menoleransi lagi setelah tau Raffael ingin merebut perusahaan Papa. Dia ingin menggantikan posisi Papa dan membiarkan Papa pensiun dini.”“Lalu, apa hubungannya dengan Hanna? Mau ambil perusahaan Krisna juga? Citra sama papa kamu, pasti nggak ngasih perusahaan itu ke Raffael, kan?” tebak Sagara kemudian.Clara menggeleng pelan. “Lebih tepatnya, Raffael ingin menghancurkan perusahaan Om Krisna. Dia mengira, kesuksesan Lestari Group karena ada kamu di dalamnya. Kamu, yang sudah membuat desain untuk Lestari.”Sagara mengerutkan keningnya. Semakin tak paham dengan ucapan Clara. “Maksudnya apa, Clara? Apa hubungannya dengan perusahaan Krisna dan Raffael? Bahkan, aku nggak pernah dianggap menantunya. Kamu tau sendiri, aku kerja sebagai OB di sana.” Sagara menyangkal ucapan Clara tadi.Perempuan itu mengangguk. “Ya. Aku tau itu, Sagara. Makanya aku mencari tau dan akhirnya ketemu. Raffael melakukan itu atas dasar perintah dari Om Damar.”An