PERNIKAHAN Pernikahan yang cukup sederhana itu digelar di halaman belakang rumah Soraya yang megah. Tak ada pesta seperti kebanyakan orang dari kalangan atas, kali ini yang terlihat justru kesakralan yang tidak dapat disangkal oleh siapapun. Soraya mengenakan baju pengantin berwarna putih dengan penutup kepala yang terlihat cantik menutupi rambutnya. Wanita itu tersenyum hangat pada kerabat yang datang menemuinya untuk memberi selamat.Tak ada keangkuhan sama sekali dari wajahnya. Wanita itu seolah terlahir sebagai sosok yang baru dalam kehidupannya. Sang Ibu, berkali-kali menyusut air mata yang mengalir tanpa henti di pipi. Dia tak menyangka anaknya akan menemukan tambatan hati dengan cara yang tak terduga sebelumnya.Laki-laki yang kini duduk sambil menggenggam tangannya itu pun terlihat bahagia. Salman, laki-laki yang merupakan teman sekolah anaknya saat duduk di bangku SMA itu ternyata diam-diam menyimpan perasaan khusus pada Soraya. Dokter yang pernah merawat luka-luka Soraya sa
Kedatangan Keluarga Mantan Aku duduk menghadap suami istri yang duduk berdampingan. Sang suami menegakkan tubuhnya di atas sofa ruang tamuku. Matanya berkali-kali mengalihkan pandangannya denganku saat kami bertatapan tanpa sengaja. Tangan sang istri bergelayut di lengan suaminya, menegaskan dengan kuat posisinya saat ini. Wanita itu dengan begitu jelas menampakkan wajah tak sukanya padaku. Matanya melirik dengan pandangan sinis sekaligus merendahkanku. Beberapa kali dia mengeratkan jemari lentikknya pada lengan Sang suami. Aku tertawa dalam hati melihat tingkahnya yang seperti ketakutan kehilangan laki-laki di sampingnya. Sedangkan dua orang lagi, sepasang suami istri lanjut usia masing-masing duduk di kursi single di kanan dan kiriku. Sama dengan pasangan sebelumnya, tak ada raut ramah sama sekali dari air mukanya. Aneh, padahal merekalah yang datang sendiri kemari tanpa kuundanh. Bahkan jika aku mau, sudah kuusir kedua pasang manusia yang sudah menorehkan luka begitu dalam di da
FlashbackTolong, Mas. Jangan lakukan ini. Kumohon. Ingat anak kita masih kecil-kecil, tolong Mas! Dan Zoya kau lihat, dia anak perempuan yang kita tunggu-tunggu kehadirannya." Berkali-kali aku hampir terjungkal saat tangan kekar Mas Galih mendorong tubuhku di depan rumah. Tak ada kelembutan sama sekali yang tersisa dari laki-laki itu. Zayn dan Ziyan memegang bajuku begitu erat. Hanya tangisan tertahan satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan. Anak kembarku ketakutan melihat ayahnya berbuat sekasar itu padaku. Selama kurang lebih enam tahun pernikahan kami, Mas Galih tidak pernah berkata kasar sedikit pun. Apalagi main tangan seperti ini. Entah iblis apa yang merasukinya hingga sekarang dia tega berbuat sekasar itu padaku. Bahkan dia lupa fisikku masih lemah setelah berhari-hari didera mastitis hebat. Beruntung tak ada tindakan pembedahan seperti kasus mastitis yang sering kudengar. " Sudah kubilang, Vinda. Kita sudah tidak cocok. Aku bosan sekali berumah tangga denganmu. Orang tua
Surat dari Pengadilan Empat bulan pasca kepulanganku ke rumah kedua orang tuaku aku menerima sebuah surat dari pengadilan. Bisa ditebak, isinya adalah surat cerai yang menjadi keinginan Mas Galih dan keluarganya. Kuremas surat bersampul coklat itu. Hatiku mendidih membayangkan betapa puasnya mantan suamiku beserta kedua orang tuanya. Rasa sakit menjalar hatiku saat kubayangkan manusia-manusia itu pasti tengah bersorak merayakan kemenangan mereka. Belum sah putusan dari pengadilan saja sudah membuat laki-laki itu abai dengan kewajibannya. Bahkan selama empat bulan ini Mas Galih tidak memberi uang sepeser pun untuk biaya hidup kami. Padahal dia sangat tahu kebutuhan apa yang rutin dikeluarkan untuk anak-anak kami. Selalu saja ada alasan saat aku terang-terangan meminta uang susu dan diapers untuk anaknya. Beruntung ayah dan ibuku mengetahui kesulitanku hingga mereka dengan senang hati membiayai seluruh kebutuhan kami berempat. Jangan tanya dimana rasa malu kusembunyikan. Aku benar-b
Penjualan RumahBohong sekali jika aku bisa langsung kuat dan tegar menghadapi perceraian ini. Kehilangan separuh jiwa tentu bukan perkara mudah. Apalagi satu-satunya kesalahanku hanya karena tak memiliki karir. Setidaknya itulah yang selama ini mereka dengung-dengungkan. Tentu saja ada alasan lain yang sengaja mereka buat demi secepatnya mendepakku dari kehidupan mereka. Yang jelas kini aku tak punya tempat untuk berbagi rasa. Entah pada siapa aku menggantungkan hidup nantinya. Apalagi setiap melihat ketiga anakku terlelap tidur aku tak mampu membendung air mataku. Aku sangat khawatir dengan kelangsungan hidup mereka selanjutnya. Bagaimana hidup kami berempat tanpa adanya penghasilan?Bahkan Mas Galih sengaja abai dengan kewajibannya. Belum juga kami resmi berpisah, Mas Galih sudah tak pernah memberi nafkah untuk anak-anaknya.Bukan tidak pernah aku mengingatkan kewajibannya baik melalui pesan whatsapp maupun mendatangi langsung rumah tempat kami pernah menjadi keluarga bahagia. Aku
Langkah Baru VindaUsahaku untuk berdamai dengan keadaan bukan tanpa halangan. Sering sekali aku merasa putus asa dan kembali menyalahkan keadaan. Berkali-kali pula kusalahkan diri sendiri yang terlalu bodoh tidak mempersiapkan kemungkinan terburuk dalam berumah tangga. Tak jarang aku merutuki diri yang terlalu sibuk mengabdikan diri pada suami, mengurus segala keperluannya, belum lagi segala urusanku dengan anak-anak yang tidak ada habisnya. Mungkin aku terlalu sibuk dengan peranku sebagai ibu rumah tangga hingga tak bisa mencegah dari awal perselingkuhan suamiku dan Soraya. Aku terlalu percaya padanya yang tak akan mungkin berhianat melihat dari sikapnya selama ini. Apalagi mengingat perjuangan kami hingga menikah sangat tak mudah. Aku terlalu santai dan berpikir terlalu polos suamiku selamanya akan menjadi milikku seorang. Tetapi kini tak ada yang perlu disesali. Semuanya sudah menjadi jalan hidupku. Aku hanya menyalahkan diriku yang tak mempersiapkan finansialku dengan baik seh
Bab 6Diceraikan Karena Bukan Wanita Karir ( 6 )Memulai Perjuangan Rencanaku mendapat restu dari ibu. Tanpa banyak tanya Ibu langsung menyanggupi untuk meminjamiku modal. Aku benar-benar berniat meminjam, akan kukembalikan setelah usahaku memperoleh keuntungan. Tadinya dia bersikeras untuk memberikan cuma-cuma modal yang kuminta dan tentu saja kutolak. Tak banyak mendebat karena Ibu tahu bagaimana watak anaknya ini. "Kamu sekarang hanya punya keluarga dan anak-anak saja. Jadi mulai detik ini apapun yang kamu rasakan maka bagilah dengan kami."Kalimat ibu membuatku bungkam. Ada rasa sesal mengapa di usia senjanya justru harus kerepotan dengan masalah yang kuhadapi. Tetapi aku tak punya pilihan lain. Aku benar-benar harus merepotkannya kali ini. "Maaf, Bu. Tak seharusnya Ibu direpotkan oleh urusanku lagi. Seharusnya aku membahagiakan Ibu di usia yang senja ini. Vinda janji setelah ini tak akan merepotkan Ibu lagi," ucapku dengan menunduk. Pandanganku tertuju pada tangan keriput ibuku
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier BAB 7Kuputuskan untuk mengabaikan pesan darinya. Tak ada waktu untukku mengurusi keluarga itu lagi. Kutata paper box di depanku ke dalam box plastik besar agar mudah membawanya menggunakan motorku. Aku juga memastikan semuanya aman agar bungkus maupun isi makanan yang kubawa tak akan bermasalah nantinya. Aku mencoba mengalihkan rasa kesalku dengan berpikir fokus pada pekerjaan di depanku. Tak boleh ada kesalahan atau kekurangan apalagi jika karena pengaruh wanita tak tahu diri itu. Biarlah. Aku ingin hidupku tenang dan tidak mudah terpancing dengannya. Masih ada anak-anak yang harus kuurusi. Dan tentunya itu lebih penting. Jangan sampai energiku yang pas-pasan ini justru terbuang sia-sia untuk Soraya. Ponselku berbunyi lagi. Kulirik sekilas. Sebuah inbox masuk lagi di aplikasi facebook. Masih dari Soraya. Kutarik napas perlahan. Bersiap aku membaca sesuatu yang pastinya membuatku sakit hati. [ Lihatlah. Bahkan saat kamu kesulitan memperoleh