Pukul lima petang, deru mobil terdengar di pinggir jalan rumah Dara. Gadis itu mengintip dari kaca buram di jendelanya. Ia lantas membuka pintu saat mengetahui siapa orang yang turun dengan terburu-buru dari mobil.“Maaf, Dara,” serunya saat sudah berada dekat dengan Dara yang berdiri di ambang pintu.“Tidak masalah, Pak. Lea aman bersama saya.”“Sungguh, ini tidak seharusnya terjadi. Mana ada terlambat selama tiga jam? Ini gila,” umpatnya lirih tidak mau Lea mendengarnya.“Dia sedang makan. Mari masuk.” Aaron melangkahkan kaki masuk ke dalam hunian wanita muda itu.Sama halnya dengan Lea, seraut wajah pria itu tampak biasa. Sejujurnya Dara malu, tetapi kenapa? Ini memang kehidupan yang sedang dia jalani bukan?“Bapak bisa temani Lea makan,” tawar Aaron.“Tidak, Dara. Ini sudah cukup merepotkanmu.”“Saya tidak merasa begitu, Pak.”“Berhenti memanggilku bapak, Dara. Aku tidak setua itu,” katanya dengan sunggingan senyum guna mencairkan situasi yang terasa begitu formal dan kaku.Dara p
“A! Bajingan kamu! Laki-laki nggak guna!” teriak Dara murka. Ia lepaskan kekecewaan, lara, luka yang sudah terlanjur mengoyak seluruh tubuhnya. Secara mental dan juga fisiknya. Dia lelah dan ingin menyerah sekarang juga.Gadis berambut panjang itu berhasil kabur dari amukan sang suami yang kian menggila. Raka menendang, menampar bahkan memukul berulangkali tubuh Dara tanpa ampun. Ia lontarkan kata-kata yang membuat harga diri Dara hancur.Wanita murahan!Wanita gatel!Wanita nggak guna!Kepalanya berdenyut jika mengingat itu semua, ini juga diakibatkan oleh benturan, tetapi bukan itu yang membuatnya menangis.Aku mencinta baru sekali, Tuhan. Lantas kenapa Kau datangkan pria seperti itu? Tidak adakah makluk lain selain dia? Kenapa aku begitu dibuat yakin dengan perjuangannya? Kemudian aku dibuang begitu saja? Batinnya terus berkesinambung.“Nggak ada gunanya lo teriak," sergah seseorang yang Dara tidak sadari keberadaannya sebelum itu.Ia tolehkan kepala beserta tubuhnya. Mencari tahu
Sejenak Dara membiarkan tubuhnya mematung di tempatnya sekarang. Melamun juga tidak membuat onar sekitar seperti berteriak yang ia lakukan barusan bukan?"Mungkin kau punya rekomendasi cerita romantis?" celetuk Dara. Setelah keheningan merajai tempat tersebut."Hubungan Terlarang karya Pena D. Dia hebat buat cerita dengan ending yang bikin geram dan sukses membuat pembaca salah tebak mulu. Gue suka stalking sosmed dia. Tapi nggak tahu dia cewek apa cowok. Soalnya dia juga nulis genre fantasi. Hanya Pena D yang aku baca semua karyanya.""Pena D?"Dara hampir tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Nama penanya ternyata dikenal orang? Sungguh, suasana hatinya menjadi jauh dan sangat jauh lebih tenang. Bisa dikatakan bahwa saat ini dia bahagia.Dia menulis selama lima tahun dan ternyata ada yang membaca karyanya sejauh ini? Dara kira tidak ada yang mau mengikuti karyanya. Mereka yang mampir kebanyakan tidak mau mengikuti akun sosial medianya. Akan tetapi, diam-diam mereka menguntitnya?
"Dara percaya sama aku. Kalau aku nggak cinta sama kamu, kenapa aku harus rela keluar dan memulai segalanya dari awal? Dari nol bersama kamu, Dara? Aku bukan tidak maumenyentuhmu. Aku— aku merasa belum pantas menyentuhmu.""Karena kedok! Semua kamu lakukan hanya demi menutupi penyimpangan yang ada dalam dirimu," terang Dara. Wajahnya datar dan dingin. Suaranya pun terdengar hambar. Benar-benar dia sudah berada dititik terpasrah dalam hidupnya.Dara justru mendapatkan tamparan yang cukup keras. Padahal dia hanya memberikan pernyataan yang dia pikirkan saja. Dara bukan cenayang, Dara bukan paranormal yang bisa membaca pikiran orang ataupun mengerti sebuah ungkapan itu adalah kebohongan atau kejujuran.Semua kepercayaannya telah hilang, sejak terakhir kali Dara ditolak secara mentah-mentah. Ternyata dia merendah pun masih bisa direndahkan. Bukankah itu memalukan, menyedihkan, dan apa pun itu sebutannya yang jelas Dara hilang respect."Dara! Kenapa kamu punya pikiran seperti itu?! Jika ak
“Kamu tidak boleh pergi ke sana lagi, Mas. Bahaya. Lagian berapa, sih uang yang mereka pinjam?”“Banyak, Dara. Lima juta. Bisa untuk bayar kontrakan kita selama lima bulan, kan?”Dara mengerutkan dahinya. "Lima juta? Dapat dari mana kamu uang sebanyak itu, Mas? Selama ini gaji kamu nggak sebanyak itu. Atau emang kamu nggak pernah ngasih ke aku karena kamu lebih mentingin teman gilamu itu?”Entah berapa sebenarnya gaji Raka yang jelas Dara selalu menerima uang dengan jumlah yang sama beberapa bulan terakhir. Lima ratus ribu. Sebelumnya dia bahkan tidak pernah mencicipi uang Raka."Aku— aku menang taruhan kapan hari. Aku pikir aku bisa percaya sama dia. Ternyata tidak," lirih Raka.Haruskah kali ini Dara percaya? Sungguh, dia tidak tahu. Dara menatap manik mata suaminya. Memilih untuk percaya agar tidak merusak suasana bahagia yang baru saja dia dapatkan setelah pertengkaran hebat yang terjadi."Baiklah, hati-hati. Aku akan memasak untukmu, jangan pulang terlambat, jangan makan di luar.
Setelah pulang dari mengajar, Dara menyempatkan diri untuk mampir ke minimarket yang selalu dia lewati. Memarkir sepeda, berjalan mendekati pintu kaca lantas mendorongnya ke dalam.“Dara?” gadis bermata besar dengan bola mata hitam besar itu menoleh.“Aaron? Kamu di sini? Di mana Lea?” dara celingukan mencari keberadaan bocah cilik yang tadi tampak loyo di sekolah.“Di rumah. Dia istirahat, katanya tidak mood keluar rumah.” Dara tergelak.“Ya, itu terlihat sekali tadi pagi,” jawab dara.Mereka melangkah beriringan menyusuri lorong demi lorong di minimarket mencari barang yng diperlukan. Aaron terus saja membuntuti langkah Dara.“Kenapa banyak sekali beli mie?” tanya Aaron.“Jga-jaga pas lagi malas masak.”“Bolehaku bawakan keranjangmu?”“Ah— tidak perlu. Aku bisa lakukan sendiri. Kenapa— kenapa kamu mengikutiku?”“Ehm— tidak. kebetulan aku juga mau beli mie. Ibu Lea titip mie tadi,” jelas Aaron yang disambut anggukan kepala oleh Dara.Lagi, gadis itu berjalan ke arah rak-rak buah dan
Setibanya di rumah, Dara mencoba untuk tetap bersikap dengan tenang. Ia memasak apa yang ingin dia sajikan pada suaminya. Mencoba abai dengan ingkarnya janji pra itu. Jarum jam masih menunjukkan pukul tiga sore. Setidaknya ada waktu tiga jam sampai Raka pulang jika dia tidak terlambat dan memenuhi apa yang dia ucapkan sebelumnya— lagi. Semoga saja, Dara ingin bertanya dengan tenang.Di tengah aktivitasnya justru dia merasakan ada sesuatu yang mengalir dari area kewanitaannya. Gadis itu segera pergi ke kamar mandi, benar saja— Dara mendapatkan tamu yang tidak diundang untuk bulan ini.“Sial! Akh! Kenapa datang saat seperti ini sih? Gila! Lama-lama aku jadi perawan tua!” gerutunya. Siapa yang tidak kesal dia sudah menantikan hari ini, bahkan ia juga sudah mengatakan ‘ya’ pada suaminya. Tadinya dia sudah siap jika daranya akan dibobol oleh sang suami. Nyatanya, gagal total semuanya.Beberapa waktu berlalu. Semua makanan telah siap berjejer rapi di atas meja. Aroma yang lezat menyeruak me
“Ha— hai,” balas Dara terbata-bata. Bagaimana tidak, ini adalah kali pertama dirinya menelepon laki-laki selain suaminya sendiri.“Dara? Akhirnya kamu telfon juga, kamu baik-baik saja ‘kan?” Aaron terdengar cemas. Pasalnya pria itu tahu, terakhir kali mereka bertemu gadis itu tampak lesu dan sama sekali tidak bersemangat.“Ba— baik. Aku— aku ingin mengundangmu makan malam, bisa?” ucap Dara, ia masih sangat kaku. Sangat berbeda saat dia harus berbicara dengan Aaron ketika bertatap muka.“Tentu saja bisa. Aku akan datang ke rumahmu. Suamimu ada ‘kan?”“Tidak! Bukan di rumah, tapi di taman Kencana Wangi. Kalau kamu tidak tahu sebaiknya aku batalkan saja,” kata Dara.“Aku tahu! Tenang saja, aku tahu kok. Tunggu, di sana, ya. Sepuluh menit lagi aku sampai,” sergah Aaron. Dia akan datang meski dia harus mencari di mana taman itu berada.“Terima kasih.” Setelah itu Dara mematikan panggilannya dan tersenyum tipis, bukan senyum karena senang. Lagi-lagi dia mentertawakan dirinya sendiri. Dia me
Selama ini dia hidup serba ada, serba bisa tetapi, siapa yang sangka bahwa anaknya berjuang mati-matian untuk bertahan hidup dan mempertahankan kehidupan. Berjuang menemukan sebuah kebahagiaan."Bisakah kita membuat janji dengannya? Aku tidak sabar bertemu dengan Prilly, Wisnu," lirih Veily."Bersabarlah, Sayang. Panggil dia Dara sampai kita berhasil meyakinkan kenyataan ini. Sepertinya kita butuh bantuan Abby untuk ini, aku yakin saat ini mereka bersama," tutur Wisnu."Sebaiknya jangan beritahu Abby sebelum kalian memberitahukannya pada Dara. Kalian bisa bayangkan kalau Dara tahu lebih lama ketimbang Abby? Ayolah, kalian pasti bisa merasakannya," sela Faiz. Apa yang dikatakannya bukankah benar, memang seharusnya mereka memberitahu Dara baru Abby, bukan terbalik, jika tidak ingin Dara kian kecewa.Entah bagaimana tanggapan wanita itu nanti, Wisnu dan Veily hanya berharap bahwa Dara menerima juga memaafkan keduanya.**Sebuah mobil silver ber
[Aku kirim sesuatu ke rumah, pakai untuk malam nanti, ya. Aku akan jemput pukul tujuh] begitulah isi pesan yang diketik oleh Abby pada Dara. Kini wanita yang tengah beristirahat di ruang guru tersebut hanya mampu cengar-cengir membayangkan pertemuan mereka setelah tiga hari. Dara selayaknya seorang remaja yang jatuh cinta, astaga memalukan! Namun, adakah kata memalukan untuk sebuah cinta? Bahkan cinta itu menuntun pada hal gila, bukankah begitu?Dara hanya membalasnya dengan satu kata, okay' kemudian dia kembali mempersiapkan materi yang akan dia berikan untuk anak didiknya di pelajaran yang akan datang. Dara juga perlu mempelajari banyak hal di sekolah itu. Mengenal seluk-beluk, apa yang diizinkan juga tidak diizinkan. Mengenal pada guru dan juga mengenal murid yang ada di sana.Sementara di sisi lain kota yang jauh dari hiruk-pikuk suara kendaraan, Wisnu dan Veily melongo hampir tidak percaya dengan yang dia lihat. Veily tidak henti-hentinya menitikan air ma
"Hai! Selamat pagi!" sapa Dara, dia berjalan menuju mejanya dan meletakkan tasnya, tanpa duduk. Berdiri di samping meja yang cukup keren di matanya.Suara balasan dari mereka sungguh membuat Dara bersemangat, mereka ramah dan mungkin remaja brutal tidak akan ada di sana, kecuali kekasihnya yang selalu bersikap demikian. Dara mengulas senyumnya ketika mengingat tiga hari dia bahkan belum bertemu dengan pria itu."Okay, saya rasa kalian sudah tahu kalau saya adalah Sandara. Guru bahasa kalian, ini adalah jam pertama untuk saya jadi, ada yang mau memulai kelas?" Dara menatap mereka satu persatu. Kagum, pakaian bersih, rapi, dan berseragam lengkap. Mereka semua cantik dan rupawan."Mulai dengan perkenalan, Bu. Bagaimana jika hari ini sedikit santai, agar kami mengenal guru terbaik kami," teriak salah satu murid yang duduk di barisan tengah dari depan pun dari samping."Okay, apa perlu membuat kartu nama layaknya anak paud?" Mereka tertawa dengan pertanyaan ya
Wisnu terus membeberkan mulai dari kelahiran, penyakit Cloe dan juga sampai kejadian Cloe menikah dan meninggal. Juga permintaan maaf karena saat Cloe ada di Indonesia dalam waktu yang cukup lama mereka bahkan tidak pulang ke Indonesia. Sungguh mungkin banyak orang mengira bahwa mereka orang tua yang pilih kasih, tidak adil juga menyebalkan. Namun, keduanya terus bercerita setiap kendala yang terjadi, bagaimana Veily down dengan berita yang berurutan, penyakit Cloe yang menyita perhatian.Larasita terus mendengarkan dengan sesekali mengangguk-angguk. Dia begitu memahami semuanya, kenapa tidak? Dia sudah tua dan banyak memakan pahit manis, asin legitnya kehidupan yang begitu terkadang menguras emosi."Jadi begitu, Bu. Kamu sungguh frustasi dengan semuanya. Menantu saya juga baru saja meninggal dua Minggu yang lalu," jelasnya lagi."Saya turut berduka untuk kehilangan itu, Tuan, Nyonya. Ya! Dara… saya menemukan bayi itu tepat saat kecelakaan itu terjadi. Kejadiannya sangat cepat dan tra
"Baik, bagus sekali! Terima kasih, Pak. Terima kasih sudah mau membantu kami," katanya. Wisnu segera mengakhiri panggilan dan segera mendekati istri dan rekannya."Kabar bagus, apa yang kita cari bisa kita temukan saat ini. Kita harus bergerak, polisi sudah mengirimkan alamat padaku." Senyum Wisnu terulas sempurna, begitupun dengan Veily dan pria yang akrab dikenal sebagai Faiz itu langsung beranjak.Ketiganya menelusuri jalanan, cukup jauh dari tempat kejadian. Pantas saja mereka tidak akan menemukan informasi apa pun di sekitar lokasi, jadi orang itu ternyata membawanya hampir keluar kota."Kita mau ke mana ini, Wisnu?" gumam Veily yang tampak kebingungan dengan jalanan yang kini mulai tampak cukup sepi, berderet-deret rumah yang berjarak cukup jauh."Kita hampir tiba, Sayang. Nah! Lihat bangunan hijau itu, di sana adalah panti asuhan. menurut informasi dari pihak kepolisian, wanita dengan nama yang selalu kita jumpai di setiap artikel membawa bayi itu
Kini bahkan Abby kembali menatapnya dengan sorot mata yang begitu memperlihatkan bahwa dia begitu mendambakan dirinya."Abby… serius?" Abby mengangguk, dia menarik kursinya agar lebih dekat dengan Dara. Menarik dagu wanita itu dan tidak menghiraukan pramusaji yang tengah sibuk dengan makanan keduanya."Apakah aku pernah bermain-main denganmu? Apakah semua yang terlewat tampak seperti sebuah sandiwara?" Lagi-lagi Dara menggelengkan kepalanya. Apakah Dara gila jika menganggap semua yang dilakukan oleh Abby adalah sebuah kebohongan. Dia bahkan rela melakukan apa pun untuk wanita itu bukan? Sejak awal, ya! Sejak awal."Tidak sama sekali, By." Abby mendekatkan bibirnya pada bibir Dara, mengecupnya pelan dan melumatnya sesaat sebelum semua perhatian beralih pada mereka berdua."Tunggu sampai papa dan mamaku tenang. Terutama Mama, kamu pasti sudah tahu semuanya bukan? Sejujurnya tanggapan mereka tidak begitu berarti, tetapi aku tetap anak mereka Dara, jika usahaku tidak dihargai maka, dengan
Bukan hanya kesedihan. Kekalutan dan juga marah menyelimuti hati Ravella, apa yang bisa dia banggakan sekarang? Mertua prianya sekarat di rumah sakit yang tidak akan pernah tahu selamat atau tidak. Kemudian mertua perempuannya pun tidak mau tahu tentang dirinya. Dulu, cucu laki-laki itu menjadi tameng untuknya bisa bertahan hidup mewah dengan semua kepemilikan Raka yang menyeret kehidupan kelam Ravella menjadi sebuah mimpi yang menjadi nyata.Namun sekarang? Bahkan untuk bangkit dari duduk yang telah dilalui beberapa jam lalu lamanya saja tidak mampu. Anak yang merengek pun tidak berhasil menyadarkan dia dari semua yang baru saja terjadi. Menerima kenyataan di mana dia akan kembali mlarat, kere, dan tidak akan ada yang mau menampung seorang janda dengan anak.Matanya menatap kosong seluruh ruangan yang sudah mulai surut dari keramaian. Vella sendirian dengan tangisan balita yang ingin sekali dia bungkam."Diamlah! Kehadiranmu bahkan tidak membantu apa pun saat ini!" Hanya bisa terus m
“Tidak masalah, Dara. Kamu tahu, Tuan dan Nyonya Wisnu adalah orang berkelas, dia selalu memberikan dukungan pada siapapun yang terkena masalah dalam rumah tangganya. Kamu beruntung bertemu dengannya. Sayangnya kamu tahu sendiri, bahkan kehidupan anaknya sendiri rumit. Aaron… jelas kamu pasti tahu banyak tentang dia bukan?” Dara mengangguk karena memang dia sudah mengetahui semua tentang pria itu.“Baiklah. Aku tunggu kamu jam sepuluh. Jangan terlambat okay, kita akan buat kejutan untuk pria itu. Biarkan dia mendekam di penjara sampai mati dan membayar seluruh rasa sakit yang kamu alami. Setelah ini kamu akan menjadi jutawan,” kelakar pria botak yang kerap menyebut dirinya dengan nama Bobby.Sepeninggalan Bobby, Dara merasa sedikit tenang, dia harus bersiap untuk mengikuti persidangan. Sungguh dia begitu merindukan bercengkerama dengan Abby, sayangnya dia sama sekali tidak membalas pesan yang dikirim oleh Dara sampai masalah Raka usai dan Dara benar-benar membantu memenjarakan Raka bu
Dara berjalan dengan gontai, dia datang bersama dengan Abby dan keluarga, tetapi harus pulang sendiri. Beginikah rasanya kembali tidak dianggap? Tanpa terasa air matanya menetes. Dara kesal harus menjadi wanita yang lemah setelah mengenal cinta lagi. Dara ingin menjadi layaknya dulu, wanita yang kuat dan terus berjuang."Jika dulu aku bisa bertahan selama dua tahun, kenapa bersama Abby, sehari sudah layaknya seabad. Beginikah rasanya dicintai tetapi mengecewakan?" Dara menghela napasnya dengan dalam.Tiba-tiba, sebuah mobil berhenti di dekatnya, Dara yang berada di trotoar jalan menoleh untuk melihat siapa yang berhenti untuknya."Dara? Masuklah, Nak. Kamu sendirian? Aku kira kamu pulang bersama dengan Abby," seru Veily. Benar sekali, wanita itu ternyata belum pulang hanya duduk di sebuah mobil dan melihat segala tingkah Dayyana yang tidak puas-puasnya melukai Abby. Padahal jelas pria itu sudah dewasa dan tahu apa yang dilakukan olehnya. Dia mengerti dan bisa membedakan mana yang baik