Selesai sarapan bareng si kembar dan memandikan mereka aku segera masuk ke kamar untuk mempersiapkan diri ke kantor.Kugenakan kaus tanpa lengan yang melekat ketat di tubuhku sebagai inner sebelum kubalut dengan blazer.Ini salah satu baju yang dibelikan perusaahaan agar aku tampil semakin menarik di depan big bos agar dia lebih tertarik dengan perusahaan tempatku bekerja sebagai partner kerja sama proyek ini.Namun, aku justru tidak pernah memakainya setelah mengetahui big bos perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan tempatku bekerja adalah suamiku sendiri. Sekarang, aku iseng ingin memakainya dan senyum-senyum sendiri melihat pantulan bayanganku di cermin. Di kantor, toh aku kerjanya barengan suamiku. Jadi kalau terlihat seksi begini, itu juga buat suamiku sendiri, kan?“Serius pakai begituan?” Ed yang masuk keburu melihat penampilanku. Dia tahu aku selalu sopan dalam berpakaian, jadi nampak kurang setuju kalau aku keluar dengan memakai pakaian begini.“Ini nanti aku tutup
“Kepalaku sakit sekali, Edward. Tolong bawa aku keluar mencari angin sebentar.” Jessica menarik lengan Ed dan memintanya mendorong kursi rodanya keluar.“Nona Jessica?” panggil perawat yang datang langsung menghampiri Jessica dan bersiap mengambil alih kursi rodanya.“Kak Lisa, tolong, aku tidak mau dikemo!” Jessica berteriak pada kakaknya yang kini terlihat lelah terus memainkan sandiwara adiknya itu.“Ya sudah bilang saja sana di dalam, atau hubungi dokter kepercayaanmu itu!” Kak Lisa malah memasrahkan pada Jessica kembali.“Kak?! Kau tega padaku?” Jessica memprotes sikap Kak Lisa yang tidak peduli itu.“Kau mau ditemani Edward?” aku malah menawarkan itu pada Jessica.Ed hanya melirikku sekilas. Masih ingat saat pertama Jessica di kemo kemudian memintanya memeluk sepanjang malam karena efek kemonya itu, Ed pasti kurang setuju. Dia tidak mau saja menghadapi kecemburuanku.“Tidak usah! Suster bawa aku masuk!” Jessica memutuskan. Dia tentu tidak mau Ed ikutan masuk lalu mengetahui
“Awas, Ed!” teriakku terkejut karena hampir saja mobil yang dikendarainya menabrak sebuah mobil di depan yang seketika memotong jalan.Beruntung Ed langsung membanting setir ke kanan menghindari mobil itu.“Sialan. Cari mati dia!” umpat Ed kesal melirik kaca spion.Jantungku hampir saja copot lalu kutoleh Ed untuk memperingatkannya.“Sayang, hati-hati! Kau melajukan mobil terlalu cepat.”Ada apa dengan Ed?Apa karena kebohongan Jessica tadi hingga dia sampai tidak fokus di jalan?Ingin kutanyakan sejak tadi, tapi Ed sedang menyetir dengan kecepatannya tinggi. Takut saja menganggu fokusnya dan malah membahayakan diri. Entahlah mau kemana dia sampai ngebut begitu? Padahal, tadi saat keluar dari rumah sakit cara nyetirnya normal-normal saja.“Maaf, Sayang!” Ed menoleh ke arahku. Merasa bersalah karena sudah membuatku takut dengan cara menyetirnya yang ngebut itu.“Bisa berhenti sebentar enggak?” pintaku karena meski meminta maaf Ed tidak mengurangi laju mobilnya.“Kau mau ke suatu tem
“Kenapa wajahmu, Ed?”Aku berjingkat cemas melihat memar di tulang pipi Ed yang ketara sekali itu.“Tidak apa-apa, Mila. Jangan cemaskan hal ini. Besok juga menghilang,” tukasnya tersenyum menghampiriku.Aku langsung memintanya mendekat dan memeriksa luka yang kebiruan itu. Yang kutahu luka seperti itu bisa terjadi karena bekas pukulan. “Kau tidak berkelahi, kan?” tanyaku lagi dengan cemas. “Tidaklah, Sayang.” Ed menenangkanku sambil mengulas senyum menunjukan bahwa dia baik-baik saja.“Lalu ini kenapa?” tanyaku lagi belum bisa menemukan dugaan lain selain karena suamiku berkelahi dan terkena pukulan di pipinya. “Ini karena tadi terlalu panik membawamu ke mobil saat kau pingsan. Lalu kebentur atap pintu mobil saat gendong kamu ke dalam mobil.” Ed menjelaskannya.“Benar itu? Bukan karena berkelahi, kan?” aku masih meminta penegasan. Ed tidak menjawabnya tapi hanya mengedikan bahunya lalu mendekapku di dadanya. “ Aku mau memeluk istriku yang di perutnya sedang ada Ed kecil l
“Tuan, Nona Jessica mengamuk di vila. Dia bahkan mengancam akan membakar vila kalau Anda tidak datang.” kudengar Sam mengatakan hal itu pada Ed keesokan harinya ketika kami bersiap akan kembali ke rumah.“Biar saja dia bakar sekalian vilanya.” Dengan santai Ed menjawabi Sam.“Lantas, tentang Tuan Danio?” Sam berlanjut menanyakan tentang ayah Jessica. Aku juga kurang memahami betul seperti apa hubungan Ed dengan pria yang di panggil Tuan Danio itu.“Nanti kita pikirkan lagi, yang penting jangan biarkan mereka mengusik keluargaku. Aku akan membawa Mila pulang dulu. Kita bertemu di kantor.” Ed memungkasi obrolan mereka sebelum kemudian Sam pergi dan dia kembali ke dalam kamar.Ed sedikit terkejut karena melihatku yang sudah berdiri menata barang. Entah itu terkejut karena mengiraku masih di kamar mandi atau karena aku yang sedang menata barang?“Kupikir kau masih di kamar mandi?” Ed mengambil tas itu dan memindahkannya ke tempat tidur penunggu agar aku tidak repot-repot.“Ya, baru kelua
“Ed itu aneh bukan? Bisa-bisanya mau tinggal di perumahan kumuh seperti ini.”Wanita itu melihat sekitar dengan tatapan tidak terima. Karena seorang big bos seperti Ed dengan segala akses yang bisa dia dapatkan memilih tinggal di perumahan sederhana ini.Aku jadi ikut mengedarkan tatapku, dan tidak tahu di bagian mananya wanita ini mengatakan perumahan ini kumuh?Apa hanya karena melihat rumah-rumah sederhana di samping rumah kami lalu dia sebut perumahan ini kumuh?Yang kumuh itu sebenarnya hati dan otaknya. Karena kotor, jadi melihat semua juga jadi tampak kotor!Dia tidak tahu saja, sebelum ini Ed malah rela menjadi sopir truk dan dipandang sebagai pemuda miskin hanya agar bisa menikahiku. Lalu apa yang harus diherankan kalau kami tinggal di sebuah perumahan yang jauh dari kata elit?Toh, rumah yang direnov Ed juga lebih dari cukup untuk membuat kami sekeluarga nyaman. Walau bukanlah merupakan rumah mewah dan besar. Hati kami sudah diluaskan akan cinta satu sama lain, sehingga di
Walau bagaimanapun, aku tetaplah merasa tidak tega mendengar Jessica sampai stres dan mengurung dirinya terus menerus di kamar tanpa membolehkan siapapun mengunjunginya --setelah mendengar vonis dokter waktu itu.Saat pelepasan keberangkatan umrah ibu dan Mbak Lilis di bandara, segera kutanyakan tentang Jesica pada Tante Atika yang ikut mengantar. Kebetulan kami hanya berdua, jadi bisa leluasa berbicara.“Kasihan, Tante. Bagaimana kalau dia sampe bunuh diri?” ujarku pada Tante Atika. Dia yang memberi ide, jadi tante pasti juga sudah memikirkan penyelesaiannya.“Ya Allah, kamu jadi orang baik benar sih, Mila. Ada wanita yang sudah hampir membuat rumah tangga kalian berantakan, tapi masih punya kasihan padanya juga.”“Lalu bagaimana, Tante?” aku sudah tidak sabar mendengar penuturan tanteku itu. “Tenang dulu, nanti ada sesi dia harus kontrol ‘kan? Saat itu pihak rumah sakit sudah meminta Dokter Fredi sendiri yang menyampaikan bahwa hasil pemeriksaan itu salah.”“Apa tante tidak ber
“Sam, Tuan mau ke mana?” tanyaku pada Sam yang menyetir itu.“Ada yang harus diselesaikan, Nyonya,” jawab pria itu tanpa menjelaskan apapun.Saat kutanyakan lagi urusan apa dan dimana, Sam tidak menjawab.Melewati sebuah hotel dan membaca papan nama hotel itu, aku jadi terusik. Tadi tidak sengaja aku mendengar Ed menyebut nama hotel ini.“Sam, turun sebentar, ya?” pintaku.Tante Atika barusan mengirim pesan yang menunjukan foto dan video anak-anak yang sedang bermain di kandang ayam dengan sangat bahagia. Jadinya aku tidak terburu-buru. Mampir ke tempat ini sebentar sepertinya tidak masalah.Aku hanya penasaran saja apa urusan suamiku di hotel ini?Salah sendiri tidak mau jujur dengan urusannya, jangan salahkan aku yang malah ingin mencari tahu sendiri.“Untuk apa, Nyonya?” Sam tidak menghentikan mobilnya, justru menambah kecepatannya. Sepertinya dia sengaja agar aku tidak turun di tempat ini.“Aku memintamu turun di hotel itu, kenapa kau tidak berhenti, Sam?” Sedikit kesal kuingatkan