Hubungan Raka dan Dara tidak disetujui oleh orang tua Raka. Namun Raka tetap mempertahankan cintanya sampai pernikahan digelar. Hasilnya, Raka diusir dari rumah oleh sang ayah. Satu tahun menjalani pernikahan, kehidupan ekonomi mereka sangat pas-pasan. Tinggal di rumah kontrakan kecil. Tidak memiliki barang-barang mewah ataupun elektronik. Selama itu pula Dara tidak pernah disentuh oleh suaminya. Dia masih perawan. Raka selalu menolak ajakan berhubungan badan dengan dalih lelah bekerja karena lembur setiap hari. Sampai Dara mendapatkan fakta mengejutkandari semua sikap yang diterima dari sang suami. Raka...
View MoreBerdiri di depan sebuah bangunan reyot yang tidak tampak layak untuk ditinggali. Sepasang suami istri yang baru saja resmi menikah itu saling beradu pandang.
Kebaya putih dan wiru cokelat dengan belahan di sisi kiri masih melekat di tubuh sang pengantin wanita. Riasan di wajahnya terlihat memudar oleh keringat.
“Sementara kita tinggal di sini dulu, ya? Sampai aku dapat kerja yang lebih baik,” tukas pria berpotongan rambut cepak itu. Tangannya bertaut menggenggam jemari lembut nan kecil milik Dara, istrinya.
Perempuan itu mengangguk. “Kurasa ini sudah cukup baik untuk bernaung di bawah terik panas matahari dan badai saat hujan, Mas.” Tidak masalah di mana pun dia tinggal. Ia pernah tinggal di tempat yang lebih buruk dari tempat itu.
Raka, pria itu mengembangkan senyum. Ia lantas menyeret langkah beriringan dengan sang istri guna memasuki bangunan yang tidak lebih dari enam kali lima meter2 itu.
Tuas pintu didorong masuk dan suara derit menyedihkan mereka dengar. Aroma apak menyeruak menusuk penciuman keduanya. Spontan Raka melepaskan genggaman tangannya dari Dara dan mengibaskan telapak tangan di depan muka, mengusir bebauan yang asing di hidung.
Sorot matanya meliar, memindai setiap sudut yang ada di tempat baru. Kamar mandi berada tepat di sebelah dapur. Satu kamar tidur di sisi kiri pintu masuk dengan ukuran yang tidak terlalu besar, juga tidak terlalu sempit. Cukup untuk tidur keduanya. Kemudian tidak ada lagi sekat antara jalan menuju dapur dan juga ruang tamu.
Jendela dengan bingkai kayu usang dengan kaca buram di tengahnya yang— mungkin fungsinya untuk mengintip penunjung, persis berada di sebelah kanan pintu utama.
Dara menggigit bibir bawah bagian dalam. Tangannya terasa keram. Ia meletakkan tas jinjing yang sudah dia tenteng sejak pulang dari KUA tadi. Lantas ia menjauh dari pintu. Menjelajah ruangan sempit yang akan menjadi tempat berpulang.
“Kita akan buat rumah ini nyaman, Mas. Mungkin sedikit polesan cat bisa membuatnya lebih segar,” tukas Dara. Tangannya menggeser tirai anti air sebagai pengganti pintu kamar mandi.
“Tentu. Warna apa yang kau mau?” Raka melongok meniti bakal kamar tempatnya rehat kala balik dari penatnya bekerja.
“Sepertinya kita tidak butuh cat. Kita plamir saja, biar lebih hemat. Toh, fungsinya juga sama saja kan?”
Raka mengangguk tanpa menoleh ke arah Dara. Matanya masih sibuk mengawasi tembok-tembok penuh dengan lubang di depannya. Bahkan ada sudut yang lembab.
Jelas saja dia setuju dengan gagasan itu. Uangnya hanya tersisa lima ratus ribu. Tidak ada harta lagi di koper yang diseretnya ke mana-mana sejak tadi. Hal tragis dalam hidupnya baru saja terjadi. Berdalih dengan pernikahan ini penderitaannya akan musnah.
Dara duduk di sisi dipan dengan kasur tipis tanpa seprei berwarna biru. Memuntahkan isi dalam tas hitam berukuran sedang itu, kemudian disusun pada lemari plastik yang sudah disediakan oleh pemilik gubuk.
“Mas, maafkan aku. Karena aku kamu harus mengalami hal ini,” sesal Dara. Ia menghentikan aktivitasnya dan meraih vieny hand sang suami, mengisi sela-sela kosong di sana.
Raka menimpuk punggung tangan Dara lalu meremasnya lembut. “Ini pilihanku. Jadi— tidak perlu ada yang disesalkan. Setiap pria dewasa pasti akan menentukan pilihannya. Dan pendirianku berakhir bersamamu, Da. Jadi tolong jangan buat aku kecewa telah memilihmu,” timpal Raka dengan binar mata penuh pengharapan.
Tanpa kau minta, aku juga tidak berniat meninggalkan bahkan menyiakanmu, Mas. Kita akan berjuang bersama mulai hari ini, batin Dara.
“Aku yakin, mereka memaafkan kamu, Mas. Kamu anaknya, satu-satunya lagi. Jadi, jika ada waktu luang kamu boleh mampir ke rumah ibu dan ayahmu,” balas Dara. Sekarang ia rebahkan kepalanya di bahu suaminya. Gelar yang baru dua jam disandang laki-laki dengan tinggi seratus tujuh puluh sentimeter itu.
“Sudahlah, aku tidak berniat membahas mereka lagi. Kalau sudah diusir, berarti mereka memutus kontak denganku. Aku tidak mau mengemis. Selama ini aku sudah menurut sepanjang usia anak-anak, remaja hingga, dua puluh lima tahun, Da. Kemudian, tiga tahun berikutnya saat aku mengenalmu dan meminta izin menikah bersamamu, jawaban mereka apa? Malah ngusir aku dan menghinamu.”
Terdengar jelas emosi yang kuat di nada bicaranya. Bagaimana tidak, dia sudah terus menuruti apa saja pinta orangtuanya. Namun, satu permintaannya justru berakhir dengan— ya, pengusiran.
“Mereka tetap orangtuamu, Mas. Pelan-pelan, ya. Aku yakin kalau—”
“Aku lapar. Sebaiknya kamu beli mie,” sela Raka memutus obrolan. Sungguh dia muak jika membahas tentang kejadian pagi tadi.
Lagi, Dara mengangguk. Ia menarik diri dan menatap wajah Raka yang sekarang sibuk sudah berdiri membelakangi tubuhnya. Dia tahu bagaimana perasaan pria itu. Marah, kecewa, sedih, bahkan mungkin juga menyesal.
"Siapa aku? Siapa aku yang kalian kenal?" Setelah sekian lama.membisu, bahkan daftar menu yang sebelumnya tersentuh pun kini teronggok tidak dihiraukan. Mereka kalut dengan pemikiran mereka masing-masing. Mereka sibuk meminta maaf dan menantikan jawaban yang diberikan oleh anaknya."Prilly. Dara, bahkan namamu sekarang atau dulu, mommy tidak peduli. Siapa pun nama yang kamu sukai, kamu berhak memakainya. Bu Larasita sudah memberikan nama yang begitu baik, begitu indah dan bagus. Mommy hanya ingin kamu memaafkan kamu, Nak. Mommy telah kehilangan segalanya, penyesalan mommy tidak pernah bisa berhenti setelah mengetahui berita hilangnya, kamu. Mommy minta maaf, Dara." Veily mencoba meraih tangan anaknya.Anak yang tidak pernah dia asuh, tidak pernah dia susui. Tidak pernah berhenti dia rindukan, tetapi tidak pernah ada aksi yang dia lakukan hingga dua puluh enam tahun berlalu. Sebegitu pentingkah Cloe sampai harus melupakan anak mereka yang lainnya?"Ibu," gumam Dara. Air mata yang menet
Sebuah mobil putih berhenti di halaman sempit milik Dara, tepat di bahu jalan mungkin lebih lama. Karena pekarangan rumah itu bahkan tidak muat untuk di masuki motor."Siapa, ya?" tukas Dara dengan tatapan yang lurus ke depan meniti siapa gerangan orang yang menakutkan mobilnya di depan gubuk reyot miliknya."Aku kenal mobil itu," jawab Abby, tetapi dia tidak berniat memberitahukan siapa pemiliknya ke pada Dara. Begitu keduanya tiba dan keluar dari mobil. Dara melihat dua orang berdiri di depan rumahnya dan barang-barang miliknya yang sudah berada di luar rumah.Dara melongo tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Bahkan wanita paruh baya dengan gayanya yang khas dan tubuh yang masih sangat kokoh dan fit itu terlihat berseteru dengan sang pemilik rumah."Tante Veily? Ada apa ini? Ibu Luri, kenapa barang-barang saya di luar?" Dara yang telah berhasil mendekati mereka, langsung bertanya alasan kenapa barang-barang miliknya seolah terbuang."Masih tanya kenapa! Kamu jelas-jelas tidak bi
Dalam ruangan yang tidak terlalu besar, mungkin hanya tujuh kali delapan meter, di sana hanya ada ranjang yang memiliki tiang besi dengan ukiran lawas di bagian atas kepala, dua nakas di samping kanan dan kiri tempat meletakkan lampu tidur dan satu sofa serba guna, atau sofa seribu gaya. Ranjang itu sendiri tidak terlalu besar, dengan ukuran besar. Sempit dan memang itu yang diinginkan oleh pemiliknya. Tidak ada almari di dalam ruangan itu, karena bukan difungsikan untuk serba bisa.Almari dan ruang ganti berada di sebelah kamar utama dengan satu pintu penghubung yang hanya ditutup dengan tirai transparan. Di depan kamar sedikit ke kiri adalah ruang baca yang menyuguhkan pemandangan gunung di depannya. Di ruangan paling ujung adalah kamar mandi dan dapur. Ada satu pintu yang menuju ke kebun sayur dan beberapa buah yang bisa hidup di kaki gunung.Di samping ruang tamu, jendela besar yang terpasang kaca itu, tempat bersantai, membaca buku tentunya yang sudah pasti sungai adalah pemandan
Lain rasa bahagia yang dirasakan oleh Dara bersama dengan keluarga barunya. Lain pula apa yang dirasakan Ravella pada keluarganya. Semuanya berubah 180° atau mungkin putaran penuh? 360° atau bagaikan dijungkir balikkan sebuah fakta yang mengejutkan nuraninya? Intinya kehidupannya sudah tidak lagi sama dengan kehidupan yang pernah dia rasa sempurna. Dari kubangan dipungut tercuci bersih dan menyombongkan diri, lupa bahwa dia telah merebut kehidupan bahagia seseorang. Kini, semuanya dikembalikan! Dia tetap akan mengingat bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa, yang justru kini harus menanggung beban tetapi orang lain menyebutnya anugerah.Anak— ya! Ravella harus mengurus anaknya seorang diri. Di mana sang ayah mertua meninggal dunia tidak lama setelah dilarikan ke rumah sakit. Sang ibu mertuanya harus syok berat menghadapi kenyataan bahwa dia seorang diri saat ini. Ia juga tidak akan menerima kehadiran Ravella tanpa Raka. Membiarkan wanita itu terkatung-katung tidak jelas bersama cucunya. A
Dalam perjalanan pulang mengantar Dara pulang dengan hati yang diliputi rasa malu, Abby bungkam. tidak ada sepatah kata yang keluar kecuali ungkapan maaf."Maafkan aku, Dara. sungguh, kukira Mommy akan luluh saat melihatmu. tapi, dia justru bersikap layaknya manusia paling suci.""Aku sama sekali tidak mempermasalahkan semua ini, Bee. Tidak mudah menerimaku di tengah musibah yang telah terjadi. Kamu tidak seharusnya marah sama ibumu. Kamu tahu bagaimana aku begitu merindukan sosok ibu kan? Maukah kamu kembali ke rumah dan lebih baik kita meminta maaf padanya.""Tidak! dia sudah merendahkanmu, Sayang." Dara menggeleng."Direndahkan tidak selalu rendah kan? Aku punya kamu, aku tidak merasa di rendahkan saat seorang pria membelaku mati-matian. Aku hanya tidak mau hubunganmu dengan Ibu semakin hancur gara-gara aku. Kita kembali, ya?"Menanti beberapa menit untuk menimbang keputusan hingga mobil itu berputar arah kembali ke rumah. Saat kembali membuka pintu yang sempat dua tinggalkan Abby
"Tidak! Aku tidak mau mereka kemari! Kalau pun tetap memaksakan ke sini, ya sudah kamu saja yang layani mereka, Pa!" ketusnya setelah Abrisam menyampaikan jika Abby dan Dara akan ke sini untuk makan malam bersama."Ma! Kenapa kamu sangat membenci Abby? Apa salah dia padamu?" Abrisam duduk di sofa, kemudian menatap tajam istrinya yang masih saja terlihat ketus.Sebetulnya Dayyana juga bingung, jawaban apa yang harus dia lontarkan untuk suaminya. Abby memang anaknya yang cukup baik dan tidak senakal itu sehingga dia tak menyukainya. Hanya saja, mungkin karena dia terlalu menyayangi Aaron membuat dia menomor duakan anaknya yang lain, yakni Abby."Kamu itu ibunya! Kenapa kamu bisa-bisanya bersikap seperti itu pada Abby? Ma, Abby itu anak kita satu-satunya sekarang! Abby satu-satunya penerus keturunan kita! Dia darah daging kita! Abby—""Sejak kecil, Abby selalu kamu bedakan. Padahal dia anak yang baik, Ma. Kenapa bisa-bisanya kamu membeda-bedakan kasih sayang antara Aaron dan Abby? Keduan
Rasanya aura rumah mewah ini terasa mencekam bagi Dara. Dia semakin kedinginan, bukan karena suhu di sini, melainkan karena cemas dan takut hingga suhu yang hangat berubah menjadi dingin bagaikan di kutub selatan.Dayyana duduk di atas sofa ruang tamu, wajahnya tetap terlihat tidak bersahabat. Hanya Abrisam yang menampakkan wajah humble-nya. Bahkan, dia sampai menyambut anak dan calon menantunya itu dengan pelukan hangatnya. Membuat ketakutan serta kecemasan Abby dan Dara berkurang beberapa persen."Akhirnya kalian sampai, Papa sejak tadi menunggu. Bagaimana perjalanan ke sini, Abby menjalankan mobil dengan santai? Tidak ngebut?" tanya Abrisam, terdengar sangat perhatian, bukan basa-basi semata.Dara mengangguk pelan, bingung harus menjawab apa karena takut salah bicara, terlebih Dayyana masih terlihat dingin."Kamu cantik sekali, Anakku. Pantas saja Abby sangat tergila-gila padamu?" Abrisam tak mau berhenti menggoda calon mantunya itu, niat dia sebetulnya baik, karena ingin membuat D
Selama di perjalanan, Dara tak henti-hentinya berpikir keras. Jika sekarang dirinya dan Abby akan bertemu dengan Dayyana, apakah tidak akan terjadi hal yang buruk? Mengingat kejadian waktu itu tidak begitu menyenangkan. Perjalanan yang tadinya dia pikir akan terasa menyenangkan karena bisa berdua, mengobrol, serta semakin dekat dengan kekasihnya kini berubah menjadi menegangkan. Dara benar-benar takut jika Dayyana akan melakukan tindakan yang tidak diinginkan. Saat ini rasanya kepala wanita bernama Dara ini pening sekali. Tak mau rasanya jika nanti ketika bertemu Dayyana terjadi hal yang tidak menyenangkan. Dara mencinta Abby, sangat mencintainya, terlebih Abby mampu membuatnya bisa berdamai dengan masa lalu yang begitu pahit. Dara tak mau kehilangan Abby, pria ini terasa sudah sempurna baginya jika dibandingkan dengan mendiang mantan suami yang memiliki perangai tidak baik. "Kamu kenapa, Baby?" Abby memecah keheningan perjalanan, segera Dara meresponsnya dengan senyuman disertai ge
Selama ini dia hidup serba ada, serba bisa tetapi, siapa yang sangka bahwa anaknya berjuang mati-matian untuk bertahan hidup dan mempertahankan kehidupan. Berjuang menemukan sebuah kebahagiaan."Bisakah kita membuat janji dengannya? Aku tidak sabar bertemu dengan Prilly, Wisnu," lirih Veily."Bersabarlah, Sayang. Panggil dia Dara sampai kita berhasil meyakinkan kenyataan ini. Sepertinya kita butuh bantuan Abby untuk ini, aku yakin saat ini mereka bersama," tutur Wisnu."Sebaiknya jangan beritahu Abby sebelum kalian memberitahukannya pada Dara. Kalian bisa bayangkan kalau Dara tahu lebih lama ketimbang Abby? Ayolah, kalian pasti bisa merasakannya," sela Faiz. Apa yang dikatakannya bukankah benar, memang seharusnya mereka memberitahu Dara baru Abby, bukan terbalik, jika tidak ingin Dara kian kecewa.Entah bagaimana tanggapan wanita itu nanti, Wisnu dan Veily hanya berharap bahwa Dara menerima juga memaafkan keduanya.**Sebuah mobil silver ber
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments