Memberitahu DewiIbu mengatupkan rahangnya rapat-rapat. Aku dan Mas Rafli memutuskan memberi tahu ibu secepatnya. Kami tahu tipikal ibu, dia akan makin marah jika mengetahui informasi perselingkuhan Ardan dan Silvi dari orang lain. Bisa ditebak bagaiman reaksi wanita itu, dalam diamnya dia menyimpan murka yang siap meledak. Aku saja yang menantu dibelanya sampai titik darah penghabisan, apalagi putri bungsunya. Anak perempuan satu-satunya yang dia miliki. Aku tak tahu rencana apa yang dia miliki, yang pasti Ardan ataupun Silvi berada di fase tidak aman. Aku yakin mereka berdua tak akan tenang setelah ibu mengetahui kebusukkan mereka. Mata ibu menatap datar ke arah depan. Dia tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya lagi. Tangannya meremas ujung sofa warna krem yang didudukinya. Berkali-kali dia terlihat kesulitan menarik napasnya. Tak mudah menerima kenyataan ini, hanya saja tak ada alasan lain selain menghadapinya. Meski Dewi bersikap kurang baik padaku akhir-akhir ini, aku yakin sep
Deg. Hatiku memanas seketika mendengar tuduhannya. Meski bukan kali pertama, namun rasa yang ditimbulkannya tak pernah gagal membuatku sakit. Jika aku boleh jujur, aku ingin memberontak dari keadaan ini. "Jangan menuduh istriku semau mulutmu, Dewi! Dia istriku, kamu harus menghormatinya seperti kau menghormatiku!" teriak Mas Rafli cukup lantang. Aku yang dibelanya hanya bisa mengusap lengannya dengan pelan. "Aku tak ingin sikapmu makin keterlaluan. Sebagai seorang adik, kau sudah cukup memalukan!" Dewi menatap wajah kakaknya dengan mata menantang. Tak ada penyesalan dari sorot matanya."Mas. Apakah kau tak sadar, semenjak ada Mbak Vinda keadaan keluarga kita makin kacau?" Brak. Ibu melemparkan ponselnya tepat di meja. Kami bertiga cukup kaget dengan sikap kerasnya. "Lihat! Kau akan tahu mengapa kami memintamu kemari!" Ibu meminta Dewi melihat video yang sudah dikirimkan Mas Rafli padanya. Dengan tangan bergetar, dia mengambil ponsel milik ibunya. Kulihat dia mulai melihat video
Rencana DewiAku melihat Bu Maya, ibu mertua Dewi tengah memeluk tubuh ramping ibu mertuaku. Tangisnya tak terbendung sesaat setelah dia mendengar kisah perselingkuhan anaknya dan Silvi. Wanita itu meraung dan berkali-kali menepuk dadanya dengan keras. Aku sempat khawatir dia jatuh pingsan karena tak sanggup menahan beban yang pasti menghimpit dirinya. Ibu mertuaku duduk tegak dengan tatapan kosong. Wajahnya kaku, seolah percuma membuatnya melunak saat ini. Dewi yang melihat pemandangan antara ibu kandung dan mertua yang amat dicintainya itu duduk sambil memangku Tiara. Beruntung sepertinya anak itu paham dengan kondisi yang sedang terjadi. "Sungguh, Mbak Pur. Saya benar-benar tak menyangka anak yang saya besarkan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan itu akan melakukan hal sekotor itu. Saya minta maaf, saya telah gagal. Saya tak bisa mendidiknya dan membuat putrimu tersakiti olehnya. Saya minta maaf, saya tak punya muka lagi sekadar untuk menampakkan wajah di hadapanmu seperti
"Lho, ada Ibu juga?" tanya Ardan sambil mencium tangan ibunya. Dia berusaha menutupi wajah gugupnya. "Dari mana kamu, Ardan?" tanya sang ibu dingin. Ardan mengusap dahinya yang mulai berkeringat. Sementara Silvi, dia terlihat santai duduk di antara kami tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. Kedua anaknya terlihat mendekati Tiara yang masih dijaga ketat oleh ibunya. Bahkan kulihat Dewi menghalau tangan Zanita yang akan mengajak Tiara bermain. "Kebetulan pulang kerja Silvi bilang mau ke rumah ambil barang yang masih tertinggal saat liburan kemarin, tetapi di tengah perjalanan Dewi menghubungiku untuk langsung kemari, jadi… ""Jadi… apa?" Bu Maya kembali mencecar anaknya. "Jadi Silvi ikut kemari, Bu. Silvi bilang dia juga sering kemari." Ardan tertunduk memainkan kedua jemarinya. "Kau tak tahu jika pertemuan seperti ini hanya untuk anggota keluarga? Mengapa membawa orang lain? Jangan posisikan dia seolah menjadi bagian dari keluarga ini. Dia bukan siapa-siapa dan selamanya tak akan m
Keputusan Dewi"Apa? Kau bilang khilaf, Mas? Kita melakukannya berulang kali! Kau bilang servisku lebih baik dari Dewi! Dia terlalu kaku di atas ranjang! Kau ingat kata-kata itu yang selalu kau ucapkan!" Ucapan Silvi membuatku mual. Bahkan dia tak mempedulikan lagi harga dirinya. Dewi menepuk dadanya dengan kasar. Aku beringsut mendekatinya dan memberinya bahu untuk bersandar. "Lihatlah, bahkan kau berani mengatakan hal seharasia itu pada wanita ini. Kau berani memandingkan istrimu dnegan wanita lain. Kau sudah gila? Dimana nuranimu sebagai seorang suami dan ayah? Bahkan kau membuat Tiara harus bermain dengan anak pelakor ini? Kau tak takut anakmu akan sangat membencimu?" Bu Maya memberi pertanyaan yang tak mampu dijawab oleh anaknya. "Maaf, Mas. Aku sudah berkorban banyak. Bukankah konsekuensi hubungan ini sudah kita bahas berkali-kali? Bahkan Mas Dirga sudah melayangkan gugatannya untukku. Sekarang tinggal kau melakukannya untuk Dewi! Sampai kapan kita harus sembunyi-sembunyi? Ak
"Kau ingin mengatakan bahwa Zanita dan Kinan adalah anak suamiku? Begitu? Kau yakin? Barangkali kau lupa siapa lagi lelaki yang sudah berkelanan menjelajahi tubuh murahmu itu!" Silvi tersengal mendengar makian kasar dadi Dewi. Dia cukup tahu diri tak menyerang Dewi karena melihat semua orang yang ada di sana berada di pihak adik iparku itu. "Kau ingin diakui sebagai seorang istri oleh Mas Ardan?" Pertanyaan Dewi membuat kami semua menatap penuh tanya kepadanya. "Bukankah kau ingin mencicipi bagaimana rasanya menjadi nyonya Ardan Sudibyo? Kau ingin merasakan bagaimana rasanya menyandang nama besar Sudibyo?" Dewi menjeda kalimatnya sejenak." Bukankah anak pelakor sepertimu juga menginginkan pemujaan sebagai menantu keluarga terhormat?" Aku tercekat mendengar Dewi yang mulai mengungkit latar belakang keluarga Silvi. Cukup kaget setelah aku mendengar kenyataan bahwa ibunya Silvi yang seorang pelakor juga. "Bukankah ibumu yang rakus itu tak mendapat warisan apapun setelah ayahmu menin
Pilihan yang SulitKami semua terperangah dengan kalimat yang Dewi lontarkan. Apakah dia serius dengan hal itu? Dia rela dimadu oleh Ardan? "Dewi! Aku tak akan menikahi wanita rusak sepertinya!" Ardan berusaha menolak keinginan Dewi. Dia memeluk erat kaki istrinya. Tak ada yang mencegahnya melakukan itu, terlebih kami semua ingin mengetahui apa rencana Dewi selanjutnya. "Wanita rusak? Bukankah kau lebih menyukai wanita rusak ini daripada istrimu di rumah?" tanya Dewi dengan penuh sindiran. "Kau kuperbolehkan menikahinya," ucap Dewi tenang. Dia melirik ke arah ibu mertuanya yang tak kalah pucat. "Bukankah Ibu bilang akan mendepak Mas Ardan kalau dia lebih memilih Silvi dan menceraikanku? Mas Ardan keluar dari rumah hanya dengan pakaian yang melekat di tubuhnya?" Ucapan Dewi dijawab anggukan oleh sang mertua. "Aku masih punya rasa kasihan padamu, Mas. Aku tak akan membiarkanmu hidup terlunta-lunta. Kubiarkan kau menikahi Silvi tanpa harus menceraikanku. Dengan begitu kau tak akan h
"Sekali lagi kau berusaha menyakiti menantuku, kurontokkan habis gigimu itu. Kucabik wajah kemayumu agar kau tak punya keberanian lagi menampakkan wajahmu di depan banyak orang, j*lang!" Bu Maya mendorong tubuh Silvi hingga dia terduduk di sofa. Wajahnya merah padam saat melayangkan tatapannya ke wajah wanita tak tahu diri itu. "Dengarkan keputusan Dewi, karena apapun yang dia putuskan Ibu akan ikut!" Ardan tertunduk dengan lemas. "Tapi, Bu. Aku tak pernah menginginkan wanita itu! Dia menjebakku! Dia yang terus menerus menggodaku. Tolong, Bu. Bujuk Dewi. Aku tidak mau rumah tangga kami berantakan karena wanita sial*n ini!" Ardan menuding wajah Silvi dengan sangat kasar. Jika aku menjadi Silvi, sudah pasti aku tak mampu lagi menampakkan wajahku di depan orang karena begitu terhina diperlakukan seperti itu. "Kau sungguh pengecut, Mas! Aku tak menyangka kau akan bersikap seperti ini! Bahkan baru tadi pagi kita melakukannya, dan sekarang kau berkata begitu menghinaku? Kau keterlalua