“Ha— hai,” balas Dara terbata-bata. Bagaimana tidak, ini adalah kali pertama dirinya menelepon laki-laki selain suaminya sendiri.“Dara? Akhirnya kamu telfon juga, kamu baik-baik saja ‘kan?” Aaron terdengar cemas. Pasalnya pria itu tahu, terakhir kali mereka bertemu gadis itu tampak lesu dan sama sekali tidak bersemangat.“Ba— baik. Aku— aku ingin mengundangmu makan malam, bisa?” ucap Dara, ia masih sangat kaku. Sangat berbeda saat dia harus berbicara dengan Aaron ketika bertatap muka.“Tentu saja bisa. Aku akan datang ke rumahmu. Suamimu ada ‘kan?”“Tidak! Bukan di rumah, tapi di taman Kencana Wangi. Kalau kamu tidak tahu sebaiknya aku batalkan saja,” kata Dara.“Aku tahu! Tenang saja, aku tahu kok. Tunggu, di sana, ya. Sepuluh menit lagi aku sampai,” sergah Aaron. Dia akan datang meski dia harus mencari di mana taman itu berada.“Terima kasih.” Setelah itu Dara mematikan panggilannya dan tersenyum tipis, bukan senyum karena senang. Lagi-lagi dia mentertawakan dirinya sendiri. Dia me
Aaron menatap Dara yang menunjukkan perubahan wajahnya. Dari kesal ke sedih dan mungkin merasa bersalah, entahlah mimik wajah gadis itu tidak bisa ditebak. Dara terlihat sangat menyedihkan. Nasibnya benar-benar tidak mujur."Dara? Kamu baik-baik saja?" Aaron mencekal bahu Dara. Membuat wanita itu tersadar dari lamunannya. Dara menatap muka Aaron dan mengangguk. Dia kembali menjadi wanita yang pendiam."Kita cari tempat lain atau mau tetap di sini?"Dara hanya mengangguk, dia menurut saja. Akhirnya Aaron hanya mengajaknya kembali duduk pada kursi yang sebelumnya Dara tempati. Menarik pergelangan tangan Dara dengan perlahan."Maaf, aku menghubungimu. Aaron, aku minta maaf. Kamu boleh pergi. Tidak seharusnya aku meneleponmu," sesal Dara. Suaranya lirih dan sangat lemah. Kali ini, Dara merasa kehidupannya memang tidak memberikan dia teman walau hanya satu.Sekian banyak penghuni penjuru dunia, kenapa ketika Dara mendapatkan seseorang yang bisa dijadikan teman justru seolah tidak ada yang
“Kalau begitu— Leanor?” sorot mata Dara terlihat jelas menampilkan kebingungan.Aaron tersenyum tipis dengan tertunduk, lalu mengangkat wajah lagi menatap Dara. “Aku sudahduga, pasti banyak yang menduga kalau bocah itu anakku. Tapi— dia keponakanku, Dara. ibunya adalah saudara kandungku,” tutur Aaron.Ah— aku tahu sekarang. Pantas saja mereka terlihat aneh saat berbincang, batin Dara.Sungguh, dia kira makhluk paling menyedihkan adalah dirinya. Akan tetapi, masih ada orang yang jauh memiliki luka yang menyakitkan. Dara masih ada harapan untuk menikmati hidup sekalipun itu pahit. Dia masih bisa mengobati rindu pada suaminya. Dia juga masih bisa melihat ketampanan Raka yang selalu terlihat setelah mandi. Namun, Aaron? Sampai kapanpun dia tidak akan bisa mengobati rindu pada sang istri yang telah pergi.Dara merasakan sakit dan perih yang dialami oleh Aaron. Dia juga merindukan sosok yang tidak pernah dia temui. Kedua orang tuanya, Dara tidak pernah tahu apakah dirinya masih memiliki oran
"Hei! Pelan-pelan!" Dara panik, dia tidak membawa air minum. Dara berlarian mencari penjual air mineral. Beruntung di balik pagar yang tidak jauh darinya masih ada yang berjualan. Ia minta air tetapi tidak membayarnya. Segera, gadis itu kembali pada Aaron dan memberikan air dalam kemasan itu pada Aaron. Si penjual Dara yang sudah bersikap layaknya maling."Woy, mbak! Bayar dulu! Main pergi aja, dikira itu dagangan mbahmu!" marahnya.Dara hanya diam dan kembali menundukkan wajahnya. Dia malu, karena dia benar-benar tidak membawa apa pun kecuali ponsel dan rantang susun.Setelah Aaron usai meminum setengah dari isi botol itu. Ia pun merogoh saku celana dan mengeluarkan uang lima puluh ribuan."Ini uangnya. Maafkan teman saya. Dia hanya ingin bantu saya. Ambil saya kembaliannya sebagai permintaan maaf kami," ungkap Aaron."Hu!" Laki-laki asongan itu menyahut uangnya setelah mencibir kelakuan Dara. Kemudian dia pergi dari hadapan keduanya."Aku lupa bawa dompet," lirih Dara."Tidak apa-ap
Sejak pesan dan panggilan Raka kemarin, tidak ada lagi pesan atau panggilan dari laki-laki itu. Jangan salahkan Dara jika dia tidak menghubunginya lagi. Dara pernah mengemis dan merendahkan dirinya serendah-rendahnya bukan? Kini gadis itu benar-benar sudah tidak peduli lagi dengan semua tingkah laku Raka.Dia pulang, Dara akan sambut, jika tidak mungkin memikirkan orang lain jauh lebih membuat dirinya merasakan sensasi menyenangkan. Memikirkan suami orang. Namun, bukankah Aaron duda?. Menjadi temannya bisa membuat senam jantung."Miss jatuh cinta dengan siapa?" celetuk salah satu muridnya. Siapa lagi jika bukan, Leanor. Dari sekian banyaknya murid yang ia ajar hanya Leanor yang paling aktif. Sering bertanya hal-hal random dan sangat ingin tahu tentang semua hal. Tidak semua anak didiknya bisa bicara dengan lancar, masih banyak dari mereka yang cadel.Dara terperanjat dan menatap gadis cilik ayu tersebut. Dia berjongkok dengan tersenyum manis. "Dari mana Princess Lea tahu jatuh cinta?"
Pukul tiga sore, Aaron datang untuk menjemput Lea. Masih dengan wajah bantal yang enggan membuka mata, gadis cilik itu bersandar pada bahu pamannya.“Lea, pamit sama Miss dulu,” tukas Aaron.“Miss, Lea pulang, ya. Terima kasih sudah diizinkan untuk tidur di sini lagi,” katanya dengan suara senggau.“Jangan sungkan, Sayang. salam buat Mama, ya.”“Baiklah aku pamit, ya. Semoga suka dengan hadiahnya.”Dara mengangguk. ah— dia teramat suka dengan hadiah yang dibawakan oleh pria itu. Aaron bilang bahwa itu ucapan terima kasih atas undangan makan malam emarin juga telah menjaga Lea hari ini. boneka super jumbo dengan kain yang super duper halus. Nyaman dipeluk dan ini adalah hadiah pertama selama dua puluh tujuh tahun uasianya.Tidak terasa dua tahun sudah terlewat dengan sia-sia. Tidak ia dapatkan kebahagiaan selama pernikahan ini berlangsung. Hanya ada pertengkaran dalam sebuah hubungan. Miris sekali.Setelah kepergian mereka Dara lantas kembali masuk ke kamar. Ia tatap lagi boneka shincha
Sebelah alis Dara terangkat. Baru tadi sore mereka bertemu bukan? Tanda tanya menggantung di kepalanya. Gadis itu enggan untuk membalas, akan tetapi ada yang janggal saat ia abaikan pean itu.“Nggak usah dibalas. Nggak mungkin kamu hanya chat sekali doang, Dara,” larangnya pada diri sendiri. Akan tetapi meski pergulatan batinnya terus saja mencari ketenangan dan kenyamanan. Pilihan Dara adalah—[Tidak ada, hanya bernapas] balasnya.Dara hendak mengubah kata-katanya, terlihat sangat tak acuh. Padahal sebelum ini dia terlihat baik-baik saja. Akan tetapi pesan itu sudah terkirim. Merutuki diri sendiri. Mengetuk dahi berulang kali. Menyesal karena telah membalas pesan dengan nada yang cuek. Padahal belum tentu orang di seberang membacanya dengan nada yang sama.[Suami kamu sudah pulang? Maaf, kalau aku ganggu kamu malam-malam. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja] balas Aaron dengan cepat.Sepertinya dia laki-laki yang terbuka. Dia jujur, kan? Gumam Dara dalam batin. Ia tersenyu
Dara celingukan mencari mobil milik Aaron, dia melukapan jaket yang sudah ia siapkan di kursi kayu sebelumnya. Sial bukan? Ketika hendak berangkat ponselnya berdering, dia kira siapa, ternyata telepon anonim. Manipulasi insiden kecelakaan keluarga untuk mencari keuntungan pribadi.“Dara!” panggil Arron dan membuat gadis berbaju hitam itu menoleh pada asal suara.Pantas saja, sampai mati buyutan, Dara tidak akan menemukan mobil yang dikendarai oleh Aaron, pria itu memakai motor. Dara mengerutkan dahi. Tatapan yang sarat akan pertanyaan, kenapa pria itu justru membawa motor saat malam-malam begini?Motor merek MNax warna hitam. Dara mendekati pria itu dengan memeluk lengannya sendiri. Ia hanya menggunakan celana jeans riped hitam dengan kaos berlengan panjang model turtleneck, dengan warna yang senada.“Hai,” sapa Dara. Gadis itu menurunkan tangannya, melerai pelukan pada lengannya sendiri, kemudian tersenyum kearah Aaron. Lantas dibalas oleh Aaron.Ia melepaskan resleting jaket yang dia
Selama ini dia hidup serba ada, serba bisa tetapi, siapa yang sangka bahwa anaknya berjuang mati-matian untuk bertahan hidup dan mempertahankan kehidupan. Berjuang menemukan sebuah kebahagiaan."Bisakah kita membuat janji dengannya? Aku tidak sabar bertemu dengan Prilly, Wisnu," lirih Veily."Bersabarlah, Sayang. Panggil dia Dara sampai kita berhasil meyakinkan kenyataan ini. Sepertinya kita butuh bantuan Abby untuk ini, aku yakin saat ini mereka bersama," tutur Wisnu."Sebaiknya jangan beritahu Abby sebelum kalian memberitahukannya pada Dara. Kalian bisa bayangkan kalau Dara tahu lebih lama ketimbang Abby? Ayolah, kalian pasti bisa merasakannya," sela Faiz. Apa yang dikatakannya bukankah benar, memang seharusnya mereka memberitahu Dara baru Abby, bukan terbalik, jika tidak ingin Dara kian kecewa.Entah bagaimana tanggapan wanita itu nanti, Wisnu dan Veily hanya berharap bahwa Dara menerima juga memaafkan keduanya.**Sebuah mobil silver ber
[Aku kirim sesuatu ke rumah, pakai untuk malam nanti, ya. Aku akan jemput pukul tujuh] begitulah isi pesan yang diketik oleh Abby pada Dara. Kini wanita yang tengah beristirahat di ruang guru tersebut hanya mampu cengar-cengir membayangkan pertemuan mereka setelah tiga hari. Dara selayaknya seorang remaja yang jatuh cinta, astaga memalukan! Namun, adakah kata memalukan untuk sebuah cinta? Bahkan cinta itu menuntun pada hal gila, bukankah begitu?Dara hanya membalasnya dengan satu kata, okay' kemudian dia kembali mempersiapkan materi yang akan dia berikan untuk anak didiknya di pelajaran yang akan datang. Dara juga perlu mempelajari banyak hal di sekolah itu. Mengenal seluk-beluk, apa yang diizinkan juga tidak diizinkan. Mengenal pada guru dan juga mengenal murid yang ada di sana.Sementara di sisi lain kota yang jauh dari hiruk-pikuk suara kendaraan, Wisnu dan Veily melongo hampir tidak percaya dengan yang dia lihat. Veily tidak henti-hentinya menitikan air ma
"Hai! Selamat pagi!" sapa Dara, dia berjalan menuju mejanya dan meletakkan tasnya, tanpa duduk. Berdiri di samping meja yang cukup keren di matanya.Suara balasan dari mereka sungguh membuat Dara bersemangat, mereka ramah dan mungkin remaja brutal tidak akan ada di sana, kecuali kekasihnya yang selalu bersikap demikian. Dara mengulas senyumnya ketika mengingat tiga hari dia bahkan belum bertemu dengan pria itu."Okay, saya rasa kalian sudah tahu kalau saya adalah Sandara. Guru bahasa kalian, ini adalah jam pertama untuk saya jadi, ada yang mau memulai kelas?" Dara menatap mereka satu persatu. Kagum, pakaian bersih, rapi, dan berseragam lengkap. Mereka semua cantik dan rupawan."Mulai dengan perkenalan, Bu. Bagaimana jika hari ini sedikit santai, agar kami mengenal guru terbaik kami," teriak salah satu murid yang duduk di barisan tengah dari depan pun dari samping."Okay, apa perlu membuat kartu nama layaknya anak paud?" Mereka tertawa dengan pertanyaan ya
Wisnu terus membeberkan mulai dari kelahiran, penyakit Cloe dan juga sampai kejadian Cloe menikah dan meninggal. Juga permintaan maaf karena saat Cloe ada di Indonesia dalam waktu yang cukup lama mereka bahkan tidak pulang ke Indonesia. Sungguh mungkin banyak orang mengira bahwa mereka orang tua yang pilih kasih, tidak adil juga menyebalkan. Namun, keduanya terus bercerita setiap kendala yang terjadi, bagaimana Veily down dengan berita yang berurutan, penyakit Cloe yang menyita perhatian.Larasita terus mendengarkan dengan sesekali mengangguk-angguk. Dia begitu memahami semuanya, kenapa tidak? Dia sudah tua dan banyak memakan pahit manis, asin legitnya kehidupan yang begitu terkadang menguras emosi."Jadi begitu, Bu. Kamu sungguh frustasi dengan semuanya. Menantu saya juga baru saja meninggal dua Minggu yang lalu," jelasnya lagi."Saya turut berduka untuk kehilangan itu, Tuan, Nyonya. Ya! Dara… saya menemukan bayi itu tepat saat kecelakaan itu terjadi. Kejadiannya sangat cepat dan tra
"Baik, bagus sekali! Terima kasih, Pak. Terima kasih sudah mau membantu kami," katanya. Wisnu segera mengakhiri panggilan dan segera mendekati istri dan rekannya."Kabar bagus, apa yang kita cari bisa kita temukan saat ini. Kita harus bergerak, polisi sudah mengirimkan alamat padaku." Senyum Wisnu terulas sempurna, begitupun dengan Veily dan pria yang akrab dikenal sebagai Faiz itu langsung beranjak.Ketiganya menelusuri jalanan, cukup jauh dari tempat kejadian. Pantas saja mereka tidak akan menemukan informasi apa pun di sekitar lokasi, jadi orang itu ternyata membawanya hampir keluar kota."Kita mau ke mana ini, Wisnu?" gumam Veily yang tampak kebingungan dengan jalanan yang kini mulai tampak cukup sepi, berderet-deret rumah yang berjarak cukup jauh."Kita hampir tiba, Sayang. Nah! Lihat bangunan hijau itu, di sana adalah panti asuhan. menurut informasi dari pihak kepolisian, wanita dengan nama yang selalu kita jumpai di setiap artikel membawa bayi itu
Kini bahkan Abby kembali menatapnya dengan sorot mata yang begitu memperlihatkan bahwa dia begitu mendambakan dirinya."Abby… serius?" Abby mengangguk, dia menarik kursinya agar lebih dekat dengan Dara. Menarik dagu wanita itu dan tidak menghiraukan pramusaji yang tengah sibuk dengan makanan keduanya."Apakah aku pernah bermain-main denganmu? Apakah semua yang terlewat tampak seperti sebuah sandiwara?" Lagi-lagi Dara menggelengkan kepalanya. Apakah Dara gila jika menganggap semua yang dilakukan oleh Abby adalah sebuah kebohongan. Dia bahkan rela melakukan apa pun untuk wanita itu bukan? Sejak awal, ya! Sejak awal."Tidak sama sekali, By." Abby mendekatkan bibirnya pada bibir Dara, mengecupnya pelan dan melumatnya sesaat sebelum semua perhatian beralih pada mereka berdua."Tunggu sampai papa dan mamaku tenang. Terutama Mama, kamu pasti sudah tahu semuanya bukan? Sejujurnya tanggapan mereka tidak begitu berarti, tetapi aku tetap anak mereka Dara, jika usahaku tidak dihargai maka, dengan
Bukan hanya kesedihan. Kekalutan dan juga marah menyelimuti hati Ravella, apa yang bisa dia banggakan sekarang? Mertua prianya sekarat di rumah sakit yang tidak akan pernah tahu selamat atau tidak. Kemudian mertua perempuannya pun tidak mau tahu tentang dirinya. Dulu, cucu laki-laki itu menjadi tameng untuknya bisa bertahan hidup mewah dengan semua kepemilikan Raka yang menyeret kehidupan kelam Ravella menjadi sebuah mimpi yang menjadi nyata.Namun sekarang? Bahkan untuk bangkit dari duduk yang telah dilalui beberapa jam lalu lamanya saja tidak mampu. Anak yang merengek pun tidak berhasil menyadarkan dia dari semua yang baru saja terjadi. Menerima kenyataan di mana dia akan kembali mlarat, kere, dan tidak akan ada yang mau menampung seorang janda dengan anak.Matanya menatap kosong seluruh ruangan yang sudah mulai surut dari keramaian. Vella sendirian dengan tangisan balita yang ingin sekali dia bungkam."Diamlah! Kehadiranmu bahkan tidak membantu apa pun saat ini!" Hanya bisa terus m
“Tidak masalah, Dara. Kamu tahu, Tuan dan Nyonya Wisnu adalah orang berkelas, dia selalu memberikan dukungan pada siapapun yang terkena masalah dalam rumah tangganya. Kamu beruntung bertemu dengannya. Sayangnya kamu tahu sendiri, bahkan kehidupan anaknya sendiri rumit. Aaron… jelas kamu pasti tahu banyak tentang dia bukan?” Dara mengangguk karena memang dia sudah mengetahui semua tentang pria itu.“Baiklah. Aku tunggu kamu jam sepuluh. Jangan terlambat okay, kita akan buat kejutan untuk pria itu. Biarkan dia mendekam di penjara sampai mati dan membayar seluruh rasa sakit yang kamu alami. Setelah ini kamu akan menjadi jutawan,” kelakar pria botak yang kerap menyebut dirinya dengan nama Bobby.Sepeninggalan Bobby, Dara merasa sedikit tenang, dia harus bersiap untuk mengikuti persidangan. Sungguh dia begitu merindukan bercengkerama dengan Abby, sayangnya dia sama sekali tidak membalas pesan yang dikirim oleh Dara sampai masalah Raka usai dan Dara benar-benar membantu memenjarakan Raka bu
Dara berjalan dengan gontai, dia datang bersama dengan Abby dan keluarga, tetapi harus pulang sendiri. Beginikah rasanya kembali tidak dianggap? Tanpa terasa air matanya menetes. Dara kesal harus menjadi wanita yang lemah setelah mengenal cinta lagi. Dara ingin menjadi layaknya dulu, wanita yang kuat dan terus berjuang."Jika dulu aku bisa bertahan selama dua tahun, kenapa bersama Abby, sehari sudah layaknya seabad. Beginikah rasanya dicintai tetapi mengecewakan?" Dara menghela napasnya dengan dalam.Tiba-tiba, sebuah mobil berhenti di dekatnya, Dara yang berada di trotoar jalan menoleh untuk melihat siapa yang berhenti untuknya."Dara? Masuklah, Nak. Kamu sendirian? Aku kira kamu pulang bersama dengan Abby," seru Veily. Benar sekali, wanita itu ternyata belum pulang hanya duduk di sebuah mobil dan melihat segala tingkah Dayyana yang tidak puas-puasnya melukai Abby. Padahal jelas pria itu sudah dewasa dan tahu apa yang dilakukan olehnya. Dia mengerti dan bisa membedakan mana yang baik