"Memang kamu pikir mudah membawa Jasmine kesini? Ingat kalau kamu hanya supir, tidak akan mungkin kamu bisa membawa orang terkenal seperti Jasmine kesini!" Jonny mencemooh, tatapannya tajam menusuk Archen. Sudut bibirnya terangkat dalam senyuman sinis, seolah mengejek ketidakmampuan Archen.Semua mata tertuju pada Archen, kecuali Ana dan Roni yang memandang mereka dengan kasihan. Bisikan-bisikan sarkastik bergema di ruangan, menyerbu Archen dengan gelombang ketidakpercayaan."Pak Jonny benar. Bagaimana mungkin Nona Jasmine mau datang kesini, kecuali President Maverick Group yang memintanya!" Mona menimpali dengan nada mengejek. Matanya menyiratkan kebencian yang tersembunyi, mengingatkan Archen akan kedudukannya yang rendah di mata mereka.Aurora mengerutkan kening, kebingungan menyerbu pikirannya. Bagaimana mungkin Archen, seorang supir biasa, bisa membawa Jasmine ke sini? Apakah Roni yang menarik Jasmine kesini? Tapi kemudian, Mona mengatakan President Maverick, artinya Roni bu
"Saya asisten nona Jasmine, tapi anda bisa katakan apa yang anda inginkan katakan. Nanti saya akan menyampaikannya!" Suara Silvia terdengar lembut dan tenang, namun suaranya menyertakan nada profesionalitas yang kuat."Bisakah nona Jasmine datang ke kantor Maverick saat ini? Ada hal penting yang harus kami pastikan." Roni berusaha menjelaskan situasi yang terjadi kepada Silvia."Masalah apa?" Silvia bertanya dengan nada yang penasaran."Seseorang sudah meniru Disain Nona Jasmine. Tapi, kami sulit membuktikannya. Jadi, bisakah nona Jasmine sendiri yang memastikannya?"Hening sejenak dari seberang telepon. Silvia sedikit bingung. Bukankah Jasmine bekerja di Maverick? Bagaimana mungkin mereka menginginkan orang yang sudah ada disana datang. Sampai pesan Aurora masuk di ponsel Silvia.Silvia segera membuka pesan itu. Seketika ia mengerti pesan apa yang Aurora kirim padanya."Maverick Group adalah perusahaan besar yang sistem keamanannya begitu kuat. Tim IT nya juga sangat handal, b
Udara di ruangan itu menegang, hanya deru AC yang terdengar. Archen, dengan sorot mata tajamnya, berdiri di hadapan semua orang, suara seraknya membahana.Roni segera membuka laptopnya untuk menemukan file yang menyimpan semua disain Clara. Ia membuka folder disain Clara satu persatu yang tersimpan di laptopnya. Layar konektor yang besar itu menjadi saksi bisu atas kejahatan yang terungkap. Semua orang terdiam, mengamati dengan saksama."Lihat! Ini inisial JS yang tersembunyi! Dilipatan kain itu!" Aurora menunjuk ke arah layar, jari-jarinya mengarah pada lipatan kain yang membentuk inisial JS yang terdapat di setiap disain Clara. Jari Aurora terarah pada lipatan kain itu, inisial JS yang terukir jelas, seperti sebuah tanda kutukan.Semua mata tertuju pada setiap titik yang ditunjuk Aurora. Benar saja, di lipatan kain yang terlihat sepele itu, terukir inisial JS yang sulit dilihat dengan mata telanjang. Mereka semua langsung membandingkannya dengan Disain asli Jasmine.Dunia Clara seak
Jonny mengepalkan tangannya, hatinya berdesir. Ia tidak ingin menyerah, Clara sudah menjadi bagian dari keluarga Smith. Jika Clara dipenjara, nama keluarga Smith akan tercemar. Semua media akan menulis ulasan buruk tentang keluarga Smith."Pak Roni, saya akan membayar semua kerugian yang disebabkan istri saya. Tolong, jangan laporkan ke pihak berwajib dulu," Jonny memohon dengan suara yang sedikit gemetar.Roni menatap Jonny dengan tatapan tajam, "Pak Jonny, ini bukan tentang biaya, tapi nama baik. Bu Clara telah mencoreng nama baik perusahaan ini.Apalagi kalau Nona Jasmine tahu.""Saya bisa menjaminnya. Jika Nona Jasmine tahu, saya akan bertanggung jawab penuh!" kata Jonny dengan tegas.Clara merasakan air matanya mengalir deras. Ia beruntung memiliki suami yang tetap membelanya. "Aku beruntung punya suami yang tetap berada di pihakku. Terima kasih sayang!" gumam Clara, suaranya teredam oleh isakan.Roni melirik Archen dan Aurora yang sedari tadi menyaksikan drama ini."Aku tak akan
Udara di ruang rapat terasa mencekam saat Roni mendengar bisikan Archen yang tanpa ampun. Dengan raut wajah tanpa ekspresi, Roni menatap Mona yang duduk di seberang meja. "Bu Mona," suaranya dingin seperti es, "Anda dipecat!"Mona terlonjak, tubuhnya menegang. Air mata berkaca-kaca di matanya. "Anda tidak bisa memecat saya!" teriaknya, suaranya bergetar, "Saya sudah bertahun-tahun di sini!" Masa kerjanya yang panjang seperti menjadi tameng terakhirnya.Archen, yang berdiri di samping Roni, melangkah maju. Tatapannya dingin, tak terbaca. "Maverick Group tidak mentolerir pengkhianatan," ucapnya, suaranya bergema di ruangan yang hening. "Clara masuk di Maverick menggunakan desain Aurora, dan Anda menutupi kebenarannya. Jika Anda tidak mau diblokir dari industri Fashion, sebaiknya Anda pergi dari Maverick dengan hormat. Bagaimana?"Mona menatap Archen dengan penuh amarah. "Beraninya seorang supir mengatakan hal ini padaku?" tanyanya dengan nada mengejek. "Saya ini orang kepercayaan Pak Pr
Clara meninggalkan ruangan dengan langkah gontai. Ia bersumpah akan membalas penghinaan yang dia dapatkan hari ini. Dengan kekuatan keluarga Jhonson, ia akan menyingkirkan mereka yang menindasnya hari ini.Archen dan Aurora terdiam, menatap kepergian Clara. Keheningan menyelimuti ruangan, diiringi oleh deru AC yang seakan berbisik, "Karma itu benar adanya."Clara melangkah keluar dari ruangan, rasa dingin menjalar di sekujur tubuhnya. Ia berjalan gontai, menghindari tatapan mata rekan-rekannya yang menghakimi. Clara membereskan semua berkas dan barang-barangnya di ruangan yang sudah ia tempati selama berada di Maverick sebelum ia benar-benar meninggalkan perusahaan raksasa itu. Beberapa saat kemudian, Clara dan Jonny masuk ke dalam mobil. Jonny melajukan mobil dengan pelan, menghindari jalanan yang ramai. Clara terdiam, matanya menatap kosong ke depan. Jonny sesekali melirik Clara, jari-jarinya menggenggam erat tangan Clara, mencoba memberikan sedikit kehangatan di tengah dinginnya
Aurora terpaku. Napasnya tercekat, tangannya gemetar menggenggam ponsel di dekat telinga. Suara Mamanya yang penuh harap terdengar samar, "Aurora, Mama dihubungi Tante Amanda. Dia mengatakan kamu dan anaknya belum bertemu. Jadi, kami berencana untuk mempertemukan kalian secara langsung. Makanya Mama pulang dadakan sehingga tidak sempat memberitahu kamu."Bayangan pernikahan paksa kembali menghantui Aurora. Entah mengapa, mendengar kata-kata Mamanya, jantungnya berdebar kencang. Ia bukan seorang putri kerajaan yang bisa dipersunting begitu saja. Namun, ia bingung harus berkata apa pada Mamanya. Ia belum siap memberitahu tentang pernikahan kilatnya, tentang Ethan, buah hati yang ia jaga dengan sepenuh hati."Maafkan aku, Ma. Sekarang aku akan pulang. Tapi, aku akan menjemput Ethan dulu di rumah Silvia!" katanya dengan suara serak, berusaha meyakinkan Mamanya bahwa ia tak bermaksud menunda pertemuan itu."Baiklah, jangan lama-lama. Mama sudah sangat rindu pada Ethan!" Mama Aurora menutup
Senyap-nya malam menyelimuti rumah saat Aurora selesai menidurkan Ethan. Dengan langkah hati-hati, ia keluar dari kamar Ethan. Cahaya redup lampu ruang tamu memantul pada lukisan abstrak di dinding, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang menari-nari. Aroma kopi dingin yang membekas di udara membuat Aurora menoleh. Disana, duduklah Emeliana, seolah terbungkus dalam kepulan misteri. Dua cangkir kopi dingin tergeletak di meja di hadapannya, seperti dua mata yang memandang kegelapan."Jasmine sayang,"suara Emeliana terdengar lembut namun penuh makna, "Apakah Ethan sudah terlelap?""Sudah, Ma," jawab Aurora, suaranya nyaris tak terdengar."Kalau begitu, kemari lah!," Emeliana berkata, suaranya kini lebih tegas. "Ada yang ingin Mama bicarakan."Aurora mendekat dan duduk di samping ibunya, tubuhnya masih terasa kaku, seolah terikat oleh rasa khawatir yang tak terdefinisi-kan. Emeliana menatapnya dengan mata tajam yang seolah menembus ke dalam jiwanya. "Anakku sayang," Emeliana memula
Untuk beberapa saat, suasana hening, hanya desiran angin yang menembus celah kaca dan suara mesin mobil yang menjadi teman perjalanan mereka. Delina menatap keluar jendela, wajahnya muram. Tatapannya kosong, pikirannya masih terpaku pada sosok Ethan yang mirip dengan Jonny."Mama, tenanglah. Ethan itu bukan anakku. Dia anak Archen dan Aurora. Mama harus percaya padaku," kata Jonny pelan, berusaha menenangkan ibunya. Ia bisa merasakan kecemasan yang merayap di hati ibunya.Delina menoleh ke arah Jonny, matanya berkaca-kaca. "Bagaimana mungkin Jonny? Anak itu sangat mirip denganmu! Bahkan anak itu lebih mirip daripada Adrian."Jonny menghela napas. "Mama, memang benar, Ethan mirip denganku. Tapi itu hanya kebetulan. Tidak mungkin Aurora punya anak dariku. Dia keguguran. Sedangkan Adrian, lebih mirip Clara, jadi itu wajah, " jawab Jonny, suaranya bergetar."Tapi ...," Delina terdiam, kata-kata yang ingin diucapkannya terhenti. Hatinya masih dipenuhi keraguan dan kebingungan.Di sisi l
Delina menahan napas, matanya tak lepas dari Ethan. Jantungnya berdebar kencang, keringat dingin menetes di pelipisnya. Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, mendesak untuk terjawab. "Apakah anak ini ... anakmu?" tanyanya pelan, jari-jarinya dengan ragu menyentuh pipi Ethan. Kegentingan dan keraguan terpancar dari matanya.Ethan menepis tangan Delina dengan kasar. "Mama, ayo kita pulang!" raungnya, matanya menatap ibunya dengan amarah.Aurora mengangguk sembari memegang tangan putranya. Ia lalu menatap Delina kembali sembari berkata, "Maaf, Nyonya Smith. Kami harus segera pulang!" katanya, menghindar tatapan Delina yang tajam.Delina yang keras kepala tidak mau menyerah, ia memegang erat pergelangan tangan Aurora. "Jawab dulu pertanyaanku!"Aurora mengerutkan kening, ia tahu betul bagaimana kerasnya mantan ibu mertuanya itu."Dia..." Aurora tidak melanjutkan ucapannya saat Archen menyela."Dia adalah putraku!" kata Archen mendahului Aurora.Delina terdiam sesaat, bagaimana mung
"Beraninya kau menyebut dia penipu!" Suara Roni menggelegar, menusuk keheningan ruangan seperti petir yang menggelegar di tengah malam. Roni berdiri tegak di pintu sebelah kanan panggung, sosoknya menjulang bak patung marmer yang siap melepaskan amarah. Semua mata tertuju padanya. Orang-orang saling berbisik, mencoba memahami makna di balik kemunculan Roni. Clara tersenyum kecil, namun matanya berkilat tak menentu. Ia yakin Roni akan mendukungnya, karena ia adalah asisten Presiden Maverick. "Mati kalian berdua, Pak Roni tidak akan pernah memaafkan siapapun yang berpura-pura menjadi bosnya,"gumam Clara.Roni melangkah tegap menghampiri Archen dan Aurora. Ia berdiri di samping mereka, tatapannya tajam menyapu semua orang. "Perkenalkan," Roni berucap dengan suara berat, "Yang di samping saya ini adalah Presiden Direktur Maverick Group, Archen Ludwig Maverick. Salah satu pengusaha muda tersukses di negara ini." Ia menunjuk Archen dengan tegas.Niken terpaku. Mulutnya menganga, matanya
Archen, dengan senyum yang memikat, menyerahkan sebuket mawar merah kepada Aurora. "Selamat atas terpilihnya kamu, Aurora. Maverick Fashion beruntung mendapatkan desainer seberbakat seperti kamu."Jantung Aurora berdebar kencang, ia menerima bunga itu dengan tangan gemetar. Aroma mawar itu seperti membuai indranya, namun di balik itu, ada rasa gugup yang menggerogoti hatinya. "Terima kasih, Presedir Archen," ucapnya, suara serak menahan debaran.Archen mengangguk pelan sembari menatap lembut kedalam mata wanita yang ia cintai itu. Seketika, Aurora menjadi salah tingkah.Ethan menurunkan kaca matanya, ia mendongak menatap Archen dan Aurora dengan seksama. "Kenapa aku merasa Ayah dan Ibu canggung? Apakah mereka sedang bertengkar?" gumam Ethan, matanya mengerut heran."Kenapa kamu membawa Ethan?" bisik Aurora setelah mencuri pandang kearah anaknya. Ia khawatir Ethan akan memanggilnya Ibu, sedangkan ditempat itu ada Jonny dan keluarganya. Ia takut identitas Ethan akan terungkap.Archen me
Tanpa ragu, Aurora menarik kain sutra itu. Dengan gesit, ia segera mengubah desain gaunnya. Ia menggunakan teknik lipatan dan jahitan yang rumit untuk menyatukan kain sutra itu dengan bagian gaun yang masih utuh.Aurora mengatur lipatan kain itu dengan teliti, menciptakan pola yang baru dan lebih berani. Warna biru pastel berpadu harmonis dengan ornamen bunga emas yang masih menempel pada gaun itu.Seiring dengan berjalannya waktu, gaun itu berubah menjadi sebuah karya seni yang indah dan luar biasa unik. Lebih daripada sekedar gaun, itu merupakan pernyataan tekad, kreativitas, dan keindahan yang menakjubkan. Mereka yang menyaksikan terpesona saat melihatnya."Wow, terlihat lebih bagus dari sebelumnya,"kata staf itu dengan takjub. Aurora tersenyum lebar, ia sangat bangga pada dirinya. "Tapi, siapa yang akan menggunakannya?"Aurora terdiam sesaat sembari mengamati gaun itu. Tiba-tiba lampu menyala di kepalanya. Aurora tersenyum sembari melirik staf itu, "Ukuran gaun ini pas dengan tub
Keesokan Paginya, Acara Jakarta Fashion Week dimulai dengan meriah. Aurora mengabaikan kejadian semalam, ia sengaja mematikan ponselnya agar ia bisa fokus pada acara hari ini. "Aku harus menyelesaikan acara hari ini dengan baik, setelah itu, baru berurusan dengan Archen," gumam Aurora sembari menatap jalanan yang ramai dari balik jendela mobil.Lampu sorot menyinari panggung megah di ballroom mewah hotel bintang lima di Jakarta. Ballroom dihiasi dengan dekorasi elegan bertema "Garden of Eden", mencerminkan keindahan alam dengan tanaman hijau rimbun, air mancur yang menari, dan cahaya redup yang romantis. Aroma bunga lili putih memenuhi udara, menyegarkan dan menarik perhatian.Para model berlenggak-lenggok dengan anggun, menampilkan koleksi busana terbaru dari desainer-desainer ternama Indonesia. Deretan kursi VIP dipenuhi oleh para selebriti, pebisnis, dan penggemar mode, semuanya terkesima dengan pesona busana yang ditampilkan.Di antara kerumunan itu, terlihat Aurora yang sedang
Emiliana mengangguk, senyum tipis terukir di bibirnya. "Iya, dia putriku satu-satunya. Seorang desainer muda dan pewaris Santoso Group."Archen menoleh ke arah Aurora yang berdiri terpaku di sana, matanya masih berkedip-kedip seakan belum mencerna informasi baru ini. Senyum lembut terukir di wajah tampannya, namun ada secercah kegelisahan yang mengintip dari baliknya. Tak pernah terlintas dalam benaknya bahwa wanita yang di jodohkan dengannya adalah istri dari pernikahan kilatnya."Berarti, kita tetap menjadi besan. Karena mereka sudah menikah tanpa perlu kita paksa lagi," kata Amanda, suaranya bersemangat. Dia menebarkan senyum lebar, matanya berbinar-binar bak anak kecil yang mendapat hadiah.Emeliana mengangguk setuju. "Ya, takdir memang sudah menuntun mereka, tanpa perlu kita paksa lagi.""Tunggu dulu!" Suara Aurora memotong kegembiraan mereka, tajam seperti pecahan kaca."Ada apa sayang?" tanya Emeliana, nada suaranya berubah lembut, penuh kekhawatiran.Aurora menatap Archen, ta
Amanda berjalan menghampiri Aurora dan Emiliana dengan langkah pelan dan anggun."Lia, ini siapa?" tanya Amanda setelah duduk di samping Emeliana.Emiliana mengerutkan keningnya saat melihat Aurora menghadap lain. "Jasmine, kenapa kamu memalingkan wajahmu? Ayo kenalan dengan Tante Amanda!" kata Emeliana.Amanda langsung mengukir senyum termanisnya, namun dalam hatinya, ia merasa geli. Wanita yang akan dijodohkan dengan putranya, ada di depan matanya."Halo Jasmine, akhirnya kita bisa bertemu!" Amanda menyapa dengan suara yang lembut.Emeliana menarik tangan Aurora sembari membujuknya untuk segera menoleh. Merasa terpojok, Aurora akhirnya menoleh dengan gugup. "Halo Tante, saya Jasmine!" kata Aurora sembari menjulurkan tangan kanannya.Mata Amanda membulat sempurna saat melihat wajah Aurora. Ia masih sangat kesal dengan wanita yang dipilih putranya. Dan wanita itu berada di hadapannya sekarang."Kamu?" Amanda menunjuk Aurora dengan kesal. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Emeliana menge
Sore menjelang malam, Aurora terlihat letih saat keluar dari kantor Maverick Fashion. Namun, matanya berbinar-binar ketika melihat Archen sudah menunggu di depan kantor, senyum lebar terukir di wajahnya."Apakah semua pekerjaannu sudah elesai?" tanya Archen, matanya memancarkan kelembutan.Aurora mengangguk, "Sudah selesai. Aku sudah siap untuk acara Jakarta Fashion Week. Semua tim juga bersemangat dan tidak sabar untuj acara itu."Archen meraih tangannya, "Aku tahu kalau kamu pasti bisa. Kamu pasti bisa mengalahkan disain Jasmine. Bahkan mungkin kamu bisa lebih dari dia!""Ukhuk ... Ukhuk ... "Aurora langsung terbatuk mendengar ucapan Archen. Bagaimana mungkin ia bersaing dengan dirinya sendiri?"Apa kamu baik-baik saja?" Archen menjadi khawatir melihat Aurira terbatuk.Aurora langsung mengangguk, "Aku tidak apa-apa. Sebaiknya kita segera menemui Mama. Aku khawatir Mama akan benar-benar marah jika aku terlambat pulang!"Archen menghela nafas lega. "Baiklah, ayo berangkat."kata Arch