Share

BAB 99

Penulis: Yuli Sutarni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Jangan Mengusikku!

Mas Rafli berada di kamar mandi saat ponselnya berkedip memberi tanda pesan masuk ke sana. Saat meletakkan baju ganti untuk suamiku, kembali kulihat ponsel suamiku berbunyi. Kali ini suara panggilan yang masuk.

"Mas, ada ponselmu bunyi."

Aku memberitahu Mas Rafli tepat saat pintu kamar mandi terbuka. Aroma menthol dari tubuhnya menguar memenuhi indra penciumanku.

"Biarkan. Kalau penting nanti telepon lagi," ujarnya sambil mendekapku dari belakang. Aku sudah hapal dengan keisengannya yang satu ini. Dia sering menggodaku saat belum mengenakan pakaian.

"Mas. Ponselmu," tunjukku pada laki-laki ini. Mas Rafli tetap tidak melepaskan pelukannya. Tangannya yang melingkar kencang di perutku membuatku sedikit susah bernapas.

"Mas, siapa tahu penting. Angkat dulu!"

Sesaat kemudian dia berlalu mengambil pakaiannya.

"Coba angkat saja. Katakan aku sedang berganti baju di sebelahmu," ucap Mas Rafli sambil menampakkan senyumnya yang menawan. Tanpa pikir panjang, kugeser tombo
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 100

    Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier (100) Tegas 1"Kalau begitu kamu ikut!" ujar Mas Rafli lebih mirip perintah. Aku menatap matanya yang memancarkan kesungguhan. Kemudian kuanggukkan kepala sambil tersenyum. [ Mas, jangan lupa pakai baju denim kesukaanku!]Aku tersenyum miring. Tunggulah Wita. Akan kubuat kau terkejut hingga jantungmu meronta-ronta melihat apa yang akan kulakukan! Wanita tak tahu diri sepertimu memang harus kupatahkan semangatnya hingga remuk tak berbentuk. Bukan jahat, hanya saja aku tak ingin milikku terus menerus kau usik! "Mas, pakai ini!" Kuambilkan dengan perlahan satu helai baju dari tumpukan baju milik Mas Rafli. Laki-laki itu mengernyit heran. "Kok?" "Pakai, Mas!" ucapku lagi sambil memilih baju yang tepat untuk kukenakan. "Serius, Yang?" tanyanya. Aku mengangguk mantap. "Baiklah."***Parkiran kafe sudah cukup penuh. Beruntung di sudut kanan masih cukup space untuk kendaraan roda empat milik Mas Rafli. Diraihnya ponsel yang sedari tadi berada di

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 101

    Tegas 2Kudengar derap langkah kaki yang makin menghilang. Sepertinya dia meninggalkan tempat ini. Dengan gerakan super pelan, aku melangkahkan kaki keluar. Kubenarkan pasmina yang kupadukan dengan baju denim yang melekat di tubuhku. Baju yang sengaja kupilih agar terlihat serasi dengan baju suamiku. Setelah memastikan tak ada yang kurang dari riasanku, aku melangkahkan kaki keluar. Mas Rafli sudah tak ada di tempat tadi dia berada. Apakah dia sudah bersama dengan si sund*l itu? Benar. Mataku menangkap mereka berada di meja paling ujung. Mas Rafli menatap ke arahku, sedangkan Mbak Wita yang duduk membelakangiku sepertinya tak menyadari kehadiranku. "Hai, Apakah kalian tengah reuni?" tanyaku setelah duduk di sebelah Mas Rafli. Kusunggingkan senyum semanis mungkin pada wanita di depanku yang berubah pias layaknya melihat hantu menakutkan. Ya… Mungkin kehadiranku baginya layaknya hantu di siang bolong seperti ini. "K-ka-mu? Kenapa di sini?" tanyanya tergagap. "Aku? Bukankah Mas

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 102

    Harapan 1"Dan kini kamu hadir lagi menginginkan posisi yang pernah kamu sia-siakan di masa lalu? Bahkan jika aku masih sendiri saja aku pastikan tak akan kembali padamu. Apalagi saat ini? Saat ada seseorang yang hatinya harus selalu kujaga? Saat ayahnya sudah melimpahkan kebahagiaannya menjadi tanggung jawabku satu-satunya? Kamu tahu, Wita. Susah payah kutaklukan wanita ini. Dia bukan wanita kebanyakan yang berserak di luar sana. Dia wanita tangguh yang mengedepankan kepentingan anak-anak di atas segalanya. Apa yang bisa membuatku berpaling dari hatinya yang tiap saat tak pernah lelah menghujaniku dengan kepatuhan yang sudah dia janjikan di depan Tuhannya""Mas! Cukup! Kamu benar-benar sudah berubah! Kamu nggak menghargai perasaanku sama sekali! Bahkan aku rela meninggalkan karirku di kota dengan kembali bekerja di perusaan kecil agar dekat denganmu, Mas! Dengan seenaknya kamu malah menikahi wanita sial*n ini! Dimana otakmu, Mas? Tidak usah mengada-ada cintamu sebesar itu pada wan

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 103

    Harapan 2Mas Rafli menuntun tanganku untuk melingkar di lengannya. Dengan gerakan cukup cepat kami berjalan ke arah mobil. Teriakan Mbak Wita sama sekali tak menyurutkan langkah kami agar segera meninggalkan tempat itu. Umpatan-umpatan kasar keluar berlarik-larik dari bibir cantik wanita itu. Sungguh sangat disayangkan. Dia yang amat berkelas itu menjatuhkan harga diri serendah-rendahnya demi laki-laki yang sudah sah menjadi milik orang lain. Aku mengeratkan peganganku. Bahkan setelah di dalam mobil, aku merebahkan diri di lengan Mas Rafli hingga dia berkali-kali harus memastikan aku baik-baik saja. "Kamu sakit?" tanyanya khawatir. Aku tak menjawab, memang rasanya kepalaku mendadak pusing. Pandangan mataku berkunang-kunang. Aku sendiri tak yakin apakah efek serangan dari Mbak Wita atau bukan. Karena sore tadi saat aku berada di kamar mandi, kepalaku tiba-tiba terasa berat seperti ini. Bahkan aku sempat duduk beberapa saat di atas kloset duduk demi meredakan nyeri yang menyerang k

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 104

    Kabar Bahagia 1Mas Rafli menyenderkan tubuhnya di tembok depan kamar mandi kamar kami. Wajahnya penuh harap, diraihnya tanganku yang menggenggam alat tes kehamilan. Tadi kami menyempatkan diri untuk mampir ke apotek untuk membeli alat tersebut. "Garis dua? Artinya… ." Mas Rafli menatapku lekat. Wajahnya menanti jawaban dariku untuk memastikan penglihatannya. Berkali-kali dia membesarkan matanya agar tak salah melihat. Tetapi aku… sudah dua kali aku mengalami hal serupa sehingga langsung yakin dengan apa yang tertera pada alat tersebut. "Sayang? Apakah artinya kamu… hamil?" Aku tersenyum sambil menentramkan debaran jantungku. Tanganku sedikit bergetar karena sangat bahagia. Kuanggukkan kepala perlahan seraya mengucapkan syukur pada Sang Pencipta. "Allah… alhamdulillah… alhamdulillah… alhamdulillah," ucap Mas Rafli sambil memeluk tubuhku. Dihujaninya puncak kepalaku berkali-kali. Bibirnya tak henti berucap terima kasih padaku. "Sayang… Terima kasih," lirihnya di telingaku. Bebera

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 105

    Kabar Bahagia 2Kami berdua berpandangan. Sudah pasti ibu marah dengan apapun alasan kami menemui wanita itu. Apalagi jika dia tahu kerudung yang kugunakan ditarik paksa oleh Wita. Aku sendiri sangsi tidak ada yang mengabadikan melalui video mengenai kejadian tidak menyenangkan di kafe tadi. "Bu… tadi… ." Mas Rafli mencoba memberi penjelasan pada ibu. "Pokoknya jangan kamu dekat-dekat wanita itu lagi! Apalagi jika dia tahu Vinda hamil. Ibu tak mau Vinda kenapa-kenapa karena ulahnya. Kamu dengar Rafli, jangan mendekati wanita itu! " Ibu mengeraskan suaranya lagi. Wajah Mas Rafli terlihat pias karena reaksi wanita itu. Ibu memutus panggilan secara sepihak. Tetapi tak lama kemudian dia melakukan panggilan video pada ponsel suamiku. Dengan ragu Mas Rafli mengusap tombol hijau dan menghadapkan ponselnya di depan kami berdua. "Selamat sayang… akhirnya kamu hamil. Kau bisa membuktikan bukan betapa perkasanya anakku?" Ibu bertanya dengan nada bercanda pada kalimat yang dia lontarkan. Aku

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 106

    Kedatangan Orang Tua Wita 1Aku melambaikan tangan ke arah Mas Rafli yang akan berangkat ke kantornya. Mulai saat ini aku diminta membatasi kegiatanku di restoran. Tentu saja mau menyanggupi perintahnya karena keberadaan Putri yang sudah sangat bisa dipercaya untuk mengelola usahaku itu. Aku hanya akan memantaunya beberapa kali dalam seminggu. Mas Rafli juga mewanti-wanti Mbok Minem untuk tak membiarkan aku terlalu lelah mengerjakan urusan rumah. Menurutku sangat berlebihan, mengingat aku yang terbiasa melakukan pekerjaan berat. Tetapi demi baktiku pada suami, aku lagi-lagi menyanggupinya. Belum lagi tingkah konyolnya beberapa hari ini. Tiap pagi saat bangun tidur, dia langsung beringsut mendekati perutku, mengajak bicara janin yang bahkan baru berusia kurang lebih satu bulan itu. "Selamat pagi anak Ayah… jangan nakal di perut Bunda… sehat selalu sayang… ." Kemudian dia akan menghujani ciuman di perutku itu. "Mas. Baru usia sebulan. Belum ada nyawanya, jadi belum bisa diajak ngobr

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 107

    Kedatangan Orang Tua Wita 2"Mohon maaf, Mas Rafli sedang tidak ada di rumah. Perlukah aku menghubungi suamiku karena kedatangan kalian?" tanyaku hati-hati. Aku kira mereka orang yang dekat dengn Mas Rafli. Buktinya pria ini memanggil suamiku tanpa sapaan apapun. Kupersilahkan mereka masuk. Aku beranjak ke dapur untuk membuatkan minuman mereka. "Ada tamu, Mbak?" tanya Mbok Minem. Aku mengangguk. "Bisakah Mbok mengantar minuman ke depan? Aku mau menelepon Mas Rafli. Sepertinya tamu penting. Mereka bahkan ingin bertemu dengan suamiku langsung." Mbok Minem menuruti permintaanku. Segera kuhubungi Mas Rafli. Beruntung suamiku sedang meninjau swalayannya yang tak jauh dari rumah. Dia mengiyakan untuk pulang sebentar menemui tamunya. Sayangnya aku lupa bertanya siapa pasangan suami istri itu hingga tak bisa menjawab pertanyaan darinya. "Mbak. Serius meminta Mas Rafli pulang?" tanya Mbok Minem. Raut wajahnya terlihat berbeda dengan saat dia keluar tadi. "Kenapa, Mbok?""Itu… yang di dep

Bab terbaru

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 231 PERNIKAHAN

    PERNIKAHAN Pernikahan yang cukup sederhana itu digelar di halaman belakang rumah Soraya yang megah. Tak ada pesta seperti kebanyakan orang dari kalangan atas, kali ini yang terlihat justru kesakralan yang tidak dapat disangkal oleh siapapun. Soraya mengenakan baju pengantin berwarna putih dengan penutup kepala yang terlihat cantik menutupi rambutnya. Wanita itu tersenyum hangat pada kerabat yang datang menemuinya untuk memberi selamat.Tak ada keangkuhan sama sekali dari wajahnya. Wanita itu seolah terlahir sebagai sosok yang baru dalam kehidupannya. Sang Ibu, berkali-kali menyusut air mata yang mengalir tanpa henti di pipi. Dia tak menyangka anaknya akan menemukan tambatan hati dengan cara yang tak terduga sebelumnya.Laki-laki yang kini duduk sambil menggenggam tangannya itu pun terlihat bahagia. Salman, laki-laki yang merupakan teman sekolah anaknya saat duduk di bangku SMA itu ternyata diam-diam menyimpan perasaan khusus pada Soraya. Dokter yang pernah merawat luka-luka Soraya sa

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 230 SALMAN

    SALMAN "Apakah aku menganggu?" "Langsung saja. Kau membuntutiku? Bagaimana bisa kau tahu aku di sini sedangkan aku tak memberitahu siapapun." Kuberanikan membalas tatapannya. Aku ingin mendengar jawaban darinya. Kota ini luas. Amat luas. Itulah yang membuatku yakin bahwa pertemuan kami kali ini bukanlah sebuah kebetulan. Amat sangat dipaksakan jika aku percaya seandainya Salman beralasan bahwa kedatangannya ke kafe ini hanya sebuah kebetulan semata. "Aku tidak suka dibuntuti seperti ini. Jangan beralasan bahwa kedatanganmu kemari hanya sebuah kebetulan. Aku tidak sebodoh itu ,dokter Salman." Sengaja kutekan kata 'dokter Salman' di akhir kalimatku. Kami memang berteman sudah cukup lama. Meski selepas Sekolah menengah atas aku tak pernah tahu lagi bagaimana kabarnya. Pertemuan kami diawali kembali sejak dia sudah bertugas sebagai seorang dokter di rumah sakit yang kudatangi. Sejak itulah aku seringkali bertemu dengannya. "Kenapa tak balas pesan dariku? Kau hanya membacanya tanpa be

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 229 MENEPI

    MENEPI Perceraian Ayah dan Ibu membuat kabar mengejutkan semua orang. Siapa yang tak mengenal ayah, dia anggota dewan yang cukup disegani di kota ini. Bahkan dia sudah bersiap mencalonkan di bursa pemilihan kepala daerah tahun besok. Berita tersebut mewarnai pemberitaan lokal kota ini. Aku tak ambil pusing lagi. Penghianatan Ayah sudah tak bisa dimaafkan. Bagaimana dia setelah ini, aku berusaha tak peduli. Itu urusannya bersama Linda. Wanita yang dia gadang-gadang sebagai wanita idaman yang sesuai dengan impiannya. Aku hanya berkewajiban menjaga Ibu agar kejiwaannya tidak terguncang akibat perceraian ini. Sementara hidupku, aku sudah mulai menerima kenyataan bahwa sekolahku sungguh berbeda dengan sekolahku sebelumnya. Aku terbiasa melihat anak-anak berlarian saat guru sudah ada di dalam ruangan.Aku mulai berdamai dan bertekad memperbaiki hidupku. Aku belajar dari kesalahan-kesalahanku. Aku tak ingin mengulangi semua itu. Sekali waktu aku masih mendengar bagaimana kabar orang-ora

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 228 DUKUNGAN

    “Apapun itu, Soraya. Aku tetap mendukungmu untuk meminta kedua orangtuamu berpisah. Mereka tak akan menjadi keluarga yang utuh, terlebih ayahmu amat menyayangi wanita itu. Ada anak pula di antara mereka. Aku hanya kasihan pada ibumu jika terus-menerus bertahan dalam pernikahan yang sudah tak sejalan.” Akhirnya Kiran mengurai pendapatnya yang sama denganku. Wanita itu menatapku lekat-lekat. “Dukunglah ibumu, Soraya. Kau memang gagal menjadi wanita dan istri yang baik, tetapi aku yakin kau tak akan pernah gagal menjadi anak yang baik untuk kedua orangtuamu.” Hatiku bergetar mendengar kalimat bijak Kiran. Benar, aku memang sudah gagal menjadi seorang wanita. Aku gagal menjaga dan mempertahankan harga diri. Saat menjadi istri Mas Galih pun aku jauh dari kata sempurna. Aku pun mendapatkannya dengan cara yang amat hina. Bodohnya lagi, aku pun mengulangi hal yang sama terhadap Mas Arya dan Mbak Cintya. Aku berusaha menghancurkan rumah tangga mereka meski awalnya aku tak berniat sampai ke

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 227 RAHASIA LINDA

    Aku sudah mewanti-wanti pada ARTku agar tak memberi akses Ibu keluar rumah dengan alasan apapun. Dari semalam wanita itu bungkam tak menjawab semua pertanyaan dariku. Aku sungguh khawatir dia akan melakukan hal yang membahayakan dirinya lagi. Aku juga khawatir dia tengah menyiapkan rencana untuk membalas dendam pada Ayah dan istri mudanya. Kupakai sweater warna coklat yang kurasa cocok dengan acara pertemuanku dengan Kiran sore ini. Rintik hujan di luar tak menghalangi niatku untuk untuk segera bertemu dengan temanku itu. Beberapa saat yang lalu Kiran sudah mengabari bahwa dia sudah sampai di kafe baru yang sudah kami sepakati. Ada hal yang sudah kutugaskan untuknya dan kali ini saatnya dia memberikan laporan. Segila apapun dia, aku tahu untuk hal-hal tertentu dia cukup bisa diandalkan. Tak butuh waktu lama, aku sudah berhasil sampai di parkiran kafe. Entah efek gerimis yang membuat beberapa orang malas keluar atau memang kebetulan sedang sepi hingga membuatku tak perlu mencari pa

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 226 PERTOLONGAN SALMAN

    Salman membantuku membawa Ibu ke mobil. Laki-laki itu sigap saat melihat Ibu terlihat lemah tak berdaya setelah pengusiran yang dilakukan Ayah. Tadinya aku hampir meledak menanggapi kata-kata kasar dari Ayah untuk ibuku. Tetapi kesadaranku bahwa rumah sakit ini butuh ketenangan, aku mengurungkan niatku. Apalagi Ibu memang pihak yang bersalah dalam hal ini. Semarah apapun dia,tak seharusnya dia menyerang Linda dan mengacau di tempat anak wanita itu dan ayah dirawat. "Pastikan dia aman di rumah dan tidak bepergian. Ayah khawatir dia akan mengulangi hal ini. Ingat, Soraya. Mudah sekali pencari berita menjadikan ini sebagai bahan untuk gorengan mereka di media. Ayah tak akan memaafkan Ibumu jika hal ini sampai terjadi." Aku menghentikan langkah dan memutar tubuhku. Kubiarkan Salman mengambil alih wanita itu dan membawanya keluar terlebih dahulu. "Ayah, tidakkah Ayah sadar orang yang tengah Ayah bicarakan adalah ibuku? Dia istri ayah. Istri pertama Ayah. Dialah wanita yang menemani pe

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 225 KEKACAUAN OLEH IBUKU

    Sepulang dari membereskan berkas-berkas yang memang harus disiapkan pasca mutasi, aku tak kunjung menemui Ibu di rumah. Asisten rumah tangga yang bekerja di rumahku pun tak tahu kemana perginya wanita itu. Berulang kali kuhubungi ponselnya tak ada tanda-tanda ibu mengangkat panggilannya. Terpaksa aku hubungi Ayah bermaksud menanyakan keberadaan Ibu. Meskipun kenyataannya justru aku mendapatkan jawaban yang membuatku bereaksi keras. "Maaf, Soraya. Ayah belum pulang seharian ini. Mungkin nanti malam baru pulang. Adikmu sakit, dia harus dirawat di rumah sakit." Sial! Lagi-lagi ayahku menyebut anak hasil perselingkuhannya itu sebagai adikku tanpa rasa malu. Telingaku berdengung rasanya mendengar Ayah yang amat peduli dengan anak itu. "Yah. Tapi Ibu belum pulang dari pagi!"Tak ada tanggapan apapun sebelum akhirnya Ayah memutuskan panggilanku. Aku benar-benar kecewa pada laki-laki itu. Pantas saja Ibu sefrustasi ini. Sekali lagi kuhubungi Ibu dan hasilnya tetap nihil. Aku benar-bena

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 224 LEKASLAH BERCERAI!

    Rahang kokoh Ayah makin mengeras saat aku duduk berhadapan dengannya di meja makan. Ibu tak ada di antara kami. Dia langsung menuju ke kamarnya dan tak keluar lagi setelah kepulangannya dari hotel. "Apakah kau dan ibumu yang melakukannya?" tanya Ayah dengan suara baritonnya. Bukan suatu pertanyaan biasa, lebih pada sebuah penghakiman. Cinta laki-laki itu terhadap wanita selingkuhannya telah berhasil membuatnya sedingin itu terhadapku. Kutarik napas dalam-dalam. Pantas saja Ibu sakit hati, nyatanya ayah sudah mulai melalaikan perasaan kami, orang-orang yang selama ini mendukung kariernya. "Apakah Ayah sengaja pulang lebih awal dari biasanya hanya karena ingin menghakimi kami?" Kutatap wajah itu lekat-lekat. Ayah mengusap wajahnya dengan kasar. Kepulan asap dari tembakau yang dihisapnya makin menambah kesan dingin di tengah-tengah perbincangan kami. "Bahkan Linda tidak berbicara apapun setelah kepulangannya. Dia langsung menuju ke arah adikmu karena terlampau mengkhawatirkan anakny

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 223

    Lututku lemas seketika. Ibu membiatku tergidik ngeri. Buru-buru kututup pintu kembali agar tak terlihat dari luar apa yang tengah terjadi di ruangan yang cukup luas ini. "Astaga, Ibu! Apakah Ibu sudah gila?" Aku menarik tangan Ibu yang tengah mendongakkan wajah wanita yang sudah terlihat ketakutan itu. Tak ada lagi tatapan penuh cinta wanita yang pernah melahirkanku ke dunia. Ibu berubah amat mengerikan. Bahkan aku hampir tak mengenali wanita yang tak pernah berbuat kasar ini. "Bu, Ibu akan mendapatkan masalah. Jangan bertindak bodoh. Negara ini negara hukum, Bu!" Kucoba menyadarkan Ibu agar menghentikan aksinya. Aku beringsut mundur saat kudapati tumpukan rambut yang kusadari itu rambut wanita selingkuhan Ayah yang kuyakin dipangkas paksa oleh Ibu. Gunting berwarna hitam terletak di dekat kaki wanita itu. "Tenang saja. Ibu hanya sedikit bermain-main.""Bu! Kumohon. Hentikan. Aku tak ingin Ibu berurusan dengan polisi. Kumohon, Bu. Ini salah!" Aku memohon pada Ibu sekali lagi. Sa

DMCA.com Protection Status