Aurora mencium pipi Ethan berkali-kali saking gemasnya. Setelah itu, ia menatap lembut putra satu-satunya itu. "Sayang! Kenapa kamu ada disini? Kapan kamu datang? Jangan-jangan kamu datang tadi siang, apa mungkin kamu bolos dari sekolah?" tanya Aurora. melihat Ethan membuat Aurora melupakan sejenak ketegangan yang sedang melanda hatinya. Raut wajahnya menunjukkan kasih sayang tulus pada putranya."Enggak, Ma! Aku udah sekolah sampai selesai," jawab Ethan sambil menggeleng cepat, matanya berbinar ceria. "Pas pulang sekolah, teman Om Archen jemput aku sama Tante Silvia. Terus, pas Mama tidur, Om Archen ajak aku main game. Seru banget, Ma!" lanjut Ethan dengan suara gembira.Aurora mengerutkan kening. Ia tahu betul watak anaknya yang sangat sulit didekati oleh orang baru. Tapi, kenapa sama Archen, dia malah kegirangan? Ia seperti sedang melihat anaknya versi yang lain."Ethan, bagaimana kalau kamu panggil aku Papa Archen? " tanya Archen sambil tersenyum, tatapannya penuh harapan.Etha
Malam itu, Aurora tertidur dengan perasaan campur aduk. Lelah dan bingung, ia tak tahu apa yang harus dilakukan. Bahkan, ia tak peduli di mana Archen berada saat ini. Saat ini, pikiran Aurora dipenuhi oleh kebingungan dan rasa tak percaya kalau dia sudah menikah dengan supir dari lelaki yang di jodohkan dengannya. Keesokan paginya, saat mentari mengintip dari balik jendela, Aurora bersiap untuk pergi bekerja. Tiba-tiba, ponselnya berdering dengan nomor yang tidak dikenal. Jantungnya berdebar kencang, ia menoleh ke Archen yang baru saja selesai sarapan, matanya masih tertuju pada Ethan yang asyik menikmati hidangan pagi."Siapa?" tanya Archen, suaranya sedikit tertahan.Aurora menggelengkan kepalanya, raut wajahnya sedikit heran. "Nomor yang tidak dikenal. Mungkin teman kantor. Aku akan angkat dulu."Archen mengangguk, kemudian kembali mengamati Ethan yang masih asyik dengan sarapannya. Ethan, seperti biasa, tak menghiraukan siapapun saat ia sedang makan. Aurora menggeser icon hijau
Aurora menatap Archen dengan tatapan yang sulit diartikan. "Archen, apa kamu benar-benar bisa mengantar Ethan?""Tentu saja, aku bisa. Lagipula, aku ingin lebih dekat lagi dengan Ethan!" jawab Archen."Tapi..." Aurora masih ragu.Archen menyeruput kopinya, "Tidak apa-apa, Aurora. Kamu tidak perlu sungkan begitu. Kita sudah menjadi keluarga dan Ethan adalah anakku sekarang. Jadi, sudah tugasku untuk mengantarnya sekolah."Aurora menggelengkan kepalanya, "Anak kita?"Archen tersenyum lembut, "Ya, anak kita. Ethan adalah anak kita."Aurora terdiam, menatap Archen dengan tatapan yang sulit dibaca. Hati Aurora bercampur aduk. Di satu sisi, ia menikmati kedekatan Archen dengan Ethan. Di sisi lain, ia masih bingung dengan perasaannya terhadap Archen."Baiklah," kata Aurora akhirnya. "Tapi kamu harus hati-hati di jalan!"Archen mengangguk dan mencium kening Aurora dengan lembut. "Tenang saja, sayang. Aku akan hati-hati."Ethan melompat kegirangan, "Terima kasih, Ayah! Aku senang sekali bisa d
Archen menghela nafas berat, ia pikir kalau ibunya akan lupa dengan perjodohannya itu. "Maaf, Ma. Aku mengubah ponselku ke mode silent karena aku sedang sibuk dan ... "Ibu Archen menatap Archen dengan tatapan tajam. "Sibuk dengan apa? Dengan pekerjaanmu? Atau dengan wanita lain?"Archen terdiam, ia belum bisa memberitahu ibunya tentang ia dan Aurora yang sudah menikah. Tapi, ia siap untuk menghadapi segala kemungkinan untuk keputusan yang dia ambil."Mama, aku...""Sudahlah, Archen. Mama tidak ingin bicara lagi soal ini. Kau harus segera menemui Jasmine sebelum acara makan malam Minggu depan."Archen mengangguk, ia berfikir kalau ia memang harus bertemu dengan Jasmine. Ia akan jujur padanya dan meminta untuk membatalkan perjodohannya. "Baiklah, Ma. Aku akan menemui Jasmine setelah urusanku selesai!""Bagus. Jangan sampai kau mengecewakan Mama. Mama sudah berjanji pada Armand, sahabat karib Papa, bahwa kau akan menikahi Jasmine. Ingat, ini adalah perjanjian antar keluarga. Jangan sam
Aurora tersenyum setelah Clara selesai mempresentasikan karyanya. Karena ternyata, yang Clara ambil adalah desain yang setengah jadi. Clara tidak tahu kalau gaya desain Jasmine tidak bisa ditiru dan semua orang tahu akan hal itu. "Aku pikir dia cerdas, tapi ia begitu bodoh. Bisa-bisanya ia menjiplak desain yang tidak lengkap." gumam Aurora, matanya berkilat tajam, seolah-olah membaca pikiran Clara.Setelah bergumam, Aurora mengirim pesan kepada Silvia."Desain mu sangat sempurna!" kata Mona. Meskipun ia juga ingin menang, tapi ia tidak ingin menyinggung Clara.Suara tepuk tangan mengiringi Clara yang duduk kembali di kursinya. Ruangan bergema dengan suara riuh, seolah menyaksikan kemenangan Clara. Tentu saja Clara sangat bangga dan yakin kalau desainnya akan terpilih. "Aurora, kamu tidak akan bisa mengalahkan aku. Semua orang, sudah berpihak padaku. Sekarang, kamu pasti sangat bingung dengan desain mu yang hilang." gumam Clara sembari melirik Aurora dengan senyum kemenangan yang teru
Aurora mengangguk, senyumnya mengembang seperti bunga yang baru mekar, tapi tatapan matanya dingin, seperti es yang membeku. Ia menatap semua orang, seolah ingin menerawang isi hati mereka, dan dalam tatapan itu, tersembunyi keinginan untuk menghancurkan Clara."Seharusnya kalian tanya kepada Clara! Apakah desain tadi benar-benar miliknya? Atau dia mencuri ide orang lain?" ujar Aurora, suaranya dingin dan menusuk.Roni dan yang lain langsung menoleh kearah Clara. Seketika Clara menjadi gugup dan khawatir. "Clara, apa yang dimaksud oleh Aurora?"tanya Roni, suaranya sedikit meninggi. "Apakah karya yang kamu presentasikan tadi benar-benar buatanmu?"Clara merasa tertekan dengan pertanyaan Roni yang mengintimidasinya. Tangannya menjadi gemetar."Aku juga tidak mengerti apa yang Aurora maksud. Yang jelas, karyaku adalah asli buatanku sendiri" jawab Clara dengan salah tingkah."Apa kamu yakin?" Aurora kembali menyerang Clara. Ia bisa melihat ketakutan Dati bahasa tubuh Clara. Clara langsun
Jonny, tanpa bergeming, menatap tajam ke arah Aurora. Aura dingin dan menakutkan terpancar dari tubuhnya, membuat udara di ruangan seakan membeku. "Aurora," katanya dengan suara rendah, "Aku mengerti kau memiliki dendam terhadap Clara, tapi mencemarkan nama baik orang itu hukumannya berat."Aurora berusaha untuk tetap tenang. Ia tahu kalau lelaki jahat ini pasti akan menyudutkannya. Jonny yang niatnya cuma ingin mensuport Clara, malah menyaksikan hal yang tidak baik. Mantan istri yang dia benci sedang menyerang istrinya. Ia pun tidak bisa tinggal diam saja. Aurora tertawa dingin, suaranya seperti tawa setan. "Aku hanya membongkar kedok istri anda Pak Jonny. Selama di Maverick, dia selalu meniru disain Jasmine.""Aurora, kamu sudah keterlaluan!" Mona Mulai kehilangan rasa sabarnya. Sementara itu, Roni masih diam dan memilih mengamati sembari menunggu perintah dari Archen."Sebaiknya kamu keluar dari ruangan ini!" kata Mona lagi sembari mendorong Aurora hingga tubuhnya terbentur mej
Jonny menatap Clara dengan tatapan dingin. Matanya bagai dua butir es yang membeku, tak bergeming menatapnya. Clara merasakan hawa dingin menyergap tubuhnya, keringat dingin mulai merembes di dahinya. Dia khawatir akan membuat Jonny marah di depan semua orang."Jonny... aku...," Clara berusaha merangkai kata-kata, namun lidahnya terasa kelu. Kebohongan dan kesalahannya menghantamnya seperti ombak besar, seakan-akan berteriak di telinganya. "Apa yang harus kukatakan agar Jonny tidak marah?" gumamnya, tangannya mengepal erat, ketakutan merayap di sekujur tubuhnya.Jonny menarik napas panjang, matanya langsung menoleh kearah Roni dan berkata, "Istriku bukan tipe orang yang akan melakukan hal buruk tanpa alasan. Pasti ada sesuatu yang membuatnya melakukan itu. " Suara Jonny bergetar, "Aku yakin dia diprovokasi." tatapannya tajam, menusuk Roni seperti panah beracun, penuh amarah.Clara tercengang. Sejenak, hatinya dipenuhi rasa lega. Ia mengira Jonny akan menyerah dan menyalahkannya, tapi
Sinar matahari pagi menerobos jendela kaca besar, menyorot meja kayu di sudut Restaurant. Archen, dengan kemeja berwarna hitam, rapi dan senyum manis yang terukir di wajahnya, menatap Aurora dengan tatapan yang penuh kelembutan. Kecanggungan masih terasa di udara, seperti asap tipis yang mengepul dari cangkir kopi di hadapan mereka.“Kamu mau pesan apa, Sayang?” tanya Archen, suaranya lembut seperti alunan melodi yang menenangkan.Aurora, dengan rambutnya yang panjang terurai di bahu dan mata yang berkilauan seperti embun pagi, mengelus menu di tangannya. "Nasi goreng seafood saja, minumnya air putih saja," jawabnya, matanya berbinar-binar. "Kalau kamu mau pesan apa? Biar sekalian aku pesankan?"Archen mengangguk dengan senyum yang tulus. "Samakan saja denganmu!"Aurora mengerutkan keningnya, jari-jarinya bertaut di bawah meja. Sekilas ia merasa Archen amat berbeda-beda hari ini, sedikit berlebihan.“Baiklah, nasi goreng seafood dua!” setelah membuat pesanan, Aurora kembali merasa
"Ini videonya," kata Archen sambil menyerahkan ponselnya pada satpam.Satpam menerima ponsel itu dan memperlihatkan video tersebut pada Clara dan Aurora. Video itu menunjukkan dengan jelas bagaimana Clara yang duluan ingin mendorong. Aurora hanya menghindar dan Clara malah terjatuh sendiri.Clara mencoba mengelak, "Itu editan. Bukan aku yang mendorong wanita ini, tapi dia yang sudah mendorongku!""Tidak bisa dibantah, vidio ini asli dan. menunjukkan dengan jelas kejadian sebenarnya," ujar satpam dengan tegas. "Saya meminta anda berhenti memfitnah orang, apalagi ini masih di lingkungan sekolah sekolah. Tidak baik jika ada. anak yang melihatnya."" lanjut satpam itu sambil menatap Clara dengan sinis. Clara langsung terdiam malu. Ia menatap tajam kearah Archen karena sekali lagi rencana jahatnya terbongkar oleh Archen. "Kenapa kamu selalu mencampuri urusan kami?"Archen tersenyum sinis, "Karena aku tidak suka melihat orang baik dirugikan oleh orang licik sepertimu!"Clara mencibir dan
"Jangan merasa hebat dulu karena satu kemenangan. Aku akan pastikan kalau hidupmu hancur untuk kesekian kalinya. Mudah bagiku kalau aku ingin menyingkirkan kamu dari Maverick Group lewat Tante Amanda, Ibu dari Presiden Maverick!" kata Clara sambil tersenyum angkuh, berusaha keras untuk menunjukkan dominasi.Aurora terdiam sejenak, mengingat pesan ibunya tentang Tante Amanda. Senyum sinis terkembang di bibirnya."Bukan aku yang akan hancur, tapi kamu yang akan hancur sampai ke akar-akarnya akibat ulahmu sendiri,"ucap Aurora pelan, tetapi suaranya beresonansi dengan kekuatan yang tak terduga. "Ingat, aku memegang kartu asmu. Dengan itu, aku bisa membuat keluarga Smith menyingkirkan kamu. Dan percayalah, mereka tidak suka sampah."Kata-kata Aurora bagaikan panah yang menusuk hati Clara. Amarah menguasainya sepenuhnya, matanya menyala membara. Ia ingin mendorong Aurora, membalas perkataannya yang menyakitkan. Sebelum tangannya mencapai bahu Aurora, ia sudah menghindar dengan cepat. Clara
"Bagaimana kalau nenek suapi?" tanya Emeliana sambil menatap lembut kearah Ethan.Ethan menggelengkan kepalanya, "Ethan sudah besar nenek. Ethan bisa makan sendiri.""Anak pintar. Tapi, kali ini saja nenek ingin menyuapi-mu. Boleh kan?" Emiliana memohon dengan raut wajah yang memelas.Ethan menarik nafas dalam, lalu mengangguk sambil tersenyum. Ia tidak mau mengecewakan neneknya. Emiliana langsung menyuapi Ethan dengan semangat dan gembira. Aurora memperhatikan interaksi hangat antara ibunya dan Ethan. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba melupakan rasa tidak nyaman di hatinya. Sesaat kemudian. "Ethan, Mama sudah siapkan bekalmu. Mama akan mengganti pakaian dulu baru berangkat," kata Aurora setelah melihat Ethan selesai sarapan."Oke, Ma," jawab Ethan tanpa menoleh kearah Aurora. Setelah itu, Aurora meninggalkan Ethan yang tengah asyik ngobrol dengan neneknya.Aurora berganti pakaian. Ia memilih baju berwarna pastel, berusaha terlihat elegan namun tidak terlalu mencolok. Ia mena
"Begini rencanaku," Jonny memulai dengan senyum licik, "Pertama, kita perlu membuat Aurora gagal total di Jakarta Fashion Week. Tanpa panggung ini, dia akan kehilangan kredibilitas dan bisa jadi Maverick akan menyingkirkannya.""Tapi bagaimana kita bisa melakukannya?" tanya Clara, sedikit penasaran."Jangan khawatir, Clara," jawab Jonny, "Aku punya kontak di backstage Jakarta Fashion Week. Dia akan membantu kita merusak karya Aurora sebelum dia tampil. Dengan begitu, dia akan terlihat tidak profesional dan merusak nama baik Maverick Fashion.""Itu ide bagus," kata Delina, "Tapi bagaimana dengan orang-orang di luar sana? Bagaimana kita membuat mereka percaya bahwa Aurora memang pantas dipecat?""Mama tenang saja," jawab Jonny, "Kita akan menyebarkan rumor tentang Aurora. Kita akan membuat semua orang percaya bahwa dia mencuri desain Clara. Kita akan menyebarkan video-video manipulatif yang seolah-olah dia melakukan plagiat dan menggunakan tubuhnya untuk mendapatkan pekerjaan di Maveric
Walaupun tidak nyaman dengan pengaturan Aurora, tapi Archen hanya bisa mengatakan, "Baiklah.""Oh iya, besok aku ada acara, mungkin tidak akan ada di rumah saat kamu dan Ethan pulang." kata Archen dengan."Aku juga ada acara besok. Jadi, kamu tidak perlu khawatir. Sementara, kita selesaikan dulu urusan kita masing-masing baru berkumpul lagi," jawab Aurora dengan nada datar, berusaha menyembunyikan kekhawatirannya."Oke. Kalau ada apa-apa, segera hubungi aku!" kata Archen dengan nada khawatir."Iya." Aurora menutup panggilan, seolah ingin menghindari pertanyaan lebih lanjut dari Archen.Dengan langkah lemas, Aurora kembali ke kamar Ethan. Ia memilih untuk tidur bersama putranya untuk menenangkan dirinya. "Besok akan menjadi hari yang panjang. Aku harus mengajak Tuan Muda Maverick untuk negosiasi agar dia yang membatalkan perjodohan ini," gumam Aurora, seakan mencari penghidupan di dalam gelapnya malam.Di suatu tempat, tepatnya di ruang tamu keluarga Smith terasa menyesakkan, setelah
Senyap-nya malam menyelimuti rumah saat Aurora selesai menidurkan Ethan. Dengan langkah hati-hati, ia keluar dari kamar Ethan. Cahaya redup lampu ruang tamu memantul pada lukisan abstrak di dinding, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang menari-nari. Aroma kopi dingin yang membekas di udara membuat Aurora menoleh. Disana, duduklah Emeliana, seolah terbungkus dalam kepulan misteri. Dua cangkir kopi dingin tergeletak di meja di hadapannya, seperti dua mata yang memandang kegelapan."Jasmine sayang,"suara Emeliana terdengar lembut namun penuh makna, "Apakah Ethan sudah terlelap?""Sudah, Ma," jawab Aurora, suaranya nyaris tak terdengar."Kalau begitu, kemari lah!," Emeliana berkata, suaranya kini lebih tegas. "Ada yang ingin Mama bicarakan."Aurora mendekat dan duduk di samping ibunya, tubuhnya masih terasa kaku, seolah terikat oleh rasa khawatir yang tak terdefinisi-kan. Emeliana menatapnya dengan mata tajam yang seolah menembus ke dalam jiwanya. "Anakku sayang," Emeliana memula
Aurora terpaku. Napasnya tercekat, tangannya gemetar menggenggam ponsel di dekat telinga. Suara Mamanya yang penuh harap terdengar samar, "Aurora, Mama dihubungi Tante Amanda. Dia mengatakan kamu dan anaknya belum bertemu. Jadi, kami berencana untuk mempertemukan kalian secara langsung. Makanya Mama pulang dadakan sehingga tidak sempat memberitahu kamu."Bayangan pernikahan paksa kembali menghantui Aurora. Entah mengapa, mendengar kata-kata Mamanya, jantungnya berdebar kencang. Ia bukan seorang putri kerajaan yang bisa dipersunting begitu saja. Namun, ia bingung harus berkata apa pada Mamanya. Ia belum siap memberitahu tentang pernikahan kilatnya, tentang Ethan, buah hati yang ia jaga dengan sepenuh hati."Maafkan aku, Ma. Sekarang aku akan pulang. Tapi, aku akan menjemput Ethan dulu di rumah Silvia!" katanya dengan suara serak, berusaha meyakinkan Mamanya bahwa ia tak bermaksud menunda pertemuan itu."Baiklah, jangan lama-lama. Mama sudah sangat rindu pada Ethan!" Mama Aurora menutup
Clara meninggalkan ruangan dengan langkah gontai. Ia bersumpah akan membalas penghinaan yang dia dapatkan hari ini. Dengan kekuatan keluarga Jhonson, ia akan menyingkirkan mereka yang menindasnya hari ini.Archen dan Aurora terdiam, menatap kepergian Clara. Keheningan menyelimuti ruangan, diiringi oleh deru AC yang seakan berbisik, "Karma itu benar adanya."Clara melangkah keluar dari ruangan, rasa dingin menjalar di sekujur tubuhnya. Ia berjalan gontai, menghindari tatapan mata rekan-rekannya yang menghakimi. Clara membereskan semua berkas dan barang-barangnya di ruangan yang sudah ia tempati selama berada di Maverick sebelum ia benar-benar meninggalkan perusahaan raksasa itu. Beberapa saat kemudian, Clara dan Jonny masuk ke dalam mobil. Jonny melajukan mobil dengan pelan, menghindari jalanan yang ramai. Clara terdiam, matanya menatap kosong ke depan. Jonny sesekali melirik Clara, jari-jarinya menggenggam erat tangan Clara, mencoba memberikan sedikit kehangatan di tengah dinginnya