Share

BAB 74

Penulis: Yuli Sutarni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Awal bersama (3)

"Tidurlah. Aktivitasmu sangat melelahkan hari ini. Aku tak ingin kamu makin kelelahan." Mas Rafli memelukku kemudian menjadikan lengannya sebagai bantal kepalaku. Dia mencium keningku cukup lama. Kemudian matanya terpejam. Aku makin penasaran dengan isi ponselnya. Pasti ada sesuatu yang menganggunya. Sebelum aku keluar tadi, tak ada hal aneh seperti yang sekarang terjadi.

"Jangan menatapku seperti itu." Kalimatnya membuatku tersentak. Aku yang memang sedang menelisik tiap inci sebentuk wajah yang rupawan itu refleks memejamkan mata dan menenggelamkan wajahku merapat ke pelukannya.

"Mas. Bisakah kamu menceritakan isi ponselmu? Apakah ada yang mengganggumu?" Mas Rafli menatapku lekat. Tangannya meraih tanganku dan mengusapnya penuh kelembutan.

"Tidurlah. Aku tak ingin membuatmu tersakiti setelah melihat pesan itu." Feelingku makin kuat. Aku rasa seseorang sudah menganggu perasaannya malam ini. Mas Rafli mengeratkan pelukannya yang justru membuatku makin memberontak p
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Eka Andreadi
kurang detail ah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 75

    Diceraikan Karena Bukan Wanita Karir (75) Keributan di MinimarketAku menggeliat saat kudengar alarm dari ponsel yang biasa kusetel jam tiga pagi. Saat aku hendak beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri, kulihat tangan Mas Rafli melingkar erat di pinggangku. Bahkan napasnya terasa hangat menerpa punggungku. Entah sejak kapan posisi tidurnya seperti ini. Aku mengusap lembut lengan laki-laki yang bergelar suamiku itu. Kurasakan tubuhnya bergerak dan makin mengeratkan pelukannya hingga membuatku sulit bernapas. "Mas, bangun… ." Aku berhasil melepaskan lilitan tangannya di perutku. Kutelusuri wajah di depanku. Berkali-kali aku harus meyakinkan diri, laki-laki ini memang benar suamiku sekarang. Entah keberanian dari mana, aku menyentuh hidungnya yang terbentuk sempurna. "Jam berapa, Sayang?" tanyanya yang otomatis membuat jari telunjukku buru-buru kutarik. "Jam tiga, Mas. Kita harus membersihkan diri untuk sholat tahajud. Bukankah terlalu banyak hal yang harus kita syukuri?"

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 76

    "Serius kamu tadi lagi mikirin mantan suamimu?" Mas Rafli menautkan kedua alisnya yang tebal. Aku rasa dia benar-benar tak suka dengan kejujuranku tadi. "Maaf. Aku hanya bersyukur, Mas memperlakukanku dengan sangat baik. Aku punya masa lalu, begitupun kamu. Pasti suatu saat kita akan berada di masa yang membuat kita membandingkan pasangan kita dengan orang dari masa lalu. Maaf kalau aku membuat Mas tidak nyaman," ucapku sambil mengalungkan tanganku di lehernya. Mas Rafli tersenyum sangat manis, menampakkan lesung pipinya yang begitu menawan. "Baiklah, alasanmu kali ini kumaafkan," ucapnya sambil mengacak rambutku. "Libur beberapa hari ya. Jangan ke restoran. Minta Putri handle semua yang ada di sana. Aku masih ingin menghabiskan hariku denganmu." Mas Rafli meraih tanganku, kemudian menciumnya dengan lembut. Aku mengangguk, siapa yang tidak meleleh diperlakukan semanis itu. "Kamu sudah punya planning bulan madu kita? Ada tempat yang ingin kamu kunjungi?" tanyanya antusias. Jujur,

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 77

    Mas Rafli sudah selesai melahap habis nasi goreng buatanku. Dia kelihatan puas dengan makanan yang tadi pagi kusiapkan. Untuk anak-anak, sudah kusiapkan sop jamur kesukaan mereka. Bakwan jagung hasil kreasiku juga sudah tersaji di atas meja. Aku tertawa saat Zoya dengan manjanya meminta Mas Rafli menyuapinya. Kulihat laki-laki itu telaten menyuapi Zoya makan. "Kemana rencana kalian hari ini?" tanya ayah saat selesai menghabiskan sarapannya. Aku menunggu respon Mas Rafli. "Aku ingin mengajak Vinda ke rumahku, Yah. Ibu sudah menanyakannya dan anak-anak. Setelah mengantar Zayn dan Ziyan sekolah, rencananya aku akan membawa Vinda dan Zoya ke rumah Ibu," jawabnya dengan yakin. Aku mengangguk setuju mendengar rencananya. Bukankah aku juga baru sekali ke rumah Mas Rafli? "Baiklah. Hati-hati. Ayah nanti sudah harus ke toko. Terlalu lama ditinggal, pasti banyak sekali menyisakan PR." "Jangan nakal di rumah eyang ya, Zoya!" pesan ibuku pada anak bungsuku. Entah siapa yang mencontohkannya,

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 78

    Diceraikan Karena Bukan Wanita Karir (79) Tak Tahu DiriIbu mertuaku menyambut kedatangan kami dengan pelukan hangat. Dia mencium pipi kanan kiriku dengan lembut. Matanya berbinar melihat Zoya yang berada di pelukan Mas Rafli. "Aduhh… Eyang kangen banget sama Zoya. Sini sudah Eyang belikan es krim banyaakk…" ucapnya sambil meraih Zoya. Aku segera menyembunyikan es krim yang tadi dibelikan Mas Rafli di minimarket. Aku memberi isyarat pada suamiku agar tak berbicara. Kami harus menghargai perasaan ibu agar tak kecewa. "Lihat… banyak kan? Zoya bebas pilih yang mana." Aku dan Mas Rafli saling tatap. Tak menyangka es krim yang dimaksud ibu adalah satu freezer penuh es krim seperti yang dijual di toko. "Ibu mau jualan?" tanyaku heran. Kudengar suara tawa yang menggema di ruangan dapur. "Tidak… jaga-jaga kalau anak kalian ke mari. Mereka tak punya alasan buat pulang cepat-cepat." Kembali suara tawanya terdengar. "Tapi Zoya jangan banyak-banyak ya, Sayang. Nanti Eyang dimarahi ibumu!" uc

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 79

    Hari ini Mas Rafli berpamitan untuk meninjau salah satu proyeknya di kabupaten sebelah. Pagi hari dia sudah berpakaian rapi, makanan untuk sarapannya pun sudah kusiapkan. Aku pun sudah izin padanya untuk pergi ke restoran setelah satu minggu ini di rumah. Rasanya sudah rindu mencium bau wajan yang dipakai berulang kali hingga menimbulkan sensasi gosong. Atau bau asap yang menyeruak dari tempat pemanggang ayam. Kugendong Zoya yang kali ini juga akan kubawa ke restoran. Kaget tak karuan ketika langkahku menuju ke ruang tamu. Aku melihat mantan suamiku duduk di atas sofa kami. Kuturunkan Zoya dengan perlahan. Pergelangan tangannya kupegang cukup kencang. Mengingat chat yang dikirimkan pada Mas Rafli beberapa malam yang lalu, aku bergidik ngeri membayangkan anakku berada di dekat laki-laki ini. Tak kuizinkan laki-laki ini menyentuh anakku. "Zoya… sini Sayang. Ayah bawa mainan." Dia memberikan paper bag warna biru muda dengan aksen bunga lili pada anakku. Zoya menatapku, meminta persetuj

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 80

    Tak Terduga Hari ini Mas Rafli mengajakku makan malam di restoran seafood yang cukup terkenal di kota kami. Ayah dan ibu tak bersedia ikut, begitu pun dengan anak-anak. Mereka memilih tinggal bersama orang tuaku di rumah. Mas Rafli menggenggam tanganku hingga menemukan meja yang cocok. Restoran tersebut cukup ramai, hingga kami memilih duduk di bagian luar supaya lebih lega."Mas. Sudah ketemu informasi soal wanita yang kemarin ribut sama Soraya?" tanyaku pada Mas Rafli yang kali ini terlihat segar dengan warna kaos melon yang dia kenakan. "Hmm… penasaran banget. Apalagi kemarin sang mantan ngapel ke rumah ya pagi-pagi? Pinteran amat ya si Galih. Ke rumah saat aku sudah pergi." Suamiku menampakkan wajah dibuat kesal yang justru membuatku terkekeh. Kucubit pelan pinggangnya hingga dia kembali menggenggam erat tanganku. Aku sedikit tersipu, mengingat usia yang tak lagi muda hingga tak percaya diri memamerkan kemesraan di depan banyak orang. "Serius. Sebenarnya kalau kemarin kami se

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 81

    "Begini kelakuan Bapak dan Ibu? Licik sekali kalian berdua! Tega-teganya berkhianat padaku. Apakah kalian berdua tak ingat, bagaimana aku meyakinkan kedua orang tuaku saat itu? Aku meyakinkan mereka mengenai status Mas Galih yang masih punya anak istri agar mereka mau mengizinkanku berhubungan dengan anak kalian. Aku sampai berbohong, Vinda tak becus menjadi istri hingga layak diceraikan. Bahkan foto editannya dengan seorang pria yang kalian buat berhasil menipu kedua orang tuaku. Sekarang…setelah semuanya kalian dapatkan, aku dikhianati seperti ini? Jangan egois kalian!" Teriakan Soraya membuatku menutup mulut. Akhirnya kebusukan satu keluarga itu kuketahui. Aku memang sangat heran, bagaimana mungkin orang tua mengizinkan anak perempuan mereka masuk dalam kehidupan rumah tangga orang seperti itu? Jadi mereka memfitnahku sekeji itu? Mas Rafli meraih tanganku dan memberi kekuatan lewat genggaman tangannya. Jarak duduk kami dan keluarga Mas Galih memang tak terlalu jauh, jadi wajar s

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 82

    Pembelaan Ibu Mertua"Dasar sampaaahhh!" Teriakan Bu Mirna membuatku yang sedang merekap pembukuan terkesiap kaget. Aku yang tak siap dengan kedatangannya juga harus merasakan tamparannya yang begitu menyakitkan di pipiku. Beberapa orang yang ada di restoran mendekat ke arah kami. Beruntung bukan jam makan siang, jadi kerumunan itu masih bisa dikendalikan. "Apa-apaan kau ini, Bu?" tanyaku sambil memegangi pipi yang juga terasa panas. Wanita di depanku nampak melotot menampakkan suasana hatinya yang panas. "Kau! Gara-gara kau! Anakku mendapat kesialan seperti ini! Harusnya kau tak egois, Vinda! Anakku satu-satunya harus menanggung derita akibat sifat keserakahanmu! Dasar pembawa siaal!" teriaknya lagi. Bahkan aku tak tahu apa yang sedang dia bicarakan. Mengapa dia seolah menyalahkanku?"Tolong. Jelaskan apa yang sedang Anda biacarakan! Saya benar-benar tak tahu apa yang sedang terjadi. Mengapa Anda datang dengan tiba-tiba dan langsung menamparku?" "Gara-gara kamu yang tidak mau meny

Bab terbaru

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 231 PERNIKAHAN

    PERNIKAHAN Pernikahan yang cukup sederhana itu digelar di halaman belakang rumah Soraya yang megah. Tak ada pesta seperti kebanyakan orang dari kalangan atas, kali ini yang terlihat justru kesakralan yang tidak dapat disangkal oleh siapapun. Soraya mengenakan baju pengantin berwarna putih dengan penutup kepala yang terlihat cantik menutupi rambutnya. Wanita itu tersenyum hangat pada kerabat yang datang menemuinya untuk memberi selamat.Tak ada keangkuhan sama sekali dari wajahnya. Wanita itu seolah terlahir sebagai sosok yang baru dalam kehidupannya. Sang Ibu, berkali-kali menyusut air mata yang mengalir tanpa henti di pipi. Dia tak menyangka anaknya akan menemukan tambatan hati dengan cara yang tak terduga sebelumnya.Laki-laki yang kini duduk sambil menggenggam tangannya itu pun terlihat bahagia. Salman, laki-laki yang merupakan teman sekolah anaknya saat duduk di bangku SMA itu ternyata diam-diam menyimpan perasaan khusus pada Soraya. Dokter yang pernah merawat luka-luka Soraya sa

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 230 SALMAN

    SALMAN "Apakah aku menganggu?" "Langsung saja. Kau membuntutiku? Bagaimana bisa kau tahu aku di sini sedangkan aku tak memberitahu siapapun." Kuberanikan membalas tatapannya. Aku ingin mendengar jawaban darinya. Kota ini luas. Amat luas. Itulah yang membuatku yakin bahwa pertemuan kami kali ini bukanlah sebuah kebetulan. Amat sangat dipaksakan jika aku percaya seandainya Salman beralasan bahwa kedatangannya ke kafe ini hanya sebuah kebetulan semata. "Aku tidak suka dibuntuti seperti ini. Jangan beralasan bahwa kedatanganmu kemari hanya sebuah kebetulan. Aku tidak sebodoh itu ,dokter Salman." Sengaja kutekan kata 'dokter Salman' di akhir kalimatku. Kami memang berteman sudah cukup lama. Meski selepas Sekolah menengah atas aku tak pernah tahu lagi bagaimana kabarnya. Pertemuan kami diawali kembali sejak dia sudah bertugas sebagai seorang dokter di rumah sakit yang kudatangi. Sejak itulah aku seringkali bertemu dengannya. "Kenapa tak balas pesan dariku? Kau hanya membacanya tanpa be

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 229 MENEPI

    MENEPI Perceraian Ayah dan Ibu membuat kabar mengejutkan semua orang. Siapa yang tak mengenal ayah, dia anggota dewan yang cukup disegani di kota ini. Bahkan dia sudah bersiap mencalonkan di bursa pemilihan kepala daerah tahun besok. Berita tersebut mewarnai pemberitaan lokal kota ini. Aku tak ambil pusing lagi. Penghianatan Ayah sudah tak bisa dimaafkan. Bagaimana dia setelah ini, aku berusaha tak peduli. Itu urusannya bersama Linda. Wanita yang dia gadang-gadang sebagai wanita idaman yang sesuai dengan impiannya. Aku hanya berkewajiban menjaga Ibu agar kejiwaannya tidak terguncang akibat perceraian ini. Sementara hidupku, aku sudah mulai menerima kenyataan bahwa sekolahku sungguh berbeda dengan sekolahku sebelumnya. Aku terbiasa melihat anak-anak berlarian saat guru sudah ada di dalam ruangan.Aku mulai berdamai dan bertekad memperbaiki hidupku. Aku belajar dari kesalahan-kesalahanku. Aku tak ingin mengulangi semua itu. Sekali waktu aku masih mendengar bagaimana kabar orang-ora

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 228 DUKUNGAN

    “Apapun itu, Soraya. Aku tetap mendukungmu untuk meminta kedua orangtuamu berpisah. Mereka tak akan menjadi keluarga yang utuh, terlebih ayahmu amat menyayangi wanita itu. Ada anak pula di antara mereka. Aku hanya kasihan pada ibumu jika terus-menerus bertahan dalam pernikahan yang sudah tak sejalan.” Akhirnya Kiran mengurai pendapatnya yang sama denganku. Wanita itu menatapku lekat-lekat. “Dukunglah ibumu, Soraya. Kau memang gagal menjadi wanita dan istri yang baik, tetapi aku yakin kau tak akan pernah gagal menjadi anak yang baik untuk kedua orangtuamu.” Hatiku bergetar mendengar kalimat bijak Kiran. Benar, aku memang sudah gagal menjadi seorang wanita. Aku gagal menjaga dan mempertahankan harga diri. Saat menjadi istri Mas Galih pun aku jauh dari kata sempurna. Aku pun mendapatkannya dengan cara yang amat hina. Bodohnya lagi, aku pun mengulangi hal yang sama terhadap Mas Arya dan Mbak Cintya. Aku berusaha menghancurkan rumah tangga mereka meski awalnya aku tak berniat sampai ke

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 227 RAHASIA LINDA

    Aku sudah mewanti-wanti pada ARTku agar tak memberi akses Ibu keluar rumah dengan alasan apapun. Dari semalam wanita itu bungkam tak menjawab semua pertanyaan dariku. Aku sungguh khawatir dia akan melakukan hal yang membahayakan dirinya lagi. Aku juga khawatir dia tengah menyiapkan rencana untuk membalas dendam pada Ayah dan istri mudanya. Kupakai sweater warna coklat yang kurasa cocok dengan acara pertemuanku dengan Kiran sore ini. Rintik hujan di luar tak menghalangi niatku untuk untuk segera bertemu dengan temanku itu. Beberapa saat yang lalu Kiran sudah mengabari bahwa dia sudah sampai di kafe baru yang sudah kami sepakati. Ada hal yang sudah kutugaskan untuknya dan kali ini saatnya dia memberikan laporan. Segila apapun dia, aku tahu untuk hal-hal tertentu dia cukup bisa diandalkan. Tak butuh waktu lama, aku sudah berhasil sampai di parkiran kafe. Entah efek gerimis yang membuat beberapa orang malas keluar atau memang kebetulan sedang sepi hingga membuatku tak perlu mencari pa

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 226 PERTOLONGAN SALMAN

    Salman membantuku membawa Ibu ke mobil. Laki-laki itu sigap saat melihat Ibu terlihat lemah tak berdaya setelah pengusiran yang dilakukan Ayah. Tadinya aku hampir meledak menanggapi kata-kata kasar dari Ayah untuk ibuku. Tetapi kesadaranku bahwa rumah sakit ini butuh ketenangan, aku mengurungkan niatku. Apalagi Ibu memang pihak yang bersalah dalam hal ini. Semarah apapun dia,tak seharusnya dia menyerang Linda dan mengacau di tempat anak wanita itu dan ayah dirawat. "Pastikan dia aman di rumah dan tidak bepergian. Ayah khawatir dia akan mengulangi hal ini. Ingat, Soraya. Mudah sekali pencari berita menjadikan ini sebagai bahan untuk gorengan mereka di media. Ayah tak akan memaafkan Ibumu jika hal ini sampai terjadi." Aku menghentikan langkah dan memutar tubuhku. Kubiarkan Salman mengambil alih wanita itu dan membawanya keluar terlebih dahulu. "Ayah, tidakkah Ayah sadar orang yang tengah Ayah bicarakan adalah ibuku? Dia istri ayah. Istri pertama Ayah. Dialah wanita yang menemani pe

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 225 KEKACAUAN OLEH IBUKU

    Sepulang dari membereskan berkas-berkas yang memang harus disiapkan pasca mutasi, aku tak kunjung menemui Ibu di rumah. Asisten rumah tangga yang bekerja di rumahku pun tak tahu kemana perginya wanita itu. Berulang kali kuhubungi ponselnya tak ada tanda-tanda ibu mengangkat panggilannya. Terpaksa aku hubungi Ayah bermaksud menanyakan keberadaan Ibu. Meskipun kenyataannya justru aku mendapatkan jawaban yang membuatku bereaksi keras. "Maaf, Soraya. Ayah belum pulang seharian ini. Mungkin nanti malam baru pulang. Adikmu sakit, dia harus dirawat di rumah sakit." Sial! Lagi-lagi ayahku menyebut anak hasil perselingkuhannya itu sebagai adikku tanpa rasa malu. Telingaku berdengung rasanya mendengar Ayah yang amat peduli dengan anak itu. "Yah. Tapi Ibu belum pulang dari pagi!"Tak ada tanggapan apapun sebelum akhirnya Ayah memutuskan panggilanku. Aku benar-benar kecewa pada laki-laki itu. Pantas saja Ibu sefrustasi ini. Sekali lagi kuhubungi Ibu dan hasilnya tetap nihil. Aku benar-bena

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 224 LEKASLAH BERCERAI!

    Rahang kokoh Ayah makin mengeras saat aku duduk berhadapan dengannya di meja makan. Ibu tak ada di antara kami. Dia langsung menuju ke kamarnya dan tak keluar lagi setelah kepulangannya dari hotel. "Apakah kau dan ibumu yang melakukannya?" tanya Ayah dengan suara baritonnya. Bukan suatu pertanyaan biasa, lebih pada sebuah penghakiman. Cinta laki-laki itu terhadap wanita selingkuhannya telah berhasil membuatnya sedingin itu terhadapku. Kutarik napas dalam-dalam. Pantas saja Ibu sakit hati, nyatanya ayah sudah mulai melalaikan perasaan kami, orang-orang yang selama ini mendukung kariernya. "Apakah Ayah sengaja pulang lebih awal dari biasanya hanya karena ingin menghakimi kami?" Kutatap wajah itu lekat-lekat. Ayah mengusap wajahnya dengan kasar. Kepulan asap dari tembakau yang dihisapnya makin menambah kesan dingin di tengah-tengah perbincangan kami. "Bahkan Linda tidak berbicara apapun setelah kepulangannya. Dia langsung menuju ke arah adikmu karena terlampau mengkhawatirkan anakny

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 223

    Lututku lemas seketika. Ibu membiatku tergidik ngeri. Buru-buru kututup pintu kembali agar tak terlihat dari luar apa yang tengah terjadi di ruangan yang cukup luas ini. "Astaga, Ibu! Apakah Ibu sudah gila?" Aku menarik tangan Ibu yang tengah mendongakkan wajah wanita yang sudah terlihat ketakutan itu. Tak ada lagi tatapan penuh cinta wanita yang pernah melahirkanku ke dunia. Ibu berubah amat mengerikan. Bahkan aku hampir tak mengenali wanita yang tak pernah berbuat kasar ini. "Bu, Ibu akan mendapatkan masalah. Jangan bertindak bodoh. Negara ini negara hukum, Bu!" Kucoba menyadarkan Ibu agar menghentikan aksinya. Aku beringsut mundur saat kudapati tumpukan rambut yang kusadari itu rambut wanita selingkuhan Ayah yang kuyakin dipangkas paksa oleh Ibu. Gunting berwarna hitam terletak di dekat kaki wanita itu. "Tenang saja. Ibu hanya sedikit bermain-main.""Bu! Kumohon. Hentikan. Aku tak ingin Ibu berurusan dengan polisi. Kumohon, Bu. Ini salah!" Aku memohon pada Ibu sekali lagi. Sa

DMCA.com Protection Status