"Baik, bagus sekali! Terima kasih, Pak. Terima kasih sudah mau membantu kami," katanya. Wisnu segera mengakhiri panggilan dan segera mendekati istri dan rekannya."Kabar bagus, apa yang kita cari bisa kita temukan saat ini. Kita harus bergerak, polisi sudah mengirimkan alamat padaku." Senyum Wisnu terulas sempurna, begitupun dengan Veily dan pria yang akrab dikenal sebagai Faiz itu langsung beranjak.Ketiganya menelusuri jalanan, cukup jauh dari tempat kejadian. Pantas saja mereka tidak akan menemukan informasi apa pun di sekitar lokasi, jadi orang itu ternyata membawanya hampir keluar kota."Kita mau ke mana ini, Wisnu?" gumam Veily yang tampak kebingungan dengan jalanan yang kini mulai tampak cukup sepi, berderet-deret rumah yang berjarak cukup jauh."Kita hampir tiba, Sayang. Nah! Lihat bangunan hijau itu, di sana adalah panti asuhan. menurut informasi dari pihak kepolisian, wanita dengan nama yang selalu kita jumpai di setiap artikel membawa bayi itu
Wisnu terus membeberkan mulai dari kelahiran, penyakit Cloe dan juga sampai kejadian Cloe menikah dan meninggal. Juga permintaan maaf karena saat Cloe ada di Indonesia dalam waktu yang cukup lama mereka bahkan tidak pulang ke Indonesia. Sungguh mungkin banyak orang mengira bahwa mereka orang tua yang pilih kasih, tidak adil juga menyebalkan. Namun, keduanya terus bercerita setiap kendala yang terjadi, bagaimana Veily down dengan berita yang berurutan, penyakit Cloe yang menyita perhatian.Larasita terus mendengarkan dengan sesekali mengangguk-angguk. Dia begitu memahami semuanya, kenapa tidak? Dia sudah tua dan banyak memakan pahit manis, asin legitnya kehidupan yang begitu terkadang menguras emosi."Jadi begitu, Bu. Kamu sungguh frustasi dengan semuanya. Menantu saya juga baru saja meninggal dua Minggu yang lalu," jelasnya lagi."Saya turut berduka untuk kehilangan itu, Tuan, Nyonya. Ya! Dara… saya menemukan bayi itu tepat saat kecelakaan itu terjadi. Kejadiannya sangat cepat dan tra
"Hai! Selamat pagi!" sapa Dara, dia berjalan menuju mejanya dan meletakkan tasnya, tanpa duduk. Berdiri di samping meja yang cukup keren di matanya.Suara balasan dari mereka sungguh membuat Dara bersemangat, mereka ramah dan mungkin remaja brutal tidak akan ada di sana, kecuali kekasihnya yang selalu bersikap demikian. Dara mengulas senyumnya ketika mengingat tiga hari dia bahkan belum bertemu dengan pria itu."Okay, saya rasa kalian sudah tahu kalau saya adalah Sandara. Guru bahasa kalian, ini adalah jam pertama untuk saya jadi, ada yang mau memulai kelas?" Dara menatap mereka satu persatu. Kagum, pakaian bersih, rapi, dan berseragam lengkap. Mereka semua cantik dan rupawan."Mulai dengan perkenalan, Bu. Bagaimana jika hari ini sedikit santai, agar kami mengenal guru terbaik kami," teriak salah satu murid yang duduk di barisan tengah dari depan pun dari samping."Okay, apa perlu membuat kartu nama layaknya anak paud?" Mereka tertawa dengan pertanyaan ya
[Aku kirim sesuatu ke rumah, pakai untuk malam nanti, ya. Aku akan jemput pukul tujuh] begitulah isi pesan yang diketik oleh Abby pada Dara. Kini wanita yang tengah beristirahat di ruang guru tersebut hanya mampu cengar-cengir membayangkan pertemuan mereka setelah tiga hari. Dara selayaknya seorang remaja yang jatuh cinta, astaga memalukan! Namun, adakah kata memalukan untuk sebuah cinta? Bahkan cinta itu menuntun pada hal gila, bukankah begitu?Dara hanya membalasnya dengan satu kata, okay' kemudian dia kembali mempersiapkan materi yang akan dia berikan untuk anak didiknya di pelajaran yang akan datang. Dara juga perlu mempelajari banyak hal di sekolah itu. Mengenal seluk-beluk, apa yang diizinkan juga tidak diizinkan. Mengenal pada guru dan juga mengenal murid yang ada di sana.Sementara di sisi lain kota yang jauh dari hiruk-pikuk suara kendaraan, Wisnu dan Veily melongo hampir tidak percaya dengan yang dia lihat. Veily tidak henti-hentinya menitikan air ma
Selama ini dia hidup serba ada, serba bisa tetapi, siapa yang sangka bahwa anaknya berjuang mati-matian untuk bertahan hidup dan mempertahankan kehidupan. Berjuang menemukan sebuah kebahagiaan."Bisakah kita membuat janji dengannya? Aku tidak sabar bertemu dengan Prilly, Wisnu," lirih Veily."Bersabarlah, Sayang. Panggil dia Dara sampai kita berhasil meyakinkan kenyataan ini. Sepertinya kita butuh bantuan Abby untuk ini, aku yakin saat ini mereka bersama," tutur Wisnu."Sebaiknya jangan beritahu Abby sebelum kalian memberitahukannya pada Dara. Kalian bisa bayangkan kalau Dara tahu lebih lama ketimbang Abby? Ayolah, kalian pasti bisa merasakannya," sela Faiz. Apa yang dikatakannya bukankah benar, memang seharusnya mereka memberitahu Dara baru Abby, bukan terbalik, jika tidak ingin Dara kian kecewa.Entah bagaimana tanggapan wanita itu nanti, Wisnu dan Veily hanya berharap bahwa Dara menerima juga memaafkan keduanya.**Sebuah mobil silver ber
Berdiri di depan sebuah bangunan reyot yang tidak tampak layak untuk ditinggali. Sepasang suami istri yang baru saja resmi menikah itu saling beradu pandang.Kebaya putih dan wiru cokelat dengan belahan di sisi kiri masih melekat di tubuh sang pengantin wanita. Riasan di wajahnya terlihat memudar oleh keringat.“Sementara kita tinggal di sini dulu, ya? Sampai aku dapat kerja yang lebih baik,” tukas pria berpotongan rambut cepak itu. Tangannya bertaut menggenggam jemari lembut nan kecil milik Dara, istrinya.Perempuan itu mengangguk. “Kurasa ini sudah cukup baik untuk bernaung di bawah terik panas matahari dan badai saat hujan, Mas.” Tidak masalah di mana pun dia tinggal. Ia pernah tinggal di tempat yang lebih buruk dari tempat itu.Raka, pria itu mengembangkan senyum. Ia lantas menyeret langkah beriringan dengan sang istri guna memasuki bangunan yang tidak lebih dari enam kali lima meter2 itu.Tuas pintu didorong masuk dan suara derit menyedihkan mereka dengar. Aroma apak menyeruak me
Satu tahun terlewat. Bukan hal mudah bagi Dara menjalani kehidupan penuh dengan luapan emosi setiap harinya. Tidak sampai satu bulan hubungan harmonis yang menjanjikan itu. Nyatanya setiap waktu Dara dan Raka bisa saja memiliki pendapat yang bertentangan.“Kamu di mana, Mas? Ini sudah jam sembilan, kenapa belum pulang juga?” tanya Dara dengan suara lembut. Dia lelah bertengkar dan harus terus menunggu sang suami pulang larut sepanjang waktu 24x7.“Dua jam lagi aku balik, Da. Kamu tidur dulu saja, nggak usah nunggu aku balik.”“Tapi, Mas. Aku—” panggilan terputus tanpa Dara mampu menyelesaikan kalimatnya.Gadis itu mengusap wajah gusar. Ada desir perih dalam perutnya. Ia kembali membuka dompet yang teronggok di meja. Sudah puluhan kali dia membukanya dan mendapati hal yang tidak akan berubah. Sama sekali tidak dilihat uang di sana. kecuali koin lima ratus rupiah untuk penunggu.“Ck! Sampai mata belekan juga nggak bakal beranak kan duit ini,” gerutunya. Ia kembali melempar dompet bewarna
“Besok tidak perlu datang, ya. Ibu ada pertemuan dengan kakak Bina Karya, jadi kalian libur kalau ada kesulitan bisa langsung chat ibu,” tutur Dara.Ia menatap satu persatu anak didiknya. “Baik, Bu.” Serempak. Sepuluh murid remaja tanggung itu mengemas semua buku dan bersiap pamit mencium punggung tangan Dara.Memberikan jam tambahan belajar bagi anak-anak tingkat sekolah dasar. Pekerjaan sampingan yang— apa saja dia lakoni demi menunjang kehidupan bersama dengan Raka.Gadis itu melirik jam yang lekat di dinding. Senja sudah menyambutnya. Ia mengintip di balik kaca buram yang ada di kanan pintu, melihat apakah hari ini ada keajaiban untuk Raka?Desahan kecewa kudu ditelan gadis dua puluh enam tahun itu. Berjalan ke kursi kayu dan memutuskan untuk mengetik naskah yang dia garap. Melupakan pertengkaran yang semalam seperti berputar dalam ingatan.“Kamu menamparku, Mas? Sejak kapan, kamu tega lakukan ini?” Suara Dara bergetar. Dia terkejut dengan kemajuan perilaku Raka yang semakin hari k
Selama ini dia hidup serba ada, serba bisa tetapi, siapa yang sangka bahwa anaknya berjuang mati-matian untuk bertahan hidup dan mempertahankan kehidupan. Berjuang menemukan sebuah kebahagiaan."Bisakah kita membuat janji dengannya? Aku tidak sabar bertemu dengan Prilly, Wisnu," lirih Veily."Bersabarlah, Sayang. Panggil dia Dara sampai kita berhasil meyakinkan kenyataan ini. Sepertinya kita butuh bantuan Abby untuk ini, aku yakin saat ini mereka bersama," tutur Wisnu."Sebaiknya jangan beritahu Abby sebelum kalian memberitahukannya pada Dara. Kalian bisa bayangkan kalau Dara tahu lebih lama ketimbang Abby? Ayolah, kalian pasti bisa merasakannya," sela Faiz. Apa yang dikatakannya bukankah benar, memang seharusnya mereka memberitahu Dara baru Abby, bukan terbalik, jika tidak ingin Dara kian kecewa.Entah bagaimana tanggapan wanita itu nanti, Wisnu dan Veily hanya berharap bahwa Dara menerima juga memaafkan keduanya.**Sebuah mobil silver ber
[Aku kirim sesuatu ke rumah, pakai untuk malam nanti, ya. Aku akan jemput pukul tujuh] begitulah isi pesan yang diketik oleh Abby pada Dara. Kini wanita yang tengah beristirahat di ruang guru tersebut hanya mampu cengar-cengir membayangkan pertemuan mereka setelah tiga hari. Dara selayaknya seorang remaja yang jatuh cinta, astaga memalukan! Namun, adakah kata memalukan untuk sebuah cinta? Bahkan cinta itu menuntun pada hal gila, bukankah begitu?Dara hanya membalasnya dengan satu kata, okay' kemudian dia kembali mempersiapkan materi yang akan dia berikan untuk anak didiknya di pelajaran yang akan datang. Dara juga perlu mempelajari banyak hal di sekolah itu. Mengenal seluk-beluk, apa yang diizinkan juga tidak diizinkan. Mengenal pada guru dan juga mengenal murid yang ada di sana.Sementara di sisi lain kota yang jauh dari hiruk-pikuk suara kendaraan, Wisnu dan Veily melongo hampir tidak percaya dengan yang dia lihat. Veily tidak henti-hentinya menitikan air ma
"Hai! Selamat pagi!" sapa Dara, dia berjalan menuju mejanya dan meletakkan tasnya, tanpa duduk. Berdiri di samping meja yang cukup keren di matanya.Suara balasan dari mereka sungguh membuat Dara bersemangat, mereka ramah dan mungkin remaja brutal tidak akan ada di sana, kecuali kekasihnya yang selalu bersikap demikian. Dara mengulas senyumnya ketika mengingat tiga hari dia bahkan belum bertemu dengan pria itu."Okay, saya rasa kalian sudah tahu kalau saya adalah Sandara. Guru bahasa kalian, ini adalah jam pertama untuk saya jadi, ada yang mau memulai kelas?" Dara menatap mereka satu persatu. Kagum, pakaian bersih, rapi, dan berseragam lengkap. Mereka semua cantik dan rupawan."Mulai dengan perkenalan, Bu. Bagaimana jika hari ini sedikit santai, agar kami mengenal guru terbaik kami," teriak salah satu murid yang duduk di barisan tengah dari depan pun dari samping."Okay, apa perlu membuat kartu nama layaknya anak paud?" Mereka tertawa dengan pertanyaan ya
Wisnu terus membeberkan mulai dari kelahiran, penyakit Cloe dan juga sampai kejadian Cloe menikah dan meninggal. Juga permintaan maaf karena saat Cloe ada di Indonesia dalam waktu yang cukup lama mereka bahkan tidak pulang ke Indonesia. Sungguh mungkin banyak orang mengira bahwa mereka orang tua yang pilih kasih, tidak adil juga menyebalkan. Namun, keduanya terus bercerita setiap kendala yang terjadi, bagaimana Veily down dengan berita yang berurutan, penyakit Cloe yang menyita perhatian.Larasita terus mendengarkan dengan sesekali mengangguk-angguk. Dia begitu memahami semuanya, kenapa tidak? Dia sudah tua dan banyak memakan pahit manis, asin legitnya kehidupan yang begitu terkadang menguras emosi."Jadi begitu, Bu. Kamu sungguh frustasi dengan semuanya. Menantu saya juga baru saja meninggal dua Minggu yang lalu," jelasnya lagi."Saya turut berduka untuk kehilangan itu, Tuan, Nyonya. Ya! Dara… saya menemukan bayi itu tepat saat kecelakaan itu terjadi. Kejadiannya sangat cepat dan tra
"Baik, bagus sekali! Terima kasih, Pak. Terima kasih sudah mau membantu kami," katanya. Wisnu segera mengakhiri panggilan dan segera mendekati istri dan rekannya."Kabar bagus, apa yang kita cari bisa kita temukan saat ini. Kita harus bergerak, polisi sudah mengirimkan alamat padaku." Senyum Wisnu terulas sempurna, begitupun dengan Veily dan pria yang akrab dikenal sebagai Faiz itu langsung beranjak.Ketiganya menelusuri jalanan, cukup jauh dari tempat kejadian. Pantas saja mereka tidak akan menemukan informasi apa pun di sekitar lokasi, jadi orang itu ternyata membawanya hampir keluar kota."Kita mau ke mana ini, Wisnu?" gumam Veily yang tampak kebingungan dengan jalanan yang kini mulai tampak cukup sepi, berderet-deret rumah yang berjarak cukup jauh."Kita hampir tiba, Sayang. Nah! Lihat bangunan hijau itu, di sana adalah panti asuhan. menurut informasi dari pihak kepolisian, wanita dengan nama yang selalu kita jumpai di setiap artikel membawa bayi itu
Kini bahkan Abby kembali menatapnya dengan sorot mata yang begitu memperlihatkan bahwa dia begitu mendambakan dirinya."Abby… serius?" Abby mengangguk, dia menarik kursinya agar lebih dekat dengan Dara. Menarik dagu wanita itu dan tidak menghiraukan pramusaji yang tengah sibuk dengan makanan keduanya."Apakah aku pernah bermain-main denganmu? Apakah semua yang terlewat tampak seperti sebuah sandiwara?" Lagi-lagi Dara menggelengkan kepalanya. Apakah Dara gila jika menganggap semua yang dilakukan oleh Abby adalah sebuah kebohongan. Dia bahkan rela melakukan apa pun untuk wanita itu bukan? Sejak awal, ya! Sejak awal."Tidak sama sekali, By." Abby mendekatkan bibirnya pada bibir Dara, mengecupnya pelan dan melumatnya sesaat sebelum semua perhatian beralih pada mereka berdua."Tunggu sampai papa dan mamaku tenang. Terutama Mama, kamu pasti sudah tahu semuanya bukan? Sejujurnya tanggapan mereka tidak begitu berarti, tetapi aku tetap anak mereka Dara, jika usahaku tidak dihargai maka, dengan
Bukan hanya kesedihan. Kekalutan dan juga marah menyelimuti hati Ravella, apa yang bisa dia banggakan sekarang? Mertua prianya sekarat di rumah sakit yang tidak akan pernah tahu selamat atau tidak. Kemudian mertua perempuannya pun tidak mau tahu tentang dirinya. Dulu, cucu laki-laki itu menjadi tameng untuknya bisa bertahan hidup mewah dengan semua kepemilikan Raka yang menyeret kehidupan kelam Ravella menjadi sebuah mimpi yang menjadi nyata.Namun sekarang? Bahkan untuk bangkit dari duduk yang telah dilalui beberapa jam lalu lamanya saja tidak mampu. Anak yang merengek pun tidak berhasil menyadarkan dia dari semua yang baru saja terjadi. Menerima kenyataan di mana dia akan kembali mlarat, kere, dan tidak akan ada yang mau menampung seorang janda dengan anak.Matanya menatap kosong seluruh ruangan yang sudah mulai surut dari keramaian. Vella sendirian dengan tangisan balita yang ingin sekali dia bungkam."Diamlah! Kehadiranmu bahkan tidak membantu apa pun saat ini!" Hanya bisa terus m
“Tidak masalah, Dara. Kamu tahu, Tuan dan Nyonya Wisnu adalah orang berkelas, dia selalu memberikan dukungan pada siapapun yang terkena masalah dalam rumah tangganya. Kamu beruntung bertemu dengannya. Sayangnya kamu tahu sendiri, bahkan kehidupan anaknya sendiri rumit. Aaron… jelas kamu pasti tahu banyak tentang dia bukan?” Dara mengangguk karena memang dia sudah mengetahui semua tentang pria itu.“Baiklah. Aku tunggu kamu jam sepuluh. Jangan terlambat okay, kita akan buat kejutan untuk pria itu. Biarkan dia mendekam di penjara sampai mati dan membayar seluruh rasa sakit yang kamu alami. Setelah ini kamu akan menjadi jutawan,” kelakar pria botak yang kerap menyebut dirinya dengan nama Bobby.Sepeninggalan Bobby, Dara merasa sedikit tenang, dia harus bersiap untuk mengikuti persidangan. Sungguh dia begitu merindukan bercengkerama dengan Abby, sayangnya dia sama sekali tidak membalas pesan yang dikirim oleh Dara sampai masalah Raka usai dan Dara benar-benar membantu memenjarakan Raka bu
Dara berjalan dengan gontai, dia datang bersama dengan Abby dan keluarga, tetapi harus pulang sendiri. Beginikah rasanya kembali tidak dianggap? Tanpa terasa air matanya menetes. Dara kesal harus menjadi wanita yang lemah setelah mengenal cinta lagi. Dara ingin menjadi layaknya dulu, wanita yang kuat dan terus berjuang."Jika dulu aku bisa bertahan selama dua tahun, kenapa bersama Abby, sehari sudah layaknya seabad. Beginikah rasanya dicintai tetapi mengecewakan?" Dara menghela napasnya dengan dalam.Tiba-tiba, sebuah mobil berhenti di dekatnya, Dara yang berada di trotoar jalan menoleh untuk melihat siapa yang berhenti untuknya."Dara? Masuklah, Nak. Kamu sendirian? Aku kira kamu pulang bersama dengan Abby," seru Veily. Benar sekali, wanita itu ternyata belum pulang hanya duduk di sebuah mobil dan melihat segala tingkah Dayyana yang tidak puas-puasnya melukai Abby. Padahal jelas pria itu sudah dewasa dan tahu apa yang dilakukan olehnya. Dia mengerti dan bisa membedakan mana yang baik