“Sam, Tuan mau ke mana?” tanyaku pada Sam yang menyetir itu.“Ada yang harus diselesaikan, Nyonya,” jawab pria itu tanpa menjelaskan apapun.Saat kutanyakan lagi urusan apa dan dimana, Sam tidak menjawab.Melewati sebuah hotel dan membaca papan nama hotel itu, aku jadi terusik. Tadi tidak sengaja aku mendengar Ed menyebut nama hotel ini.“Sam, turun sebentar, ya?” pintaku.Tante Atika barusan mengirim pesan yang menunjukan foto dan video anak-anak yang sedang bermain di kandang ayam dengan sangat bahagia. Jadinya aku tidak terburu-buru. Mampir ke tempat ini sebentar sepertinya tidak masalah.Aku hanya penasaran saja apa urusan suamiku di hotel ini?Salah sendiri tidak mau jujur dengan urusannya, jangan salahkan aku yang malah ingin mencari tahu sendiri.“Untuk apa, Nyonya?” Sam tidak menghentikan mobilnya, justru menambah kecepatannya. Sepertinya dia sengaja agar aku tidak turun di tempat ini.“Aku memintamu turun di hotel itu, kenapa kau tidak berhenti, Sam?” Sedikit kesal kuingatkan
“Iya, Ed sudah pernah cerita. Dia papanya Jessica, kan?” kukatakan saja hal itu agar Sam merasa aku sudah banyak tahu dari Ed, jadi dia tidak segan untuk mengatakan sedikit hal lagi padaku.“Benar, Nyonya. Sejak Tuan Permana masih hidup, Tuan Danio yang memegang keamanan di perusahaan. Sedangkan Tuan Edward baru dipaksa kembali ke perusahaan keluarga setelah Tuan Permana meninggal, tentunya ada banyak hal yang berseberangan dengan sikap beliau.”“Tuan Edward hanya bisa mengandalkanku untuk urusannya di luar urusan keluarga. Meski demikian, gerak saya terbatas oleh pengawasan Tuan Danio. Jadi kuharap Anda paham, selama lima tahun ini Tuan Edward sengaja tidak mengusik Anda agar tidak ikut dihancurkan seperti Ramzi dan keluarganya yang dibuat berantakan oleh Tuan Danio.”Aku tidak lupa, masalah yang terjadi antara Ramzi dan Ed, secara tidak langsung aku juga terlibat di dalamnya. Karenanya Ed tidak mengungkitku agar Danio tidak ikut mengusik hidupku.Oh, Ya Tuhan…Selama ini aku se
“Sungguh aku tidak tahu apa-apa tentang pria yang kau sebut Tuan Danio itu. Aku hanya ingin Jessica mendapat balasan dari kebohongannya selama ini,” kataku gusar.Aku bukan orang yang pandai memanipulasi keadaan. Bahkan dalam konteks membalas dan memberi pelajaran pun, membuatku sepanjang hari sebenarnya tidak tenang memikirkan hal ini.Hanya saja, kata Tante Atika wanita itu memang patut diberi pelajaran.“Anda yang melakukannya sendiri?” Sam mencari tahu. Dia sepertinya bisa menebak aku bukan orang yang bisa melakukan hal seperti itu.“B-bukan, Sam. Tapi, Tante Atika yang memberikan ide dan mengatur semuanya.” Sam menyipitkan tatapannya.Lalu dia segera bangkit dan memintaku balik ke mobil untuk menjemput anak-anak di rumah Tante Atika.“Oh, jangan katakan kalau mereka akan melakukan sesuatu yang buruk pada Tante Atika, Sam?”Dan pria itu tidak menjawab. ***Suara sirine dari jalan yang mengarah ke rumah Tante Atika membuat darahku berdesir tidak karuan. Membayangkan wajah kedu
“Kau marah padaku?” Aku menatapya dengan wajah sedih sebagai trikku agar Ed kasihan dan tidak jadi memarahiku.“Ya sudah, kau menyuruh anak-anak mandi, sebaiknya kau juga mandi sana!” Ed tidak jadi mengintimidasiku dengan pertanyaannya. Aku tersenyum senang menghampirinya lalu mengecup pipinya mesra.“Tuan tidak mau memandikanku?” Rajukku.Ada banyak hal yang baru kuketahui namun malah menjadikan perasaanku campur aduk tidak karuan. Membuatku ingin memeluk Ed untuk meminjam rasa nyaman di dadanya.“Kau tidak apa-apa, kan?” Ed melihat sedikit kegalauan itu dan mecemaskanku.“Makanya mandiin aku, kalau tidak aku jadi kesal dan pengen marah-marah ini!” kupukul lemah dada Ed dengan manja. Lalu Ed dengan tidak banyak bicaranya, mengangkat tubuhku ke kamar.Tidak ada pengasuh atau pelayan. Aku tidak menolaknya.Dan saat kusandarkan tubuh polosku di dadanya dalam aroma terami bathtub, aku rasa harus mengatakan sesuatu pada Ed tentang kerisauanku ini. Dalam posisi sebegini intim, mudah-mudah
“Jangan dulu, dokter bilang ini berisiko di trimester pertama.” Ed mencemaskanku saat aku merajuk di atas tempat tidur kami.“Tapi aku pengen, Ed. Kau tega sekali padaku?” desakku sembari menarik-narik kaus yang dikenakannya.“Kasihan baby-nya, Sayang. Bagaimana kalau aku nanti malah menyakitinya?”“Menyakitinya darimana sih, Ed? Baby-nya ada di rahim terbungkus kantung ketuban. Sepanjang apa milikmu sampi bisa menyakitinya?” Karena kesal ucapanku sampai random begitu.Apa pria ini tidak pernah belajar ilmu pengetahuan alam di sekolahnya dulu?Ah, aku ingat, dia selalu bermasalah dengan guru BP-nya karena jarang masuk kelas saat pelajaran.Ed tertawa dengan sikapku sembari merangkulku gemas.Sejak hamil kadang keinginanku yang seperti ini selalu mendesak dan tidak bisa ditolak. Kalau ditolak rasanya sakit hati sekali. Apalagi alasan pria ini yang tidak bisa kuterima, katanya terus memikirkan akan menyakiti baby-nya kalau harus memasukiku.“Bilang saja aku sudah membosankan di matamu.
“Nur, kau menghubungi tuan kalau aku di rumah sakit untuk periksa?” tanyaku pada pengasuh anak-anak yang juga ikut mengantarku karena Gala dan Meida mendesak ikut.“Belum, Nyonya. Apa saya minta Danang menguhubungi tuan?” tanyanya.“Oh, jangan! Tidak usah. Kau tidak dengar tadi kalau dokter juga bilang aku hanya masuk angin dan butuh istirahat? Lihatlah, aku hanya minum teh hangat yang kau berikan dan sudah nampak segar.”Untungnya Nur hanya mengangguk. Padahal dia sudah dipesan Ed agar mengawasi kesehataanku.Aku takut saja kalau Ed tahu hal ini, dia bisa-bisa menjadikan ini alasan untuk memarahiku.Bagaimana tidak? Semalam kami sudah dengan heboh mengeskplor hasrat cinta kami, dan sepaginya masih kugoda Ed untuk melakukannya lagi. Ed sudah menolak dengan berbagai cara namun tidak mampu juga menolak permintaanku. Pria itu pasti tidak akan mau lagi menurutiku kalau tahu keadaanku jadi begini.“Anak-anak bersama Danang di taman, Nyonya.” Nur memberi tahu.“Baik, biarakan mereka. Kita j
“Biar tante periksa dulu,” tukas Tante Atika memegangi perutku. “Masih sakit?” tanyanya.Aku menggeleng. Membuat wajah ayu wanita sebaya ibuku itu menatapku dengan raut keheranan.“Kalau tidak sakit kenapa masih nangis?” tanyanya melepas stetoskop di telinganya.“Lihat itu, Tante. Ada laki-laki yang sangat tidak ramah padaku. Aku jadi takut!” kukeluarkan tangisku agar Ed segan dengan keberadaan Tante Atika karena menurunkan kekesalannya padaku.Walau aku sudah tahu, itu karena dia yang terlalu mencemaskanku. Tapi biar bagaimanapun melihat wajah tampan yang setiap hari selalu lembut padaku dan sekarang sejutek itu, aku tentu sedih sekali.Lebih tepatnya tidak mau dimarahi hanya karena alasan sepele periksa ke rumah sakit tanpa memberitahunya.“Astaga, Ed… kenapa sih? Istrimu sudah baik-baik saja, loh!” Tante mencoba menengahi.“Mila memang tambeng, Tante. Apa dia tidak tahu betapa gugupnya aku saat diberitahu dia diserang Jessica di rumah sakit. Sampe aku nabrak pedagang somay tadi
“Kau mengiraku takut dengan Om Danio?” Ed merasa tidak terima dikata takut dengan pria itu. Bisa jadi para pria memang selalu gengsi mengakui hal seperti itu. Tidak mau saja terlihat lemah di depan orang lain.“Tidak masalah, Ed. Kau mencemaskan kami, bukan?” kusampaikan hal itu agar Ed tidak tersinggung.“Meida minta kolam renang, sementara rumahnya di renovasi ‘kan?” Ed mengingatkan hal itu. Kupikir itu hanya alasannya saja pada putri kecilnya itu.“Ed, serius?”“Serius! Nanti aku cubit pipimu lagi kalau masih juga mikirin ini!” Ed kembali menegasi. Dia sangat tidak suka melihatku kerasa kepala dengan terus membahas tentang hal yang sudah dibilang akan dibereskannya.Meski kurang terima, aku masih mengangguk.“Ya sudah, sekarang bobok biar sehat lagi. Masalah Jessica ataupun Om Danio biar kuurus. Oke?” Ed menungguku menyahutinya.“Iya, Sayang.”“Nice girl! Sekarang aku balik kerja dulu ya, Sayang. Baik-baik di rumah untukku.” Ed mencium keningku lagi sebelum pergi.“Hati-hati, Saya