“Terima kasih sudah memberi tumpangan,” ucap Dara seraya turun dari mobil Aaron.“Jangan sungkan, Dara. Baiklah aku permisi,” pamit Aaron. Memberikan senyum hangat pada Dara kemudian melajukan mobilnya kembali saat daun pintu itu merapat kembali.Rahang Dara jatuh dan bahunya merosot. Dia tidak mendapati motor suaminya ada di halaman rumah. Artinya pria itu belum pulang atau memutuskan untuk tidak kembali.Semangat Dara sudah tidak bisa kembali. Setelah mandi ia hanya termangu di depan laptop. Biasanya membaca kolom komentar dari para reader-nya akan membuat mood-nya membaik. Akan tetapi hari ini Dara sangat kehilangan semangat juangnya.“Kamu kenapa, sih, Mas? Udah buat teka-teki aneh, sekarang menghindar dan juga jauhi aku. Mana bisa aku didiemin gini terus?” gerutunya seraya memeluk lututnya dan meletakkan kepalanya di atas lutut.Memikirkan begitu banyak kepingan puzzle yang harus Dara satukan membuatnya lelah dan tertidur. Di atas lantai dan juga didekap hawa dingin. Lantas tub
Lelah fisik dan juga pikiran Dara membuatnya pasrah. Tidak lagi menunggu kabar dari Raka. Juga tidak mengirimi pria itu pesan singkat. Dara tidak mau berjuang sendiri. Sekarang ia sibuk menata diri. Menguatkan mental agar kelak entah kapan waktu itu tiba, segala kebusukan dan juga tipuan Raka terbongkar, dia siap menerima semua konsekuensinya. Termasuk jika dirinya harus menjanda.Semalam tidurnya terlampau nyenyak hingga membuat terlambat bangun. Dara buru-buru menarik baju asal-asalan karena hari jum’at para guru dibebaskan memakai seragam apa saja yang penting batik.Ia tarik batik bewarna cokelat tua itu dan sesuatu yang tampak tebal dan berisi itu mencuat keluar. Beberapa kertas putih mirip struk-struk belanja pun ikut berserakan di lantai.“Apa-apaan?” gerutunya. Ia membungkuk dan memungut amplop cokelat tebal itu dan juga mencangkup kertas-kertas dengan berbagai ukuran panjang yang bervariasi.Matanya memicing, pusat pikirannya jelas menduga bahwa itu adalah uang. Tidak mungkin
Baru keluar dari rumah, sosok di ambang pagar rendah yang terbuat dari bambu miliknya membuat Dara jenggah. Ingin rasanya dia masuk kembali ke rumah untuk menghindarinya. Dara tahu betul siapa wanita itu. Ratu gosip yang suka melebih-lebihkan ceritanya.“Dara!” panggilnya dengan suara mendayu dan centil.“Maaf Bu, saya buru-buru sudah terlambat,”pamit Dara. Ia menuntun sepedanya hendak keluar dari pekerangan sempit rumahnya itu.“Cie yang kemarin baru diantar sama laki-laki tajir. Udah mulai sok jual mahal. Jadi selama ini kamu jarang kumpul dengan tetangga karena mau simpan bangkai, ya?” celetuknya yang langsung membuat Dara menghentikan langkah kaki.“Apa maksud Ibu? Jangan suka menebar fitnah, ya. Jangan sampai mulut Anda menjadi masalah untuk Anda sendiri!” ancam Dara.Dia sibuk dengan urusannya sendiri dari bangun hingga mau menutup mata lagi. Mana sempat Dara ngerumpi dengan ibu-ibu yang kurang kerjaan? Masalah hidupnya sendiri saja tidak karuan banyaknya.“Semua orang di sini
Sudah satu pekan sejak kejadian itu, Raka tidak pulang ke rumah. Dara sungguh tidak peduli, ia jalani kehidupan sebagaimana mestinya. Gadis itu pergi ke sekolah dan pulang untuk mencuci serta setrika pakaian orang, lantas memberikan pelajaran tambahan pada muridnya.Saat ini, ia lebih betah berada di sekolah. Bersama dengan anak-anak membuat hidupnya sedikit penuh dengan warna.“Miss, kenapa belum ada yang jemput aku, ya?” Langkah kaki mungil Leanor berhenti di sisi Dara, ia mengikuti posisi sang guru yang menunduk untuk membereskan kursi-kursi di kelas.“Oh— benarkah? Kalau begitu kita bisa menunggu Papa sambil bermain, bagaimana?”“Aku bosan, aku juga ngantuk, Miss,” keluhnya.Sejenak Dara berpikir. “Bagaimana kalau main ke rumah, Miss? Tapi di rumah Miss juga tidak ada mainan, bagaimana, dong?” tutur Dara seraya membelai pipi Leanor.“It’s okay. Aku boleh numpang tidur di sana kan?” Seketika Dara tersenyum hangat.“Tentu saja. Baiklah kalau begitu tunggu sebentar. Miss harus beres
Pukul lima petang, deru mobil terdengar di pinggir jalan rumah Dara. Gadis itu mengintip dari kaca buram di jendelanya. Ia lantas membuka pintu saat mengetahui siapa orang yang turun dengan terburu-buru dari mobil.“Maaf, Dara,” serunya saat sudah berada dekat dengan Dara yang berdiri di ambang pintu.“Tidak masalah, Pak. Lea aman bersama saya.”“Sungguh, ini tidak seharusnya terjadi. Mana ada terlambat selama tiga jam? Ini gila,” umpatnya lirih tidak mau Lea mendengarnya.“Dia sedang makan. Mari masuk.” Aaron melangkahkan kaki masuk ke dalam hunian wanita muda itu.Sama halnya dengan Lea, seraut wajah pria itu tampak biasa. Sejujurnya Dara malu, tetapi kenapa? Ini memang kehidupan yang sedang dia jalani bukan?“Bapak bisa temani Lea makan,” tawar Aaron.“Tidak, Dara. Ini sudah cukup merepotkanmu.”“Saya tidak merasa begitu, Pak.”“Berhenti memanggilku bapak, Dara. Aku tidak setua itu,” katanya dengan sunggingan senyum guna mencairkan situasi yang terasa begitu formal dan kaku.Dara p
“A! Bajingan kamu! Laki-laki nggak guna!” teriak Dara murka. Ia lepaskan kekecewaan, lara, luka yang sudah terlanjur mengoyak seluruh tubuhnya. Secara mental dan juga fisiknya. Dia lelah dan ingin menyerah sekarang juga.Gadis berambut panjang itu berhasil kabur dari amukan sang suami yang kian menggila. Raka menendang, menampar bahkan memukul berulangkali tubuh Dara tanpa ampun. Ia lontarkan kata-kata yang membuat harga diri Dara hancur.Wanita murahan!Wanita gatel!Wanita nggak guna!Kepalanya berdenyut jika mengingat itu semua, ini juga diakibatkan oleh benturan, tetapi bukan itu yang membuatnya menangis.Aku mencinta baru sekali, Tuhan. Lantas kenapa Kau datangkan pria seperti itu? Tidak adakah makluk lain selain dia? Kenapa aku begitu dibuat yakin dengan perjuangannya? Kemudian aku dibuang begitu saja? Batinnya terus berkesinambung.“Nggak ada gunanya lo teriak," sergah seseorang yang Dara tidak sadari keberadaannya sebelum itu.Ia tolehkan kepala beserta tubuhnya. Mencari tahu
Sejenak Dara membiarkan tubuhnya mematung di tempatnya sekarang. Melamun juga tidak membuat onar sekitar seperti berteriak yang ia lakukan barusan bukan?"Mungkin kau punya rekomendasi cerita romantis?" celetuk Dara. Setelah keheningan merajai tempat tersebut."Hubungan Terlarang karya Pena D. Dia hebat buat cerita dengan ending yang bikin geram dan sukses membuat pembaca salah tebak mulu. Gue suka stalking sosmed dia. Tapi nggak tahu dia cewek apa cowok. Soalnya dia juga nulis genre fantasi. Hanya Pena D yang aku baca semua karyanya.""Pena D?"Dara hampir tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Nama penanya ternyata dikenal orang? Sungguh, suasana hatinya menjadi jauh dan sangat jauh lebih tenang. Bisa dikatakan bahwa saat ini dia bahagia.Dia menulis selama lima tahun dan ternyata ada yang membaca karyanya sejauh ini? Dara kira tidak ada yang mau mengikuti karyanya. Mereka yang mampir kebanyakan tidak mau mengikuti akun sosial medianya. Akan tetapi, diam-diam mereka menguntitnya?
"Dara percaya sama aku. Kalau aku nggak cinta sama kamu, kenapa aku harus rela keluar dan memulai segalanya dari awal? Dari nol bersama kamu, Dara? Aku bukan tidak maumenyentuhmu. Aku— aku merasa belum pantas menyentuhmu.""Karena kedok! Semua kamu lakukan hanya demi menutupi penyimpangan yang ada dalam dirimu," terang Dara. Wajahnya datar dan dingin. Suaranya pun terdengar hambar. Benar-benar dia sudah berada dititik terpasrah dalam hidupnya.Dara justru mendapatkan tamparan yang cukup keras. Padahal dia hanya memberikan pernyataan yang dia pikirkan saja. Dara bukan cenayang, Dara bukan paranormal yang bisa membaca pikiran orang ataupun mengerti sebuah ungkapan itu adalah kebohongan atau kejujuran.Semua kepercayaannya telah hilang, sejak terakhir kali Dara ditolak secara mentah-mentah. Ternyata dia merendah pun masih bisa direndahkan. Bukankah itu memalukan, menyedihkan, dan apa pun itu sebutannya yang jelas Dara hilang respect."Dara! Kenapa kamu punya pikiran seperti itu?! Jika ak