“Tuan, Nona Jessica mengamuk di vila. Dia bahkan mengancam akan membakar vila kalau Anda tidak datang.” kudengar Sam mengatakan hal itu pada Ed keesokan harinya ketika kami bersiap akan kembali ke rumah.“Biar saja dia bakar sekalian vilanya.” Dengan santai Ed menjawabi Sam.“Lantas, tentang Tuan Danio?” Sam berlanjut menanyakan tentang ayah Jessica. Aku juga kurang memahami betul seperti apa hubungan Ed dengan pria yang di panggil Tuan Danio itu.“Nanti kita pikirkan lagi, yang penting jangan biarkan mereka mengusik keluargaku. Aku akan membawa Mila pulang dulu. Kita bertemu di kantor.” Ed memungkasi obrolan mereka sebelum kemudian Sam pergi dan dia kembali ke dalam kamar.Ed sedikit terkejut karena melihatku yang sudah berdiri menata barang. Entah itu terkejut karena mengiraku masih di kamar mandi atau karena aku yang sedang menata barang?“Kupikir kau masih di kamar mandi?” Ed mengambil tas itu dan memindahkannya ke tempat tidur penunggu agar aku tidak repot-repot.“Ya, baru kelua
“Ed itu aneh bukan? Bisa-bisanya mau tinggal di perumahan kumuh seperti ini.”Wanita itu melihat sekitar dengan tatapan tidak terima. Karena seorang big bos seperti Ed dengan segala akses yang bisa dia dapatkan memilih tinggal di perumahan sederhana ini.Aku jadi ikut mengedarkan tatapku, dan tidak tahu di bagian mananya wanita ini mengatakan perumahan ini kumuh?Apa hanya karena melihat rumah-rumah sederhana di samping rumah kami lalu dia sebut perumahan ini kumuh?Yang kumuh itu sebenarnya hati dan otaknya. Karena kotor, jadi melihat semua juga jadi tampak kotor!Dia tidak tahu saja, sebelum ini Ed malah rela menjadi sopir truk dan dipandang sebagai pemuda miskin hanya agar bisa menikahiku. Lalu apa yang harus diherankan kalau kami tinggal di sebuah perumahan yang jauh dari kata elit?Toh, rumah yang direnov Ed juga lebih dari cukup untuk membuat kami sekeluarga nyaman. Walau bukanlah merupakan rumah mewah dan besar. Hati kami sudah diluaskan akan cinta satu sama lain, sehingga di
Walau bagaimanapun, aku tetaplah merasa tidak tega mendengar Jessica sampai stres dan mengurung dirinya terus menerus di kamar tanpa membolehkan siapapun mengunjunginya --setelah mendengar vonis dokter waktu itu.Saat pelepasan keberangkatan umrah ibu dan Mbak Lilis di bandara, segera kutanyakan tentang Jesica pada Tante Atika yang ikut mengantar. Kebetulan kami hanya berdua, jadi bisa leluasa berbicara.“Kasihan, Tante. Bagaimana kalau dia sampe bunuh diri?” ujarku pada Tante Atika. Dia yang memberi ide, jadi tante pasti juga sudah memikirkan penyelesaiannya.“Ya Allah, kamu jadi orang baik benar sih, Mila. Ada wanita yang sudah hampir membuat rumah tangga kalian berantakan, tapi masih punya kasihan padanya juga.”“Lalu bagaimana, Tante?” aku sudah tidak sabar mendengar penuturan tanteku itu. “Tenang dulu, nanti ada sesi dia harus kontrol ‘kan? Saat itu pihak rumah sakit sudah meminta Dokter Fredi sendiri yang menyampaikan bahwa hasil pemeriksaan itu salah.”“Apa tante tidak ber
“Sam, Tuan mau ke mana?” tanyaku pada Sam yang menyetir itu.“Ada yang harus diselesaikan, Nyonya,” jawab pria itu tanpa menjelaskan apapun.Saat kutanyakan lagi urusan apa dan dimana, Sam tidak menjawab.Melewati sebuah hotel dan membaca papan nama hotel itu, aku jadi terusik. Tadi tidak sengaja aku mendengar Ed menyebut nama hotel ini.“Sam, turun sebentar, ya?” pintaku.Tante Atika barusan mengirim pesan yang menunjukan foto dan video anak-anak yang sedang bermain di kandang ayam dengan sangat bahagia. Jadinya aku tidak terburu-buru. Mampir ke tempat ini sebentar sepertinya tidak masalah.Aku hanya penasaran saja apa urusan suamiku di hotel ini?Salah sendiri tidak mau jujur dengan urusannya, jangan salahkan aku yang malah ingin mencari tahu sendiri.“Untuk apa, Nyonya?” Sam tidak menghentikan mobilnya, justru menambah kecepatannya. Sepertinya dia sengaja agar aku tidak turun di tempat ini.“Aku memintamu turun di hotel itu, kenapa kau tidak berhenti, Sam?” Sedikit kesal kuingatkan
“Iya, Ed sudah pernah cerita. Dia papanya Jessica, kan?” kukatakan saja hal itu agar Sam merasa aku sudah banyak tahu dari Ed, jadi dia tidak segan untuk mengatakan sedikit hal lagi padaku.“Benar, Nyonya. Sejak Tuan Permana masih hidup, Tuan Danio yang memegang keamanan di perusahaan. Sedangkan Tuan Edward baru dipaksa kembali ke perusahaan keluarga setelah Tuan Permana meninggal, tentunya ada banyak hal yang berseberangan dengan sikap beliau.”“Tuan Edward hanya bisa mengandalkanku untuk urusannya di luar urusan keluarga. Meski demikian, gerak saya terbatas oleh pengawasan Tuan Danio. Jadi kuharap Anda paham, selama lima tahun ini Tuan Edward sengaja tidak mengusik Anda agar tidak ikut dihancurkan seperti Ramzi dan keluarganya yang dibuat berantakan oleh Tuan Danio.”Aku tidak lupa, masalah yang terjadi antara Ramzi dan Ed, secara tidak langsung aku juga terlibat di dalamnya. Karenanya Ed tidak mengungkitku agar Danio tidak ikut mengusik hidupku.Oh, Ya Tuhan…Selama ini aku se
“Sungguh aku tidak tahu apa-apa tentang pria yang kau sebut Tuan Danio itu. Aku hanya ingin Jessica mendapat balasan dari kebohongannya selama ini,” kataku gusar.Aku bukan orang yang pandai memanipulasi keadaan. Bahkan dalam konteks membalas dan memberi pelajaran pun, membuatku sepanjang hari sebenarnya tidak tenang memikirkan hal ini.Hanya saja, kata Tante Atika wanita itu memang patut diberi pelajaran.“Anda yang melakukannya sendiri?” Sam mencari tahu. Dia sepertinya bisa menebak aku bukan orang yang bisa melakukan hal seperti itu.“B-bukan, Sam. Tapi, Tante Atika yang memberikan ide dan mengatur semuanya.” Sam menyipitkan tatapannya.Lalu dia segera bangkit dan memintaku balik ke mobil untuk menjemput anak-anak di rumah Tante Atika.“Oh, jangan katakan kalau mereka akan melakukan sesuatu yang buruk pada Tante Atika, Sam?”Dan pria itu tidak menjawab. ***Suara sirine dari jalan yang mengarah ke rumah Tante Atika membuat darahku berdesir tidak karuan. Membayangkan wajah kedu
“Kau marah padaku?” Aku menatapya dengan wajah sedih sebagai trikku agar Ed kasihan dan tidak jadi memarahiku.“Ya sudah, kau menyuruh anak-anak mandi, sebaiknya kau juga mandi sana!” Ed tidak jadi mengintimidasiku dengan pertanyaannya. Aku tersenyum senang menghampirinya lalu mengecup pipinya mesra.“Tuan tidak mau memandikanku?” Rajukku.Ada banyak hal yang baru kuketahui namun malah menjadikan perasaanku campur aduk tidak karuan. Membuatku ingin memeluk Ed untuk meminjam rasa nyaman di dadanya.“Kau tidak apa-apa, kan?” Ed melihat sedikit kegalauan itu dan mecemaskanku.“Makanya mandiin aku, kalau tidak aku jadi kesal dan pengen marah-marah ini!” kupukul lemah dada Ed dengan manja. Lalu Ed dengan tidak banyak bicaranya, mengangkat tubuhku ke kamar.Tidak ada pengasuh atau pelayan. Aku tidak menolaknya.Dan saat kusandarkan tubuh polosku di dadanya dalam aroma terami bathtub, aku rasa harus mengatakan sesuatu pada Ed tentang kerisauanku ini. Dalam posisi sebegini intim, mudah-mudah
“Jangan dulu, dokter bilang ini berisiko di trimester pertama.” Ed mencemaskanku saat aku merajuk di atas tempat tidur kami.“Tapi aku pengen, Ed. Kau tega sekali padaku?” desakku sembari menarik-narik kaus yang dikenakannya.“Kasihan baby-nya, Sayang. Bagaimana kalau aku nanti malah menyakitinya?”“Menyakitinya darimana sih, Ed? Baby-nya ada di rahim terbungkus kantung ketuban. Sepanjang apa milikmu sampi bisa menyakitinya?” Karena kesal ucapanku sampai random begitu.Apa pria ini tidak pernah belajar ilmu pengetahuan alam di sekolahnya dulu?Ah, aku ingat, dia selalu bermasalah dengan guru BP-nya karena jarang masuk kelas saat pelajaran.Ed tertawa dengan sikapku sembari merangkulku gemas.Sejak hamil kadang keinginanku yang seperti ini selalu mendesak dan tidak bisa ditolak. Kalau ditolak rasanya sakit hati sekali. Apalagi alasan pria ini yang tidak bisa kuterima, katanya terus memikirkan akan menyakiti baby-nya kalau harus memasukiku.“Bilang saja aku sudah membosankan di matamu.