Aurora meneteskan air mata. Ini adalah takdir baik untuknya. Ia tidak menyangka kalau dirinya benar-benar pewaris dari keluarga Santoso.
"Kenapa mereka baru mencari ku sekarang? Dan kenapa aku bisa diasuh oleh nenek Julia?" tanya Aurora setelah menyeka air matanya. "Maaf, Nona. Saya belum bisa memberikan penjelasan lebih detail. Nona akan mendapatkan semua informasi saat kita tiba di rumah," kata Julian. Aurora terdiam sejenak, mencoba mencerna sedikit informasi yang diberikan Julian. Aurora bercampur bingung, kecewa, dan sedikit ketakutan. Ia tidak tahu harus senang atau sedih karena rasa sakitnya masih menganga hebat. Aurora terkejut saat memasuki kawanan Central Business Distric yang dijuluki segitiga emas. Harga tanah disana rata-rata Rp 60-200 juta per meter persegi. Akhirnya, Aurora sampai di rumah mewah keluarga Santoso. Julian memarkir mobilnya di depan pintu utama. "Rumahnya mewah banget. Lebih mewah dua kali lipat dari rumah mewah keluarga Smith. Apakah ini rumah keluarga Santoso?"gumam Aurora dengan mata yang terbelalak tak percaya. "Ini rumah Nona," kata Julian dengan senyum yang lembut. Aurora tidak percaya kalau rumah semewah ini adalah rumahnya. Karena ia belum pernah melihat rumah seindah dan semewah ini. "Ayo masuk, Nona!" Aurora mengangguk lemas. Ia mengikuti Julian masuk dengan langkah pelan. Di dalam rumah, sudah ada dua dokter khusus keluarga Santoso yang akan memeriksa kondisi Aurora. Julian menunjukkan kamar Aurora. Ia juga meninggalkan dua pelayan untuk membantu Aurora mengganti pakaiannya. Kondisi Aurora stabil sehingga dua dokter itu langsung pergi setelah memeriksa keadaan Aurora. "Selamat istirahat, Nona. Besok pagi, orang tua Nona akan tiba disini." Setelah mengatakan itu, Julian segera pergi meninggalkan Aurora tanpa membiarkannya bertanya lagi. Keesokan paginya, Aurora terbangun dengan perasaan yang rumit. Saat membuka mata, ia tersentak kaget saat menemukan dirinya ada di kamar yang asing. Namun, ia segera mengingat kejadian kemarin, kalau dia sedang berada di rumah keluarga Santoso, keluarga kandungnya. Di samping ranjang Aurora, dua orang asing menatapnya. Mereka adalah kedua orang tua kandungnya. Aurora mengerutkan kening. "Kalian siapa?" Kepala Aurora masih terasa sakit. Ia tidak banyak bergerak. Kedua orang itu langsung memperkenalkan diri. "Saya Armand dan Emiliana. Kami adalah orang tua kandungmu," jelas Armand. "Iya sayang, ini ibu. Apakah kamu sudah merasa lebih baik? Atau kamu perlu ke rumah sakit?" tanya Emiliana dengan lembut. Armand berusia 60 tahun dengan rambut beruban sedikit. Ia berdiri tegak mengenakan setelan jas hitam. Sedangkan Emiliana 51 tahun. Ia mengenakan gaun panjang berwarna biru pastel. Aurora tersenyum, ada rasa yang begitu akrab dalam hatinya. Ia mengangguk pelan. "Aku merasa jauh lebih baik." "Syukurlah sayang. Kemarin kami sangat khawatir saat Julian menceritakan semuanya kepada kami. Maaf karena kami baru datang." kata Emiliana dengan suara yang gemetaran. Aurora menatap kedua orang tuanya dengan canggung. "Kami kehilangan kamu saat kamu berusia tiga tahun. Kami sudah mencari mu kemana-mana, tapi tidak juga ketemu. Akhirnya, kami mendapatkan kabar kalau kamu di temukan oleh seorang wanita paruh baya di pinggiran kota. Tapi, saat kami mendapatkan kabar itu, dia sudah meninggal. Ibu menyesal karena ibu tidak bisa bersama mu selama ini. Maafkan ibu Jasmine!"kata Emiliana sambil meneteskan mata. Aurora ikut meneteskan air mata mendengar cerita Emiliana. Ia bisa merasakan sakitnya kehilangan seorang anak. Tapi sekarang, merasa bahagia karena ia masih memiliki orang tua kandung yang terlihat sangat menyayanginya. Armand dan Emiliana memeluk Aurora dengan erat. Melepaskan segala kerinduan yang sudah lama mereka pendam. Tepat saat itu, Julian masuk ke kamar Aurora. Ia menunjukkan video Jonny yang sedang melakukan konferensi pers. Ia mengumumkan kalau ia dan Clara akan segera menikah. Video itu menjadi viral. Semua netizen memenuhi kolom komentar, mengucapkan selamat kepada Clara yang merupakan model papan atas di Indonesia itu. Hati Aurora semakin sakit. Ia yang sudah menikah selama empat tahun tapi tidak pernah di perkenalkan ke media, sedangkan Clara, belum jadi istri saja sudah di perkenalkan ke semua orang. Emiliana mengerti perasaan Aurora. Ia memeluk putrinya tanpa mengatakan apapun. Armand dan Julian memilih keluar karena mereka harus mengurus sesuatu. "Jika kamu mau, Ibu bisa membantumu untuk balas dendam," Aurora menggelengkan kepalanya."Untuk saat ini, aku hanya ingin fokus pada anakku." Emeliana mengerutkan keningnya."Kata Julian, kamu sudah keguguran?" Aurora tersenyum sambil mengelus-elus perutnya."Aku memiliki anak kembar. Yang gugur cuma satu dan yang satunya masih bertahan. " Emeliana merasa sangat bahagia mendengar kabar itu. Ia akan segera menjadi nenek. Awalnya, Aurora merasa takut dan bingung. Bagaimana ia bisa membesarkan seorang anak tanpa bantuan ekonomi dari Jonny. Tapi, sekarang ia lebih percaya diri untuk membesarkan anaknya tanpa Jonny. "Apakah kamu akan memberitahu keluarga Smith?" tanya Emiliana. Aurora menggeleng. "Awalnya aku ingin memberitahu Jonny, tapi ia keburu berselingkuh sehingga aku memilih untuk menyembunyikan keberadaan anak ini. Aku tidak ingin dia menderita seperti aku." Emeliana menghargai keputusan Aurora, lalu mengajaknya pindah ke Inggris untuk memulai hidup baru. Aurora juga bisa melanjutkan kuliahnya disana, dan ia tidak perlu khawatir pada anaknya, karena ia akan di bantu oleh ibunya dan seorang pengasuh.Lima tahun kemudian, Aurora kembali ke Jakarta dengan penampilan baru yang memukau. Rambut panjangnya kini telah dipotong sebahu, memberikan kesan yang lebih segar. Matanya berbinar, langkahnya lebih mantap dan percaya diri.Aurora menurunkan kaca mobilnya sedikit, ia menghirup udara malam dan sambil menatap kota yang sudah lama ia tinggalkan itu. Ia merasa Jakarta, kota yang pernah membuatnya merasa sakit, kini terasa seperti kanvas kosong yang siap ia lukis dengan warna-warna hidupnya yang baru."Nona, Jasmine. Kenapa kita belum sampai juga? Di mana kita sekarang?"Aurora menoleh ke arah bocah laki-laki berusia 5 tahun itu. Namanya Ethan. Ia duduk di kursi belakang mobil. Ethan adalah anak Aurora dan Jonny.Rambut Ethan yang keemasan terlihat lebih panjang dan mata birunya semakin bersinar. Ethan mewarisi gen neneknya yaitu Emiliana yang merupakan orang Inggris. Aurora menggelengkan kepala. Karena Ethan lebih sering memanggil namanya daripada memanggilnya ibu."Sebentar lagi sayan
"Maafkan Ibu sayang, tapi kamu harus bersama Tante Silvia dulu."Ethan menghela nafas panjang, ia menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Aku akan melaporkan Nona muda Jasmine kepada Nona tua. Kalau Nona sudah mengabaikan anak Nona. Sekarang, aku tidak mau bicara denganmu lagi." Ethan sangat kesal sehingga ia mematikan panggilan itu secara sepihak lalu melempar ponselnya ke bawah. Silvia hanya bisa menarik nafas sembari mengambil ponsel Ethan dengan hati-hati. Mall megah di pusat kota Jakarta bergema dengan suara tawa anak-anak, alunan musik lembut, dan deru langkah para pengunjung. Ethan, yang baru berusia lima tahun itu, berjalan pelan dengan tas merah di punggungnya diikuti oleh Silvia."Ethan, apa kamu mau ke tempat permainan dulu?" tanya Silvia dengan hati-hati.Ethan meliriknya dengan tajam. "Astaga, Tante Silvia, aku ini bukan anak kecil yang lebih suka bermain.""Oke. Jadi, kamu mau ke mana dulu?" tanya Silvia lagi sembari menahan tawanya."Nona Jasmine akan ulang tahun mi
Aurora tersenyum sinis, hatinya dipenuhi rasa jijik mendengar pertanyaan Jonny. Ia sekarang merasa menyesal pernah memberikan cinta dan hatinya sepenuhnya untuk Jonny."Nama saya Jasmine bukan Aurora. Jadi, Anda salah orang, Tuan," jawab Aurora dengan tenang.Jonny tersenyum mengejek, yakin bahwa di hadapannya adalah Aurora."Kita pernah hidup bersama selama dua tahun. Kamu tidak bisa menipuku. Aku tahu betul kamu adalah Aurora," kata Jonny dengan percaya diri.Aurora mengepal tangan dengan erat, berusaha menahan emosinya. Ia tidak ingin mengungkapkan identitasnya terlalu cepat."Akui saja bahwa kamu adalah Aurora, mungkin aku bisa mempertimbangkan untuk kembali bersamamu," kata Jonny sambil meraih tangan Aurora. Aurora tercengang. Ia tidak percaya Jonny adalah pria yang tidak tahu malu, sangat menjijikkan."Lepaskan saya, Tuan!" Aurora berusaha melepaskan diri. "Saya bukan wanita yang kamu maksud. Selain itu, saya sudah menikah dan memiliki seorang anak."Aurora menatap Jonny dengan
"Jasmine, sepertinya ada acara di dalam. Banyak mobil mewah parkir di sini," kata Silvia setelah mengamati restoran itu dari dalam mobil.Aurora tersadar dari lamunannya."Kamu benar. Sebaiknya kita cari tempat makan yang lain. Aku ingat, ada restaurant seafood yang enak di dekat perumahan kita. Bagaimana kalau kita makan disana saja?"Walaupun merasa sangat lapar, tapi Ethan tetap mengangguk karena dia tidak suka makan di tempat yang ramai."Oke," ucap Ethan.Setelah itu, mereka segera meninggalkan restoran itu. Di sepanjang jalan, Aurora merasa tidak nyaman. Ia masih ingat pertemuannya dengan Jonny yang secara tiba-tiba. Lain kali, ia harus berhati-hati agar Jonny dan Ethan tidak bertemu lagi.Keesokan harinya, Aurora tiba di kantor Maverick Group. Dulu, saat kuliah, ia bercita-cita menjadi desainer utama di perusahaan bergengsi ini. Namun, mimpinya kandas setelah ia berhenti kuliah dan menikah.Kini, ia adalah desainer terkenal di Inggris dengan nama Jasmine Santoso. Namun, kali ini
Ana menunduk, jantungnya berdebar kencang. Jari-jarinya memainkan ujung bajunya dengan gemetar, menunjukkan rasa gugup yang tak tertahankan. Ia tak berani menatap mata Archen, pria yang sudah terkenal kejam dan tak kenal ampun di perusahaan ini. "Manager Mona yang membuat keputusan, Bos," jawab Ana lirih, suaranya bergetar seperti daun kering ditiup angin. Archen mengerutkan kening. Sorot matanya tajam, seperti pisau yang siap menusuk. Ia tidak menyangka kalau Manager Disain perusahannya sangat tidak kompeten. "Mona tidak berhak menolak pelamar yang memiliki kemampuan," ucapnya, nada suaranya dingin dan penuh penolakan. Tepat saat itu, Roni, asisten Archen, muncul di belakangnya, wajahnya dipenuhi keringat dingin. "Ada apa, Bos?" tanyanya, suaranya sedikit gemetar, ia menyadari ketegangan yang mencekam di udara. "Katakan pada pelamar ini, kalau besok dia boleh bekerja!" kata Archen, suaranya tegas, seraya menyerahkan dokumen pelamar yang dimaksud. Roni tercengang. Matanya te
Roni, mengabaikan protes Mona lalu keluar dari ruang wawancara itu bersama Ana.Wajah Mona memerah menahan amarah, ia segera pergi dari ruangan itu menyusul Ana dan Roni."Kenapa kamu muncul lagi setelah lima tahun dan langsung membawa masalah untukku? Apakah kamu kembali untuk merebut suamiku dan balas dendam?" Mona menatap Aurora dengan tatapan tajam yang penuh amarah.Langkah Aurora terhenti ketika mendengar pertanyaan Clara. Aurora membalas tatapan Clara yang menghalangi jalannya menuju pintu keluar. "Bagaimana kalau itu benar? Apa kamu takut dia akan meninggalkan kamu seperti yang dia lakukan padaku dulu?"Clara mengepal tangannya karena kesal. "Jonny tidak mungkin meninggalkan aku demi wanita jelek dan miskin sepertimu. Selain itu, kami sudah memiliki anak yang mengikat kami. Dan selama ini kami hidup bahagia!"Aurora sedikit terpancing, ia mengingat masih anaknya yang selama lima tahun tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari Ayahnya. Sedangkan Ayahnya, tidak mengetahui kebe
Menyadari keberadaan Jonny, Aurora segera pamit dari hadapan Archen. Ia tak ingin kebohongannya terbongkar jika Jonny melihat Archen. Archen membiarkan Aurora pergi, karena ia harus menghubungi seseorang di dalam mobilnya."Aurora?" Suara itu, tegas dan dingin, memanggil namanya. Aurora terhenti, jantungnya berdebar kencang. Tak ada yang bisa menyembunyikan identitasnya dari Jonny."Ternyata kamu masih hidup!" Jonny berdiri di hadapannya, tatapannya menusuk.Aurora mencoba bersikap tenang, seolah-olah tidak mengenal Jonny. "Apa kamu kecewa melihatku masih hidup?"Jonny tersenyum sinis, memperhatikan Aurora dari atas hingga bawah. "Sepertinya kamu belum bisa melupakan aku, sehingga kamu memilih untuk tetap hidup!"Aurora tersenyum geli mendengar pertanyaan Jonny. Lelaki ini terlalu percaya diri."Kamu tersenyum, apa untuk menggodaku?" tanya Jonny, suaranya berbisik. "Maaf, aku tidak akan pernah tergoda olehmu!" Aurora mengangkat dagunya, berusaha mempertahankan ketenangannya. "Jika tu
"Apa kamu tahu siapa Presiden Direktur Maverick Group?" tanya Archen, matanya menyipit tajam, menatap Jonny dengan tatapan sinis yang membuat bulu kuduk Jonny berdiri.Aurora sedikit berdebar, karena ia dengar kalau Presiden Maverick sangat dingin dan kejam. Itulah sebabnya ia tidak mau di jodohkan dengannya.Ada Rumor mengatakan, kalau Presiden Maverick Group itu terlalu introvert sehingga ia tidak suka di sorot kamera atau berada di keramaian sehingga tidak ada yang tahu pasti seperti apa wajahnya. "Tentu saja aku kenal baik dengannya. Maverick Group menjadi yang nomer dua di dunia karena sentuhan tangan dinginnya. Hanya orang-orang sepertiku yang bisa bertemu dengannya!" jawab Jonny dengan percaya diri, senyum lebar mengembang di wajahnya, berusaha menyembunyikan sedikit kegugupan di matanya.Archen terkekeh pelan, "Oh, begitu? " gumamnya, alisnya terangkat sinis.Archen benar-benar geli mendengar kebohongan dan sikap percaya diri Jonny. Bagaimana mungkin ia kenal baik dengan Pres
Untuk beberapa saat, suasana hening, hanya desiran angin yang menembus celah kaca dan suara mesin mobil yang menjadi teman perjalanan mereka. Delina menatap keluar jendela, wajahnya muram. Tatapannya kosong, pikirannya masih terpaku pada sosok Ethan yang mirip dengan Jonny."Mama, tenanglah. Ethan itu bukan anakku. Dia anak Archen dan Aurora. Mama harus percaya padaku," kata Jonny pelan, berusaha menenangkan ibunya. Ia bisa merasakan kecemasan yang merayap di hati ibunya.Delina menoleh ke arah Jonny, matanya berkaca-kaca. "Bagaimana mungkin Jonny? Anak itu sangat mirip denganmu! Bahkan anak itu lebih mirip daripada Adrian."Jonny menghela napas. "Mama, memang benar, Ethan mirip denganku. Tapi itu hanya kebetulan. Tidak mungkin Aurora punya anak dariku. Dia keguguran. Sedangkan Adrian, lebih mirip Clara, jadi itu wajah, " jawab Jonny, suaranya bergetar."Tapi ...," Delina terdiam, kata-kata yang ingin diucapkannya terhenti. Hatinya masih dipenuhi keraguan dan kebingungan.Di sisi l
Delina menahan napas, matanya tak lepas dari Ethan. Jantungnya berdebar kencang, keringat dingin menetes di pelipisnya. Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, mendesak untuk terjawab. "Apakah anak ini ... anakmu?" tanyanya pelan, jari-jarinya dengan ragu menyentuh pipi Ethan. Kegentingan dan keraguan terpancar dari matanya.Ethan menepis tangan Delina dengan kasar. "Mama, ayo kita pulang!" raungnya, matanya menatap ibunya dengan amarah.Aurora mengangguk sembari memegang tangan putranya. Ia lalu menatap Delina kembali sembari berkata, "Maaf, Nyonya Smith. Kami harus segera pulang!" katanya, menghindar tatapan Delina yang tajam.Delina yang keras kepala tidak mau menyerah, ia memegang erat pergelangan tangan Aurora. "Jawab dulu pertanyaanku!"Aurora mengerutkan kening, ia tahu betul bagaimana kerasnya mantan ibu mertuanya itu."Dia..." Aurora tidak melanjutkan ucapannya saat Archen menyela."Dia adalah putraku!" kata Archen mendahului Aurora.Delina terdiam sesaat, bagaimana mung
"Beraninya kau menyebut dia penipu!" Suara Roni menggelegar, menusuk keheningan ruangan seperti petir yang menggelegar di tengah malam. Roni berdiri tegak di pintu sebelah kanan panggung, sosoknya menjulang bak patung marmer yang siap melepaskan amarah. Semua mata tertuju padanya. Orang-orang saling berbisik, mencoba memahami makna di balik kemunculan Roni. Clara tersenyum kecil, namun matanya berkilat tak menentu. Ia yakin Roni akan mendukungnya, karena ia adalah asisten Presiden Maverick. "Mati kalian berdua, Pak Roni tidak akan pernah memaafkan siapapun yang berpura-pura menjadi bosnya,"gumam Clara.Roni melangkah tegap menghampiri Archen dan Aurora. Ia berdiri di samping mereka, tatapannya tajam menyapu semua orang. "Perkenalkan," Roni berucap dengan suara berat, "Yang di samping saya ini adalah Presiden Direktur Maverick Group, Archen Ludwig Maverick. Salah satu pengusaha muda tersukses di negara ini." Ia menunjuk Archen dengan tegas.Niken terpaku. Mulutnya menganga, matanya
Archen, dengan senyum yang memikat, menyerahkan sebuket mawar merah kepada Aurora. "Selamat atas terpilihnya kamu, Aurora. Maverick Fashion beruntung mendapatkan desainer seberbakat seperti kamu."Jantung Aurora berdebar kencang, ia menerima bunga itu dengan tangan gemetar. Aroma mawar itu seperti membuai indranya, namun di balik itu, ada rasa gugup yang menggerogoti hatinya. "Terima kasih, Presedir Archen," ucapnya, suara serak menahan debaran.Archen mengangguk pelan sembari menatap lembut kedalam mata wanita yang ia cintai itu. Seketika, Aurora menjadi salah tingkah.Ethan menurunkan kaca matanya, ia mendongak menatap Archen dan Aurora dengan seksama. "Kenapa aku merasa Ayah dan Ibu canggung? Apakah mereka sedang bertengkar?" gumam Ethan, matanya mengerut heran."Kenapa kamu membawa Ethan?" bisik Aurora setelah mencuri pandang kearah anaknya. Ia khawatir Ethan akan memanggilnya Ibu, sedangkan ditempat itu ada Jonny dan keluarganya. Ia takut identitas Ethan akan terungkap.Archen me
Tanpa ragu, Aurora menarik kain sutra itu. Dengan gesit, ia segera mengubah desain gaunnya. Ia menggunakan teknik lipatan dan jahitan yang rumit untuk menyatukan kain sutra itu dengan bagian gaun yang masih utuh.Aurora mengatur lipatan kain itu dengan teliti, menciptakan pola yang baru dan lebih berani. Warna biru pastel berpadu harmonis dengan ornamen bunga emas yang masih menempel pada gaun itu.Seiring dengan berjalannya waktu, gaun itu berubah menjadi sebuah karya seni yang indah dan luar biasa unik. Lebih daripada sekedar gaun, itu merupakan pernyataan tekad, kreativitas, dan keindahan yang menakjubkan. Mereka yang menyaksikan terpesona saat melihatnya."Wow, terlihat lebih bagus dari sebelumnya,"kata staf itu dengan takjub. Aurora tersenyum lebar, ia sangat bangga pada dirinya. "Tapi, siapa yang akan menggunakannya?"Aurora terdiam sesaat sembari mengamati gaun itu. Tiba-tiba lampu menyala di kepalanya. Aurora tersenyum sembari melirik staf itu, "Ukuran gaun ini pas dengan tub
Keesokan Paginya, Acara Jakarta Fashion Week dimulai dengan meriah. Aurora mengabaikan kejadian semalam, ia sengaja mematikan ponselnya agar ia bisa fokus pada acara hari ini. "Aku harus menyelesaikan acara hari ini dengan baik, setelah itu, baru berurusan dengan Archen," gumam Aurora sembari menatap jalanan yang ramai dari balik jendela mobil.Lampu sorot menyinari panggung megah di ballroom mewah hotel bintang lima di Jakarta. Ballroom dihiasi dengan dekorasi elegan bertema "Garden of Eden", mencerminkan keindahan alam dengan tanaman hijau rimbun, air mancur yang menari, dan cahaya redup yang romantis. Aroma bunga lili putih memenuhi udara, menyegarkan dan menarik perhatian.Para model berlenggak-lenggok dengan anggun, menampilkan koleksi busana terbaru dari desainer-desainer ternama Indonesia. Deretan kursi VIP dipenuhi oleh para selebriti, pebisnis, dan penggemar mode, semuanya terkesima dengan pesona busana yang ditampilkan.Di antara kerumunan itu, terlihat Aurora yang sedang
Emiliana mengangguk, senyum tipis terukir di bibirnya. "Iya, dia putriku satu-satunya. Seorang desainer muda dan pewaris Santoso Group."Archen menoleh ke arah Aurora yang berdiri terpaku di sana, matanya masih berkedip-kedip seakan belum mencerna informasi baru ini. Senyum lembut terukir di wajah tampannya, namun ada secercah kegelisahan yang mengintip dari baliknya. Tak pernah terlintas dalam benaknya bahwa wanita yang di jodohkan dengannya adalah istri dari pernikahan kilatnya."Berarti, kita tetap menjadi besan. Karena mereka sudah menikah tanpa perlu kita paksa lagi," kata Amanda, suaranya bersemangat. Dia menebarkan senyum lebar, matanya berbinar-binar bak anak kecil yang mendapat hadiah.Emeliana mengangguk setuju. "Ya, takdir memang sudah menuntun mereka, tanpa perlu kita paksa lagi.""Tunggu dulu!" Suara Aurora memotong kegembiraan mereka, tajam seperti pecahan kaca."Ada apa sayang?" tanya Emeliana, nada suaranya berubah lembut, penuh kekhawatiran.Aurora menatap Archen, ta
Amanda berjalan menghampiri Aurora dan Emiliana dengan langkah pelan dan anggun."Lia, ini siapa?" tanya Amanda setelah duduk di samping Emeliana.Emiliana mengerutkan keningnya saat melihat Aurora menghadap lain. "Jasmine, kenapa kamu memalingkan wajahmu? Ayo kenalan dengan Tante Amanda!" kata Emeliana.Amanda langsung mengukir senyum termanisnya, namun dalam hatinya, ia merasa geli. Wanita yang akan dijodohkan dengan putranya, ada di depan matanya."Halo Jasmine, akhirnya kita bisa bertemu!" Amanda menyapa dengan suara yang lembut.Emeliana menarik tangan Aurora sembari membujuknya untuk segera menoleh. Merasa terpojok, Aurora akhirnya menoleh dengan gugup. "Halo Tante, saya Jasmine!" kata Aurora sembari menjulurkan tangan kanannya.Mata Amanda membulat sempurna saat melihat wajah Aurora. Ia masih sangat kesal dengan wanita yang dipilih putranya. Dan wanita itu berada di hadapannya sekarang."Kamu?" Amanda menunjuk Aurora dengan kesal. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Emeliana menge
Sore menjelang malam, Aurora terlihat letih saat keluar dari kantor Maverick Fashion. Namun, matanya berbinar-binar ketika melihat Archen sudah menunggu di depan kantor, senyum lebar terukir di wajahnya."Apakah semua pekerjaannu sudah elesai?" tanya Archen, matanya memancarkan kelembutan.Aurora mengangguk, "Sudah selesai. Aku sudah siap untuk acara Jakarta Fashion Week. Semua tim juga bersemangat dan tidak sabar untuj acara itu."Archen meraih tangannya, "Aku tahu kalau kamu pasti bisa. Kamu pasti bisa mengalahkan disain Jasmine. Bahkan mungkin kamu bisa lebih dari dia!""Ukhuk ... Ukhuk ... "Aurora langsung terbatuk mendengar ucapan Archen. Bagaimana mungkin ia bersaing dengan dirinya sendiri?"Apa kamu baik-baik saja?" Archen menjadi khawatir melihat Aurira terbatuk.Aurora langsung mengangguk, "Aku tidak apa-apa. Sebaiknya kita segera menemui Mama. Aku khawatir Mama akan benar-benar marah jika aku terlambat pulang!"Archen menghela nafas lega. "Baiklah, ayo berangkat."kata Arch