Roni menelan ludah, keringatnya dingin membasahi telapak tangan. Bonus sebesar itu, bonus yang cukup untuk menutupi semua hutang dan menuntaskan impiannya menikahi kekasihnya tahun depan, tidak boleh hilang begitu saja. Roni sangat takut. Bayangan Singa yang garang dengan tatapan mengintimidasi masih jelas terukir di benaknya. "Lebih baik aku diam saja!" gumamnya lirih, berusaha mengendalikan rasa panik yang menggerogoti dirinya.Setelah itu, Roni memilih diam dan fokus menyetir. Dia tidak ingin membuat Singa dibelakangnya itu murka.Di rumah kediaman Smit, suasana sarapan pagi terasa menegangkan. Jonny, dengan senyum hangat, berusaha menutupi kegelisahan yang tersembunyi di balik matanya. "Sayang, tugas sekolahmu sudah selesai?" tanyanya kepada Adrian, putra satu-satunya.Adrian mengangguk sambil mengunyah rotinya. "Apakah Papa akan mengantar aku hari ini?""Tentu saja, hari ini Papa yang mengantarmu karena Mama harus sampai kantor lebih awal!" Jonny berusaha bersikap biasa saja, me
Namun, bayangan kembalinya Aurora tetap menghantuinya. Tidak hanya mengancam rumah tangganya, melainkan pekerjaannya sebagai desainer utama Maverick Group yang terkenal. "Aku harus menyingkirkannya," batin Clara. "Dia tidak boleh menghancurkan hidupku!"Setelah selesai sarapan, Clara langsung berangkat ke kantor. Ia sengaja datang lebih awal untuk memastikan bahwa Aurora benar-benar bekerja diterima kerja. Begitu Clara tiba di kantor, matanya langsung tertuju pada seorang wanita cantik dengan rambut panjang hitam yang sedang menggambar sesuatu meja kerjanya. Wanita itu mengenakan blazer hitam yang pas di tubuhnya dan rok pensil yang memperlihatkan kakinya yang jenjang."Aurora? Dia benar-benar diterima kerja oleh Pak Roni," bisik Clara, suaranya dingin menusuk. Clara menghampiri Aurora dengan langkah sombong. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan nada dingin."Ya, untuk bekerja. Apa kamu lupa?" jawab Aurora, matanya menyipit tajam ke arah Clara. "Dan aku juga diizinka
"Ah, maafkan Paman. Oh iya, apa kamu sekolah di sini juga?" tanya Jonny dengan suara yang lembut."Seperti yang paman lihat. Ada masalah kah?" jawab Ethan dengan ketus."Bagus kalau begitu. Anak paman juga sekolah disini. "kata Jonny, ia lalu memperkenalkan putranya kepada Ethan. "Ini Adrian, anak paman. Semoga kalian bisa menjadi teman baik!"Ethan menatap Adrian dengan seksama, ia memperhatikannya dari atas hingga bawah. "Maaf, aku tidak berteman dengan anak yang manja."Adrian menjadi kesal, ia merengek pada ayahnya. Kesabaran Jonny menjadi hilang, ia tidak menyukai anak yang nakal. Tapi, ia berusaha menahan emosinya di depan anaknya. "Ethan, jangan berkata begitu. Adrian adalah anak yang baik. Pasti kamu senang berteman dengannya,"ucap Jonny, ia merasa sedikit terkecewa dengan sikap Ethan."Saya tidak perlu teman,"kata Ethan dengan tajam."Lagipula, dia anak dari orang yang mau merebut gaun yang ingin aku belikan untuk ibuku." Ethan menatap Jonny dengan tatapan benci.Jonn
"Ada apa ini?" batin Aurora, dia merasa ada yang salah, namun dia tidak tahu apa penyebabnya. "Kenapa ada begitu banyak masalah di hari pertama ini. Pasti ini ulah Clara!"Aurora menarik nafas dalam, jantungnya berdebar kencang. Ia sudah menduga kalau hal-hal seperti ini akan terjadi padanya. Clara selalu iri padanya, sejak mereka masih di bangku kuliah. Clara selalu berusaha menjatuhkannya dengan mencuri disainnya. Clara juga merebut suaminya, seakan tidak rela melihat kebahagiaan Aurora.Saat makan siang, Aurora bergegas keluar dari ruangannya. Dia harus menepati janjinya dengan Archen. Namun, di lorong, Aurora mendengar bisik-bisikan berbisik di belakangnya."Lihat tuh, Aurora. Si penggoda. Berani banget merebut suami Disainer utama kita! Nggak lama lagi dia pasti dipecat!""Iya, semoga aja cepat dipecat. Jangan sampai dia menggoda suami kita!"Mendengar bisik-bisik rekan kerjanya, Aurora tersenyum tipis. "Clara, sebegitu takutnya kamu padaku. Tunggu saja, aku punya kejutan untukmu
"Siapa kamu sampai berani menghalangi aku? Tidakkah kamu tahu siapa aku?"teriak Niken."Aku tidak perduli siapa kamu!" kata lelaki itu sembari melempar tangan Niken dengan kasar."Archen? Kenapa dia ada sini? Bukankah kami janjian di kantor catatan sipil?" Aurora tercengang. Pikirannya berputar, tak percaya melihat Archen di tempat itu. Ia mengingat janji mereka akan bertemu di kantor catatan sipil bukan di kantor. Niken sangat marah, ia menunjuk kearah Archen. "Aku adalah calon istri Presiden Maverick Group! Berani kamu menyinggungku, kamu bisa diusir dari kota ini!" Wajah Niken memerah menahan amarah, tangannya mengepal kuat.Archen mengerutkan keningnya. "Sejak kapan kamu menjadi calon istrinya Presiden Maverick? Apakah kamu sedang bermimpi?" tanyanya."Kau berani sekali mengatakan aku sedang bermimpi? Siapa kau?""Wajar dia mengatakan kalau kamu sedang bermimpi. Sebab dia yang paling tahu kehidupan Presiden Maverick. Karena dia adalah supir pribadinya!" kata Aurora mewakili Arc
"Apakah aku tampan sehingga kamu terlihat begitu terpesona?" tanya Archen, suaranya rendah dan lembut, sehalus beludru. Tatapannya intens, membuat Aurora sulit menghindar.Aurora tersentak, pipinya memerah. Ia mengalihkan pandangan, tak berani menatap mata Archen. "Iya. Ah, tidak, aku hanya...," jawabnya gugup.Archen terkekeh pelan, mendengar kekakuan dalam suara Aurora. "Aku memang tampan!"Archen merasa lucu melihat Aurora yang grogi. Kesadaran bahwa dia bisa dengan mudah membuat wanita ini gugup membuatnya merasa sedikit bangga, tapi dia menahan senyumnya.Sedangkan Aurora merasa geli dengan kenarsisan Archen. Namun, ia tidak bisa membohongi dirinya kalau Archen memang tampan. Memikirkan hal itu, jantung Aurora berdebar lebih cepat. Tangannya gemetar, ingin rasanya ia berada dalam pelukan Archen yang hangat, namun ia urungkan niatnya. Ia masih terlalu takut, takut akan reaksi Archen, takut akan perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya."Apa yang kamu pikirkan sampai pipimu memer
Tidak butuh waktu lama, pintu ruang tunggu terbuka dan wanita resepsionis memanggil mereka. "Archen dan Aurora?" tanyanya.Archen berdiri dan menarik tangan Aurora. "Ya, kami," jawabnya."Silakan ikut saya," kata wanita itu, lalu menuntun mereka menuju sebuah ruangan kecil. Suasana di ruangan kecil itu terasa hening dan serius, membuat Aurora semakin gugup.Di dalam ruangan itu, sudah ada seorang petugas yang mengenakan seragam resmi."Selamat datang," kata petugas itu, tersenyum ramah. "Silakan duduk!"Archen dan Aurora duduk berhadapan dengan petugas tersebut. Petugas itu mulai membacakan syarat dan ketentuan pernikahan."Apakah Anda berdua sudah memahami syarat dan ketentuan ini?" tanya petugas itu."Ya, kami sudah memahaminya," jawab Archen dan Aurora serentak.Petugas itu mengangguk. "Baiklah, sekarang silakan kita mulai!" "Baik!" jawab Aurora dan Archen serentak.Archen terlihat begitu serius saat mengucapkan janji pernikahan. Entah kenapa hati Aurora berdebar hebat saat mende
Aurora tersentak, matanya terbelalak saat melihat Archen duduk di sisinya. Tatapan lembut Archen membuatnya langsung mencengkeram selimut, menariknya hingga menutupi tubuhnya. "Di mana kita? Apakah kita..." suaranya terengah-engah, "Apakah kita sudah..."Kata-kata Aurora terhenti, ketakutan dan kebingungan terpancar di wajahnya.Archen menyeringai, tatapannya tajam menusuk Aurora. "Kita di villa ku, di puncak Bogor. Dan kamu, ternyata kamu sangat luar biasa tadi," bisiknya, suara Archen bercampur dengan nada menggoda.Wajah Aurora berkerut, matanya berkilat amarah. "Astaga! Kami sudah melakukan semuanya, tapi aku tak merasakan apa-apa! Tidak adil! Seharusnya aku bisa merasakan sensasi tubuhnya yang kekar. Aku sudah lima tahun tidak merasakannya!" gumam Aurora dengan kesal."Hahaha..." tawa Archen bergema di ruangan, membuat Aurora mengerutkan kening. "Ada apa, kenapa kau tertawa?" tanyanya, bingung.Archen mencubit hidung Aurora dengan lembut, "Aduh, sakit!" rintih Aurora sambi
"Ini videonya," kata Archen sambil menyerahkan ponselnya pada satpam.Satpam menerima ponsel itu dan memperlihatkan video tersebut pada Clara dan Aurora. Video itu menunjukkan dengan jelas bagaimana Clara yang duluan ingin mendorong. Aurora hanya menghindar dan Clara malah terjatuh sendiri.Clara mencoba mengelak, "Itu editan. Bukan aku yang mendorong wanita ini, tapi dia yang sudah mendorongku!""Tidak bisa dibantah, vidio ini asli dan. menunjukkan dengan jelas kejadian sebenarnya," ujar satpam dengan tegas. "Saya meminta anda berhenti memfitnah orang, apalagi ini masih di lingkungan sekolah sekolah. Tidak baik jika ada. anak yang melihatnya."" lanjut satpam itu sambil menatap Clara dengan sinis. Clara langsung terdiam malu. Ia menatap tajam kearah Archen karena sekali lagi rencana jahatnya terbongkar oleh Archen. "Kenapa kamu selalu mencampuri urusan kami?"Archen tersenyum sinis, "Karena aku tidak suka melihat orang baik dirugikan oleh orang licik sepertimu!"Clara mencibir dan
"Jangan merasa hebat dulu karena satu kemenangan. Aku akan pastikan kalau hidupmu hancur untuk kesekian kalinya. Mudah bagiku kalau aku ingin menyingkirkan kamu dari Maverick Group lewat Tante Amanda, Ibu dari Presiden Maverick!" kata Clara sambil tersenyum angkuh, berusaha keras untuk menunjukkan dominasi.Aurora terdiam sejenak, mengingat pesan ibunya tentang Tante Amanda. Senyum sinis terkembang di bibirnya."Bukan aku yang akan hancur, tapi kamu yang akan hancur sampai ke akar-akarnya akibat ulahmu sendiri,"ucap Aurora pelan, tetapi suaranya beresonansi dengan kekuatan yang tak terduga. "Ingat, aku memegang kartu asmu. Dengan itu, aku bisa membuat keluarga Smith menyingkirkan kamu. Dan percayalah, mereka tidak suka sampah."Kata-kata Aurora bagaikan panah yang menusuk hati Clara. Amarah menguasainya sepenuhnya, matanya menyala membara. Ia ingin mendorong Aurora, membalas perkataannya yang menyakitkan. Sebelum tangannya mencapai bahu Aurora, ia sudah menghindar dengan cepat. Clara
"Bagaimana kalau nenek suapi?" tanya Emeliana sambil menatap lembut kearah Ethan.Ethan menggelengkan kepalanya, "Ethan sudah besar nenek. Ethan bisa makan sendiri.""Anak pintar. Tapi, kali ini saja nenek ingin menyuapi-mu. Boleh kan?" Emiliana memohon dengan raut wajah yang memelas.Ethan menarik nafas dalam, lalu mengangguk sambil tersenyum. Ia tidak mau mengecewakan neneknya. Emiliana langsung menyuapi Ethan dengan semangat dan gembira. Aurora memperhatikan interaksi hangat antara ibunya dan Ethan. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba melupakan rasa tidak nyaman di hatinya. Sesaat kemudian. "Ethan, Mama sudah siapkan bekalmu. Mama akan mengganti pakaian dulu baru berangkat," kata Aurora setelah melihat Ethan selesai sarapan."Oke, Ma," jawab Ethan tanpa menoleh kearah Aurora. Setelah itu, Aurora meninggalkan Ethan yang tengah asyik ngobrol dengan neneknya.Aurora berganti pakaian. Ia memilih baju berwarna pastel, berusaha terlihat elegan namun tidak terlalu mencolok. Ia mena
"Begini rencanaku," Jonny memulai dengan senyum licik, "Pertama, kita perlu membuat Aurora gagal total di Jakarta Fashion Week. Tanpa panggung ini, dia akan kehilangan kredibilitas dan bisa jadi Maverick akan menyingkirkannya.""Tapi bagaimana kita bisa melakukannya?" tanya Clara, sedikit penasaran."Jangan khawatir, Clara," jawab Jonny, "Aku punya kontak di backstage Jakarta Fashion Week. Dia akan membantu kita merusak karya Aurora sebelum dia tampil. Dengan begitu, dia akan terlihat tidak profesional dan merusak nama baik Maverick Fashion.""Itu ide bagus," kata Delina, "Tapi bagaimana dengan orang-orang di luar sana? Bagaimana kita membuat mereka percaya bahwa Aurora memang pantas dipecat?""Mama tenang saja," jawab Jonny, "Kita akan menyebarkan rumor tentang Aurora. Kita akan membuat semua orang percaya bahwa dia mencuri desain Clara. Kita akan menyebarkan video-video manipulatif yang seolah-olah dia melakukan plagiat dan menggunakan tubuhnya untuk mendapatkan pekerjaan di Maveric
Walaupun tidak nyaman dengan pengaturan Aurora, tapi Archen hanya bisa mengatakan, "Baiklah.""Oh iya, besok aku ada acara, mungkin tidak akan ada di rumah saat kamu dan Ethan pulang." kata Archen dengan."Aku juga ada acara besok. Jadi, kamu tidak perlu khawatir. Sementara, kita selesaikan dulu urusan kita masing-masing baru berkumpul lagi," jawab Aurora dengan nada datar, berusaha menyembunyikan kekhawatirannya."Oke. Kalau ada apa-apa, segera hubungi aku!" kata Archen dengan nada khawatir."Iya." Aurora menutup panggilan, seolah ingin menghindari pertanyaan lebih lanjut dari Archen.Dengan langkah lemas, Aurora kembali ke kamar Ethan. Ia memilih untuk tidur bersama putranya untuk menenangkan dirinya. "Besok akan menjadi hari yang panjang. Aku harus mengajak Tuan Muda Maverick untuk negosiasi agar dia yang membatalkan perjodohan ini," gumam Aurora, seakan mencari penghidupan di dalam gelapnya malam.Di suatu tempat, tepatnya di ruang tamu keluarga Smith terasa menyesakkan, setelah
Senyap-nya malam menyelimuti rumah saat Aurora selesai menidurkan Ethan. Dengan langkah hati-hati, ia keluar dari kamar Ethan. Cahaya redup lampu ruang tamu memantul pada lukisan abstrak di dinding, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang menari-nari. Aroma kopi dingin yang membekas di udara membuat Aurora menoleh. Disana, duduklah Emeliana, seolah terbungkus dalam kepulan misteri. Dua cangkir kopi dingin tergeletak di meja di hadapannya, seperti dua mata yang memandang kegelapan."Jasmine sayang,"suara Emeliana terdengar lembut namun penuh makna, "Apakah Ethan sudah terlelap?""Sudah, Ma," jawab Aurora, suaranya nyaris tak terdengar."Kalau begitu, kemari lah!," Emeliana berkata, suaranya kini lebih tegas. "Ada yang ingin Mama bicarakan."Aurora mendekat dan duduk di samping ibunya, tubuhnya masih terasa kaku, seolah terikat oleh rasa khawatir yang tak terdefinisi-kan. Emeliana menatapnya dengan mata tajam yang seolah menembus ke dalam jiwanya. "Anakku sayang," Emeliana memula
Aurora terpaku. Napasnya tercekat, tangannya gemetar menggenggam ponsel di dekat telinga. Suara Mamanya yang penuh harap terdengar samar, "Aurora, Mama dihubungi Tante Amanda. Dia mengatakan kamu dan anaknya belum bertemu. Jadi, kami berencana untuk mempertemukan kalian secara langsung. Makanya Mama pulang dadakan sehingga tidak sempat memberitahu kamu."Bayangan pernikahan paksa kembali menghantui Aurora. Entah mengapa, mendengar kata-kata Mamanya, jantungnya berdebar kencang. Ia bukan seorang putri kerajaan yang bisa dipersunting begitu saja. Namun, ia bingung harus berkata apa pada Mamanya. Ia belum siap memberitahu tentang pernikahan kilatnya, tentang Ethan, buah hati yang ia jaga dengan sepenuh hati."Maafkan aku, Ma. Sekarang aku akan pulang. Tapi, aku akan menjemput Ethan dulu di rumah Silvia!" katanya dengan suara serak, berusaha meyakinkan Mamanya bahwa ia tak bermaksud menunda pertemuan itu."Baiklah, jangan lama-lama. Mama sudah sangat rindu pada Ethan!" Mama Aurora menutup
Clara meninggalkan ruangan dengan langkah gontai. Ia bersumpah akan membalas penghinaan yang dia dapatkan hari ini. Dengan kekuatan keluarga Jhonson, ia akan menyingkirkan mereka yang menindasnya hari ini.Archen dan Aurora terdiam, menatap kepergian Clara. Keheningan menyelimuti ruangan, diiringi oleh deru AC yang seakan berbisik, "Karma itu benar adanya."Clara melangkah keluar dari ruangan, rasa dingin menjalar di sekujur tubuhnya. Ia berjalan gontai, menghindari tatapan mata rekan-rekannya yang menghakimi. Clara membereskan semua berkas dan barang-barangnya di ruangan yang sudah ia tempati selama berada di Maverick sebelum ia benar-benar meninggalkan perusahaan raksasa itu. Beberapa saat kemudian, Clara dan Jonny masuk ke dalam mobil. Jonny melajukan mobil dengan pelan, menghindari jalanan yang ramai. Clara terdiam, matanya menatap kosong ke depan. Jonny sesekali melirik Clara, jari-jarinya menggenggam erat tangan Clara, mencoba memberikan sedikit kehangatan di tengah dinginnya
Udara di ruang rapat terasa mencekam saat Roni mendengar bisikan Archen yang tanpa ampun. Dengan raut wajah tanpa ekspresi, Roni menatap Mona yang duduk di seberang meja. "Bu Mona," suaranya dingin seperti es, "Anda dipecat!"Mona terlonjak, tubuhnya menegang. Air mata berkaca-kaca di matanya. "Anda tidak bisa memecat saya!" teriaknya, suaranya bergetar, "Saya sudah bertahun-tahun di sini!" Masa kerjanya yang panjang seperti menjadi tameng terakhirnya.Archen, yang berdiri di samping Roni, melangkah maju. Tatapannya dingin, tak terbaca. "Maverick Group tidak mentolerir pengkhianatan," ucapnya, suaranya bergema di ruangan yang hening. "Clara masuk di Maverick menggunakan desain Aurora, dan Anda menutupi kebenarannya. Jika Anda tidak mau diblokir dari industri Fashion, sebaiknya Anda pergi dari Maverick dengan hormat. Bagaimana?"Mona menatap Archen dengan penuh amarah. "Beraninya seorang supir mengatakan hal ini padaku?" tanyanya dengan nada mengejek. "Saya ini orang kepercayaan Pak Pr