"Siapa kamu sampai berani menghalangi aku? Tidakkah kamu tahu siapa aku?"teriak Niken."Aku tidak perduli siapa kamu!" kata lelaki itu sembari melempar tangan Niken dengan kasar."Archen? Kenapa dia ada sini? Bukankah kami janjian di kantor catatan sipil?" Aurora tercengang. Pikirannya berputar, tak percaya melihat Archen di tempat itu. Ia mengingat janji mereka akan bertemu di kantor catatan sipil bukan di kantor. Niken sangat marah, ia menunjuk kearah Archen. "Aku adalah calon istri Presiden Maverick Group! Berani kamu menyinggungku, kamu bisa diusir dari kota ini!" Wajah Niken memerah menahan amarah, tangannya mengepal kuat.Archen mengerutkan keningnya. "Sejak kapan kamu menjadi calon istrinya Presiden Maverick? Apakah kamu sedang bermimpi?" tanyanya."Kau berani sekali mengatakan aku sedang bermimpi? Siapa kau?""Wajar dia mengatakan kalau kamu sedang bermimpi. Sebab dia yang paling tahu kehidupan Presiden Maverick. Karena dia adalah supir pribadinya!" kata Aurora mewakili Arc
"Apakah aku tampan sehingga kamu terlihat begitu terpesona?" tanya Archen, suaranya rendah dan lembut, sehalus beludru. Tatapannya intens, membuat Aurora sulit menghindar.Aurora tersentak, pipinya memerah. Ia mengalihkan pandangan, tak berani menatap mata Archen. "Iya. Ah, tidak, aku hanya...," jawabnya gugup.Archen terkekeh pelan, mendengar kekakuan dalam suara Aurora. "Aku memang tampan!"Archen merasa lucu melihat Aurora yang grogi. Kesadaran bahwa dia bisa dengan mudah membuat wanita ini gugup membuatnya merasa sedikit bangga, tapi dia menahan senyumnya.Sedangkan Aurora merasa geli dengan kenarsisan Archen. Namun, ia tidak bisa membohongi dirinya kalau Archen memang tampan. Memikirkan hal itu, jantung Aurora berdebar lebih cepat. Tangannya gemetar, ingin rasanya ia berada dalam pelukan Archen yang hangat, namun ia urungkan niatnya. Ia masih terlalu takut, takut akan reaksi Archen, takut akan perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya."Apa yang kamu pikirkan sampai pipimu memer
Tidak butuh waktu lama, pintu ruang tunggu terbuka dan wanita resepsionis memanggil mereka. "Archen dan Aurora?" tanyanya.Archen berdiri dan menarik tangan Aurora. "Ya, kami," jawabnya."Silakan ikut saya," kata wanita itu, lalu menuntun mereka menuju sebuah ruangan kecil. Suasana di ruangan kecil itu terasa hening dan serius, membuat Aurora semakin gugup.Di dalam ruangan itu, sudah ada seorang petugas yang mengenakan seragam resmi."Selamat datang," kata petugas itu, tersenyum ramah. "Silakan duduk!"Archen dan Aurora duduk berhadapan dengan petugas tersebut. Petugas itu mulai membacakan syarat dan ketentuan pernikahan."Apakah Anda berdua sudah memahami syarat dan ketentuan ini?" tanya petugas itu."Ya, kami sudah memahaminya," jawab Archen dan Aurora serentak.Petugas itu mengangguk. "Baiklah, sekarang silakan kita mulai!" "Baik!" jawab Aurora dan Archen serentak.Archen terlihat begitu serius saat mengucapkan janji pernikahan. Entah kenapa hati Aurora berdebar hebat saat mende
Aurora tersentak, matanya terbelalak saat melihat Archen duduk di sisinya. Tatapan lembut Archen membuatnya langsung mencengkeram selimut, menariknya hingga menutupi tubuhnya. "Di mana kita? Apakah kita..." suaranya terengah-engah, "Apakah kita sudah..."Kata-kata Aurora terhenti, ketakutan dan kebingungan terpancar di wajahnya.Archen menyeringai, tatapannya tajam menusuk Aurora. "Kita di villa ku, di puncak Bogor. Dan kamu, ternyata kamu sangat luar biasa tadi," bisiknya, suara Archen bercampur dengan nada menggoda.Wajah Aurora berkerut, matanya berkilat amarah. "Astaga! Kami sudah melakukan semuanya, tapi aku tak merasakan apa-apa! Tidak adil! Seharusnya aku bisa merasakan sensasi tubuhnya yang kekar. Aku sudah lima tahun tidak merasakannya!" gumam Aurora dengan kesal."Hahaha..." tawa Archen bergema di ruangan, membuat Aurora mengerutkan kening. "Ada apa, kenapa kau tertawa?" tanyanya, bingung.Archen mencubit hidung Aurora dengan lembut, "Aduh, sakit!" rintih Aurora sambi
Aurora mencium pipi Ethan berkali-kali saking gemasnya. Setelah itu, ia menatap lembut putra satu-satunya itu. "Sayang! Kenapa kamu ada disini? Kapan kamu datang? Jangan-jangan kamu datang tadi siang, apa mungkin kamu bolos dari sekolah?" tanya Aurora. melihat Ethan membuat Aurora melupakan sejenak ketegangan yang sedang melanda hatinya. Raut wajahnya menunjukkan kasih sayang tulus pada putranya."Enggak, Ma! Aku udah sekolah sampai selesai," jawab Ethan sambil menggeleng cepat, matanya berbinar ceria. "Pas pulang sekolah, teman Om Archen jemput aku sama Tante Silvia. Terus, pas Mama tidur, Om Archen ajak aku main game. Seru banget, Ma!" lanjut Ethan dengan suara gembira.Aurora mengerutkan kening. Ia tahu betul watak anaknya yang sangat sulit didekati oleh orang baru. Tapi, kenapa sama Archen, dia malah kegirangan? Ia seperti sedang melihat anaknya versi yang lain."Ethan, bagaimana kalau kamu panggil aku Papa Archen? " tanya Archen sambil tersenyum, tatapannya penuh harapan.Etha
Malam itu, Aurora tertidur dengan perasaan campur aduk. Lelah dan bingung, ia tak tahu apa yang harus dilakukan. Bahkan, ia tak peduli di mana Archen berada saat ini. Saat ini, pikiran Aurora dipenuhi oleh kebingungan dan rasa tak percaya kalau dia sudah menikah dengan supir dari lelaki yang di jodohkan dengannya. Keesokan paginya, saat mentari mengintip dari balik jendela, Aurora bersiap untuk pergi bekerja. Tiba-tiba, ponselnya berdering dengan nomor yang tidak dikenal. Jantungnya berdebar kencang, ia menoleh ke Archen yang baru saja selesai sarapan, matanya masih tertuju pada Ethan yang asyik menikmati hidangan pagi."Siapa?" tanya Archen, suaranya sedikit tertahan.Aurora menggelengkan kepalanya, raut wajahnya sedikit heran. "Nomor yang tidak dikenal. Mungkin teman kantor. Aku akan angkat dulu."Archen mengangguk, kemudian kembali mengamati Ethan yang masih asyik dengan sarapannya. Ethan, seperti biasa, tak menghiraukan siapapun saat ia sedang makan. Aurora menggeser icon hijau
Aurora menatap Archen dengan tatapan yang sulit diartikan. "Archen, apa kamu benar-benar bisa mengantar Ethan?""Tentu saja, aku bisa. Lagipula, aku ingin lebih dekat lagi dengan Ethan!" jawab Archen."Tapi..." Aurora masih ragu.Archen menyeruput kopinya, "Tidak apa-apa, Aurora. Kamu tidak perlu sungkan begitu. Kita sudah menjadi keluarga dan Ethan adalah anakku sekarang. Jadi, sudah tugasku untuk mengantarnya sekolah."Aurora menggelengkan kepalanya, "Anak kita?"Archen tersenyum lembut, "Ya, anak kita. Ethan adalah anak kita."Aurora terdiam, menatap Archen dengan tatapan yang sulit dibaca. Hati Aurora bercampur aduk. Di satu sisi, ia menikmati kedekatan Archen dengan Ethan. Di sisi lain, ia masih bingung dengan perasaannya terhadap Archen."Baiklah," kata Aurora akhirnya. "Tapi kamu harus hati-hati di jalan!"Archen mengangguk dan mencium kening Aurora dengan lembut. "Tenang saja, sayang. Aku akan hati-hati."Ethan melompat kegirangan, "Terima kasih, Ayah! Aku senang sekali bisa d
Archen menghela nafas berat, ia pikir kalau ibunya akan lupa dengan perjodohannya itu. "Maaf, Ma. Aku mengubah ponselku ke mode silent karena aku sedang sibuk dan ... "Ibu Archen menatap Archen dengan tatapan tajam. "Sibuk dengan apa? Dengan pekerjaanmu? Atau dengan wanita lain?"Archen terdiam, ia belum bisa memberitahu ibunya tentang ia dan Aurora yang sudah menikah. Tapi, ia siap untuk menghadapi segala kemungkinan untuk keputusan yang dia ambil."Mama, aku...""Sudahlah, Archen. Mama tidak ingin bicara lagi soal ini. Kau harus segera menemui Jasmine sebelum acara makan malam Minggu depan."Archen mengangguk, ia berfikir kalau ia memang harus bertemu dengan Jasmine. Ia akan jujur padanya dan meminta untuk membatalkan perjodohannya. "Baiklah, Ma. Aku akan menemui Jasmine setelah urusanku selesai!""Bagus. Jangan sampai kau mengecewakan Mama. Mama sudah berjanji pada Armand, sahabat karib Papa, bahwa kau akan menikahi Jasmine. Ingat, ini adalah perjanjian antar keluarga. Jangan sam
"Ini videonya," kata Archen sambil menyerahkan ponselnya pada satpam.Satpam menerima ponsel itu dan memperlihatkan video tersebut pada Clara dan Aurora. Video itu menunjukkan dengan jelas bagaimana Clara yang duluan ingin mendorong. Aurora hanya menghindar dan Clara malah terjatuh sendiri.Clara mencoba mengelak, "Itu editan. Bukan aku yang mendorong wanita ini, tapi dia yang sudah mendorongku!""Tidak bisa dibantah, vidio ini asli dan. menunjukkan dengan jelas kejadian sebenarnya," ujar satpam dengan tegas. "Saya meminta anda berhenti memfitnah orang, apalagi ini masih di lingkungan sekolah sekolah. Tidak baik jika ada. anak yang melihatnya."" lanjut satpam itu sambil menatap Clara dengan sinis. Clara langsung terdiam malu. Ia menatap tajam kearah Archen karena sekali lagi rencana jahatnya terbongkar oleh Archen. "Kenapa kamu selalu mencampuri urusan kami?"Archen tersenyum sinis, "Karena aku tidak suka melihat orang baik dirugikan oleh orang licik sepertimu!"Clara mencibir dan
"Jangan merasa hebat dulu karena satu kemenangan. Aku akan pastikan kalau hidupmu hancur untuk kesekian kalinya. Mudah bagiku kalau aku ingin menyingkirkan kamu dari Maverick Group lewat Tante Amanda, Ibu dari Presiden Maverick!" kata Clara sambil tersenyum angkuh, berusaha keras untuk menunjukkan dominasi.Aurora terdiam sejenak, mengingat pesan ibunya tentang Tante Amanda. Senyum sinis terkembang di bibirnya."Bukan aku yang akan hancur, tapi kamu yang akan hancur sampai ke akar-akarnya akibat ulahmu sendiri,"ucap Aurora pelan, tetapi suaranya beresonansi dengan kekuatan yang tak terduga. "Ingat, aku memegang kartu asmu. Dengan itu, aku bisa membuat keluarga Smith menyingkirkan kamu. Dan percayalah, mereka tidak suka sampah."Kata-kata Aurora bagaikan panah yang menusuk hati Clara. Amarah menguasainya sepenuhnya, matanya menyala membara. Ia ingin mendorong Aurora, membalas perkataannya yang menyakitkan. Sebelum tangannya mencapai bahu Aurora, ia sudah menghindar dengan cepat. Clara
"Bagaimana kalau nenek suapi?" tanya Emeliana sambil menatap lembut kearah Ethan.Ethan menggelengkan kepalanya, "Ethan sudah besar nenek. Ethan bisa makan sendiri.""Anak pintar. Tapi, kali ini saja nenek ingin menyuapi-mu. Boleh kan?" Emiliana memohon dengan raut wajah yang memelas.Ethan menarik nafas dalam, lalu mengangguk sambil tersenyum. Ia tidak mau mengecewakan neneknya. Emiliana langsung menyuapi Ethan dengan semangat dan gembira. Aurora memperhatikan interaksi hangat antara ibunya dan Ethan. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba melupakan rasa tidak nyaman di hatinya. Sesaat kemudian. "Ethan, Mama sudah siapkan bekalmu. Mama akan mengganti pakaian dulu baru berangkat," kata Aurora setelah melihat Ethan selesai sarapan."Oke, Ma," jawab Ethan tanpa menoleh kearah Aurora. Setelah itu, Aurora meninggalkan Ethan yang tengah asyik ngobrol dengan neneknya.Aurora berganti pakaian. Ia memilih baju berwarna pastel, berusaha terlihat elegan namun tidak terlalu mencolok. Ia mena
"Begini rencanaku," Jonny memulai dengan senyum licik, "Pertama, kita perlu membuat Aurora gagal total di Jakarta Fashion Week. Tanpa panggung ini, dia akan kehilangan kredibilitas dan bisa jadi Maverick akan menyingkirkannya.""Tapi bagaimana kita bisa melakukannya?" tanya Clara, sedikit penasaran."Jangan khawatir, Clara," jawab Jonny, "Aku punya kontak di backstage Jakarta Fashion Week. Dia akan membantu kita merusak karya Aurora sebelum dia tampil. Dengan begitu, dia akan terlihat tidak profesional dan merusak nama baik Maverick Fashion.""Itu ide bagus," kata Delina, "Tapi bagaimana dengan orang-orang di luar sana? Bagaimana kita membuat mereka percaya bahwa Aurora memang pantas dipecat?""Mama tenang saja," jawab Jonny, "Kita akan menyebarkan rumor tentang Aurora. Kita akan membuat semua orang percaya bahwa dia mencuri desain Clara. Kita akan menyebarkan video-video manipulatif yang seolah-olah dia melakukan plagiat dan menggunakan tubuhnya untuk mendapatkan pekerjaan di Maveric
Walaupun tidak nyaman dengan pengaturan Aurora, tapi Archen hanya bisa mengatakan, "Baiklah.""Oh iya, besok aku ada acara, mungkin tidak akan ada di rumah saat kamu dan Ethan pulang." kata Archen dengan."Aku juga ada acara besok. Jadi, kamu tidak perlu khawatir. Sementara, kita selesaikan dulu urusan kita masing-masing baru berkumpul lagi," jawab Aurora dengan nada datar, berusaha menyembunyikan kekhawatirannya."Oke. Kalau ada apa-apa, segera hubungi aku!" kata Archen dengan nada khawatir."Iya." Aurora menutup panggilan, seolah ingin menghindari pertanyaan lebih lanjut dari Archen.Dengan langkah lemas, Aurora kembali ke kamar Ethan. Ia memilih untuk tidur bersama putranya untuk menenangkan dirinya. "Besok akan menjadi hari yang panjang. Aku harus mengajak Tuan Muda Maverick untuk negosiasi agar dia yang membatalkan perjodohan ini," gumam Aurora, seakan mencari penghidupan di dalam gelapnya malam.Di suatu tempat, tepatnya di ruang tamu keluarga Smith terasa menyesakkan, setelah
Senyap-nya malam menyelimuti rumah saat Aurora selesai menidurkan Ethan. Dengan langkah hati-hati, ia keluar dari kamar Ethan. Cahaya redup lampu ruang tamu memantul pada lukisan abstrak di dinding, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang menari-nari. Aroma kopi dingin yang membekas di udara membuat Aurora menoleh. Disana, duduklah Emeliana, seolah terbungkus dalam kepulan misteri. Dua cangkir kopi dingin tergeletak di meja di hadapannya, seperti dua mata yang memandang kegelapan."Jasmine sayang,"suara Emeliana terdengar lembut namun penuh makna, "Apakah Ethan sudah terlelap?""Sudah, Ma," jawab Aurora, suaranya nyaris tak terdengar."Kalau begitu, kemari lah!," Emeliana berkata, suaranya kini lebih tegas. "Ada yang ingin Mama bicarakan."Aurora mendekat dan duduk di samping ibunya, tubuhnya masih terasa kaku, seolah terikat oleh rasa khawatir yang tak terdefinisi-kan. Emeliana menatapnya dengan mata tajam yang seolah menembus ke dalam jiwanya. "Anakku sayang," Emeliana memula
Aurora terpaku. Napasnya tercekat, tangannya gemetar menggenggam ponsel di dekat telinga. Suara Mamanya yang penuh harap terdengar samar, "Aurora, Mama dihubungi Tante Amanda. Dia mengatakan kamu dan anaknya belum bertemu. Jadi, kami berencana untuk mempertemukan kalian secara langsung. Makanya Mama pulang dadakan sehingga tidak sempat memberitahu kamu."Bayangan pernikahan paksa kembali menghantui Aurora. Entah mengapa, mendengar kata-kata Mamanya, jantungnya berdebar kencang. Ia bukan seorang putri kerajaan yang bisa dipersunting begitu saja. Namun, ia bingung harus berkata apa pada Mamanya. Ia belum siap memberitahu tentang pernikahan kilatnya, tentang Ethan, buah hati yang ia jaga dengan sepenuh hati."Maafkan aku, Ma. Sekarang aku akan pulang. Tapi, aku akan menjemput Ethan dulu di rumah Silvia!" katanya dengan suara serak, berusaha meyakinkan Mamanya bahwa ia tak bermaksud menunda pertemuan itu."Baiklah, jangan lama-lama. Mama sudah sangat rindu pada Ethan!" Mama Aurora menutup
Clara meninggalkan ruangan dengan langkah gontai. Ia bersumpah akan membalas penghinaan yang dia dapatkan hari ini. Dengan kekuatan keluarga Jhonson, ia akan menyingkirkan mereka yang menindasnya hari ini.Archen dan Aurora terdiam, menatap kepergian Clara. Keheningan menyelimuti ruangan, diiringi oleh deru AC yang seakan berbisik, "Karma itu benar adanya."Clara melangkah keluar dari ruangan, rasa dingin menjalar di sekujur tubuhnya. Ia berjalan gontai, menghindari tatapan mata rekan-rekannya yang menghakimi. Clara membereskan semua berkas dan barang-barangnya di ruangan yang sudah ia tempati selama berada di Maverick sebelum ia benar-benar meninggalkan perusahaan raksasa itu. Beberapa saat kemudian, Clara dan Jonny masuk ke dalam mobil. Jonny melajukan mobil dengan pelan, menghindari jalanan yang ramai. Clara terdiam, matanya menatap kosong ke depan. Jonny sesekali melirik Clara, jari-jarinya menggenggam erat tangan Clara, mencoba memberikan sedikit kehangatan di tengah dinginnya
Udara di ruang rapat terasa mencekam saat Roni mendengar bisikan Archen yang tanpa ampun. Dengan raut wajah tanpa ekspresi, Roni menatap Mona yang duduk di seberang meja. "Bu Mona," suaranya dingin seperti es, "Anda dipecat!"Mona terlonjak, tubuhnya menegang. Air mata berkaca-kaca di matanya. "Anda tidak bisa memecat saya!" teriaknya, suaranya bergetar, "Saya sudah bertahun-tahun di sini!" Masa kerjanya yang panjang seperti menjadi tameng terakhirnya.Archen, yang berdiri di samping Roni, melangkah maju. Tatapannya dingin, tak terbaca. "Maverick Group tidak mentolerir pengkhianatan," ucapnya, suaranya bergema di ruangan yang hening. "Clara masuk di Maverick menggunakan desain Aurora, dan Anda menutupi kebenarannya. Jika Anda tidak mau diblokir dari industri Fashion, sebaiknya Anda pergi dari Maverick dengan hormat. Bagaimana?"Mona menatap Archen dengan penuh amarah. "Beraninya seorang supir mengatakan hal ini padaku?" tanyanya dengan nada mengejek. "Saya ini orang kepercayaan Pak Pr