“Oh. Jadi Paman Prabowo mengenal Om Danio?” Aku baru ingat, Pak Prabowo sejak dulu menjadi pengacara keluarga Permana, hanya saja dipecat oleh orang kepercayaan beliau.“Iya, dan dia bilang, tidak perlu terlalu cemas padanya. Suamimu itu adalah big bos yang menggajinya. Dia juga pasti punya kuasa pada pria itu. Mau dipecat dia?”Aku tidak sepakat dengan ucapan Tante Atika kali ini. Karena sebelumnya Sam sudah bercerita bahwa pria itu kini memanfaatkan hubungan yang tidak baik dari saudara kembar Ed untuk mengadu domba dua bersaudara itu. “Aku pernah dengar dia itu mafia, Tante. “ Kuberi sedikit alasan mengapa aku masih cemas.Tante Atika tertawa mendengarku menyebut Danio sebagai mafia.“Ya ampun, Mila. Kau ini pasti kebanyakan lihat film-film itu ya? Sudah tidak perlu dipikirkan. Ini negara hukum. Sudah ada prosedur hukum untuk pelaku kejahatan di negara ini. Lebih baik kita mawas diri sendiri dan banyakin berdoa agar selalu dilindungi Allah. Bukannya ibumu barusan telpon dan mend
“EEEED!?” Teriakku ketika melihat sekilas mobil yang terbakar itu sama dengan mobil yang biasa dipakai Ed.“Tidak, tolong! Padamkan apinya. Suamiku ada di dalam sana!” kakiku lemas tapi aku masih berusaha berteriak pada beberapa orang yang juga masih bingung harus melakukan apa.Dua penjaga rumahku segera mengambil APAR dari pos satpam dan berlari kembali ke mobil yang terbakar itu.Jantungku tak karuan berdetak dan sesaat tubuhku oleng hingga tak mampu berdiri tegak. Aku sampai harus bersimpuh di jalan karena terlalu lemah menghadapi kenyataan ini.“Ed…” tangisku tergugu sambil memegangi dadaku yang bergemuruh tak karuan. Mimpi yang barusan terlintas kembali semakin membuatku kacau.Aku tidak akan bisa hidup tanpa Ed. Tolong jangan begini Ya Tuhan…“Hey, aku di sini!” suara itu terdengar bersamaan sebuah pelukan hangat yang langsung menenangkan tsunami besar dalam dadaku.“Ed? Kau di sini? Kau tidak apa-apa?” aku langsung menatap wajah itu dan memastikan bahwa pria yang memelukku it
“Sayang, apa ini tidak akan menambah masalah dengan keluarganya?” tanyaku lagi pada Ed dan memintanya memberiku satu alasan saja agar tidak terus mencemaskan kelakuan wanita itu.Ya tuhan, secara tidak langsung aku jadi trauma setelah mendapat serangan dari wanita itu kemarin. Kulihat Jessica bisa semurka itu padaku hanya karena kebohongan vonis penyakitnya itu.Tidak bisa kubayangkan jika dia juga bisa menyakiti anak-anakku yang tidak berdosa.“Sudah kutunjukan kebohongan putri tercintanya itu pada Om Danio. Sepertinya dia memaklumi alasanku semarah itu pada Jessica. Lagi pula, pria itu juga punya ambisinya sendiri. Tidak mungkin berbelok begitu saja hanya karena putrinya yang labil itu!”Kubayangkan lagi Jessica yang masih memendam kesal itu harus menurut begitu saja dengan perintah Ed. Jadi penasaran hal apa yang ditawarkan Ed pada wanita itu hingga dia mau menurut untuk balik ke Jakarta?“Apa yang kau janjikan padanya?” tanyaku serius.Ed hanya melirikku dan mengingatkan agar a
“Anak-anak di wahana jungkat-jungkit itu, Nyonya!” tukas Danang menunjuk tempat si kembar sedang asik bermain.“Baik, aku akan ke sana!” ujarku. Kuambil tangan Ed untuk menyaliminya baru aku beranjak pergi.Dari jauh bisa kulihat Danang sedikit membungkuk untuk bisa berbicara dengan Ed yang masih duduk di dalam mobilnya itu.“Maaa!” teriak Meida melihatku datang menghampiri mereka. “Kita main jungkat-jungkit ya, Ma? Mama duduk di sana Meida di sini!” bocah itu memberikan instruksi padaku.“Meida, Sayang. Mama enggak boleh naik jungkat-jungkit, nanti adik di perut mama sakit.” Tante Atika menghampiri dan mengingatkan bocah kecil itu.“Tidak boleh, ya?” Meida menirukan ucapan Tante Atika. Wanita itu mengangguk memberikan pengertian. ”Padahal Meida pengen main sama Mama.” Meida cemberut. Sepertinya berpikir, belum juga adiknya lahir dia sudah tidak bisa minta main denganku. “Begini saja, bagaimana kalau kita main ayunan? Biar mama yang mengayun Meida dari belakang.” Kuhibur dia dengan
Sejak tadi aku menyalakan televisi di kamar untuk mengikuti berita. Berita anak yang diculik itu dengan cepat menjadi viral di kabar kota maupun media sosial.Apalagi, ternyata dua anak itu merupakan cucu mantan orang nomor satu di negara ini yang sedang berkunjung ke rumah kerabat di kota ini. Sehingga dengan segera polisi bertindak menyelidikinya.Pak Bupati tidak mau saja di saat kota yang dipimpinnya sedang mendapat sorotan positif karena mulai mengembangkan sektor pariwisata, tiba-tiba harus dicoreng dengan ulah orang yang tidak bertanggung jawab.Karenanya dia juga beberapa kali ikut nimbrung dalam pemberitaan untuk memberikan himbauan dan komando agar seluruh warganya ikut membantu melaporkan orang-orang yang mencurigakan sebagai penculik cucu orang penting itu.“Belum tidur, Sayang?” Ed baru masuk ke kamar dan duduk di sampingku ikut melihat berita yang tersuguh di layar televisi. “Sejak tadi belum kelar juga beritanya?”“Kau tahu siapa penculiknya, Ed?” tanyaku padanya. “
[Nanti ikut peresmian resort, kah?]Pesan dari Tika ku baca. Iseng saja kujawab, [Ogah, ah. Banyak gosip di lingkungan karyawan. Aku mending di rumah saja][Diiiih, Nyonya Permana pakai baper segala! Gosipnya mulai tergerus dengan berita Jessica yang sampai digebukin orang di bandara karena menculik cucu salah satu presiden negara kita]Digebukin?Aku tidak tahu kalau wanita itu sampai harus digebukin.Di mana papanya yang katanya punya kenalan mafia hingga banyak orang takut padanya?Kenapa membiarkan putrinya digebukin orang? Apa Ed tahu hal ini?Aku melempar benda pipih itu ke tampat tidur dan mengetuk pintu kamar mandi. Ed tadi masuk ke dalam sana dan belum juga keluar. Rasa ingin tahuku membuatku tidak sabar memintanya segera keluar.Dan tidak begitu lama Ed pun membuka pintu kamar mandi. Dia heran karena aku malah menarik lengannya.“Bukannya kamu memintaku kelaur karena mau ke kamar mandi?”“Enggak?” aku menggelengkan kepalaku.Membuat Ed melenguh.“Trus ngapain ketuk-ketu
“Mila, itu pamanmu sudah di sana. Ayo …” Tante Atika menggandeng lenganku dan menarikku pergi.Aku masih sempat melirik ke seberang dan pria itu juga masih mengikutkan pandangnya ke arahku.Wajahnya tidak asing karena aku selalu melihatnya di sepanjang waktuku.Aku bisa menemukan Ed di wajahnya, namun bisa kupastikan Ed masih di rumah sedang meeting daring.Aku sendiri tadi yang berpamitan juga menyiapkan bajunya. Ed tidak sedang menggunakan baju itu. Dan kutahu selera pakaian suamiku berbeda sekali dengan pria itu.Jadi, apakah mungkin pria itu adalah…“Sam?” panggilku pada Sam yang sedang berjalan ke suatu arah.“Ada apa, Nyonya?” tanya Sam menghampiriku.“Bisa ikut aku sebentar?” tanyaku dan memintanya mengikutiku yang berjalan kembali ke tempat mobil Sam diparkir tadi.Tante Atika sudah bersama Paman Prabowo, dan mereka sedang beramah tamah menyapa bebrapa kenalan yang juga diundang. Kugunakan kesempatan ini untuk kutunjukan seseorang pada Sam. Dia pasti mengenal pria itu.“Ada p
“Kau pikir aku juga akan menjilat sepatumu seperti mereka? Jangan harap!” tukas Vanka malah melipat kedua tangannya di dada menatapku dengan penuh kebencian.“Walaupun dunia mengatakan Nona Jessica bersalah, tapi aku akan tetap dalam keyakinanku. Bahwa wanita yang kasihan itu hanyalah korban dari janda gatel sepertimu!”Kuhela napas panjang mendengar wanita ini yang tidak berhenti membuliku dengan sebutan itu. Apa dia tahu, aku bukan janda. Aku punya suami dan kami masih bersama-sama.“Terima kasih, Vanka. Aku senang kau masih bersedia datang ke peresmian resort milik suamiku ini.” Kupertegas kata suamiku karena memang ingin membuatnya semakin kesal dan terbakar kebencian dengan menganggapku sombong atas statusku ini.Dia pikir aku hanya wanita kalem yang selalu diam mendengarnya mencaciku? Sekali-kali wanita ini juga harus diserang balik. Aku masih belum lupa bahwa dia dulu pernah membocorkan ban sepedaku saat aku tergesa ke rumah sakit ketika ibuku dalam keadaan kritis. “Kala
“Sayang kau dari mana?” tanyaku melihatnya datang bersama beberapa perawat.Padahal sudah ada tombol darurat yang bisa dipencet untuk memanggil mereka. Bagaimana pria ini malah keluar untuk memanggil mereka secara manual? Pasti saking paniknya tadi.Dan lagi sekarang dia malah terlihat memarahi perawat itu.“Harusnya kalian memberinya obat anti nyeri. Apa tidak tahu istri saya sampai kesakitan begitu?”“Pemberian injection anti nyeri juga harus sesuai perintah dokter, Tuan. Kami tidak berani memberikannya lagi pada Nyonya karena tadi sudah kami berikan. Nanti ada waktunya lagi,” jelas salah seorang perawat pada Ed. “Tapi istri saya kesakitan, lho!” Ed masih terlihat kukuh.Kutarik lengannya agar dia bersikap lebih santai.Ada apa dengannya? Biasanya dia cuek dan santai-santai saja. Melihatku sedikit meringis saja sudah panik begitu. “Ah maaf, Sus. Tadi hanya sensasi rasa perih di area jahitan. Tapi sekarang sudah tidak, kok. Maaf, ya? Suami saya sedikit berlebihan tadi.”***Dua har
“Sayang?” suara Ed kudengar dan aku membuka mataku menatapnya yang terlihat cemas.“Ed? Kapan selesai operasinya? Aku sudah tidak sabar ingin tahu anak-anakku,” tukasku menggenggam balik tangan yang menggenggamku itu. Ed tersenyum meski pias wajahnya tampak lelah sekali. Dia membelai rambutku dan mencium keningku.“Operasinya sudah selesai sejak tadi, Sayang. Dokter bilang kau hanya tidak tahan dengan efek obat bius yang disuntikkan padamu.”“Ya Allah, Ed. Kasihan anak-anakku tidak bisa inisiasi menyusu dini.” Aku mencoba bangkit tapi Ed menahanku.“Tenanglah, Mila. Kau baru saja dipindah dari ruang pemulihan. Jangan banyak bergerak dulu.”“Tapi bayi-bayiku?”“Kata dokter tidak apa-apa, kok. Yang penting pulihkan dulu keadaanmu.”“Iya, tapi bayi-bayiku mana, Sayang?”Aku tentu ingin melihat mereka.Bagaimana bisa aku terlelap dengan damainya, bahkan tidak bisa mendengar suara jeritan pertama buah hatiku?Padahal, bisa mendengar suara mereka pertama saat terlahir ke dunia ini adala
Aku terbangun dengan sedikit terkejut melihat sudah tidak berada di mobil lagi.Ed sudah menggendongku ke apartemennya.Ini adalah kamar pertama kali dia mengajakku ke tempatnya pasca kami menikah dulu. Saat itu aku terkejut dan sampai menendangnya hingga terjungkal ke lantai.“Kenapa senyum-senyum?” tanyanya sembari memelukku.Aku tidak tahu kalau Ed ternyata sejak tadi berbaring di sampingku dan memperhatikanku. “Aku hanya ingat saat pertama kau membawaku ke sini, Sayang.” Kumiringkan tubuhku untuk bisa menghadapnya.“Oh, benar. Apa yang membuatmu menarik senyum?”“Banyak. Tentang aku yang terkejut karena kau ternyata tinggal di tempat mewah ini sementara yang kutahu kau hanya seorang sopir truk. Juga tentang kau yang selalu curi-curi cium padaku.”Ed tertawa mendengar secuil ingatanku tentang saat-saat pertama kebersamaan kami sebagai suami istri. Tangannya sudah membelai pipiku dan menatapku dengan penuh binar cinta. Dia juga pasti berendezvous dengan masa-masa itu.“Saat itu pe
“Tante?!” ujarku antara ragu dan terkejut.Wanita itu melototiku tanpa berkedip. Membuat Ed langsung merangkulku cemas kalau-kalau wanita itu malah akan menyakitiku.Seperti biasa, saat merasa ada sesuatu yang membahayakan kami seperti ini, dua orang datang untuk mengambil tindakan. “Mila... Kamila?!” wanita itu langsung bersimpuh dan menangis di kakiku.Ketika dua pria misterius itu hendak menyingkirkannya, aku menahannya.Ed memberi isyarat agar pria itu membiarkan dulu sembari mengawasinya.“Mila, maafkan aku, Mila. Maafkan tantemu yang jahat ini!” isak wanita itu yang kini aku seratus persen yakin kalau itu adalah Tante Desi.Kulepaskan rangkulan Ed agar aku bisa membantu tanteku itu bangkit dari posisi bersimpuhnya di kakiku. Sungguh aku tidak nyaman sekali dengan hal itu. Ed melepasku namun tetap waspada. Cemas saja kalau wanita itu tiba-tiba akan menyakitiku.Ed tahu bagaimana sepak terjang Tante Desi. Dia jugalah yang bertanggung jawab membuat kami terpisah dalam kesalahp
“Ed, beri aku alasan termanismu kenapa kau jatuh cinta padaku? Jangan bilang karena ukuran bra itu. Aku nanti malah merasa kau jatuh cinta padaku hanya karena otakmu sudah mesum, lho!” rengekku padanya.Ed langsung membelai wajahku dan menatapku serius, “Ya enggaklah, Sayangku. Becanda itu!”“Lalu?”“Saat pertama melihatmu, aku tidak mengerti kenapa begitu tertarik denganmu. Kau cantik, tapi ada banyak wanita cantik juga kan? Jadi aku pikir chemistrimu kuat sekali menarik pehatianku.”“Apalagi ketika tahu kau buru-buru menyesali dan dengan sopan meminta maaf padaku setelah menamparku, aku jadi semakin terkesan padamu.”Senyumku sudah terkembang saja mendengar cerita suamiku. Dan memintanya lanjut menceritakan lagi bagaimana kemudian jadi sering ada di kampusku?“Kau menjatuhkan kartu mahasiswamu dan dari sana aku tahu kau kuliah di universitas kota ini.”“Oh, yah? Aku ingat itu. Aku sampai pusing mencari KTM ku karena membutuhkannya untuk ujian semester.”“Benarkah? Apa karena itu t
“Kebetulan suami saya ada urusan di kota ini, Bu. Jadi saya ikut sekalian,” tukasku membalas sapaannya saat wanita itu kebetulan keluar ketika aku menyiram bunga di halaman.“Makanya kemarin ada orang bersih-bersih, saya kira rumahnya jadi di jual. Ternyata Mbaknya yang datang.”“Oh, memangnya rumahnya sempat mau dijual?” tanyaku mengomentari perkataan wanita itu.“Banyak yang mau beli rumahnya, Mbak. Tapi kenapa tidak dijual? Dikontrak juga enggak boleh.”“Ahaha, mungkin suami saya mikirnya masih akan datang ke sini, jadi biar ada rumah buat sekedar mampir.”Kedatangan sebuah mobil membuat percakapan kami berakhir. Seorang pria berkulit gelap keluar dan mengulas senyumnya. Aku langsung ingat nama pria itu karena, dari sekian teman Ed nama pria itu yang paling menggemaskan. Apalagi pernah kami sampai bertengkar dan salah paham hanya karena ada panggilan dari pria itu.“Mas Manis, ya?” sapaku padanya.“Benar, suamimu bilang ingin menyewa mobilku, jadi aku antarkan ini pagi-pagi agar
Aku terkejut melihat Niko yang ada di tempat yang sama dengan kami. Dia tidak sendiri tapi bersama seorang wanita dan itu bukan Ceryl. Mereka duduk tidak jauh dari tempat duduk kami.Mau apa dia di sini? “Sopir truk? Kau yakin dia seorang sopir truk?” tanya wanita itu.Siapa juga yang percaya kalau suamiku yang tampan dan rapi dipanggil sopir truk oleh pria yang tidak tahu malu ini.Tidak tahu malu karena barusan sudah merencanakan hal buruk dengan mengirim perempuan ke suit pribadi kami dan berniat mengacaukan Ed.Untung aku yang lebih dulu sampai jadi mereka tidak punya kesempatan memanipulatif keadaan.Jangan-jangan dia di sini juga karena ingin memastikan rencananya berhasil.Sudah tahu atau belum kalau rencananya tidak berjalan dengan baik?Entahlah, dibawa ke mana dan diapakan dua wanita tadi oleh asisten suamiku.“Hallah, jaman sekarang apa yang tidak mungkin. Pemulung memakai baju mahal sudah banyak. Justru orang kaya yang sebenarnya malah berpenampilan apa adanya.” Niko me
“Sam yang akan mengurusnya,” tukasnya setelah menelpon Sam beberapa saat yang lalu.“Aku tidak mengerti?” aku masih belum puas dengan jawaban Ed. Dia tidak menjelaskan banyak hal padaku.“Temanmu itu pasti kesal karena investornya banyak yang berpindah ke perusahaan kita. Jadi, mungkin dia marah dan ingin berbuat ulah denganku. Apalagi saat ini bisnisnya mulai tersudut dengan banyaknya korban investasi yang melapor penipuan investasi bodong itu,” jelas Ed.Dan aku memang baru mendengar hal itu setelah beberapa bulan ini sama sekali tidak memikirkan tentang kejadian itu. Pasti Ed sengaja meminta Sam membuat kacau bisnis Niko karena sudah mencoba melecehkanku. Tentang investor yang banyak berpindah ke perusahaan Lavidia aku pikir hanya trik saja dan bukannya sedang membutuhkannya.Kasihan sekali kalau benar itu terjadi. Dia baru saja bisa unjuk gigi dengan julukan crazy richnya. Istrinya yang matre itu pasti sekarang sangat kecewa padanya. Sayangnya aku sudah tidak lagi ada di group
“Siapa kalian?” tanyaku pada dua wanita itu sembari berkacak pinggang. Napasku sudah naik turun dan untuk sesaat aku hampir ingin berteriak-teriak menyerang mereka. “Saya hanya disewa untuk melayani pemilik hotel ini, Anda siapa?” ujar wanita itu yang dengan berani malah bertanya balik padaku.Pria yang katanya asisten baru itu tidak berani menyela dan memilih keluar.Biarlah. Biar dia memanggil bosnya agar cepat datang ke tempat ini dan melihat bahwa aku ada di tempat di mana dia sedang menyewa dua wanita ini untuk menghiburnya.Keterlaluan dia!Apa sangat tidak tahannya hingga menyewa dua wanita ini untuk memenuhi napsunya?!“Pekerjaan kami hanya melayani pria yang sudah membayar kami. Kalaupun Anda adalah kekasih atau istrinya, tolong hargailah pekerjaan kami,” ujar wanita satunya yang malah membuat isi kepalaku bertambah semrawut.Eh. Apa dia kata?Sadar atau tidak dia ngomong seperti itu?“Mana ada seorang istri yang harus menghargai pekerjaan orang yang ingin melayani suamin