Share

BAB 178

Penulis: Yuli Sutarni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku menggelengkan kepala membayangkan hal menakutkan terjadi. Benar-benar aku takut hingga sentuhan Mas Rafli di kedua pundakku cukup membuatku bereaksi kaget. Aku hampir memelintir tangan kekar itu jika tak cepat-cepat mengingat bahwa aku memiliki suami dirinya.

"Apa yang kau pikirkan? Kau tak ingin membaginya denganku?"

Aku menggelengkan kepala dan menjauhi tubuhnya.

"Vinda. Apakah kau tak suka dengan kesibukanku akhir-akhir ini mengurusi kasus Dewi?" Pertanyaan bodoh itu sedikit membuatku tersinggung. Tentu saja aku tak keberatan, terlebih Dewi sudah menunjukkan sikap baiknya padaku. Sebagai sesama wanita aku paham dengan penderitaannya. Aku paham bahwa melalui semua ini sendiri akan sangat sulit. Dukungan dari keluarga sangat dibutuhkan, apalagi ada putri mereka yang sangat bergantung pada sang ayah.

"Mas. Aku hanya lelah. Aku butuh rehat. Rasanya kehamilanku yang ketiga ini membuatku sedikit kepayahan. Atau memang aku yang terlalu manja. Tidak seperti kehamilan pertama dan kedu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 179

    ENDINGTerima Kasih, CintaKutatap wanita berhijab panjang berwarna abu-abu yang tengah menggendong anakku Zafran. Ditimangnya berulang kali sambil berceloteh riang melihat perkembangan anakku. Ya… Anakku yang kini belum genap berusaha sembilan bulan tengah digendong oleh tantenya, Dewi. Aku tersenyum haru melihat perubahan demi perubahan yang terjadi pada adik iparku itu. Jika tadinya Dewi hanya sekedar menutup auratnya saat berpakaian, kini dia benar-benar tak mempersilahkan laki-laki yang bukan mahramnya melihat lekuk tubuhnya. Pakaian syar'i yang dia kenakan sangat sejalan dengan sang suami, Ardan. Laki-laki itu nampak lebih baik sekembalinya dari penjara. Khayal memang, tak semua wanita menerima suaminya kembali yang bisa dibilang cacat moral. Dari Dewi aku belajar tentang kerendahan hati yang dia tunjukkan saat memaafkan Ardan. Bukan bodoh bertahan dengan suami yang sudah menghianati, tetapi memberi kesempatan pada orang yang sudah berubah pun tidak menjadi masalah. Tentu saj

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 180

    Aku mengangguk. Kulihat Mas Rafli memeluk Ardan dan menepuk punggungnya. Entah apa yang dibicarakan kedua laki-laki itu. Sorot mata Mas Rafli tak bisa menyembunyikan rasa bangga sekaligus kekaguman pada adik iparnya. Laki-laki yang kini memutuskan membuka toko itu terlihat lebih dewasa dari sebelumnya. Aku menggendong Zafran dan Mas Rafli menuntun Zoya kami ke depan. Kami mengantar kepergian Dewi dan keluarganya hingga menaiki mobil. Tak lama, mobil sedan yang dikendarai Ardan melaju perlahan meninggalkan halaman rumah kami. Aku dan Mas Rafli terdiam, larut dalam pemikiran masing-masing. Kudengar embusan napas perlahan dari suamiku. Kulihat wajahnya yang memancarkan kebahagiaan melepas adik perempuan yang kini hidup sangat bahagia. Jika kakaknya saja bahagia luar biasa, apalagi ibu. Aku yakin Dewi yang kuat dan cerdas itu menuruni sifat ibu mertuaku. Dewi terbiasa sejak kecil melihat betapa kuat wanita yang telah melahirkan suamiku ke dunia ini. Didikan dari ibunya yang penuh kasih

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 181 EKTRA PART

    EKSTRA PART ( Kami Membutuhkanmu, Mas)Dengkuran halus Mas Rafli sampai di telingaku. Jam di dinding yang menghadap langsung ke arah tempat tidur sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Dia hanya bangun sebentar untuk menunaikan salat subuh kemudian melanjutkan kembali tidurnya. Mas Rafli pulang hampir jam satu dini hari setelah meninjau proyek pembangunan swalayan yang akhir-akhir ini kudengar sedikit bermasalah. Aku mengetahui pembangunan tersebut bermasalah bukan darinya langsung, melainkan aku yang sempat mendengarnya secara tak sengaja saat dia tengah berbicara dengan orang kepercayaannya. Pantas saja wajahnya itu terlihat amat kelelahan. Bahkan dengkurannya pun bisa menunjukkan betapa letihnya dia menghadapi permasalahannya tanpa berniat membagikannya denganku. Terkadang aku membenci sifatnya yang satu itu. Entah karena khawatir dengan kondisi diriku yang menurutnya rawan stres akibat memiliki bayi kecil dan kakak-kakaknya yang masih membutuhkan ibunya, atau memang dia tak memp

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 182

    Laki-laki itu menghentikan gerakan tangannya yang tengah mengeringkan rambutnya. “Lagi?” tanyanya dengan suara heran. Ya, Ibu memang baru dua hari yang lalu kemari. Pantas saja lelaki itu menampilkan wajahnya yang lucu. “Mas….”“Minta saja dia pindah kemari. Malah kalau bisa tidur di kamar kita, menggantikan posisiku tidur bersama kau dan Zafran,” ujarnya dengan suara menggerutu. Aku tersenyum. Ekspresi wajahnya benar-benar lucu. “Namanya juga baru punya cucu, Mas. Nggak boleh seperti itu. Nanti dia tersinggung,” jawabku sambil berlalu. Namun baru saja akan keluar, laki-laki itu meraih pinggangku hingga membuat gerakanku terkunci seketika. “Mumpung ada Ibu, ada yang jaga Zoya dan Zafran. Kau di sini, temani Mas.” Deru napas lelaki itu menerpa telingaku. Aku sedikit menjauhkan tubuhku darinya. “Maafkan aku, Vinda. Akhir-akhir ini aku terlampau sibuk. Banyak sekali hal yang harus kuselesaikan.” Wajah yang semula penuh senyum itu perlahan memudar. Sorot wajahnya terlihat serius. Kua

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 183

    "Kan… Apa kubilang. Mas terlalu memikirkan orang lain. Mas Rafli orang yang amat penyayang pada siapapun. Tetapi tak bisakah kau menyayangi dirimu sendiri? Tidakkah Mas kasihan padaku dan anak-anak?" "Sayang….""Kalau Mas terus-menerus seperti ini maka secara tak langsung Mas Rafli sudah mendzolimi istri dan anak-anakmu."Laki-laki itu tercekat. Kalimatku berhasil menyentil dirinya. "Mas terlalu sibuk mengumpulkan pundi-pundi uang. Memang uang itu untuk kami. Tapi waktu yang Mas berikan menjadi terpangkas. Bisakah Mas memikirkan sampai ke arah sana?" Wajah itu bersemu merah. Kurasa dia tengah menahan malu akibat kuungkit semua ini. "Saatnya meredakan beban pikiran. Saatnya merefresh pikiran. Saatnya Mas beristirahat. Luangkan waktu bermain dengan anak-anak. Kau tahu, bahkan Zoya berkali-kali kecewa mendapati ayahnya tak berada di kamar sesuai prediksinya. Mas sadar berapa lama Mas sibuk mengurusi proyek ini?" Mas Rafli menatapku dalam-dalam. Aku tersenyum sambil menunjukkan angka

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 184

    Tentang Soraya "Jadi Mas memilih mundur dari proyek itu?" tanyaku pada Mas Rafli yang tengah menikmati sarapan nasi ayam mentega yang kumasak. Laki-laki yang tak suka rasa pedas itu menjadikan makanan tersebut sebagai salah satu menu favoritnya."Sepertinya iya. Mas tidak ingin memperjuangkan sesuatu yang sudah terlihat tak mungkin diperjuangkan dari awalnya." Laki-laki itu menjawab dengan keyakinan yang terpancar jelas dari wajahnya. Aku mengangguk paham. Memang keluarga Wita tak akan mudah ditaklukkan. Bahkan setelah wanita itu tiada, beberapa kali kami sempat bertemu dan mereka masih saja menampakkan wajah tak bersahabat. Kami tak mempermasalahkannya. Selagi tak mengusik kenyamanan keluargaku, semuanya tak perlu dipikirkan. "Mas ingin rehat sebentar. Kebetulan ada beberapa proyek yang dalam proses finishing. Sepertinya aku bisa meninggalkannya sebentar agar kita bisa menghabiskan waktu untuk berlibur. Kau setuju dengan usulku?" Mas Rafli yang selesai menyantap makanannya meraih

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 185

    "Jadi tolong, kalian berdua awasi adikmu bermain. Zoya sungguh tak bisa diam. Dia tak akan pernah betah berlama-lama bermain satu permainan saja." Entah sudah berapa kali aku memperingatkan Zayn dan Ziyan tentang adiknya. Sementara anak yang sedang kami bicarakan tidur dengan santainya di tengah-tengah kakaknya.Pipi gembul anak itu terlihat bersemu merah. Lucu sekali melihatnya tidur seperti ini. "Jangan sampai lengah. Ayah dan Bunda akan tetap mengawasi kalian," lanjutkan yang langsung ditanggapi dengan anggukan kepala. Kudengar suara tawa lirih Mas Rafli. "Kau terlalu berlebihan, Bun. Sepertinya kau ketakutan sekali Zoya akan lepas kendali." Laki-laki itu tertawa lagi sambil menggelengkan kepala. "Yah, kita tahu Zoya seperti apa. Dia tak pernah kehabisan tenaga sama sekali," jawabku sambil memajukan bibirku. "Tenang saja. Aku akan jaga tuan putri kita dengan baik." Mas Rafli mengalah. Dia tak ingin berdebat lagi denganku. Zoya memang terlihat istimewa, terlebih dia anak pere

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 186

    Jantungku berdetak tak karuan. Benar sekali dugaanku. Orang yang berada di belakangku memang Soraya. Dia … wanita yang bertahun-tahun yang lalu membuat hidupku berantakan. "No. Jangan salah sangka. Aku kemari memang karena ingin memutuskan semuanya. Aku tak bisa lagi menjalin kedekatan ini. Aku tak ingin merampas kebahagiaan Mbak Cintya dengan anak-anak kalian." Tawa dari sang lelaki meledak. Terdengar cukup mengintimidasi. Sungguh, ingin sekali aku pergi. Beruntung sekat sebatas kepala tetap membuat tempat dudukku kini tak terlihat dari arah sebelah. "Kau sungguh terlihat tak biasa. Kau sedang main-main denganku? Ingat, Soraya. Pantang bagi seorang Aryasatya bergerak mundur. Kemana saja selama ini jika kau bilang tak ingin merampas kebahagiaan Cintya dan anak-anakku? Bahkan kau sudah dianggap adik oleh istriku. Kau lebih lama mengenalnya daripada mengenalku. Seharusnya kau berpikir baik-baik sebelum mendekatiku seperti lintah! Bahkan kau orang pertama yang mampu melihat bagaimana

Bab terbaru

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 231 PERNIKAHAN

    PERNIKAHAN Pernikahan yang cukup sederhana itu digelar di halaman belakang rumah Soraya yang megah. Tak ada pesta seperti kebanyakan orang dari kalangan atas, kali ini yang terlihat justru kesakralan yang tidak dapat disangkal oleh siapapun. Soraya mengenakan baju pengantin berwarna putih dengan penutup kepala yang terlihat cantik menutupi rambutnya. Wanita itu tersenyum hangat pada kerabat yang datang menemuinya untuk memberi selamat.Tak ada keangkuhan sama sekali dari wajahnya. Wanita itu seolah terlahir sebagai sosok yang baru dalam kehidupannya. Sang Ibu, berkali-kali menyusut air mata yang mengalir tanpa henti di pipi. Dia tak menyangka anaknya akan menemukan tambatan hati dengan cara yang tak terduga sebelumnya.Laki-laki yang kini duduk sambil menggenggam tangannya itu pun terlihat bahagia. Salman, laki-laki yang merupakan teman sekolah anaknya saat duduk di bangku SMA itu ternyata diam-diam menyimpan perasaan khusus pada Soraya. Dokter yang pernah merawat luka-luka Soraya sa

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 230 SALMAN

    SALMAN "Apakah aku menganggu?" "Langsung saja. Kau membuntutiku? Bagaimana bisa kau tahu aku di sini sedangkan aku tak memberitahu siapapun." Kuberanikan membalas tatapannya. Aku ingin mendengar jawaban darinya. Kota ini luas. Amat luas. Itulah yang membuatku yakin bahwa pertemuan kami kali ini bukanlah sebuah kebetulan. Amat sangat dipaksakan jika aku percaya seandainya Salman beralasan bahwa kedatangannya ke kafe ini hanya sebuah kebetulan semata. "Aku tidak suka dibuntuti seperti ini. Jangan beralasan bahwa kedatanganmu kemari hanya sebuah kebetulan. Aku tidak sebodoh itu ,dokter Salman." Sengaja kutekan kata 'dokter Salman' di akhir kalimatku. Kami memang berteman sudah cukup lama. Meski selepas Sekolah menengah atas aku tak pernah tahu lagi bagaimana kabarnya. Pertemuan kami diawali kembali sejak dia sudah bertugas sebagai seorang dokter di rumah sakit yang kudatangi. Sejak itulah aku seringkali bertemu dengannya. "Kenapa tak balas pesan dariku? Kau hanya membacanya tanpa be

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 229 MENEPI

    MENEPI Perceraian Ayah dan Ibu membuat kabar mengejutkan semua orang. Siapa yang tak mengenal ayah, dia anggota dewan yang cukup disegani di kota ini. Bahkan dia sudah bersiap mencalonkan di bursa pemilihan kepala daerah tahun besok. Berita tersebut mewarnai pemberitaan lokal kota ini. Aku tak ambil pusing lagi. Penghianatan Ayah sudah tak bisa dimaafkan. Bagaimana dia setelah ini, aku berusaha tak peduli. Itu urusannya bersama Linda. Wanita yang dia gadang-gadang sebagai wanita idaman yang sesuai dengan impiannya. Aku hanya berkewajiban menjaga Ibu agar kejiwaannya tidak terguncang akibat perceraian ini. Sementara hidupku, aku sudah mulai menerima kenyataan bahwa sekolahku sungguh berbeda dengan sekolahku sebelumnya. Aku terbiasa melihat anak-anak berlarian saat guru sudah ada di dalam ruangan.Aku mulai berdamai dan bertekad memperbaiki hidupku. Aku belajar dari kesalahan-kesalahanku. Aku tak ingin mengulangi semua itu. Sekali waktu aku masih mendengar bagaimana kabar orang-ora

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 228 DUKUNGAN

    “Apapun itu, Soraya. Aku tetap mendukungmu untuk meminta kedua orangtuamu berpisah. Mereka tak akan menjadi keluarga yang utuh, terlebih ayahmu amat menyayangi wanita itu. Ada anak pula di antara mereka. Aku hanya kasihan pada ibumu jika terus-menerus bertahan dalam pernikahan yang sudah tak sejalan.” Akhirnya Kiran mengurai pendapatnya yang sama denganku. Wanita itu menatapku lekat-lekat. “Dukunglah ibumu, Soraya. Kau memang gagal menjadi wanita dan istri yang baik, tetapi aku yakin kau tak akan pernah gagal menjadi anak yang baik untuk kedua orangtuamu.” Hatiku bergetar mendengar kalimat bijak Kiran. Benar, aku memang sudah gagal menjadi seorang wanita. Aku gagal menjaga dan mempertahankan harga diri. Saat menjadi istri Mas Galih pun aku jauh dari kata sempurna. Aku pun mendapatkannya dengan cara yang amat hina. Bodohnya lagi, aku pun mengulangi hal yang sama terhadap Mas Arya dan Mbak Cintya. Aku berusaha menghancurkan rumah tangga mereka meski awalnya aku tak berniat sampai ke

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 227 RAHASIA LINDA

    Aku sudah mewanti-wanti pada ARTku agar tak memberi akses Ibu keluar rumah dengan alasan apapun. Dari semalam wanita itu bungkam tak menjawab semua pertanyaan dariku. Aku sungguh khawatir dia akan melakukan hal yang membahayakan dirinya lagi. Aku juga khawatir dia tengah menyiapkan rencana untuk membalas dendam pada Ayah dan istri mudanya. Kupakai sweater warna coklat yang kurasa cocok dengan acara pertemuanku dengan Kiran sore ini. Rintik hujan di luar tak menghalangi niatku untuk untuk segera bertemu dengan temanku itu. Beberapa saat yang lalu Kiran sudah mengabari bahwa dia sudah sampai di kafe baru yang sudah kami sepakati. Ada hal yang sudah kutugaskan untuknya dan kali ini saatnya dia memberikan laporan. Segila apapun dia, aku tahu untuk hal-hal tertentu dia cukup bisa diandalkan. Tak butuh waktu lama, aku sudah berhasil sampai di parkiran kafe. Entah efek gerimis yang membuat beberapa orang malas keluar atau memang kebetulan sedang sepi hingga membuatku tak perlu mencari pa

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 226 PERTOLONGAN SALMAN

    Salman membantuku membawa Ibu ke mobil. Laki-laki itu sigap saat melihat Ibu terlihat lemah tak berdaya setelah pengusiran yang dilakukan Ayah. Tadinya aku hampir meledak menanggapi kata-kata kasar dari Ayah untuk ibuku. Tetapi kesadaranku bahwa rumah sakit ini butuh ketenangan, aku mengurungkan niatku. Apalagi Ibu memang pihak yang bersalah dalam hal ini. Semarah apapun dia,tak seharusnya dia menyerang Linda dan mengacau di tempat anak wanita itu dan ayah dirawat. "Pastikan dia aman di rumah dan tidak bepergian. Ayah khawatir dia akan mengulangi hal ini. Ingat, Soraya. Mudah sekali pencari berita menjadikan ini sebagai bahan untuk gorengan mereka di media. Ayah tak akan memaafkan Ibumu jika hal ini sampai terjadi." Aku menghentikan langkah dan memutar tubuhku. Kubiarkan Salman mengambil alih wanita itu dan membawanya keluar terlebih dahulu. "Ayah, tidakkah Ayah sadar orang yang tengah Ayah bicarakan adalah ibuku? Dia istri ayah. Istri pertama Ayah. Dialah wanita yang menemani pe

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 225 KEKACAUAN OLEH IBUKU

    Sepulang dari membereskan berkas-berkas yang memang harus disiapkan pasca mutasi, aku tak kunjung menemui Ibu di rumah. Asisten rumah tangga yang bekerja di rumahku pun tak tahu kemana perginya wanita itu. Berulang kali kuhubungi ponselnya tak ada tanda-tanda ibu mengangkat panggilannya. Terpaksa aku hubungi Ayah bermaksud menanyakan keberadaan Ibu. Meskipun kenyataannya justru aku mendapatkan jawaban yang membuatku bereaksi keras. "Maaf, Soraya. Ayah belum pulang seharian ini. Mungkin nanti malam baru pulang. Adikmu sakit, dia harus dirawat di rumah sakit." Sial! Lagi-lagi ayahku menyebut anak hasil perselingkuhannya itu sebagai adikku tanpa rasa malu. Telingaku berdengung rasanya mendengar Ayah yang amat peduli dengan anak itu. "Yah. Tapi Ibu belum pulang dari pagi!"Tak ada tanggapan apapun sebelum akhirnya Ayah memutuskan panggilanku. Aku benar-benar kecewa pada laki-laki itu. Pantas saja Ibu sefrustasi ini. Sekali lagi kuhubungi Ibu dan hasilnya tetap nihil. Aku benar-bena

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 224 LEKASLAH BERCERAI!

    Rahang kokoh Ayah makin mengeras saat aku duduk berhadapan dengannya di meja makan. Ibu tak ada di antara kami. Dia langsung menuju ke kamarnya dan tak keluar lagi setelah kepulangannya dari hotel. "Apakah kau dan ibumu yang melakukannya?" tanya Ayah dengan suara baritonnya. Bukan suatu pertanyaan biasa, lebih pada sebuah penghakiman. Cinta laki-laki itu terhadap wanita selingkuhannya telah berhasil membuatnya sedingin itu terhadapku. Kutarik napas dalam-dalam. Pantas saja Ibu sakit hati, nyatanya ayah sudah mulai melalaikan perasaan kami, orang-orang yang selama ini mendukung kariernya. "Apakah Ayah sengaja pulang lebih awal dari biasanya hanya karena ingin menghakimi kami?" Kutatap wajah itu lekat-lekat. Ayah mengusap wajahnya dengan kasar. Kepulan asap dari tembakau yang dihisapnya makin menambah kesan dingin di tengah-tengah perbincangan kami. "Bahkan Linda tidak berbicara apapun setelah kepulangannya. Dia langsung menuju ke arah adikmu karena terlampau mengkhawatirkan anakny

  • Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier    BAB 223

    Lututku lemas seketika. Ibu membiatku tergidik ngeri. Buru-buru kututup pintu kembali agar tak terlihat dari luar apa yang tengah terjadi di ruangan yang cukup luas ini. "Astaga, Ibu! Apakah Ibu sudah gila?" Aku menarik tangan Ibu yang tengah mendongakkan wajah wanita yang sudah terlihat ketakutan itu. Tak ada lagi tatapan penuh cinta wanita yang pernah melahirkanku ke dunia. Ibu berubah amat mengerikan. Bahkan aku hampir tak mengenali wanita yang tak pernah berbuat kasar ini. "Bu, Ibu akan mendapatkan masalah. Jangan bertindak bodoh. Negara ini negara hukum, Bu!" Kucoba menyadarkan Ibu agar menghentikan aksinya. Aku beringsut mundur saat kudapati tumpukan rambut yang kusadari itu rambut wanita selingkuhan Ayah yang kuyakin dipangkas paksa oleh Ibu. Gunting berwarna hitam terletak di dekat kaki wanita itu. "Tenang saja. Ibu hanya sedikit bermain-main.""Bu! Kumohon. Hentikan. Aku tak ingin Ibu berurusan dengan polisi. Kumohon, Bu. Ini salah!" Aku memohon pada Ibu sekali lagi. Sa

DMCA.com Protection Status