"Sayang, aku sangat mencintaimu. Aku akan segera menceraikan wanita jelek itu!"
Di rumah mewahnya, Aurora berdiri di pintu kamar tidur sambil memegang perutnya yang masih terasa ngilu setelah keguguran kemarin. Aurora mendengar suara seorang lelaki dan seorang perempuan dari balik pintu. Suara itu membuat Aurora menghentikan langkahnya. Suara yang sangat ia kenal. Suara Jonny, suami yang sangat ia cintai. "Keputusanmu untuk menceraikannya adalah tepat. Lagi pula, dia tidak bisa memberi kamu anak," suara lembut penuh bujuk rayu itu masuk ke telinga Aurora. Aurora berdiri di pintu, seluruh tubuhnya bergetar. Kemarahan hampir membuatnya kehilangan pikirannya. "Brak," Dengan mata yang memerah, Aurora mendorong pintu dengan kedua tangannya. Di kamar itu, ia menemukan suaminya sedang bersama wanita yang ia kenak. Clara, teman kuliahnya dulu, sekaligus Disainer utama di perusahaan Jonny. Bukannya terkejut saat melihat Aurora datang, perempuan itu malah bersandar di bahu Jonny sambil tersenyum sinis. "Jonny, mengapa kamu melakukan ini padaku?" tanya Aurora sembari menahan air matanya. Jonny melihat Aurora dengan sikap dingin yang tidak bisa diterangkan. "Seperti yang kamu lihat!" jawab Jonny tanpa perasaan. "Kenapa kamu tega melakukan ini disaat aku sedang terpuruk karena sudah kehilangan satu anak kita tiga hari yang lalu?" Aurora hampir berteriak, wajahnya dipenuhi dengan air mata. Ia mencengkram perutnya dengan pelan saat rasa sakit di hatinya terasa hingga kebagian perutnya. Jonny menghela nafas, ia menatap dingin istrinya. "Kalau bukan karena kamu sudah menolongku, aku tidak mungkin menikahimu. Aku bukannya tega, tapi balas budiku sudah cukup." Setelah mengatakan itu, Jonny berbalik untuk melihat Clara sambil tersenyum. "Dia sedang mengandung anakku. Kami akan segera menikah, jadi aku harus segera menceraikan kamu,"lanjut Jonny. Mendengar pengakuan Jonny tanpa rasa bersalah, Aurora tak bisa menahan air matanya lagi. Hatinya hancur, dadanya sesak dan kakinya lemas. "Selama empat tahun, aku rela menjadi pelayan kalian. Ketika kalian lapar, aku langsung memasak meskipun aku sedang sakit. Ketika kamu punya masalah keuangan, aku bekerja keras sampai tanganku terluka untuk membantu keuangan keluarga ini. Aku ....," "Cukup!" Jonny dengan tidak sabar menjeda Aurora. Sangat jelas, semua pengorbanan yang Aurora katakan, tidak bisa menyentuh laki-laki tanpa hati ini. "Mempertahankan kamu hanya akan membuat keluarga Smith merugi. Kalau bukan karena Clara, keluarga Smith tidak akan bisa bekerjasama dengan Santoso Group yang merupakan perusahaan terbesar di negara ini." kata Jonny sambil tersenyum sinis kearah Aurora. Aurora tertduduk, ia sadar kalau dirinya memang orang biasanya yang tidak mungkin bisa membantu Jonny mencapai kesuksesan dalam bisnis. Aurora menoleh kearah Clara, ia menatap wanita itu dengan tatapan tajam. "Clara, kenapa kamu selalu mengambil apa yang aku miliki? Tidak cukup kamu memfitnahku sampai putus kuliah?" Aurora hampir berteriak kearah Clara. Namun, ia masih menahan diri saat ia mengingat kalau kondisi nya masih lemah. "Tutup mulutmu!" Clara berteriak sembari mengangkat tangan kanannya. Plak .... "Ahhh ....," Aurora jatuh kelantai setelah Clara menamparnya dengan cukup keras. Aurora meringis kesakitan sambil memegang pipinya yang sudah memerah. Aurora menatap Jonny memelas, mengharapkan sebuah kata penyelamat dari bibir suaminya itu. Namun, yang tidak diduga oleh Aurora adalah, Jonny hanya diam sambil tersenyum sinis. "Jonny, kenapa kamu hanya diam?" tanya Aurora dengan suara gemetar, mencari sedikit simpati dari laki-laki yang pernah ia cintai. Jonny mendengus. "Kamu memang pantas untuk ditampar." Clara tersenyum licik, ia puas melihat sikap dingin Jonny kepada Aurora. "Aurora, aku tidak mengambil apapun darimu tapi Jonny mencintaiku. Soal yang terjadi di masa lalu, itu salahmu sehingga kamu di keluarkan dari kampus," Clara mengejek. Aurora merasa kehilangan kata-kata, ia tidak bisa mengatakan apapun karena ia tidak memiliki bukti. Aurora hanya bisa menangis meratapi rasa sakit dan penghinaan yang dia dapatkan dari Jonny dan Clara.. "Sebaiknya, kamu pergi dari hadapan ku sekarang! Aku tidak ingin melihatmu lagi. Segera, pengacaraku akan mengirim surat cerai kepadamu," kata Jonny tanpa perasaan. Aurora semakin tidak berdaya. Dua tahun lalu, ia sangat bahagia memiliki keluarga baru setelah hidup hanya berdua dengan neneknya. Tapi, selama dua tahun ini, tidak satu pun di dalam keluarga Smith, yang pernah menganggapnya ada. Ini membuat Aurora makin merasa rendah, sehingga dia dengan putus asa mencoba untuk melakukan yang terbaik untuk keluarga ini. Bahkan, ia rela dimanfaatkan oleh mereka tanpa pernah diperlakukan sebagai anggota keluarga. Tetapi pada akhirnya, inilah hasilnya. "Ahhh ...," Aurora meringis kesakitan sambil memegang tangan Clara yang menjambak rambutnya."Clara, lepaskan aku!"Clara semakin bersemangat melihat Aurora meringis, ia semakin berani saat melihat Jonny yang tidak memperdulikan apa yang dia lakukan pada Aurora. "Sungguh kasihan, baru kehilangan anak kemarin, sekarang sudah kehilangan suami. Sebaiknya kamu segera pergi jika kamu masih punya malu!" kata Clara.Aurora yang lemah secara fisik, tidak sepadan dengan Clara. Rasa sakit yang intens di perutnya hampir membuat Aurora tidak bisa berdiri. Clara melepaskan Aurora, ia membersihkan tangannya dengan tisu karena merasa jijik sudah memegang rambut Aurora."Cepat keluar dari kamarku!" teriak Jonny dengan tidak sabar.Aurora tidak tahu harus kemana setelah ini. Ia tidak memiliki keluarga dan rumah neneknya pun sudah di jual."Jonny, kamu akan menyesal," gumam Aurora dengan dingin.Aurora menghapus darah dari sudut mulutnya, setelah itu ia keluar dari kamar itu. Langkahnya sempoyongan karena kehilangan tenaga, namun ia tetap berusaha tegar.Tepat saat ia sampai di depan pintu keluar, ia kebetulan b
Aurora meneteskan air mata. Ini adalah takdir baik untuknya. Ia tidak menyangka kalau dirinya benar-benar pewaris dari keluarga Santoso."Kenapa mereka baru mencari ku sekarang? Dan kenapa aku bisa diasuh oleh nenek Julia?" tanya Aurora setelah menyeka air matanya."Maaf, Nona. Saya belum bisa memberikan penjelasan lebih detail. Nona akan mendapatkan semua informasi saat kita tiba di rumah," kata Julian.Aurora terdiam sejenak, mencoba mencerna sedikit informasi yang diberikan Julian. Aurora bercampur bingung, kecewa, dan sedikit ketakutan. Ia tidak tahu harus senang atau sedih karena rasa sakitnya masih menganga hebat. Aurora terkejut saat memasuki kawanan Central Business Distric yang dijuluki segitiga emas. Harga tanah disana rata-rata Rp 60-200 juta per meter persegi.Akhirnya, Aurora sampai di rumah mewah keluarga Santoso. Julian memarkir mobilnya di depan pintu utama."Rumahnya mewah banget. Lebih mewah dua kali lipat dari rumah mewah keluarga Smith. Apakah ini rumah keluarga S
Lima tahun kemudian, Aurora kembali ke Jakarta dengan penampilan baru yang memukau. Rambut panjangnya kini telah dipotong sebahu, memberikan kesan yang lebih segar. Matanya berbinar, langkahnya lebih mantap dan percaya diri.Aurora menurunkan kaca mobilnya sedikit, ia menghirup udara malam dan sambil menatap kota yang sudah lama ia tinggalkan itu. Ia merasa Jakarta, kota yang pernah membuatnya merasa sakit, kini terasa seperti kanvas kosong yang siap ia lukis dengan warna-warna hidupnya yang baru."Nona, Jasmine. Kenapa kita belum sampai juga? Di mana kita sekarang?"Aurora menoleh ke arah bocah laki-laki berusia 5 tahun itu. Namanya Ethan. Ia duduk di kursi belakang mobil. Ethan adalah anak Aurora dan Jonny.Rambut Ethan yang keemasan terlihat lebih panjang dan mata birunya semakin bersinar. Ethan mewarisi gen neneknya yaitu Emiliana yang merupakan orang Inggris. Aurora menggelengkan kepala. Karena Ethan lebih sering memanggil namanya daripada memanggilnya ibu."Sebentar lagi sayan
"Maafkan Ibu sayang, tapi kamu harus bersama Tante Silvia dulu."Ethan menghela nafas panjang, ia menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Aku akan melaporkan Nona muda Jasmine kepada Nona tua. Kalau Nona sudah mengabaikan anak Nona. Sekarang, aku tidak mau bicara denganmu lagi." Ethan sangat kesal sehingga ia mematikan panggilan itu secara sepihak lalu melempar ponselnya ke bawah. Silvia hanya bisa menarik nafas sembari mengambil ponsel Ethan dengan hati-hati. Mall megah di pusat kota Jakarta bergema dengan suara tawa anak-anak, alunan musik lembut, dan deru langkah para pengunjung. Ethan, yang baru berusia lima tahun itu, berjalan pelan dengan tas merah di punggungnya diikuti oleh Silvia."Ethan, apa kamu mau ke tempat permainan dulu?" tanya Silvia dengan hati-hati.Ethan meliriknya dengan tajam. "Astaga, Tante Silvia, aku ini bukan anak kecil yang lebih suka bermain.""Oke. Jadi, kamu mau ke mana dulu?" tanya Silvia lagi sembari menahan tawanya."Nona Jasmine akan ulang tahun mi
Aurora tersenyum sinis, hatinya dipenuhi rasa jijik mendengar pertanyaan Jonny. Ia sekarang merasa menyesal pernah memberikan cinta dan hatinya sepenuhnya untuk Jonny."Nama saya Jasmine bukan Aurora. Jadi, Anda salah orang, Tuan," jawab Aurora dengan tenang.Jonny tersenyum mengejek, yakin bahwa di hadapannya adalah Aurora."Kita pernah hidup bersama selama dua tahun. Kamu tidak bisa menipuku. Aku tahu betul kamu adalah Aurora," kata Jonny dengan percaya diri.Aurora mengepal tangan dengan erat, berusaha menahan emosinya. Ia tidak ingin mengungkapkan identitasnya terlalu cepat."Akui saja bahwa kamu adalah Aurora, mungkin aku bisa mempertimbangkan untuk kembali bersamamu," kata Jonny sambil meraih tangan Aurora. Aurora tercengang. Ia tidak percaya Jonny adalah pria yang tidak tahu malu, sangat menjijikkan."Lepaskan saya, Tuan!" Aurora berusaha melepaskan diri. "Saya bukan wanita yang kamu maksud. Selain itu, saya sudah menikah dan memiliki seorang anak."Aurora menatap Jonny dengan
"Jasmine, sepertinya ada acara di dalam. Banyak mobil mewah parkir di sini," kata Silvia setelah mengamati restoran itu dari dalam mobil.Aurora tersadar dari lamunannya."Kamu benar. Sebaiknya kita cari tempat makan yang lain. Aku ingat, ada restaurant seafood yang enak di dekat perumahan kita. Bagaimana kalau kita makan disana saja?"Walaupun merasa sangat lapar, tapi Ethan tetap mengangguk karena dia tidak suka makan di tempat yang ramai."Oke," ucap Ethan.Setelah itu, mereka segera meninggalkan restoran itu. Di sepanjang jalan, Aurora merasa tidak nyaman. Ia masih ingat pertemuannya dengan Jonny yang secara tiba-tiba. Lain kali, ia harus berhati-hati agar Jonny dan Ethan tidak bertemu lagi.Keesokan harinya, Aurora tiba di kantor Maverick Group. Dulu, saat kuliah, ia bercita-cita menjadi desainer utama di perusahaan bergengsi ini. Namun, mimpinya kandas setelah ia berhenti kuliah dan menikah.Kini, ia adalah desainer terkenal di Inggris dengan nama Jasmine Santoso. Namun, kali ini
Ana menunduk, jantungnya berdebar kencang. Jari-jarinya memainkan ujung bajunya dengan gemetar, menunjukkan rasa gugup yang tak tertahankan. Ia tak berani menatap mata Archen, pria yang sudah terkenal kejam dan tak kenal ampun di perusahaan ini. "Manager Mona yang membuat keputusan, Bos," jawab Ana lirih, suaranya bergetar seperti daun kering ditiup angin. Archen mengerutkan kening. Sorot matanya tajam, seperti pisau yang siap menusuk. Ia tidak menyangka kalau Manager Disain perusahannya sangat tidak kompeten. "Mona tidak berhak menolak pelamar yang memiliki kemampuan," ucapnya, nada suaranya dingin dan penuh penolakan. Tepat saat itu, Roni, asisten Archen, muncul di belakangnya, wajahnya dipenuhi keringat dingin. "Ada apa, Bos?" tanyanya, suaranya sedikit gemetar, ia menyadari ketegangan yang mencekam di udara. "Katakan pada pelamar ini, kalau besok dia boleh bekerja!" kata Archen, suaranya tegas, seraya menyerahkan dokumen pelamar yang dimaksud. Roni tercengang. Matanya te
Roni, mengabaikan protes Mona lalu keluar dari ruang wawancara itu bersama Ana.Wajah Mona memerah menahan amarah, ia segera pergi dari ruangan itu menyusul Ana dan Roni."Kenapa kamu muncul lagi setelah lima tahun dan langsung membawa masalah untukku? Apakah kamu kembali untuk merebut suamiku dan balas dendam?" Mona menatap Aurora dengan tatapan tajam yang penuh amarah.Langkah Aurora terhenti ketika mendengar pertanyaan Clara. Aurora membalas tatapan Clara yang menghalangi jalannya menuju pintu keluar. "Bagaimana kalau itu benar? Apa kamu takut dia akan meninggalkan kamu seperti yang dia lakukan padaku dulu?"Clara mengepal tangannya karena kesal. "Jonny tidak mungkin meninggalkan aku demi wanita jelek dan miskin sepertimu. Selain itu, kami sudah memiliki anak yang mengikat kami. Dan selama ini kami hidup bahagia!"Aurora sedikit terpancing, ia mengingat masih anaknya yang selama lima tahun tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari Ayahnya. Sedangkan Ayahnya, tidak mengetahui kebe
Untuk beberapa saat, suasana hening, hanya desiran angin yang menembus celah kaca dan suara mesin mobil yang menjadi teman perjalanan mereka. Delina menatap keluar jendela, wajahnya muram. Tatapannya kosong, pikirannya masih terpaku pada sosok Ethan yang mirip dengan Jonny."Mama, tenanglah. Ethan itu bukan anakku. Dia anak Archen dan Aurora. Mama harus percaya padaku," kata Jonny pelan, berusaha menenangkan ibunya. Ia bisa merasakan kecemasan yang merayap di hati ibunya.Delina menoleh ke arah Jonny, matanya berkaca-kaca. "Bagaimana mungkin Jonny? Anak itu sangat mirip denganmu! Bahkan anak itu lebih mirip daripada Adrian."Jonny menghela napas. "Mama, memang benar, Ethan mirip denganku. Tapi itu hanya kebetulan. Tidak mungkin Aurora punya anak dariku. Dia keguguran. Sedangkan Adrian, lebih mirip Clara, jadi itu wajah, " jawab Jonny, suaranya bergetar."Tapi ...," Delina terdiam, kata-kata yang ingin diucapkannya terhenti. Hatinya masih dipenuhi keraguan dan kebingungan.Di sisi l
Delina menahan napas, matanya tak lepas dari Ethan. Jantungnya berdebar kencang, keringat dingin menetes di pelipisnya. Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, mendesak untuk terjawab. "Apakah anak ini ... anakmu?" tanyanya pelan, jari-jarinya dengan ragu menyentuh pipi Ethan. Kegentingan dan keraguan terpancar dari matanya.Ethan menepis tangan Delina dengan kasar. "Mama, ayo kita pulang!" raungnya, matanya menatap ibunya dengan amarah.Aurora mengangguk sembari memegang tangan putranya. Ia lalu menatap Delina kembali sembari berkata, "Maaf, Nyonya Smith. Kami harus segera pulang!" katanya, menghindar tatapan Delina yang tajam.Delina yang keras kepala tidak mau menyerah, ia memegang erat pergelangan tangan Aurora. "Jawab dulu pertanyaanku!"Aurora mengerutkan kening, ia tahu betul bagaimana kerasnya mantan ibu mertuanya itu."Dia..." Aurora tidak melanjutkan ucapannya saat Archen menyela."Dia adalah putraku!" kata Archen mendahului Aurora.Delina terdiam sesaat, bagaimana mung
"Beraninya kau menyebut dia penipu!" Suara Roni menggelegar, menusuk keheningan ruangan seperti petir yang menggelegar di tengah malam. Roni berdiri tegak di pintu sebelah kanan panggung, sosoknya menjulang bak patung marmer yang siap melepaskan amarah. Semua mata tertuju padanya. Orang-orang saling berbisik, mencoba memahami makna di balik kemunculan Roni. Clara tersenyum kecil, namun matanya berkilat tak menentu. Ia yakin Roni akan mendukungnya, karena ia adalah asisten Presiden Maverick. "Mati kalian berdua, Pak Roni tidak akan pernah memaafkan siapapun yang berpura-pura menjadi bosnya,"gumam Clara.Roni melangkah tegap menghampiri Archen dan Aurora. Ia berdiri di samping mereka, tatapannya tajam menyapu semua orang. "Perkenalkan," Roni berucap dengan suara berat, "Yang di samping saya ini adalah Presiden Direktur Maverick Group, Archen Ludwig Maverick. Salah satu pengusaha muda tersukses di negara ini." Ia menunjuk Archen dengan tegas.Niken terpaku. Mulutnya menganga, matanya
Archen, dengan senyum yang memikat, menyerahkan sebuket mawar merah kepada Aurora. "Selamat atas terpilihnya kamu, Aurora. Maverick Fashion beruntung mendapatkan desainer seberbakat seperti kamu."Jantung Aurora berdebar kencang, ia menerima bunga itu dengan tangan gemetar. Aroma mawar itu seperti membuai indranya, namun di balik itu, ada rasa gugup yang menggerogoti hatinya. "Terima kasih, Presedir Archen," ucapnya, suara serak menahan debaran.Archen mengangguk pelan sembari menatap lembut kedalam mata wanita yang ia cintai itu. Seketika, Aurora menjadi salah tingkah.Ethan menurunkan kaca matanya, ia mendongak menatap Archen dan Aurora dengan seksama. "Kenapa aku merasa Ayah dan Ibu canggung? Apakah mereka sedang bertengkar?" gumam Ethan, matanya mengerut heran."Kenapa kamu membawa Ethan?" bisik Aurora setelah mencuri pandang kearah anaknya. Ia khawatir Ethan akan memanggilnya Ibu, sedangkan ditempat itu ada Jonny dan keluarganya. Ia takut identitas Ethan akan terungkap.Archen me
Tanpa ragu, Aurora menarik kain sutra itu. Dengan gesit, ia segera mengubah desain gaunnya. Ia menggunakan teknik lipatan dan jahitan yang rumit untuk menyatukan kain sutra itu dengan bagian gaun yang masih utuh.Aurora mengatur lipatan kain itu dengan teliti, menciptakan pola yang baru dan lebih berani. Warna biru pastel berpadu harmonis dengan ornamen bunga emas yang masih menempel pada gaun itu.Seiring dengan berjalannya waktu, gaun itu berubah menjadi sebuah karya seni yang indah dan luar biasa unik. Lebih daripada sekedar gaun, itu merupakan pernyataan tekad, kreativitas, dan keindahan yang menakjubkan. Mereka yang menyaksikan terpesona saat melihatnya."Wow, terlihat lebih bagus dari sebelumnya,"kata staf itu dengan takjub. Aurora tersenyum lebar, ia sangat bangga pada dirinya. "Tapi, siapa yang akan menggunakannya?"Aurora terdiam sesaat sembari mengamati gaun itu. Tiba-tiba lampu menyala di kepalanya. Aurora tersenyum sembari melirik staf itu, "Ukuran gaun ini pas dengan tub
Keesokan Paginya, Acara Jakarta Fashion Week dimulai dengan meriah. Aurora mengabaikan kejadian semalam, ia sengaja mematikan ponselnya agar ia bisa fokus pada acara hari ini. "Aku harus menyelesaikan acara hari ini dengan baik, setelah itu, baru berurusan dengan Archen," gumam Aurora sembari menatap jalanan yang ramai dari balik jendela mobil.Lampu sorot menyinari panggung megah di ballroom mewah hotel bintang lima di Jakarta. Ballroom dihiasi dengan dekorasi elegan bertema "Garden of Eden", mencerminkan keindahan alam dengan tanaman hijau rimbun, air mancur yang menari, dan cahaya redup yang romantis. Aroma bunga lili putih memenuhi udara, menyegarkan dan menarik perhatian.Para model berlenggak-lenggok dengan anggun, menampilkan koleksi busana terbaru dari desainer-desainer ternama Indonesia. Deretan kursi VIP dipenuhi oleh para selebriti, pebisnis, dan penggemar mode, semuanya terkesima dengan pesona busana yang ditampilkan.Di antara kerumunan itu, terlihat Aurora yang sedang
Emiliana mengangguk, senyum tipis terukir di bibirnya. "Iya, dia putriku satu-satunya. Seorang desainer muda dan pewaris Santoso Group."Archen menoleh ke arah Aurora yang berdiri terpaku di sana, matanya masih berkedip-kedip seakan belum mencerna informasi baru ini. Senyum lembut terukir di wajah tampannya, namun ada secercah kegelisahan yang mengintip dari baliknya. Tak pernah terlintas dalam benaknya bahwa wanita yang di jodohkan dengannya adalah istri dari pernikahan kilatnya."Berarti, kita tetap menjadi besan. Karena mereka sudah menikah tanpa perlu kita paksa lagi," kata Amanda, suaranya bersemangat. Dia menebarkan senyum lebar, matanya berbinar-binar bak anak kecil yang mendapat hadiah.Emeliana mengangguk setuju. "Ya, takdir memang sudah menuntun mereka, tanpa perlu kita paksa lagi.""Tunggu dulu!" Suara Aurora memotong kegembiraan mereka, tajam seperti pecahan kaca."Ada apa sayang?" tanya Emeliana, nada suaranya berubah lembut, penuh kekhawatiran.Aurora menatap Archen, ta
Amanda berjalan menghampiri Aurora dan Emiliana dengan langkah pelan dan anggun."Lia, ini siapa?" tanya Amanda setelah duduk di samping Emeliana.Emiliana mengerutkan keningnya saat melihat Aurora menghadap lain. "Jasmine, kenapa kamu memalingkan wajahmu? Ayo kenalan dengan Tante Amanda!" kata Emeliana.Amanda langsung mengukir senyum termanisnya, namun dalam hatinya, ia merasa geli. Wanita yang akan dijodohkan dengan putranya, ada di depan matanya."Halo Jasmine, akhirnya kita bisa bertemu!" Amanda menyapa dengan suara yang lembut.Emeliana menarik tangan Aurora sembari membujuknya untuk segera menoleh. Merasa terpojok, Aurora akhirnya menoleh dengan gugup. "Halo Tante, saya Jasmine!" kata Aurora sembari menjulurkan tangan kanannya.Mata Amanda membulat sempurna saat melihat wajah Aurora. Ia masih sangat kesal dengan wanita yang dipilih putranya. Dan wanita itu berada di hadapannya sekarang."Kamu?" Amanda menunjuk Aurora dengan kesal. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Emeliana menge
Sore menjelang malam, Aurora terlihat letih saat keluar dari kantor Maverick Fashion. Namun, matanya berbinar-binar ketika melihat Archen sudah menunggu di depan kantor, senyum lebar terukir di wajahnya."Apakah semua pekerjaannu sudah elesai?" tanya Archen, matanya memancarkan kelembutan.Aurora mengangguk, "Sudah selesai. Aku sudah siap untuk acara Jakarta Fashion Week. Semua tim juga bersemangat dan tidak sabar untuj acara itu."Archen meraih tangannya, "Aku tahu kalau kamu pasti bisa. Kamu pasti bisa mengalahkan disain Jasmine. Bahkan mungkin kamu bisa lebih dari dia!""Ukhuk ... Ukhuk ... "Aurora langsung terbatuk mendengar ucapan Archen. Bagaimana mungkin ia bersaing dengan dirinya sendiri?"Apa kamu baik-baik saja?" Archen menjadi khawatir melihat Aurira terbatuk.Aurora langsung mengangguk, "Aku tidak apa-apa. Sebaiknya kita segera menemui Mama. Aku khawatir Mama akan benar-benar marah jika aku terlambat pulang!"Archen menghela nafas lega. "Baiklah, ayo berangkat."kata Arch