Adzan subuh sudah berkumandang, seperti biasa, Rina bangun lebih dulu. Saat dia membuka mata, suami tampannya sudah ada disebelahnya.
"Jam berapa kamu pulang, Mas? Aku menunggumu hingga pukul 12, tapi kamu masih belum datang," gumam Rina sambil menatap wajah tampan suaminya. Wajah yang dulu menenangkan, tetapi sekarang, entah kemana semua itu? Sejak beberapa bulan yang lalu, sikap Arya mulai berubah. Meski Arya jarang memperhatikannya, tapi Arya tidak pernah bersikap dingin dan acuh. Namun kini, semua berbeda. Setiap pulang, lelaki itu pasti akan selalu sibuk dengan handphone-nya. Pernah Rina melirik, pesan dari seseorang berinisial 'M' sering terlihat olehnya. Hal ini membuat Rina curiga. Saat Arya bangun, Rina mencoba menata dirinya agar tidak tampak mencurigakan. Namun pikiran-pikiran tentang pesan misterius itu terus menghantui. "Dimana sarapannya, Rina?" Sentak Arya membuat Rina melonjak kaget. "Ada di meja," balas Rina singkat, mencoba tersenyum, meski ada beban di hatinya. Ia pun menyiapkan sarapan seperti biasa, namun kali ini atmosfer terasa berbeda. Seiring dengan rutinitas pagi yang berjalan, Rina memberanikan diri untuk berbicara. "Aku mau tanya sesuatu, Mas," ucapnya, berusaha terdengar santai. "Hmm? Tanya apa?" jawab Arya sambil mengoleskan mentega di rotinya. "Aku sering lihat kamu terima pesan dari seseorang. Yang berinisial 'M'. Siapa dia?" tanya Rina, matanya mengawasi setiap gerakan Arya. Arya terdiam sejenak, "Sejak kapan kamu lancang memeriksa handphone-ku? Siapa 'M' itu bukan urusanmu!" Rina ingin protes, tapi melihat wajah Arya yang tak bersahabat membuat Rina mengurungkan niatnya. Wanita itu pun tak ingin memperpanjang masalah dengan sang suami. Karena dia tidak ingin ribut dengan suaminya. "Terus, kenapa kamu jadi sering keluar kota akhir-akhir ini? Apa ada masalah di kantor? Aku khawatir loh, sama kamu," suara Rina terdengar lembut mencoba mengurai ketegangan diantara mereka. "Aku sedang ada proyek di luar kota! Memangnya, kenapa kalau aku tidak pulang? Daripada aku bosan di rumah, lebih baik aku ke proyek," jawab Arya, menatap Rina dengan tajam Rina sakit hati dengan apa yang dikatakan oleh Arya. Meskipun mereka menikah bukan karena cinta, tidakkah Arya bisa sedikit menghargainya? Dan apa kata dia tadi, bosan di rumah? Apa memang dia tidak semenarik itu hingga Arya bosan padanya? Namun, meskipun begitu, dia memilih diam. Dia tak ingin, acara sarapan bersama yang hampir tidak pernah terjadi ini berubah jadi keributan pagi ini. Rina mengambil napas dalam-dalam supaya bisa meredakan sedikit emosi di hatinya. Sore harinya, setelah Rina membersihkan rumah, dia duduk di ruang tamu, merenungkan percakapannya dengan Arya tadi pagi. Ia membuka ponselnya, mencoba mencari tahu lebih jauh tentang siapa sebenarnya ‘M’. Mulai dari I*******m, f******k, dan juga media sosial lainnya yang terhubung dengan Arya, tidak ada satupun informasi tentang wanita yang berinisial 'M' itu. Beberapa hari kemudian. "Nanti malam, aku tidak pulang. Aku akan langsung ke kota B bersama dengan staf yang lain. Karena besok, pagi-pagi, kita ada meeting dengan pihak klien jam 7. Kalau aku harus berangkat dari sini, bisa-bisa sampai sana, meetingnya sudah selesai," ucap Arya dingin "Berapa lama, Mas?" tanya Rina sambil memperhatikan ekspresi wajah suaminya. "Berapa lama aku disana, itu bukan urusanmu!" jawab Arya. Rina hanya bisa menghembuskan napas kasar. Dia tidak mungkin melarang suaminya pergi. Apalagi, itu untuk masalah kantor. Sejak Arya pergi, Rina mencoba mensugesti pikirannya untuk tetap berpikir positif tentang suaminya. Saat malam tiba, Rina hampir tidak pernah tidur nyenyak karena selalu terbayang Arya bersama wanita lain. *** Malam ini, Arya pulang. Rina sudah mempersiapkan diri untuk menyambut sang suami dengan lingeri merah yang dia sembunyikan di dalam jubah hitamnya. Arya masih di kamar mandi, Rina sudah duduk di ranjang dengan pose yang dia buat semenantang mungkin. Beberapa menit kemudian, lamunan Rina buyar karena getaran suara handphone Arya yang tak kunjung berhenti. Dengan tangan gemetar, Rina pun mengambilnya. Sebuah pesan singkat dari 'M', mampu memporak-porandakan hati Rina. [Kapan kita bisa bertemu lagi? Aku sudah tidak sabar ....] Dadanya terasa sesak, seolah ada sesuatu yang menghimpitnya dari dalam saat Rina membaca pesan singkat itu. Sekilas, memang terlihat biasa, entah mengapa, Rina menanggapinya berbeda. Seolah wanita berinisial 'M' itu sedang merindukan Arya suaminya. Dengan cepat, ia menutup ponsel Arya dan meletakkannya kembali di tempat semula. Tangannya gemetar, hatinya berdegup kencang. "Apa yang sebenarnya terjadi?" bisik Rina pada dirinya sendiri. Saat Arya keluar dari kamar mandi. Lelaki itu hanya memandang sekilas Rina kemudian merebahkan tubuhnya di samping sang istri. Rina merasa aneh dengan tingkah sang suami. Biasanya, jika Arya melihatnya berpakaian seperti ini, lelaki itu akan langsung menyerangnya dan mengajaknya bercinta hingga pagi menjelang. Namun, kenapa ini tidak?" Esok harinya, saat Arya sedang sarapan, Rina duduk di sampingnya. Ia sudah memutuskan untuk mengkonfrontasi Arya soal pesan itu. “Mas. kita perlu bicara,” ucap Rina dengan suara dingin. Arya tampak terkejut melihat ekspresi wajah Rina yang serius. “Ada apa?” tanya Arya dingin. Rina menarik napas dalam-dalam. “Siapa sebenarnya ‘M’? Dan kenapa dia kirim pesan seolah dia sedang merindukanmu” Wajah Arya seketika berubah. "Lancang sekali kamu mengecek handphone-ku! Apa kamu sudah mulai tidak percaya lagi padaku?" "Aku kan cuma nanya, Mas. Kamu nggak perlulah, emosi kayak gitu," protes Rina yang terima dimarahi oleh Arya. Arya menghela napas panjang. Berusaha meredam emosinya. "Itu hanya teman," Arya berusaha tetap tenang. "Nggak ada yang perlu dikhawatirkan." Rina menatap suaminya dengan mata yang penuh kecurigaan. "Kamu yakin?" Arya diam sejenak, kemudian mendekati Rina. "Kalau kamu nggak percaya, kamu telepon saja dia tanyakan padanya secara langsung," tantang Arya. Rina pun akhirnya gelagapan. "Tidak perlu, aku percaya padamu!" Malam itu, Arya langsung merebahkan tubuhnya di samping sang istri. Mereka memang tidur saru ranjang, tetapi, Rina merasa seolah Arya jauh darinya. "Kamu berubah Arya! Biasanya, saat tidur, kamu selalu mendekap dan memeluk erat tubuhku. Namun sekarang, kamu bahkan lebih sering memunggungiku," teriak Rina dalam hati. Rina menatap langit-langit kamar, pikirannya terus melayang kemana-mana. Ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan oleh Arya, dan ia harus mencari tahu kebenarannya. Saat Rina hampir terlelap, ponsel Arya bergetar di atas meja. Rina terbangun, meraih ponsel itu, dan melihat sebuah pesan baru muncul di layar. Kali ini, pesannya lebih mengejutkan: "Jangan lupakan janjimu minggu depan!"Rina memandang dirinya di cermin kamar, wajahnya tampak pucat dengan mata sembap karena kurang tidur. Sudah berhari-hari ia dihantui perasaan tidak tenang karena memikirkan pesan misterius yang ada di handphone sang suami, Namun pagi ini, firasat buruk itu terasa lebih kuat karena kedatangan Farida, ibu mertuanya yang dengan tiba-tiba mengajaknya pergi. Rina memoleskan bedak tipis di wajahnya kemudian lipstik berwarna nude di bibirnya. Setelah melihat dia sudah tampil rapi, wanita itu pun keluar dari kamarnya sebelum sang mertua mengomel tidak jelas padanya. Begitu keluar dari kamar, ia sudah melihat Farida duduk di ruang tamu, wajahnya keras seperti biasa. Tanpa basa-basi, Farida melontarkan sindiran, "Kenapa lama sekali? Mau dandan setebal apa juga mukamu gitu-gitu aja! Sudah tidak bisa bikin anak, malah bikin kesel aja!" Rina menahan rasa sakit yang menyusup di hatinya. Perkataan seperti itu bukan hal baru baginya, tapi pagi ini, setiap kata terasa lebih tajam, lebih menyakitka
Rina berjalan menuju mobilnya dengan langkah gemetar. Tangannya seolah tak memiliki tenaga untuk membuka pintu mobil. Dia pun menjatuhkan tubuhnya di kursi mobil dengan air mata yang terus mengalir di pipinya. Dia teringat kata-kata Arya yang begitu dingin. Seolah tak ada beban saat mengucapkan kalimat talak itu. Dia mencoba menyeka air matanya, tetapi tak kuasa menghentikan tangisannya. "Semoga kamu tidak menyesali keputusanmu, Arya. Dan jika saat itu tiba, aku tidak akan mau memberikan maafku!" lirihnya. Setelah menghela napas panjang, Rina menyalakan mesin mobil. Namun, isak tangisnya tak kunjung reda, yang ada hatinya semakin perih mengingat semua perlakuan Arya tadi. Jalanan di depannya terlihat kabur akibat air mata yang terus mengalir. Berulang kali, dia hampir menabrak pengendara motor di depannya. "Hei, kalau tidak bisa menyetir jangan bawa mobil!" teriak pengendara motor yang hampir dia tabrak. "Maaf-maaf, lain kali saya akan hati-hati." ucap Rina sambil menakupkan t
"Baiklah, Nona. Kartu namamu aku pegang. Nanti malam, aku tunggu di hotel X. Jika kamu tidak datang, jangan salahkan aku jika besok aku akan datang di kantormu dan membuat kamu membayar ganti rugi ini dengan caraku. Selamat tinggal, Nona." Senyum smirk terbit di bibir lelaki tampan itu.' Rina menutup pintu mobilnya dengan penuh kekesalan. Setelah kejadian yang menyakitkan dengan Arya, dia berusaha mengumpulkan kembali hidupnya. Naas, dia justru malah menabrak mobil orang. "Sial, kenapa aku harus bertemu dengan pemuda slengean dan mesum seperti dia!” gerutu Rina sambil mengendarai mobilnya.Namun, pikirannya tak bisa lepas dari wajah pria tersebut. Di balik sifatnya yang begitu ia benci, Rina tak dapat memungkiri kalau wajah pria itu jauh lebih tampan dari Arya.Selang beberapa menit kemudian, Rina sudah sampai di rumah orang tua angkatnya. Selama ini, Arya tidak pernah tahu, jika Rina adalah anak angkat dari pengusaha kaya bernama Claudia. Rina pun merebahkan tubuhnya di kamar
Pandangan Arya tak bisa beralih dari wajah Rina. Wanita yang menemaninya hampir tiga tahun ini. Namun tak pernah sedikitpun dia lihat. Dan kini, wanita itu ada di hadapannya. Rina seolah menjelma menjadi cinderella saat ini.Selama ini, Rina memang selalu berpenampilan sederhana. Jika di rumah, wanita itu selalu memakai daster seperti ibu-ibu yang beranak lima. Namun sekarang, tubuhnya dibalut dengan gaun hitam dan hijab pasmina membuat kecantikan wanita itu meningkat berkali-kali lipat. "Rina?" suara Arya terdengar parau, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Arya memegang dadanya yang tiba-tiba saja bergetar hebat. Tak hanya Arya yang kaget, Hana pun sama kagetnya melihat mantan istri suaminya ada di acara sebesar ini. Namun, untuk bicara, wanita itu tidak berani. Rina tersenyum tipis, senyum yang penuh rahasia. Arya ingin bertanya lebih banyak, tapi Rian sudah mendahuluinya dengan mengulurkan tangannya. "Rian, teman dekat Rina. Senang bisa bertemu denganmu, Arya." Rian
Hana yang tidak tahan melihat perhatian Arya yang terus tertuju pada Rina langsung menarik lengan Arya. "Arya, sampai kapan kamu terus terpaku pada wanita itu? Dia sudah tidak ada hubungannya denganmu. Apa kamu tidak ingat kenapa kamu meninggalkannya?" Arya hanya diam, matanya tetap terarah pada punggung Rina yang semakin menjauh. "Kamu tidak usah ikut campur urusanku," jawabnya dengan nada dingin. Hana pun tersulut emosinya. "Apa maksudmu, Arya? Apa hanya karena sekarang dia tampak berbeda, kamu jadi lupa semua yang sudah kamu lakukan padanya? Kamu sudah menceraikannya dan memilihku! Dan sekarang, kamu berdiri di sini seolah kamu menyesali keputusanmu?" "Aku tidak butuh ceramah darimu, Hana," potong Arya, matanya tajam menatap wanita itu. "Kamu tidak pernah mengerti apapun tentang Rina. Kamu hanya tahu apa yang ingin kamu lihat." Hana merasa terhina dan marah. "Jadi ini semua salahku, ya? Setelah semua yang aku lakukan untukmu, kamu malah mengabaikanku begitu saja?" Arya me
Setelah pertengkarannya dengan Hana tadi, Arya memutuskan untuk pulang. Dia tidak peduli dengan Hana. Paling juga nanti dia pulang sendiri, begitu pikirnya.Pikiran Arya saat ini masih tertuju pada Rina. Entahlah, sejak melihat dengan sosok yang baru, Arya merasa sesuatu dalam dirinya yang dia sendiri tidak mengerti. Dia seolah tidak rela melepas Rina begitu saja.Saat Arya tiba di rumah, Farida sudah menunggunya di ruang tamu. "Ma, belum tidur," sapa Arya. Farida menatap putranya dengan tatapan tajam. "Arya, kamu pulang sendiri? Mana Hana?" Arya menghela napas panjang, mencoba menjawab dengan suara yang tenang. "Hana… dia tadi pulang sendiri, Ma. Kami… kami tadi sedikit bertengkar." Farida berdiri dari sofa dan menatap Arya dengan marah. "Bertengkar? Arya, kamu sadar nggak kalau Hana itu sedang hamil? Dia hamil cucu Mama! Kamu nggak boleh ninggalin dia begitu saja, kalau sampai terjadi sesuatu sama dia, bagaimana?" Arya hanya menunduk, merasa bersalah, namun tetap tidak bisa mene
"Kamu harus segera menceraikan wanita mandul itu Arya, dan nikahi Hana secara resmi. Mama tidak ingin anak itu lahir tanpa status yang jelas." Arya berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya, rasa kesal dan frustasi memenuhi pikirannya. Desakan Farida, ibunya, untuk menceraikan Rina terus terngiang-ngiang di telinganya. Setelah Rina pergi dari rumah, Farida langsung memanggil penghulu untuk menikahkan Arya dan Hana secara agama. Farida tidak ingin ada berita buruk tentang keluarganya jika sampai para tetangga tahu putranya menghamili wanita lain. Sementara Arya, sejak pertemuannya dengan Rina kemarin. Perasaan Arya tiba-tiba berubah. Dia yang semula acuh mendadak peduli. Apalagi, saat melihat perubahan Rina yang begitu drastis membuat lelaki itu seolah tak rela melepas Rina begitu saja. "Kenapa dia bisa berubah secepat itu? Siapa dia sebenarnya?" Pikiran itu terus saja berputar di kepalanya. "Aku harus tahu tentang siapa Rina sebenarnya," gumam Arya. "Jika dia benar-benar kaya,
Arya menghela napas panjang, menatap kosong langit-langit kantornya. Desakan Farida yang terus menginginkannya menceraikan Rina dan menikahi Hana secara resmi membuat hatinya bergejolak. Saat ini, dia tidak mungkin melepas berlian seperti Rina hanya demi menuruti keinginan ibunya.Justru dia berharap, bisa bekerja sama dengan perusahaan Rina. Selain itu menguntungkan untuk perusahaannya, dia juga bisa kembali dekat dengan Rina.Sebagai seorang pria yang biasanya tegas, kali ini Arya merasa bimbang. Keinginannya untuk mengungkapkan kepada sang ibu siapa sebenarnya Rina terus tertahan oleh kekhawatiran akan reaksi Farida yang sangat peduli akan status dan harta."Kamu harus segera menceraikan wanita mandul itu, Arya! Nikahi Hana! Anak itu harus punya status jelas," desak Farida, mengingatkannya pada percakapan beberapa hari yang lalu.Namun, Arya punya rencana lain.---Hari ini, tawa riuh karyawan mewarnai acara ulang tahun perusahaan Arya kali ini. Arya memiliki rencana agar sang mama