“Lepaskan dia, Sam. Dia hanya ingin berterima kasih!” kataku karena melihatnya mengacungkan tiket doorprize yang di dapatnya.Setelah dilepas pria itu baru berujar dengan haru dan bahagia, “Lihat-lihat, aku dapat paket umroh sekeluarga! Sudah lama kami menabung tapi belum terkumpul juga uangnya. Terima kasih, Tuan, Terima kasih, Nyonya!” Sampai membungkuk-bungkuk pria itu berterima kasih.“Semoga sehat selalu, keluarga bahagia, dan barokah rezekinya!” ucapan-ucapan itu terus mengalir di setiap sudut tempat.Ketika seorang pelayan bertanya pada Sam bahwa masih ada sisi sovenir yang belum terbagi, aku kemudian meminta Sam memberikannya saja pada para pelayan itu.“Buat kalian saja, terima kasih ya sudah bekerja keras menyiapkan tempat dan makanan di acara ini,” ujarku yang seketika melebarkan senyum mereka.Senyum itu berubah menjadi teriakan histeris ketika salah satu sovenir pelayan itu dibuka dan isinya adalah, tulisan sebuah unit mobil .“Allahuakabar! Beneran ini, Nyonya? Saya
“Mila, selamat ulang tahun, ya?” Tika datang menghampiri, kulihat tatapannya berkaca-kaca.“Terima kasih, Tik.” Kupeluk dia dan Tika malah menangis.“Hey, ada apa?” tanyaku.“Aku ikut bahagia mendengar kenyataan bahwa Tuan Edward adalah papanya si kembar. Kenapa kamu enggak cerita sih, Mil?”Tika melepas pelukannya dan menatapku dengan protes, “Apa karena sudah menjadi Nyonya Permana kau tidak lagi mau menganggapku teman?”“Astaga, Tika! Apa-apaan sih, kamu?” kucubit lengan Tika yang bisa juga merajuk hanya karena aku tidak menceritakan tentang Ed. “Aku enggak enak saja menceritakannya, apalagi kita ketemunya pas di kantor saja ‘kan? Takut kalau ada yang dengar jadi heboh.”“Lagian kupikir kau sudah menerkanya karena Gala mirip sekali dengan papanya.”“Sebenarnya sudah ada pemikiran begitu sih, kalau Gala dan Meida memang mirip dengan Tuan Edward. Tapi aku pikir hanya sebatas jodoh saja. Lagian mana bisa banding-bandingin wajah Tuan Edward sama anak-anakmu. Lihatin beliau lama saja
Ketika aku perlahan membuka mata, kurasakan pening di kepalaku sudah mulai menghilang. Ed yang mengetahui itu langsung menghampiri dan mengambilkan minuman hangat yang sepertinya belum terlalu lama dibuat karena asapnya masih mengepul di permukaannya.“Ed, bagaimana dengan…?” aku tidak melanjutkan ucapanku karena melihat pakaianku sudah berganti.“Minum dulu.” Ed menyodorkan cangkir yang dipegangnya itu padaku.Kerongkonganku memang terasa kering, jadi kuambil cangkir itu dan meminum barang seteguk dua teguk untuk membasahinya. Aroma rempah dan mint yang melegakan membuatku sedikit tenang.“Sayang?” panggilku pada Ed agar dia mau mengatakan sesuatu padaku. Meski melihat wajahnya tenang, namun aku tidak bisa mengusir risauku.“Tenanglah, Tante Atika tadi sudah memeriksanya. Sepertinya kau memang hanya kelelahan. Jadi kau butuh bed rest beberapa hari ini.”“Oh, benarkah? Aku hanya kelelahan?” kuulangi pertanyaanku untuk memastikan.“Kata tante, besok dilihat dulu, kalau masih ngeflek k
“Ada apa, Nyonya?” tanya Nur melihatku menghampirinya dengan raut bertanya-tanya.Sayangnya kehadiran Gala dengan hoverboardnya membuatku menelan dulu pertanyaanku.“Kok belum mandi, Sayang?” ujarku pada anak lelakiku.“Gala belum mau mandi, Nyonya.” Nur mengadukan anak itu karena tidak mau menghentikan bermainnya. “Oh, jadi enggak mau pulang ke rumah kita, nih? Meida sudah cantik dan sudah mau pergi, lho. Kamu main saja di sini. Enggak usah ikut pulang, ya?” kataku pada anak itu. Gala memang sejak dulu sulit sekali kalau di suruh mandi. Ada saja alasannya.“Baiklah, Mama. Gala mau mandi!”Akhirnya mau juga dia menurut.Gala menarik lengan pengasuhnya untuk meminta dimandikan. Namun, kutahan.“Gala mandi sama Mbak saja, ya? Mama mau minta tolong sama Sus.” Kuminta pelayan di rumah menggantikan Nur memandikan Gala.Nur kembali menanyakan hal apa yang membuatku menahannya. Tapi, belum apa-apa aku sudah dibuat semakin tidak nyaman karena wanita itu menunjukan gelagat yang aneh.“Kau ki
Kulihat sekali lagi foto itu barangkali aku mengenalnya walau hanya dari postur tubuhnya. Tapi aku memang tidak mengenalinya.Kubalas pesan Tika, [Kalau kau tidak kenal, mengapa kau membiarkan dia menumpang di rumahmu?]Aku pikir Tika sudah tobat dan tidak mau lagi bermain-main dengan laki-laki yang tidak jelas. Ternyata dia malah membolehkan ada pria asing yang menginap di rumahnya, padahal dia hanya tinggal sendirian di rumah itu.[Kasihan, Mila. Dia kurus kering dan tampak pucat. Kucing liar saja aku bawa pulang untuk aku kasih makan, ini orang masa enggak aku tolong?] Aku hanya memutar bola mataku. Sekarang malah menjadi bingung karena Tika menampung orang yang kata Ed tidak perlu aku pikirkan itu.[Kenal tidak?] pesan dari Tika kembali mengusikku.[Bagaimana bisa kenal? Kau hanya mengambil gambar punggungnya]Saat itu teriakan Gala mengalihkanku. Segera kumasukan ponsel itu di tasku saja agar tidak menjadi masalah kalau Ed mengetahui hal ini.“Mama sarapan dulu, lalu minum obat
“Jadi, aku tidak…?”Tanyaku pada dokter kandungan yang saat ini sedang menggeser-geser transduser di atas perutku yang belum terlalu membuncit itu.Anak-anak tadi mendesak ikut masuk, dan kini mereka seperti orang bingung yang melihat perutku ditempel stik probe untuk memindai gelombang dari rahimku ke layar USG itu.“Kok gelap, Ma?” Meida menatap layar itu dan terlihat frustasi karena tidak melihat apapun di sana. “Mana adik bayinya?” “Meida, tadi kita sudah janji tidak berisik saat mama diperiksa. Biar bresok kita dibolehin ikut lagi.” Saudaranya mengingatkan. Ed yang juga mendampingiku hanya tersenyum mengelus rambut Gala.“Kalian mau lihat adek bayi?” Dokter itu melempar senyum pada Meida. Dia sudah selesai pemeriksaan dan menanggapi kedua si kembar yang lucu itu."Nanti ya, kalau mesin USG 4D-nya sudah datang. Duh, jaman begini kenapa juga rumah sakit ini belum sediakan alat yang lebih canggih?"Aku dan Ed tidak terlalu menanggapi masalah internal rumah sakit. Kami sudah ta
[Dia bilang tidak ingin apa-apa kecuali meminta maaf] pesan Tika di bawah gambar yang dikirimkannya itu.Aku bahkan sampai harus membesarkan foto itu untuk memperjelas gambarnya.Deg! Jantungku sesaat terpompa kencang dan bayangan masa lalu menguak kembali. Membuat tanganku sedikit bergetar hingga melempar ponsel itu ke sembarang tempat.Astaga. Bagaimana pria itu bisa muncul kembali dalam hidupku?Penampilannya sudah berbeda jauh. Pria itu tampak kurus pucat dan tak terawat. Bahkan kalau aku tidak berkali-kali memperhatikannya, aku tidak akan bisa mengenalinya. “Ada apa?” Ed yang kebetulan masuk melihatku melempar ponsel. Terlambat ketika aku hendak mengambil benda itu lagi, karena Ed lebih dulu meraihnya.Jantungku kembali berdegup lagi karena takut Ed malah akan menjadikan hal ini perkara.“A-aku tidak tahu soal itu, Ed,” ujarku yang seketika menjadi panas dingin teringat karena pria ini hubungan kami kacau. Ed menghela napas lalu mengutak-atik ponselku. Aku tidak tahu apa
Aku masih harus ke rumah Tika, jadi kuminta Kang Parto mengantar anak-anak pulang karena mereka sudah merengek. Sore hari waktu menonton serial kartun kesukaan mereka. “Nanti kalau sudah selesai, Mila akan hubungi Kang Parto,” ujarku pada Kang Parto sebelum berlalu dari halaman rumah Tika.Ketika masuk dalam rumah, aku tidak hanya melihat Tika di sana tapi beberapa anggota keluarganya juga hadir.Jadi keheranan saja, padahal yang meninggal bukanlah siapa-siapa mereka, namun keluarganya tetap datang memberi penghormatan. Termasuk Riko, sang dokter gadungan yang dulu pernah membohongiku tentang penyakit Jessica.“Jangan heran begitu, mereka tentu terkejut ada berita duka dariku. Kusampaikan saja kalau pria itu calon suamiku yang dulu meninggalkanku. Jadinya mereka datang.” jelas Tika sambil menyeretku ke kamarnya.“Sampai sebegitunya kamu sama Ramzi, Tik? padahal kamu belum tahu juga seperti apa dia.”Tika tidak mendengarku. Dia lalu mengambil sesuatu yang terbungkus kertas sampul dan
“Sayang kau dari mana?” tanyaku melihatnya datang bersama beberapa perawat.Padahal sudah ada tombol darurat yang bisa dipencet untuk memanggil mereka. Bagaimana pria ini malah keluar untuk memanggil mereka secara manual? Pasti saking paniknya tadi.Dan lagi sekarang dia malah terlihat memarahi perawat itu.“Harusnya kalian memberinya obat anti nyeri. Apa tidak tahu istri saya sampai kesakitan begitu?”“Pemberian injection anti nyeri juga harus sesuai perintah dokter, Tuan. Kami tidak berani memberikannya lagi pada Nyonya karena tadi sudah kami berikan. Nanti ada waktunya lagi,” jelas salah seorang perawat pada Ed. “Tapi istri saya kesakitan, lho!” Ed masih terlihat kukuh.Kutarik lengannya agar dia bersikap lebih santai.Ada apa dengannya? Biasanya dia cuek dan santai-santai saja. Melihatku sedikit meringis saja sudah panik begitu. “Ah maaf, Sus. Tadi hanya sensasi rasa perih di area jahitan. Tapi sekarang sudah tidak, kok. Maaf, ya? Suami saya sedikit berlebihan tadi.”***Dua har
“Sayang?” suara Ed kudengar dan aku membuka mataku menatapnya yang terlihat cemas.“Ed? Kapan selesai operasinya? Aku sudah tidak sabar ingin tahu anak-anakku,” tukasku menggenggam balik tangan yang menggenggamku itu. Ed tersenyum meski pias wajahnya tampak lelah sekali. Dia membelai rambutku dan mencium keningku.“Operasinya sudah selesai sejak tadi, Sayang. Dokter bilang kau hanya tidak tahan dengan efek obat bius yang disuntikkan padamu.”“Ya Allah, Ed. Kasihan anak-anakku tidak bisa inisiasi menyusu dini.” Aku mencoba bangkit tapi Ed menahanku.“Tenanglah, Mila. Kau baru saja dipindah dari ruang pemulihan. Jangan banyak bergerak dulu.”“Tapi bayi-bayiku?”“Kata dokter tidak apa-apa, kok. Yang penting pulihkan dulu keadaanmu.”“Iya, tapi bayi-bayiku mana, Sayang?”Aku tentu ingin melihat mereka.Bagaimana bisa aku terlelap dengan damainya, bahkan tidak bisa mendengar suara jeritan pertama buah hatiku?Padahal, bisa mendengar suara mereka pertama saat terlahir ke dunia ini adala
Aku terbangun dengan sedikit terkejut melihat sudah tidak berada di mobil lagi.Ed sudah menggendongku ke apartemennya.Ini adalah kamar pertama kali dia mengajakku ke tempatnya pasca kami menikah dulu. Saat itu aku terkejut dan sampai menendangnya hingga terjungkal ke lantai.“Kenapa senyum-senyum?” tanyanya sembari memelukku.Aku tidak tahu kalau Ed ternyata sejak tadi berbaring di sampingku dan memperhatikanku. “Aku hanya ingat saat pertama kau membawaku ke sini, Sayang.” Kumiringkan tubuhku untuk bisa menghadapnya.“Oh, benar. Apa yang membuatmu menarik senyum?”“Banyak. Tentang aku yang terkejut karena kau ternyata tinggal di tempat mewah ini sementara yang kutahu kau hanya seorang sopir truk. Juga tentang kau yang selalu curi-curi cium padaku.”Ed tertawa mendengar secuil ingatanku tentang saat-saat pertama kebersamaan kami sebagai suami istri. Tangannya sudah membelai pipiku dan menatapku dengan penuh binar cinta. Dia juga pasti berendezvous dengan masa-masa itu.“Saat itu pe
“Tante?!” ujarku antara ragu dan terkejut.Wanita itu melototiku tanpa berkedip. Membuat Ed langsung merangkulku cemas kalau-kalau wanita itu malah akan menyakitiku.Seperti biasa, saat merasa ada sesuatu yang membahayakan kami seperti ini, dua orang datang untuk mengambil tindakan. “Mila... Kamila?!” wanita itu langsung bersimpuh dan menangis di kakiku.Ketika dua pria misterius itu hendak menyingkirkannya, aku menahannya.Ed memberi isyarat agar pria itu membiarkan dulu sembari mengawasinya.“Mila, maafkan aku, Mila. Maafkan tantemu yang jahat ini!” isak wanita itu yang kini aku seratus persen yakin kalau itu adalah Tante Desi.Kulepaskan rangkulan Ed agar aku bisa membantu tanteku itu bangkit dari posisi bersimpuhnya di kakiku. Sungguh aku tidak nyaman sekali dengan hal itu. Ed melepasku namun tetap waspada. Cemas saja kalau wanita itu tiba-tiba akan menyakitiku.Ed tahu bagaimana sepak terjang Tante Desi. Dia jugalah yang bertanggung jawab membuat kami terpisah dalam kesalahp
“Ed, beri aku alasan termanismu kenapa kau jatuh cinta padaku? Jangan bilang karena ukuran bra itu. Aku nanti malah merasa kau jatuh cinta padaku hanya karena otakmu sudah mesum, lho!” rengekku padanya.Ed langsung membelai wajahku dan menatapku serius, “Ya enggaklah, Sayangku. Becanda itu!”“Lalu?”“Saat pertama melihatmu, aku tidak mengerti kenapa begitu tertarik denganmu. Kau cantik, tapi ada banyak wanita cantik juga kan? Jadi aku pikir chemistrimu kuat sekali menarik pehatianku.”“Apalagi ketika tahu kau buru-buru menyesali dan dengan sopan meminta maaf padaku setelah menamparku, aku jadi semakin terkesan padamu.”Senyumku sudah terkembang saja mendengar cerita suamiku. Dan memintanya lanjut menceritakan lagi bagaimana kemudian jadi sering ada di kampusku?“Kau menjatuhkan kartu mahasiswamu dan dari sana aku tahu kau kuliah di universitas kota ini.”“Oh, yah? Aku ingat itu. Aku sampai pusing mencari KTM ku karena membutuhkannya untuk ujian semester.”“Benarkah? Apa karena itu t
“Kebetulan suami saya ada urusan di kota ini, Bu. Jadi saya ikut sekalian,” tukasku membalas sapaannya saat wanita itu kebetulan keluar ketika aku menyiram bunga di halaman.“Makanya kemarin ada orang bersih-bersih, saya kira rumahnya jadi di jual. Ternyata Mbaknya yang datang.”“Oh, memangnya rumahnya sempat mau dijual?” tanyaku mengomentari perkataan wanita itu.“Banyak yang mau beli rumahnya, Mbak. Tapi kenapa tidak dijual? Dikontrak juga enggak boleh.”“Ahaha, mungkin suami saya mikirnya masih akan datang ke sini, jadi biar ada rumah buat sekedar mampir.”Kedatangan sebuah mobil membuat percakapan kami berakhir. Seorang pria berkulit gelap keluar dan mengulas senyumnya. Aku langsung ingat nama pria itu karena, dari sekian teman Ed nama pria itu yang paling menggemaskan. Apalagi pernah kami sampai bertengkar dan salah paham hanya karena ada panggilan dari pria itu.“Mas Manis, ya?” sapaku padanya.“Benar, suamimu bilang ingin menyewa mobilku, jadi aku antarkan ini pagi-pagi agar
Aku terkejut melihat Niko yang ada di tempat yang sama dengan kami. Dia tidak sendiri tapi bersama seorang wanita dan itu bukan Ceryl. Mereka duduk tidak jauh dari tempat duduk kami.Mau apa dia di sini? “Sopir truk? Kau yakin dia seorang sopir truk?” tanya wanita itu.Siapa juga yang percaya kalau suamiku yang tampan dan rapi dipanggil sopir truk oleh pria yang tidak tahu malu ini.Tidak tahu malu karena barusan sudah merencanakan hal buruk dengan mengirim perempuan ke suit pribadi kami dan berniat mengacaukan Ed.Untung aku yang lebih dulu sampai jadi mereka tidak punya kesempatan memanipulatif keadaan.Jangan-jangan dia di sini juga karena ingin memastikan rencananya berhasil.Sudah tahu atau belum kalau rencananya tidak berjalan dengan baik?Entahlah, dibawa ke mana dan diapakan dua wanita tadi oleh asisten suamiku.“Hallah, jaman sekarang apa yang tidak mungkin. Pemulung memakai baju mahal sudah banyak. Justru orang kaya yang sebenarnya malah berpenampilan apa adanya.” Niko me
“Sam yang akan mengurusnya,” tukasnya setelah menelpon Sam beberapa saat yang lalu.“Aku tidak mengerti?” aku masih belum puas dengan jawaban Ed. Dia tidak menjelaskan banyak hal padaku.“Temanmu itu pasti kesal karena investornya banyak yang berpindah ke perusahaan kita. Jadi, mungkin dia marah dan ingin berbuat ulah denganku. Apalagi saat ini bisnisnya mulai tersudut dengan banyaknya korban investasi yang melapor penipuan investasi bodong itu,” jelas Ed.Dan aku memang baru mendengar hal itu setelah beberapa bulan ini sama sekali tidak memikirkan tentang kejadian itu. Pasti Ed sengaja meminta Sam membuat kacau bisnis Niko karena sudah mencoba melecehkanku. Tentang investor yang banyak berpindah ke perusahaan Lavidia aku pikir hanya trik saja dan bukannya sedang membutuhkannya.Kasihan sekali kalau benar itu terjadi. Dia baru saja bisa unjuk gigi dengan julukan crazy richnya. Istrinya yang matre itu pasti sekarang sangat kecewa padanya. Sayangnya aku sudah tidak lagi ada di group
“Siapa kalian?” tanyaku pada dua wanita itu sembari berkacak pinggang. Napasku sudah naik turun dan untuk sesaat aku hampir ingin berteriak-teriak menyerang mereka. “Saya hanya disewa untuk melayani pemilik hotel ini, Anda siapa?” ujar wanita itu yang dengan berani malah bertanya balik padaku.Pria yang katanya asisten baru itu tidak berani menyela dan memilih keluar.Biarlah. Biar dia memanggil bosnya agar cepat datang ke tempat ini dan melihat bahwa aku ada di tempat di mana dia sedang menyewa dua wanita ini untuk menghiburnya.Keterlaluan dia!Apa sangat tidak tahannya hingga menyewa dua wanita ini untuk memenuhi napsunya?!“Pekerjaan kami hanya melayani pria yang sudah membayar kami. Kalaupun Anda adalah kekasih atau istrinya, tolong hargailah pekerjaan kami,” ujar wanita satunya yang malah membuat isi kepalaku bertambah semrawut.Eh. Apa dia kata?Sadar atau tidak dia ngomong seperti itu?“Mana ada seorang istri yang harus menghargai pekerjaan orang yang ingin melayani suamin