Hari ini Mas Rafli berpamitan untuk meninjau salah satu proyeknya di kabupaten sebelah. Pagi hari dia sudah berpakaian rapi, makanan untuk sarapannya pun sudah kusiapkan. Aku pun sudah izin padanya untuk pergi ke restoran setelah satu minggu ini di rumah. Rasanya sudah rindu mencium bau wajan yang dipakai berulang kali hingga menimbulkan sensasi gosong. Atau bau asap yang menyeruak dari tempat pemanggang ayam. Kugendong Zoya yang kali ini juga akan kubawa ke restoran. Kaget tak karuan ketika langkahku menuju ke ruang tamu. Aku melihat mantan suamiku duduk di atas sofa kami. Kuturunkan Zoya dengan perlahan. Pergelangan tangannya kupegang cukup kencang. Mengingat chat yang dikirimkan pada Mas Rafli beberapa malam yang lalu, aku bergidik ngeri membayangkan anakku berada di dekat laki-laki ini. Tak kuizinkan laki-laki ini menyentuh anakku. "Zoya… sini Sayang. Ayah bawa mainan." Dia memberikan paper bag warna biru muda dengan aksen bunga lili pada anakku. Zoya menatapku, meminta persetuj
Tak Terduga Hari ini Mas Rafli mengajakku makan malam di restoran seafood yang cukup terkenal di kota kami. Ayah dan ibu tak bersedia ikut, begitu pun dengan anak-anak. Mereka memilih tinggal bersama orang tuaku di rumah. Mas Rafli menggenggam tanganku hingga menemukan meja yang cocok. Restoran tersebut cukup ramai, hingga kami memilih duduk di bagian luar supaya lebih lega."Mas. Sudah ketemu informasi soal wanita yang kemarin ribut sama Soraya?" tanyaku pada Mas Rafli yang kali ini terlihat segar dengan warna kaos melon yang dia kenakan. "Hmm… penasaran banget. Apalagi kemarin sang mantan ngapel ke rumah ya pagi-pagi? Pinteran amat ya si Galih. Ke rumah saat aku sudah pergi." Suamiku menampakkan wajah dibuat kesal yang justru membuatku terkekeh. Kucubit pelan pinggangnya hingga dia kembali menggenggam erat tanganku. Aku sedikit tersipu, mengingat usia yang tak lagi muda hingga tak percaya diri memamerkan kemesraan di depan banyak orang. "Serius. Sebenarnya kalau kemarin kami se
"Begini kelakuan Bapak dan Ibu? Licik sekali kalian berdua! Tega-teganya berkhianat padaku. Apakah kalian berdua tak ingat, bagaimana aku meyakinkan kedua orang tuaku saat itu? Aku meyakinkan mereka mengenai status Mas Galih yang masih punya anak istri agar mereka mau mengizinkanku berhubungan dengan anak kalian. Aku sampai berbohong, Vinda tak becus menjadi istri hingga layak diceraikan. Bahkan foto editannya dengan seorang pria yang kalian buat berhasil menipu kedua orang tuaku. Sekarang…setelah semuanya kalian dapatkan, aku dikhianati seperti ini? Jangan egois kalian!" Teriakan Soraya membuatku menutup mulut. Akhirnya kebusukan satu keluarga itu kuketahui. Aku memang sangat heran, bagaimana mungkin orang tua mengizinkan anak perempuan mereka masuk dalam kehidupan rumah tangga orang seperti itu? Jadi mereka memfitnahku sekeji itu? Mas Rafli meraih tanganku dan memberi kekuatan lewat genggaman tangannya. Jarak duduk kami dan keluarga Mas Galih memang tak terlalu jauh, jadi wajar s
Pembelaan Ibu Mertua"Dasar sampaaahhh!" Teriakan Bu Mirna membuatku yang sedang merekap pembukuan terkesiap kaget. Aku yang tak siap dengan kedatangannya juga harus merasakan tamparannya yang begitu menyakitkan di pipiku. Beberapa orang yang ada di restoran mendekat ke arah kami. Beruntung bukan jam makan siang, jadi kerumunan itu masih bisa dikendalikan. "Apa-apaan kau ini, Bu?" tanyaku sambil memegangi pipi yang juga terasa panas. Wanita di depanku nampak melotot menampakkan suasana hatinya yang panas. "Kau! Gara-gara kau! Anakku mendapat kesialan seperti ini! Harusnya kau tak egois, Vinda! Anakku satu-satunya harus menanggung derita akibat sifat keserakahanmu! Dasar pembawa siaal!" teriaknya lagi. Bahkan aku tak tahu apa yang sedang dia bicarakan. Mengapa dia seolah menyalahkanku?"Tolong. Jelaskan apa yang sedang Anda biacarakan! Saya benar-benar tak tahu apa yang sedang terjadi. Mengapa Anda datang dengan tiba-tiba dan langsung menamparku?" "Gara-gara kamu yang tidak mau meny
"Dasar wanita tak berpendidikan! Aku menyesal Galih dulu menikah denganmu hingga membuat segala urusanku menjadi rumit seperti ini! Wanita sial*n!" Bu Mirna merangsek dan hampir menyerangku lagi. "Sekali lagi kau melangkah, maka kupatahkan tanganmu!" Sebuah teriakan dari arah pintu masuk terdengar cukup lantang. Ibu mertua sudah berdiri di sana dengan tatapan angkuh ke arah Bu Mirna. Mas Rafli berlari kecil di belakangnya. Suamiku langsung mendekat ke arahku. "Kau tak apa-apa?" tanyanya dengan penuh kekhawatiran. Perhatiannya itu membuat Bu Mirna menatapku dengan tatapan merendahkan. "Kau pun akan menyesal menikahi wanita seperti dia! Aku pastikan itu!" teriaknya lagi. "Rupanya mantan mertua gagal move on ini masih mengganggumu, Vin? Ngomong-ngomong saya sudah melihat video tentang keluarga Anda yang dilabrak menantu sahmu di restoran seafood. Ramai sekali di facebook. Rupanya Anda masih punya muka untuk menampakkan wajah di depan banyak orang? Berani pula Anda meneriaki menantuk
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karir (84) Bertemu Wita (1)Aku sampai di halaman rumah ibu mertuaku yang luas. Kulihat wajah sumringah ibu yang semangat mendekati mobilku. Setelah mencium tangannya penuh takzim, anak-anak pun mengikuti langkahku. "Eyang duduk di depan sama Zoya. Kakak di belakang ya?" ucapku pada Zayn yang tadi menemani adiknya di depan. "Vinda. Temani Ibu ke butik Dina dulu ya. Pengin ambil baju buat acara ariana keluarga." Aku mengangguk pelan. Rasanya ada yang menyentil di dalam hatiku. Untuk pergi ke ariana keluarga saja ibu harus memesan baju di butik Kak Dina. Ya… begitulah kadang kebiasaan orang kaya memang serasa tak masuk akal bagi orang sederhana sepertiku. "Jarang-jarang ketemu sama mereka. Kali ini Ibu berani datang setelah sekian lama mangkir. Kamu tahu kenapa?" tanyanya dengan senyuman mengembang. Bahkan di usianya yang sudah matang ibu mertuaku masih terlihat begitu segar dan cantik. Aku menggeleng mendengar pertanyaannya. "Tentu saja sekarang ak
Bertemu Wita (2)Setelah mengambil baju di butik Kak Dina, aku melajukan mobil lagi ke arah pusat perbelanjaan terbesar di kotaku. Ibu langsung memilih wahana bermain anak yang pasti langsung disambut baik anak-anakku. Hampir dua jam kami di sana, Anak-anak sudah keliatan puas dan mengeluh sudah lapar. Aku mengajak mereka ke food court yang terletak di lantai paling atas. Sengaja kupilih menggunakn lift agar ibu tak terlalu lelah. "Pulangnya mampir ke lantai tiga ya. Lipstik punya Ibu habis." Aku mengangguk mendengar permintaan ibu mertua. Pilihan kami di food court adalah gerai makanan Jepang. Setelah waitress menyodorkan menu, aku menawarkan beberapa makanan untuk anak-anak. Pilihan jatuh pada tempura untuk ketiga anakku. Aku dan ibu mertua sendiri memilih mie ramen yang sudah kubayangkan kelezatan kuahnya."Ibu?" seru seorang wanita dari meja yang terletak tepat di sebelah kami. Ibu terlihat kaget mendapati wanita cantik dengan setelan kerja dan blazer warna hitam tersenyum di
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karir (86) Cinta Ibu Mertua 1Aku sudah mematut diri di depan cermin kamarku. Baju brukat warna toska yang ibu mertuaku pesankan dari butik Kak Dina nampak cocok di tubuhku. Mas Rafli berkali-kali memujiku. Dia berkata warna baju yang kukenakan sangat cocok dengan kulitku. "Cantik sekali istriku… ," ucapnya sambil memelukku dari belakang. Bahkan dia menenggelamkan kepalanya di pundakku. Kuusap pipinya yang sedikit kasar karena tumbuhnya jambang di sana. "Mas. Jangan mendekatiku kalau jambangmu masih begini, ya. Aku tak suka." Mas Rafli terkekeh melihat ekspresiku. "Kenapa? Bukannya wanita akan sangat tergoda saat lelakinya dalam fase tumbuh jambang seperti ini?" Dia menggelitiki pinggangku hingga aku berbalik menatap ke arahnya. Kulihat senyumnya yang sangat menawan tersungging di depanku. Luar biasa sekali ciptaan Tuhan yang satu ini! " Pokoknya jangan, Mas. Aku geli," ucapku jujur. Mas Rafli mencubit cuping hidungku hingga aku mengaduh. Meski tak