Ana menunduk, jantungnya berdebar kencang. Jari-jarinya memainkan ujung bajunya dengan gemetar, menunjukkan rasa gugup yang tak tertahankan. Ia tak berani menatap mata Archen, pria yang sudah terkenal kejam dan tak kenal ampun di perusahaan ini. "Manager Mona yang membuat keputusan, Bos," jawab Ana lirih, suaranya bergetar seperti daun kering ditiup angin. Archen mengerutkan kening. Sorot matanya tajam, seperti pisau yang siap menusuk. Ia tidak menyangka kalau Manager Disain perusahannya sangat tidak kompeten. "Mona tidak berhak menolak pelamar yang memiliki kemampuan," ucapnya, nada suaranya dingin dan penuh penolakan. Tepat saat itu, Roni, asisten Archen, muncul di belakangnya, wajahnya dipenuhi keringat dingin. "Ada apa, Bos?" tanyanya, suaranya sedikit gemetar, ia menyadari ketegangan yang mencekam di udara. "Katakan pada pelamar ini, kalau besok dia boleh bekerja!" kata Archen, suaranya tegas, seraya menyerahkan dokumen pelamar yang dimaksud. Roni tercengang. Matanya te
Roni, mengabaikan protes Mona lalu keluar dari ruang wawancara itu bersama Ana.Wajah Mona memerah menahan amarah, ia segera pergi dari ruangan itu menyusul Ana dan Roni."Kenapa kamu muncul lagi setelah lima tahun dan langsung membawa masalah untukku? Apakah kamu kembali untuk merebut suamiku dan balas dendam?" Mona menatap Aurora dengan tatapan tajam yang penuh amarah.Langkah Aurora terhenti ketika mendengar pertanyaan Clara. Aurora membalas tatapan Clara yang menghalangi jalannya menuju pintu keluar. "Bagaimana kalau itu benar? Apa kamu takut dia akan meninggalkan kamu seperti yang dia lakukan padaku dulu?"Clara mengepal tangannya karena kesal. "Jonny tidak mungkin meninggalkan aku demi wanita jelek dan miskin sepertimu. Selain itu, kami sudah memiliki anak yang mengikat kami. Dan selama ini kami hidup bahagia!"Aurora sedikit terpancing, ia mengingat masih anaknya yang selama lima tahun tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari Ayahnya. Sedangkan Ayahnya, tidak mengetahui kebe
Menyadari keberadaan Jonny, Aurora segera pamit dari hadapan Archen. Ia tak ingin kebohongannya terbongkar jika Jonny melihat Archen. Archen membiarkan Aurora pergi, karena ia harus menghubungi seseorang di dalam mobilnya."Aurora?" Suara itu, tegas dan dingin, memanggil namanya. Aurora terhenti, jantungnya berdebar kencang. Tak ada yang bisa menyembunyikan identitasnya dari Jonny."Ternyata kamu masih hidup!" Jonny berdiri di hadapannya, tatapannya menusuk.Aurora mencoba bersikap tenang, seolah-olah tidak mengenal Jonny. "Apa kamu kecewa melihatku masih hidup?"Jonny tersenyum sinis, memperhatikan Aurora dari atas hingga bawah. "Sepertinya kamu belum bisa melupakan aku, sehingga kamu memilih untuk tetap hidup!"Aurora tersenyum geli mendengar pertanyaan Jonny. Lelaki ini terlalu percaya diri."Kamu tersenyum, apa untuk menggodaku?" tanya Jonny, suaranya berbisik. "Maaf, aku tidak akan pernah tergoda olehmu!" Aurora mengangkat dagunya, berusaha mempertahankan ketenangannya. "Jika tu
"Apa kamu tahu siapa Presiden Direktur Maverick Group?" tanya Archen, matanya menyipit tajam, menatap Jonny dengan tatapan sinis yang membuat bulu kuduk Jonny berdiri.Aurora sedikit berdebar, karena ia dengar kalau Presiden Maverick sangat dingin dan kejam. Itulah sebabnya ia tidak mau di jodohkan dengannya.Ada Rumor mengatakan, kalau Presiden Maverick Group itu terlalu introvert sehingga ia tidak suka di sorot kamera atau berada di keramaian sehingga tidak ada yang tahu pasti seperti apa wajahnya. "Tentu saja aku kenal baik dengannya. Maverick Group menjadi yang nomer dua di dunia karena sentuhan tangan dinginnya. Hanya orang-orang sepertiku yang bisa bertemu dengannya!" jawab Jonny dengan percaya diri, senyum lebar mengembang di wajahnya, berusaha menyembunyikan sedikit kegugupan di matanya.Archen terkekeh pelan, "Oh, begitu? " gumamnya, alisnya terangkat sinis.Archen benar-benar geli mendengar kebohongan dan sikap percaya diri Jonny. Bagaimana mungkin ia kenal baik dengan Pres
Aurora terkejut, ia tidak menyangka kalau Archen akan menganggap serius ucapannya. "Aku cuma bercanda, terima kasih atas bantuannya!""Kau sudah mengakui aku sebagai pasanganmu, dua kali?" Archen mendekat, matanya menatap dalam ke mata Aurora. "Bagaimana kamu bisa bercanda disaat aku menganggapnya serius?"Aurora tertegun. Pikirannya berputar cepat. Ia belum siap untuk menjalani hidup baru lagi, apalagi dengan pria yang baru ia kenal. Namun, tatapan Archen menunjukkan kepastian dan keinginan yang kuat. Apakah ia akan menolak lelaki yang sudah membantunya?"Begini," akhirnya Aurora angkat bicara, suaranya berbisik pelan, "Aku butuh waktu untuk berpikir. Aku tidak bisa memutuskan begitu saja. Apalagi aku ini seorang Ibu tunggal!""Anakmu akan menjadi anakku. Jadi, aku akan menunggu kamu di depan kantor catatan sipil, besok!"tegas Archen tanpa ekspresi.Aurora tersentuh sekaligus heran. Archen mau menerimanya dengan satu anak. Ethan sudah lama menginginkan seorang Ayah, tapi apakah ini w
Tepat saat itu, Aurora tersentak dari lamunannya saat ia melihat Silvia sudah berada di ruang makan."Selamat pagi, buk Bos!"ucap Silvia sambil tersenyum lebar.Aurora menarik nafas dalam lalu berjalan pelan menghampiri meja makan bersama Ethan."Selamat pagi juga Silvia!"sahut Aurora setelah ia duduk di seberang kursi Silvia bersama Ethan."Selamat pagi Tante Asisten!"ucap Ethan dengan suaranya yang menggemaskan."Pagi juga Ethan sayang!" Silvia melebarkan senyumnya kearah Ethan yang membuatnya gemas itu.Mereka bertiga langsung menyantap makanan yang sudah tersedia di meja makan.Setelah selesai sarapan, Silvia menyerahkan beberapa dokumen kepada Aurora. "Apa ini?"tanya Aurora sembari mengerutkan keningnya."Karena kamu belum memeriksa email-mu, makanya aku berikan dokumen ini. Salah satunya adalah kontrak kerjasama dari SM Group. Mereka ingin kita memasukkan merek untuk mendobrak pasar yang lebih luas lagi.!'jelas Silvia.Aurora tersenyum sinis. "Kalian akan merasakan akibatnya. Ter
Archen mengerutkan kening, menunjuk Aurora dengan dagunya, "Kenapa kamu diam?" Sorot mata Archen terasa tajam, membuat Aurora merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia mengatupkan bibir, matanya tak lepas dari Archen yang duduk di sofa ruang tamu, seperti singa yang siap menerkam mangsanya.Olivia dan Ethan juga memandang Aurora dengan bingung. Mereka belum mengerti apa yang dibahas."Apakah Mama sakit?" Ethan khawatir melihat ibunya hanya diam.Aurora tersadar dari lamunannya, ia mengabaikan Archen lalu tersenyum kearah Ethan."Mama tidak apa-apa sayang. Hanya saja, Mama sedang memikirkan sesuatu tadi!" kata Aurora dengan lembut.Ethan mengedipkan-ngedipkan matanya sambil mengangguk walaupun ia tidak mengerti apa yang ada di pikiran ibunya.Aurora menoleh kearah Silvia. "Bisakah kamu membantu Ethan untuk bersiap ke sekolah? Ini hari pertamanya masuk ke sekolah baru!" kata Aurora."Tapi, aku mau disini untuk menjaga Mama!" kata Ethan dengan tegas.Aurora menarik nafas dalam, ia ta
Roni menelan ludah, keringatnya dingin membasahi telapak tangan. Bonus sebesar itu, bonus yang cukup untuk menutupi semua hutang dan menuntaskan impiannya menikahi kekasihnya tahun depan, tidak boleh hilang begitu saja. Roni sangat takut. Bayangan Singa yang garang dengan tatapan mengintimidasi masih jelas terukir di benaknya. "Lebih baik aku diam saja!" gumamnya lirih, berusaha mengendalikan rasa panik yang menggerogoti dirinya.Setelah itu, Roni memilih diam dan fokus menyetir. Dia tidak ingin membuat Singa dibelakangnya itu murka.Di rumah kediaman Smit, suasana sarapan pagi terasa menegangkan. Jonny, dengan senyum hangat, berusaha menutupi kegelisahan yang tersembunyi di balik matanya. "Sayang, tugas sekolahmu sudah selesai?" tanyanya kepada Adrian, putra satu-satunya.Adrian mengangguk sambil mengunyah rotinya. "Apakah Papa akan mengantar aku hari ini?""Tentu saja, hari ini Papa yang mengantarmu karena Mama harus sampai kantor lebih awal!" Jonny berusaha bersikap biasa saja, me
"Ini videonya," kata Archen sambil menyerahkan ponselnya pada satpam.Satpam menerima ponsel itu dan memperlihatkan video tersebut pada Clara dan Aurora. Video itu menunjukkan dengan jelas bagaimana Clara yang duluan ingin mendorong. Aurora hanya menghindar dan Clara malah terjatuh sendiri.Clara mencoba mengelak, "Itu editan. Bukan aku yang mendorong wanita ini, tapi dia yang sudah mendorongku!""Tidak bisa dibantah, vidio ini asli dan. menunjukkan dengan jelas kejadian sebenarnya," ujar satpam dengan tegas. "Saya meminta anda berhenti memfitnah orang, apalagi ini masih di lingkungan sekolah sekolah. Tidak baik jika ada. anak yang melihatnya."" lanjut satpam itu sambil menatap Clara dengan sinis. Clara langsung terdiam malu. Ia menatap tajam kearah Archen karena sekali lagi rencana jahatnya terbongkar oleh Archen. "Kenapa kamu selalu mencampuri urusan kami?"Archen tersenyum sinis, "Karena aku tidak suka melihat orang baik dirugikan oleh orang licik sepertimu!"Clara mencibir dan
"Jangan merasa hebat dulu karena satu kemenangan. Aku akan pastikan kalau hidupmu hancur untuk kesekian kalinya. Mudah bagiku kalau aku ingin menyingkirkan kamu dari Maverick Group lewat Tante Amanda, Ibu dari Presiden Maverick!" kata Clara sambil tersenyum angkuh, berusaha keras untuk menunjukkan dominasi.Aurora terdiam sejenak, mengingat pesan ibunya tentang Tante Amanda. Senyum sinis terkembang di bibirnya."Bukan aku yang akan hancur, tapi kamu yang akan hancur sampai ke akar-akarnya akibat ulahmu sendiri,"ucap Aurora pelan, tetapi suaranya beresonansi dengan kekuatan yang tak terduga. "Ingat, aku memegang kartu asmu. Dengan itu, aku bisa membuat keluarga Smith menyingkirkan kamu. Dan percayalah, mereka tidak suka sampah."Kata-kata Aurora bagaikan panah yang menusuk hati Clara. Amarah menguasainya sepenuhnya, matanya menyala membara. Ia ingin mendorong Aurora, membalas perkataannya yang menyakitkan. Sebelum tangannya mencapai bahu Aurora, ia sudah menghindar dengan cepat. Clara
"Bagaimana kalau nenek suapi?" tanya Emeliana sambil menatap lembut kearah Ethan.Ethan menggelengkan kepalanya, "Ethan sudah besar nenek. Ethan bisa makan sendiri.""Anak pintar. Tapi, kali ini saja nenek ingin menyuapi-mu. Boleh kan?" Emiliana memohon dengan raut wajah yang memelas.Ethan menarik nafas dalam, lalu mengangguk sambil tersenyum. Ia tidak mau mengecewakan neneknya. Emiliana langsung menyuapi Ethan dengan semangat dan gembira. Aurora memperhatikan interaksi hangat antara ibunya dan Ethan. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba melupakan rasa tidak nyaman di hatinya. Sesaat kemudian. "Ethan, Mama sudah siapkan bekalmu. Mama akan mengganti pakaian dulu baru berangkat," kata Aurora setelah melihat Ethan selesai sarapan."Oke, Ma," jawab Ethan tanpa menoleh kearah Aurora. Setelah itu, Aurora meninggalkan Ethan yang tengah asyik ngobrol dengan neneknya.Aurora berganti pakaian. Ia memilih baju berwarna pastel, berusaha terlihat elegan namun tidak terlalu mencolok. Ia mena
"Begini rencanaku," Jonny memulai dengan senyum licik, "Pertama, kita perlu membuat Aurora gagal total di Jakarta Fashion Week. Tanpa panggung ini, dia akan kehilangan kredibilitas dan bisa jadi Maverick akan menyingkirkannya.""Tapi bagaimana kita bisa melakukannya?" tanya Clara, sedikit penasaran."Jangan khawatir, Clara," jawab Jonny, "Aku punya kontak di backstage Jakarta Fashion Week. Dia akan membantu kita merusak karya Aurora sebelum dia tampil. Dengan begitu, dia akan terlihat tidak profesional dan merusak nama baik Maverick Fashion.""Itu ide bagus," kata Delina, "Tapi bagaimana dengan orang-orang di luar sana? Bagaimana kita membuat mereka percaya bahwa Aurora memang pantas dipecat?""Mama tenang saja," jawab Jonny, "Kita akan menyebarkan rumor tentang Aurora. Kita akan membuat semua orang percaya bahwa dia mencuri desain Clara. Kita akan menyebarkan video-video manipulatif yang seolah-olah dia melakukan plagiat dan menggunakan tubuhnya untuk mendapatkan pekerjaan di Maveric
Walaupun tidak nyaman dengan pengaturan Aurora, tapi Archen hanya bisa mengatakan, "Baiklah.""Oh iya, besok aku ada acara, mungkin tidak akan ada di rumah saat kamu dan Ethan pulang." kata Archen dengan."Aku juga ada acara besok. Jadi, kamu tidak perlu khawatir. Sementara, kita selesaikan dulu urusan kita masing-masing baru berkumpul lagi," jawab Aurora dengan nada datar, berusaha menyembunyikan kekhawatirannya."Oke. Kalau ada apa-apa, segera hubungi aku!" kata Archen dengan nada khawatir."Iya." Aurora menutup panggilan, seolah ingin menghindari pertanyaan lebih lanjut dari Archen.Dengan langkah lemas, Aurora kembali ke kamar Ethan. Ia memilih untuk tidur bersama putranya untuk menenangkan dirinya. "Besok akan menjadi hari yang panjang. Aku harus mengajak Tuan Muda Maverick untuk negosiasi agar dia yang membatalkan perjodohan ini," gumam Aurora, seakan mencari penghidupan di dalam gelapnya malam.Di suatu tempat, tepatnya di ruang tamu keluarga Smith terasa menyesakkan, setelah
Senyap-nya malam menyelimuti rumah saat Aurora selesai menidurkan Ethan. Dengan langkah hati-hati, ia keluar dari kamar Ethan. Cahaya redup lampu ruang tamu memantul pada lukisan abstrak di dinding, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang menari-nari. Aroma kopi dingin yang membekas di udara membuat Aurora menoleh. Disana, duduklah Emeliana, seolah terbungkus dalam kepulan misteri. Dua cangkir kopi dingin tergeletak di meja di hadapannya, seperti dua mata yang memandang kegelapan."Jasmine sayang,"suara Emeliana terdengar lembut namun penuh makna, "Apakah Ethan sudah terlelap?""Sudah, Ma," jawab Aurora, suaranya nyaris tak terdengar."Kalau begitu, kemari lah!," Emeliana berkata, suaranya kini lebih tegas. "Ada yang ingin Mama bicarakan."Aurora mendekat dan duduk di samping ibunya, tubuhnya masih terasa kaku, seolah terikat oleh rasa khawatir yang tak terdefinisi-kan. Emeliana menatapnya dengan mata tajam yang seolah menembus ke dalam jiwanya. "Anakku sayang," Emeliana memula
Aurora terpaku. Napasnya tercekat, tangannya gemetar menggenggam ponsel di dekat telinga. Suara Mamanya yang penuh harap terdengar samar, "Aurora, Mama dihubungi Tante Amanda. Dia mengatakan kamu dan anaknya belum bertemu. Jadi, kami berencana untuk mempertemukan kalian secara langsung. Makanya Mama pulang dadakan sehingga tidak sempat memberitahu kamu."Bayangan pernikahan paksa kembali menghantui Aurora. Entah mengapa, mendengar kata-kata Mamanya, jantungnya berdebar kencang. Ia bukan seorang putri kerajaan yang bisa dipersunting begitu saja. Namun, ia bingung harus berkata apa pada Mamanya. Ia belum siap memberitahu tentang pernikahan kilatnya, tentang Ethan, buah hati yang ia jaga dengan sepenuh hati."Maafkan aku, Ma. Sekarang aku akan pulang. Tapi, aku akan menjemput Ethan dulu di rumah Silvia!" katanya dengan suara serak, berusaha meyakinkan Mamanya bahwa ia tak bermaksud menunda pertemuan itu."Baiklah, jangan lama-lama. Mama sudah sangat rindu pada Ethan!" Mama Aurora menutup
Clara meninggalkan ruangan dengan langkah gontai. Ia bersumpah akan membalas penghinaan yang dia dapatkan hari ini. Dengan kekuatan keluarga Jhonson, ia akan menyingkirkan mereka yang menindasnya hari ini.Archen dan Aurora terdiam, menatap kepergian Clara. Keheningan menyelimuti ruangan, diiringi oleh deru AC yang seakan berbisik, "Karma itu benar adanya."Clara melangkah keluar dari ruangan, rasa dingin menjalar di sekujur tubuhnya. Ia berjalan gontai, menghindari tatapan mata rekan-rekannya yang menghakimi. Clara membereskan semua berkas dan barang-barangnya di ruangan yang sudah ia tempati selama berada di Maverick sebelum ia benar-benar meninggalkan perusahaan raksasa itu. Beberapa saat kemudian, Clara dan Jonny masuk ke dalam mobil. Jonny melajukan mobil dengan pelan, menghindari jalanan yang ramai. Clara terdiam, matanya menatap kosong ke depan. Jonny sesekali melirik Clara, jari-jarinya menggenggam erat tangan Clara, mencoba memberikan sedikit kehangatan di tengah dinginnya
Udara di ruang rapat terasa mencekam saat Roni mendengar bisikan Archen yang tanpa ampun. Dengan raut wajah tanpa ekspresi, Roni menatap Mona yang duduk di seberang meja. "Bu Mona," suaranya dingin seperti es, "Anda dipecat!"Mona terlonjak, tubuhnya menegang. Air mata berkaca-kaca di matanya. "Anda tidak bisa memecat saya!" teriaknya, suaranya bergetar, "Saya sudah bertahun-tahun di sini!" Masa kerjanya yang panjang seperti menjadi tameng terakhirnya.Archen, yang berdiri di samping Roni, melangkah maju. Tatapannya dingin, tak terbaca. "Maverick Group tidak mentolerir pengkhianatan," ucapnya, suaranya bergema di ruangan yang hening. "Clara masuk di Maverick menggunakan desain Aurora, dan Anda menutupi kebenarannya. Jika Anda tidak mau diblokir dari industri Fashion, sebaiknya Anda pergi dari Maverick dengan hormat. Bagaimana?"Mona menatap Archen dengan penuh amarah. "Beraninya seorang supir mengatakan hal ini padaku?" tanyanya dengan nada mengejek. "Saya ini orang kepercayaan Pak Pr