Terima kasih sudah mampir Semoga menghibur Selamat membaca dan jangan lupa dukungannya. Love you...
“Sudah selesai urusannya, Mila?” Tika berjalan menghampiriku yang baru keluar dari ruangan kepala rumah sakit itu.“Hu-um, sudah,” jawabku singkat tak menjelaskan apapun pada Tika.Tentu saja jawabanku itu membuatnya penasaran. “Kau tidak berniat memberitahuku?” tukas Tika menyamakan langkahnya denganku.Aku sedikit terburu karena Ed sejak tadi menelponku.Danang laporan pada tuannya itu bahwa saat ini sedang mengantarku ke rumah sakit. Jadinya Ed menyusulku ke tempat ini.“Tuan Edward sudah menungguku, Tik. Aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Nanti aku ceritakan, ya?” Aku belum bisa memberitahunya karena beberapa hal.“Tega kamu bikin aku penasaran, Mila!” Tika mencebik.Aku hanya tersenyum kecil menyenggol lengannya. “Sabar, Tika, Sayang. Aku pasti cerita kok. Tapi enggak sekarang, ya?”Ketika itu Danang menghampiri kami.“Nyonya, Tuan sudah menunggu,” tukas Danang. Dia pasti memang sengaja mencariku karena diminta Ed.“Oh, baik, Danang. Aku akan menemuinya. Tapi, tolong a
Ya Allah, selama ini aku berpikir Ed menemani Jessica sepanjang malam karena wanita itu sedang dalam kondisi lemah dan cemas sehingga butuh rasa nyaman.Kalau ternyata dia hanya berpura-pura, artinya dia pasti melakukanya dengan tujuan lain.Aku jadi tidak percaya kalau keduanya tidak melakukan apapun selama ini setelah bermalam-malam bersama. Tidak ada yang tidak mungkin ‘kan?Astaghfirullah...“Sabar, Mila. Tahan diri dulu. Kalau sikapmu membuat Ed sebal, rencanamu akan berantakan!” gumamku sendiri di depan cermin wastafel sembari membasuh mukaku yang sejak dari rumah sakit tadi terlihat kesal bukan main.Nyatanya ini belum membuatku kembali tenang dan terus berpikir buruk. Kurang ajar sekali wanita itu memperdaya kami seperti ini. Dia bahkan membuatku hampir meminat Ed menikahinya. Untungnya Ed sendiri yang menolak karena paham betul bagaimana karakterku.Lamat-lamat aku kembali menemukan ketenanganku. Aku jadi mulai bisaa berpikir lebih baik. Sepertinya dia memang ingin meng
“Nanti kalau kau merasa tidak nyaman, apapun itu, segera beri tahu aku!” Ed membuat sebuah kesepakatan dulu denganku sebelum kami turun dari mobil di vila Jessica.“Baik Tuan Edward. Aku bukan anak kecil yang perlu kau cemaskan sebegitunya!” ujarku kesal dengan sikap Ed yang mencemaskanku itu.Walau begitu sebenarnya perasaanku menghangat karena mengetahui suamiku begitu perhatian padaku dalam hal ini.Tapi, lihat dulu nanti. Apa ini akan berlaku kalau dia sudah bersama Jessica?Lalu kami pun keluar mobil. Ed menggandengku masuk ke pelataran vila itu. Kulihat sekeliling yang begitu asri dengan bunga-bunga bermekaran di kanan kiri jalan setapak yang mengarah pada teras vila.Tempat ini indah sekali. Membuat bibirku tak bisa kutahan berkata, “Romantis benar tempat ini, makanya kau betah lama-lama di sini!”Ed melirikku sebentar, dan genggaman ke jemariku terasa lebih erat karena belum apa-apa aku sudah mulai menyindirnya.Ed sudah cemas saja, dia hanya akan merasakan dadanya sesak sepan
“Keluar kau wanita iblis!” Jessica berteriak-teriak ketika melihatku masuk ke kamarnya bersama Ed.Dokter baru saja memeriksanya. Tidak ada luka serius kecuali goresan-goresan tipis di wajah dan lehernya karena duri mawar. Luka itu hampir rata di wajahnya membentuk garis-garis merah seperti benang ruwet. Tidak bisa dibayangkan betapa perihnya luka itu. Apalagi kalau proses mengering, Aku tidak yakin dia masih bisa sebawel ini.Rasanya seperti itu juga perih hatiku selama ini membiarkan suamiku bersamanya sementara aku merana sendirian. Malah bisa jadi lebih perih dari sekedar luka yang bisa mengering dengan salep dokter itu.“Ed, aku di luar saja, ya? Jessica tidak mengizinkanku masuk. Dia pasti terus menyalahkanku.” ujarku sedih di hadapan Ed. Namun Ed masih menggenggam tanganku.“Kau memang bersalah, Mila. Kau yang mendorongku ke semak-semak itu. Pasti kau ingin aku mati ‘kan? Mengakulah!” ujar Jessica lagi dengan segunung kesalnya.Sebentar dia meringis, mengeluhkan perih karena
“Bermalam-malam Edward bersama Jessica harusnya membuka matamu bahwa dia lebih peduli pada Jessica daripada dirimu. Dia kembali padamu karena rasa tanggung jawabnya pada anak-anaknya saja. Tahu diri saja kamu, wanita kampung!”Kubiarkan wanita itu melanjutkan cecarannya biar Ed tahu betul apa yang sedang di benak mereka tentangku.“Kak Lisa!” ujar Ed yang seketika membuat wanita itu membeku sejenak baru kemudian membalikkan badannya dan melihat Ed sudah berdiri di belakangnya.“Kenapa bicara seperti itu pada istriku?” tanya Ed dengan raut tenangnya, membuat Kak Lisa tergagap. Namun dia gengsi saja karena tidak ingin terlihat jatuh di pandanganku.“Edward? I-itu, bagaimana Jessica?” tanyanya mengalihkan pembicaraan.“Aku sungguh mencemaskannya saat perawatnya mengatakan sedang terjatuh. Kau tahu kan kalau Jessica itu tidak boleh kenapa-kenapa di saat imunnya rendah begini. Takutnya akan ada komplikasi dan ...”“Jessica tidak apa-apa, Kak. Tidak perlu berebihan seperti itu. Dia nyun
“Kalau dipikir-pikir, Jessica dengan vonis dokter yang katanya parah, kondisi fisiknya masih kuat juga ya, Ed?”Kupancing perbincangan tentang Jessica saat kami sudah bersantai setelah sama-sama menidurkan si kembar.“Harusnya bagaimana?” Ed yang sesekali sudah menguap itu masih menyahuti pertanyaanku.“Enggak tahu juga sih, aku tidak pernah lihat langsung orang dengan vonis kanker stadium akhir. Hanya saja kalau dokter saja mengatakan Jessica tinggal hanya menunggu kematiannya, harusnya kondisinya semakin memburuk.Ya, kan?”Ed membuka matanya yang terpejam itu lalu meringsut berbaring miring agar bisa menatapku.“Tidak semua begitu, Mila.”“Ini hanya sebuah kemungkinan dari info yang pernah aku baca lho, Ed. Bukan aku yang kemudian ingin melihat dia semakin memburuk.” kutandasi ucapanku agar Ed tidak berpikir aku berharap Jessica semakin buruk.Tiba-tiba kulihat tatapan Ed yang meredup dan itu membuatku tidak nyaman. Apa dia tidak suka dengan pemikiranku ini? “Mamaku dulu sehat da
Selesai sarapan bareng si kembar dan memandikan mereka aku segera masuk ke kamar untuk mempersiapkan diri ke kantor.Kugenakan kaus tanpa lengan yang melekat ketat di tubuhku sebagai inner sebelum kubalut dengan blazer.Ini salah satu baju yang dibelikan perusaahaan agar aku tampil semakin menarik di depan big bos agar dia lebih tertarik dengan perusahaan tempatku bekerja sebagai partner kerja sama proyek ini.Namun, aku justru tidak pernah memakainya setelah mengetahui big bos perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan tempatku bekerja adalah suamiku sendiri. Sekarang, aku iseng ingin memakainya dan senyum-senyum sendiri melihat pantulan bayanganku di cermin. Di kantor, toh aku kerjanya barengan suamiku. Jadi kalau terlihat seksi begini, itu juga buat suamiku sendiri, kan?“Serius pakai begituan?” Ed yang masuk keburu melihat penampilanku. Dia tahu aku selalu sopan dalam berpakaian, jadi nampak kurang setuju kalau aku keluar dengan memakai pakaian begini.“Ini nanti aku tutup
“Kepalaku sakit sekali, Edward. Tolong bawa aku keluar mencari angin sebentar.” Jessica menarik lengan Ed dan memintanya mendorong kursi rodanya keluar.“Nona Jessica?” panggil perawat yang datang langsung menghampiri Jessica dan bersiap mengambil alih kursi rodanya.“Kak Lisa, tolong, aku tidak mau dikemo!” Jessica berteriak pada kakaknya yang kini terlihat lelah terus memainkan sandiwara adiknya itu.“Ya sudah bilang saja sana di dalam, atau hubungi dokter kepercayaanmu itu!” Kak Lisa malah memasrahkan pada Jessica kembali.“Kak?! Kau tega padaku?” Jessica memprotes sikap Kak Lisa yang tidak peduli itu.“Kau mau ditemani Edward?” aku malah menawarkan itu pada Jessica.Ed hanya melirikku sekilas. Masih ingat saat pertama Jessica di kemo kemudian memintanya memeluk sepanjang malam karena efek kemonya itu, Ed pasti kurang setuju. Dia tidak mau saja menghadapi kecemburuanku.“Tidak usah! Suster bawa aku masuk!” Jessica memutuskan. Dia tentu tidak mau Ed ikutan masuk lalu mengetahui