“Anak-anak di wahana jungkat-jungkit itu, Nyonya!” tukas Danang menunjuk tempat si kembar sedang asik bermain.“Baik, aku akan ke sana!” ujarku. Kuambil tangan Ed untuk menyaliminya baru aku beranjak pergi.Dari jauh bisa kulihat Danang sedikit membungkuk untuk bisa berbicara dengan Ed yang masih duduk di dalam mobilnya itu.“Maaa!” teriak Meida melihatku datang menghampiri mereka. “Kita main jungkat-jungkit ya, Ma? Mama duduk di sana Meida di sini!” bocah itu memberikan instruksi padaku.“Meida, Sayang. Mama enggak boleh naik jungkat-jungkit, nanti adik di perut mama sakit.” Tante Atika menghampiri dan mengingatkan bocah kecil itu.“Tidak boleh, ya?” Meida menirukan ucapan Tante Atika. Wanita itu mengangguk memberikan pengertian. ”Padahal Meida pengen main sama Mama.” Meida cemberut. Sepertinya berpikir, belum juga adiknya lahir dia sudah tidak bisa minta main denganku. “Begini saja, bagaimana kalau kita main ayunan? Biar mama yang mengayun Meida dari belakang.” Kuhibur dia dengan
Sejak tadi aku menyalakan televisi di kamar untuk mengikuti berita. Berita anak yang diculik itu dengan cepat menjadi viral di kabar kota maupun media sosial.Apalagi, ternyata dua anak itu merupakan cucu mantan orang nomor satu di negara ini yang sedang berkunjung ke rumah kerabat di kota ini. Sehingga dengan segera polisi bertindak menyelidikinya.Pak Bupati tidak mau saja di saat kota yang dipimpinnya sedang mendapat sorotan positif karena mulai mengembangkan sektor pariwisata, tiba-tiba harus dicoreng dengan ulah orang yang tidak bertanggung jawab.Karenanya dia juga beberapa kali ikut nimbrung dalam pemberitaan untuk memberikan himbauan dan komando agar seluruh warganya ikut membantu melaporkan orang-orang yang mencurigakan sebagai penculik cucu orang penting itu.“Belum tidur, Sayang?” Ed baru masuk ke kamar dan duduk di sampingku ikut melihat berita yang tersuguh di layar televisi. “Sejak tadi belum kelar juga beritanya?”“Kau tahu siapa penculiknya, Ed?” tanyaku padanya. “
[Nanti ikut peresmian resort, kah?]Pesan dari Tika ku baca. Iseng saja kujawab, [Ogah, ah. Banyak gosip di lingkungan karyawan. Aku mending di rumah saja][Diiiih, Nyonya Permana pakai baper segala! Gosipnya mulai tergerus dengan berita Jessica yang sampai digebukin orang di bandara karena menculik cucu salah satu presiden negara kita]Digebukin?Aku tidak tahu kalau wanita itu sampai harus digebukin.Di mana papanya yang katanya punya kenalan mafia hingga banyak orang takut padanya?Kenapa membiarkan putrinya digebukin orang? Apa Ed tahu hal ini?Aku melempar benda pipih itu ke tampat tidur dan mengetuk pintu kamar mandi. Ed tadi masuk ke dalam sana dan belum juga keluar. Rasa ingin tahuku membuatku tidak sabar memintanya segera keluar.Dan tidak begitu lama Ed pun membuka pintu kamar mandi. Dia heran karena aku malah menarik lengannya.“Bukannya kamu memintaku kelaur karena mau ke kamar mandi?”“Enggak?” aku menggelengkan kepalaku.Membuat Ed melenguh.“Trus ngapain ketuk-ketu
“Mila, itu pamanmu sudah di sana. Ayo …” Tante Atika menggandeng lenganku dan menarikku pergi.Aku masih sempat melirik ke seberang dan pria itu juga masih mengikutkan pandangnya ke arahku.Wajahnya tidak asing karena aku selalu melihatnya di sepanjang waktuku.Aku bisa menemukan Ed di wajahnya, namun bisa kupastikan Ed masih di rumah sedang meeting daring.Aku sendiri tadi yang berpamitan juga menyiapkan bajunya. Ed tidak sedang menggunakan baju itu. Dan kutahu selera pakaian suamiku berbeda sekali dengan pria itu.Jadi, apakah mungkin pria itu adalah…“Sam?” panggilku pada Sam yang sedang berjalan ke suatu arah.“Ada apa, Nyonya?” tanya Sam menghampiriku.“Bisa ikut aku sebentar?” tanyaku dan memintanya mengikutiku yang berjalan kembali ke tempat mobil Sam diparkir tadi.Tante Atika sudah bersama Paman Prabowo, dan mereka sedang beramah tamah menyapa bebrapa kenalan yang juga diundang. Kugunakan kesempatan ini untuk kutunjukan seseorang pada Sam. Dia pasti mengenal pria itu.“Ada p
“Kau pikir aku juga akan menjilat sepatumu seperti mereka? Jangan harap!” tukas Vanka malah melipat kedua tangannya di dada menatapku dengan penuh kebencian.“Walaupun dunia mengatakan Nona Jessica bersalah, tapi aku akan tetap dalam keyakinanku. Bahwa wanita yang kasihan itu hanyalah korban dari janda gatel sepertimu!”Kuhela napas panjang mendengar wanita ini yang tidak berhenti membuliku dengan sebutan itu. Apa dia tahu, aku bukan janda. Aku punya suami dan kami masih bersama-sama.“Terima kasih, Vanka. Aku senang kau masih bersedia datang ke peresmian resort milik suamiku ini.” Kupertegas kata suamiku karena memang ingin membuatnya semakin kesal dan terbakar kebencian dengan menganggapku sombong atas statusku ini.Dia pikir aku hanya wanita kalem yang selalu diam mendengarnya mencaciku? Sekali-kali wanita ini juga harus diserang balik. Aku masih belum lupa bahwa dia dulu pernah membocorkan ban sepedaku saat aku tergesa ke rumah sakit ketika ibuku dalam keadaan kritis. “Kala
“Bangga sekali wanita itu merebut laki-laki orang. Pakai bawa anak-anaknya lagi!”Suara wanita itu tanpa sengaja terdengar dari speaker yang lupa belum dimatikan di bagian barisan undangan, di saat semuanya khusuk mendengar sambutan dari Ed.Kebetulan Ed juga sedang menjeda sambutannya. Sehingga kata-kata yang begitu jelas itu membahana di tempat acara peresmian.“Siapa itu?”Riuh para hadirin saling bertanya dan menatap seorang wanita yang kini sedang menutup mulutnya dengan bola mata yang hampir melompat keluar karena saking terkejutnya mendengar suaranya sendiri yang sukses membuat semua orang mendengarnya.Sam sudah akan bertindak saja, namun Ed memberikan kode membuat pria itu menahan langkahnya.“Tolong, hormatilah acara ini dan jangan berbuat ulah!” Sam hanya menyampaikan hal itu kemudian meminta petugas teknisi mematikan pengeras suara di barisan hadirin.Benda itu memang sengaja ada di sana untuk acara kesan pesan yang akan disampaikan beberapa tamu undangan. Tidak tahunya p
Meski aku ikut tertawa senang terbawa suasana, namun, air mataku masih juga tak terbendung.Bersyukur, mendapati hidupku begitu penuh keberkahan memiliki dua anak lucu seperti Gala dan Meida. Malaikat kecil tak bersayapku. “Kok malah nangis?” tanya Ed.“Bisa saja kamu mengeksploitasi Gala menjadi jubirmu,” Kutinju bahu Ed dengan lemah. Dan kami tertawa bersama, tak segan lagi menampakkan keharmonisan di depan banyak pasang mata yang memperhatikan kami.Masih heran saja, bagaimana memberikan pengertian sesimpel itu pada Gala, yang ditirukannya di depan umum dalam situasi yang begitu tepat.Kami jadi tidak perlu sampai harus membongkar privasi di depan umum hanya demi menjelaskan pada mereka tentang hubungan ini.Biar mereka menafsirkan sendiri sesuai kapasitas isi kepala mereka. Kami juga tidak memaksa kalau pada ahirnya penilaian mereka tetaplah buruk.“Aku juga mau ngomong!” Meida tiba-tiba merasa tidak adil kalau hanya Gala yang diberikan microphon itu. Dia jadinya naik ke kurs
“Lepaskan dia, Sam. Dia hanya ingin berterima kasih!” kataku karena melihatnya mengacungkan tiket doorprize yang di dapatnya.Setelah dilepas pria itu baru berujar dengan haru dan bahagia, “Lihat-lihat, aku dapat paket umroh sekeluarga! Sudah lama kami menabung tapi belum terkumpul juga uangnya. Terima kasih, Tuan, Terima kasih, Nyonya!” Sampai membungkuk-bungkuk pria itu berterima kasih.“Semoga sehat selalu, keluarga bahagia, dan barokah rezekinya!” ucapan-ucapan itu terus mengalir di setiap sudut tempat.Ketika seorang pelayan bertanya pada Sam bahwa masih ada sisi sovenir yang belum terbagi, aku kemudian meminta Sam memberikannya saja pada para pelayan itu.“Buat kalian saja, terima kasih ya sudah bekerja keras menyiapkan tempat dan makanan di acara ini,” ujarku yang seketika melebarkan senyum mereka.Senyum itu berubah menjadi teriakan histeris ketika salah satu sovenir pelayan itu dibuka dan isinya adalah, tulisan sebuah unit mobil .“Allahuakabar! Beneran ini, Nyonya? Saya