Terima kasih, Kak. Enjoy reading! Love you... 💕
“Kau marah padaku?” Aku menatapya dengan wajah sedih sebagai trikku agar Ed kasihan dan tidak jadi memarahiku.“Ya sudah, kau menyuruh anak-anak mandi, sebaiknya kau juga mandi sana!” Ed tidak jadi mengintimidasiku dengan pertanyaannya. Aku tersenyum senang menghampirinya lalu mengecup pipinya mesra.“Tuan tidak mau memandikanku?” Rajukku.Ada banyak hal yang baru kuketahui namun malah menjadikan perasaanku campur aduk tidak karuan. Membuatku ingin memeluk Ed untuk meminjam rasa nyaman di dadanya.“Kau tidak apa-apa, kan?” Ed melihat sedikit kegalauan itu dan mecemaskanku.“Makanya mandiin aku, kalau tidak aku jadi kesal dan pengen marah-marah ini!” kupukul lemah dada Ed dengan manja. Lalu Ed dengan tidak banyak bicaranya, mengangkat tubuhku ke kamar.Tidak ada pengasuh atau pelayan. Aku tidak menolaknya.Dan saat kusandarkan tubuh polosku di dadanya dalam aroma terami bathtub, aku rasa harus mengatakan sesuatu pada Ed tentang kerisauanku ini. Dalam posisi sebegini intim, mudah-mudah
“Jangan dulu, dokter bilang ini berisiko di trimester pertama.” Ed mencemaskanku saat aku merajuk di atas tempat tidur kami.“Tapi aku pengen, Ed. Kau tega sekali padaku?” desakku sembari menarik-narik kaus yang dikenakannya.“Kasihan baby-nya, Sayang. Bagaimana kalau aku nanti malah menyakitinya?”“Menyakitinya darimana sih, Ed? Baby-nya ada di rahim terbungkus kantung ketuban. Sepanjang apa milikmu sampi bisa menyakitinya?” Karena kesal ucapanku sampai random begitu.Apa pria ini tidak pernah belajar ilmu pengetahuan alam di sekolahnya dulu?Ah, aku ingat, dia selalu bermasalah dengan guru BP-nya karena jarang masuk kelas saat pelajaran.Ed tertawa dengan sikapku sembari merangkulku gemas.Sejak hamil kadang keinginanku yang seperti ini selalu mendesak dan tidak bisa ditolak. Kalau ditolak rasanya sakit hati sekali. Apalagi alasan pria ini yang tidak bisa kuterima, katanya terus memikirkan akan menyakiti baby-nya kalau harus memasukiku.“Bilang saja aku sudah membosankan di matamu.
“Nur, kau menghubungi tuan kalau aku di rumah sakit untuk periksa?” tanyaku pada pengasuh anak-anak yang juga ikut mengantarku karena Gala dan Meida mendesak ikut.“Belum, Nyonya. Apa saya minta Danang menguhubungi tuan?” tanyanya.“Oh, jangan! Tidak usah. Kau tidak dengar tadi kalau dokter juga bilang aku hanya masuk angin dan butuh istirahat? Lihatlah, aku hanya minum teh hangat yang kau berikan dan sudah nampak segar.”Untungnya Nur hanya mengangguk. Padahal dia sudah dipesan Ed agar mengawasi kesehataanku.Aku takut saja kalau Ed tahu hal ini, dia bisa-bisa menjadikan ini alasan untuk memarahiku.Bagaimana tidak? Semalam kami sudah dengan heboh mengeskplor hasrat cinta kami, dan sepaginya masih kugoda Ed untuk melakukannya lagi. Ed sudah menolak dengan berbagai cara namun tidak mampu juga menolak permintaanku. Pria itu pasti tidak akan mau lagi menurutiku kalau tahu keadaanku jadi begini.“Anak-anak bersama Danang di taman, Nyonya.” Nur memberi tahu.“Baik, biarakan mereka. Kita j
“Biar tante periksa dulu,” tukas Tante Atika memegangi perutku. “Masih sakit?” tanyanya.Aku menggeleng. Membuat wajah ayu wanita sebaya ibuku itu menatapku dengan raut keheranan.“Kalau tidak sakit kenapa masih nangis?” tanyanya melepas stetoskop di telinganya.“Lihat itu, Tante. Ada laki-laki yang sangat tidak ramah padaku. Aku jadi takut!” kukeluarkan tangisku agar Ed segan dengan keberadaan Tante Atika karena menurunkan kekesalannya padaku.Walau aku sudah tahu, itu karena dia yang terlalu mencemaskanku. Tapi biar bagaimanapun melihat wajah tampan yang setiap hari selalu lembut padaku dan sekarang sejutek itu, aku tentu sedih sekali.Lebih tepatnya tidak mau dimarahi hanya karena alasan sepele periksa ke rumah sakit tanpa memberitahunya.“Astaga, Ed… kenapa sih? Istrimu sudah baik-baik saja, loh!” Tante mencoba menengahi.“Mila memang tambeng, Tante. Apa dia tidak tahu betapa gugupnya aku saat diberitahu dia diserang Jessica di rumah sakit. Sampe aku nabrak pedagang somay tadi
“Kau mengiraku takut dengan Om Danio?” Ed merasa tidak terima dikata takut dengan pria itu. Bisa jadi para pria memang selalu gengsi mengakui hal seperti itu. Tidak mau saja terlihat lemah di depan orang lain.“Tidak masalah, Ed. Kau mencemaskan kami, bukan?” kusampaikan hal itu agar Ed tidak tersinggung.“Meida minta kolam renang, sementara rumahnya di renovasi ‘kan?” Ed mengingatkan hal itu. Kupikir itu hanya alasannya saja pada putri kecilnya itu.“Ed, serius?”“Serius! Nanti aku cubit pipimu lagi kalau masih juga mikirin ini!” Ed kembali menegasi. Dia sangat tidak suka melihatku kerasa kepala dengan terus membahas tentang hal yang sudah dibilang akan dibereskannya.Meski kurang terima, aku masih mengangguk.“Ya sudah, sekarang bobok biar sehat lagi. Masalah Jessica ataupun Om Danio biar kuurus. Oke?” Ed menungguku menyahutinya.“Iya, Sayang.”“Nice girl! Sekarang aku balik kerja dulu ya, Sayang. Baik-baik di rumah untukku.” Ed mencium keningku lagi sebelum pergi.“Hati-hati, Saya
“Oh. Jadi Paman Prabowo mengenal Om Danio?” Aku baru ingat, Pak Prabowo sejak dulu menjadi pengacara keluarga Permana, hanya saja dipecat oleh orang kepercayaan beliau.“Iya, dan dia bilang, tidak perlu terlalu cemas padanya. Suamimu itu adalah big bos yang menggajinya. Dia juga pasti punya kuasa pada pria itu. Mau dipecat dia?”Aku tidak sepakat dengan ucapan Tante Atika kali ini. Karena sebelumnya Sam sudah bercerita bahwa pria itu kini memanfaatkan hubungan yang tidak baik dari saudara kembar Ed untuk mengadu domba dua bersaudara itu. “Aku pernah dengar dia itu mafia, Tante. “ Kuberi sedikit alasan mengapa aku masih cemas.Tante Atika tertawa mendengarku menyebut Danio sebagai mafia.“Ya ampun, Mila. Kau ini pasti kebanyakan lihat film-film itu ya? Sudah tidak perlu dipikirkan. Ini negara hukum. Sudah ada prosedur hukum untuk pelaku kejahatan di negara ini. Lebih baik kita mawas diri sendiri dan banyakin berdoa agar selalu dilindungi Allah. Bukannya ibumu barusan telpon dan mend
“EEEED!?” Teriakku ketika melihat sekilas mobil yang terbakar itu sama dengan mobil yang biasa dipakai Ed.“Tidak, tolong! Padamkan apinya. Suamiku ada di dalam sana!” kakiku lemas tapi aku masih berusaha berteriak pada beberapa orang yang juga masih bingung harus melakukan apa.Dua penjaga rumahku segera mengambil APAR dari pos satpam dan berlari kembali ke mobil yang terbakar itu.Jantungku tak karuan berdetak dan sesaat tubuhku oleng hingga tak mampu berdiri tegak. Aku sampai harus bersimpuh di jalan karena terlalu lemah menghadapi kenyataan ini.“Ed…” tangisku tergugu sambil memegangi dadaku yang bergemuruh tak karuan. Mimpi yang barusan terlintas kembali semakin membuatku kacau.Aku tidak akan bisa hidup tanpa Ed. Tolong jangan begini Ya Tuhan…“Hey, aku di sini!” suara itu terdengar bersamaan sebuah pelukan hangat yang langsung menenangkan tsunami besar dalam dadaku.“Ed? Kau di sini? Kau tidak apa-apa?” aku langsung menatap wajah itu dan memastikan bahwa pria yang memelukku it
“Sayang, apa ini tidak akan menambah masalah dengan keluarganya?” tanyaku lagi pada Ed dan memintanya memberiku satu alasan saja agar tidak terus mencemaskan kelakuan wanita itu.Ya tuhan, secara tidak langsung aku jadi trauma setelah mendapat serangan dari wanita itu kemarin. Kulihat Jessica bisa semurka itu padaku hanya karena kebohongan vonis penyakitnya itu.Tidak bisa kubayangkan jika dia juga bisa menyakiti anak-anakku yang tidak berdosa.“Sudah kutunjukan kebohongan putri tercintanya itu pada Om Danio. Sepertinya dia memaklumi alasanku semarah itu pada Jessica. Lagi pula, pria itu juga punya ambisinya sendiri. Tidak mungkin berbelok begitu saja hanya karena putrinya yang labil itu!”Kubayangkan lagi Jessica yang masih memendam kesal itu harus menurut begitu saja dengan perintah Ed. Jadi penasaran hal apa yang ditawarkan Ed pada wanita itu hingga dia mau menurut untuk balik ke Jakarta?“Apa yang kau janjikan padanya?” tanyaku serius.Ed hanya melirikku dan mengingatkan agar a