“Kau sama sekali tidak tahu?” tanyaku menyiratkan ketidakpuasan.Ini belumlah menjadi sebuah jawaban yang pasti. Justru aku harus kembali berfikir untuk mengetahuinya.Ketika Riko menggeleng, aku benar-benar mendegus kecewa.“Kau kan bekerja di sana, Riko. Apa kau sama sekali tidak tahu pasien atas nama Jessica itu?” Tika membantuku kembali mengusut pengetahuan Riko.“Aku kerjanya di bagian administrasi, Kak. Bukan tenaga kesehatannya.”Aku dan Tika saling berpandangan pasrah.Namun, ucapan Riko sedikit memberikan sebuah hal yang membuat kami memiliki alasan untuk mencari tahunya.“Sejak ada pergantian kepala rumah sakit yang baru, sebenarnya manajemennya amburadul. Banyak hal-hal yang tidak beres terjadi di kubu internal rumah sakit hanya demi cuan. Kasus penjualan vaksin yang seharusnya gratis, pungutan liar ke pasien, dan banyak lagi yang lainnya. Makanya aku juga tidak berniat kerja lama-lama di tempat itu.” “Bisa jadi Jessica juga bekerja sama dengan pihak rumah sakit dalam h
Tinggal hanya selangkah saja dan aku tidak ingin kedatanganku di rumah Tante Atika tidak membuahkan hasil apapun.Nanti malam aku pasti tidak akan bisa tidur dengan nyenyak kalau sampai ini pun gagal.Hanya butuh sekedar memastikan benar atau tidak sih Jessica itu sakit?Karenanya, aku terpaksa harus berkata jujur pada Tante Atika. Dia bukan orang lain lagi bagiku. Begitu juga dia menganggapku demikian.Kuharap wanita ini bisa membantu keponakannya ini. Tidak mau saja terombang-ambingkan lebih lama dengan keadaan rumah tanggaku yang begini.“Tante, ada seorang perempuan yang selalu berharap bisa mengambil perhatian dari suamiku. Dia mengatakan sedang sakit keras dan tidak bisa bertahan hidup lebih lama. Karenanya Ed kasihan dan membuat hubungan kami serba dilema.”Tante Atika menyimak dan mulai mengetahui masalahku.“Dia pasien di rumah sakit itu?”“Benar, Tante. Awalnya kami percaya, tapi masalahnya salah satu dokter yang pernah menanganinya di rumah sakit itu ternyata hanyalah dokte
“Sudah selesai urusannya, Mila?” Tika berjalan menghampiriku yang baru keluar dari ruangan kepala rumah sakit itu.“Hu-um, sudah,” jawabku singkat tak menjelaskan apapun pada Tika.Tentu saja jawabanku itu membuatnya penasaran. “Kau tidak berniat memberitahuku?” tukas Tika menyamakan langkahnya denganku.Aku sedikit terburu karena Ed sejak tadi menelponku.Danang laporan pada tuannya itu bahwa saat ini sedang mengantarku ke rumah sakit. Jadinya Ed menyusulku ke tempat ini.“Tuan Edward sudah menungguku, Tik. Aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Nanti aku ceritakan, ya?” Aku belum bisa memberitahunya karena beberapa hal.“Tega kamu bikin aku penasaran, Mila!” Tika mencebik.Aku hanya tersenyum kecil menyenggol lengannya. “Sabar, Tika, Sayang. Aku pasti cerita kok. Tapi enggak sekarang, ya?”Ketika itu Danang menghampiri kami.“Nyonya, Tuan sudah menunggu,” tukas Danang. Dia pasti memang sengaja mencariku karena diminta Ed.“Oh, baik, Danang. Aku akan menemuinya. Tapi, tolong a
Ya Allah, selama ini aku berpikir Ed menemani Jessica sepanjang malam karena wanita itu sedang dalam kondisi lemah dan cemas sehingga butuh rasa nyaman.Kalau ternyata dia hanya berpura-pura, artinya dia pasti melakukanya dengan tujuan lain.Aku jadi tidak percaya kalau keduanya tidak melakukan apapun selama ini setelah bermalam-malam bersama. Tidak ada yang tidak mungkin ‘kan?Astaghfirullah...“Sabar, Mila. Tahan diri dulu. Kalau sikapmu membuat Ed sebal, rencanamu akan berantakan!” gumamku sendiri di depan cermin wastafel sembari membasuh mukaku yang sejak dari rumah sakit tadi terlihat kesal bukan main.Nyatanya ini belum membuatku kembali tenang dan terus berpikir buruk. Kurang ajar sekali wanita itu memperdaya kami seperti ini. Dia bahkan membuatku hampir meminat Ed menikahinya. Untungnya Ed sendiri yang menolak karena paham betul bagaimana karakterku.Lamat-lamat aku kembali menemukan ketenanganku. Aku jadi mulai bisaa berpikir lebih baik. Sepertinya dia memang ingin meng
“Nanti kalau kau merasa tidak nyaman, apapun itu, segera beri tahu aku!” Ed membuat sebuah kesepakatan dulu denganku sebelum kami turun dari mobil di vila Jessica.“Baik Tuan Edward. Aku bukan anak kecil yang perlu kau cemaskan sebegitunya!” ujarku kesal dengan sikap Ed yang mencemaskanku itu.Walau begitu sebenarnya perasaanku menghangat karena mengetahui suamiku begitu perhatian padaku dalam hal ini.Tapi, lihat dulu nanti. Apa ini akan berlaku kalau dia sudah bersama Jessica?Lalu kami pun keluar mobil. Ed menggandengku masuk ke pelataran vila itu. Kulihat sekeliling yang begitu asri dengan bunga-bunga bermekaran di kanan kiri jalan setapak yang mengarah pada teras vila.Tempat ini indah sekali. Membuat bibirku tak bisa kutahan berkata, “Romantis benar tempat ini, makanya kau betah lama-lama di sini!”Ed melirikku sebentar, dan genggaman ke jemariku terasa lebih erat karena belum apa-apa aku sudah mulai menyindirnya.Ed sudah cemas saja, dia hanya akan merasakan dadanya sesak sepan
“Keluar kau wanita iblis!” Jessica berteriak-teriak ketika melihatku masuk ke kamarnya bersama Ed.Dokter baru saja memeriksanya. Tidak ada luka serius kecuali goresan-goresan tipis di wajah dan lehernya karena duri mawar. Luka itu hampir rata di wajahnya membentuk garis-garis merah seperti benang ruwet. Tidak bisa dibayangkan betapa perihnya luka itu. Apalagi kalau proses mengering, Aku tidak yakin dia masih bisa sebawel ini.Rasanya seperti itu juga perih hatiku selama ini membiarkan suamiku bersamanya sementara aku merana sendirian. Malah bisa jadi lebih perih dari sekedar luka yang bisa mengering dengan salep dokter itu.“Ed, aku di luar saja, ya? Jessica tidak mengizinkanku masuk. Dia pasti terus menyalahkanku.” ujarku sedih di hadapan Ed. Namun Ed masih menggenggam tanganku.“Kau memang bersalah, Mila. Kau yang mendorongku ke semak-semak itu. Pasti kau ingin aku mati ‘kan? Mengakulah!” ujar Jessica lagi dengan segunung kesalnya.Sebentar dia meringis, mengeluhkan perih karena
“Bermalam-malam Edward bersama Jessica harusnya membuka matamu bahwa dia lebih peduli pada Jessica daripada dirimu. Dia kembali padamu karena rasa tanggung jawabnya pada anak-anaknya saja. Tahu diri saja kamu, wanita kampung!”Kubiarkan wanita itu melanjutkan cecarannya biar Ed tahu betul apa yang sedang di benak mereka tentangku.“Kak Lisa!” ujar Ed yang seketika membuat wanita itu membeku sejenak baru kemudian membalikkan badannya dan melihat Ed sudah berdiri di belakangnya.“Kenapa bicara seperti itu pada istriku?” tanya Ed dengan raut tenangnya, membuat Kak Lisa tergagap. Namun dia gengsi saja karena tidak ingin terlihat jatuh di pandanganku.“Edward? I-itu, bagaimana Jessica?” tanyanya mengalihkan pembicaraan.“Aku sungguh mencemaskannya saat perawatnya mengatakan sedang terjatuh. Kau tahu kan kalau Jessica itu tidak boleh kenapa-kenapa di saat imunnya rendah begini. Takutnya akan ada komplikasi dan ...”“Jessica tidak apa-apa, Kak. Tidak perlu berebihan seperti itu. Dia nyun
“Kalau dipikir-pikir, Jessica dengan vonis dokter yang katanya parah, kondisi fisiknya masih kuat juga ya, Ed?”Kupancing perbincangan tentang Jessica saat kami sudah bersantai setelah sama-sama menidurkan si kembar.“Harusnya bagaimana?” Ed yang sesekali sudah menguap itu masih menyahuti pertanyaanku.“Enggak tahu juga sih, aku tidak pernah lihat langsung orang dengan vonis kanker stadium akhir. Hanya saja kalau dokter saja mengatakan Jessica tinggal hanya menunggu kematiannya, harusnya kondisinya semakin memburuk.Ya, kan?”Ed membuka matanya yang terpejam itu lalu meringsut berbaring miring agar bisa menatapku.“Tidak semua begitu, Mila.”“Ini hanya sebuah kemungkinan dari info yang pernah aku baca lho, Ed. Bukan aku yang kemudian ingin melihat dia semakin memburuk.” kutandasi ucapanku agar Ed tidak berpikir aku berharap Jessica semakin buruk.Tiba-tiba kulihat tatapan Ed yang meredup dan itu membuatku tidak nyaman. Apa dia tidak suka dengan pemikiranku ini? “Mamaku dulu sehat da